Background: Shallots are an important crop in Indonesia, but post-harvest drying remains inefficient, especially in Karang Penang Oloh Village, where traditional sun drying leads to quality loss and long drying times. Aims: This study aims to design a hybrid solar-LPG pyramid dryer to improve drying efficiency and product quality for local farmers. Results: The dryer successfully dried 20 kg of shallots in 10 hours, reducing moisture content from 86% to 12.44%-15.99%. Novelty: The hybrid solar-LPG system offers a scalable and efficient solution for larger-scale drying. Implications: This technology can enhance post-harvest processing, improving both drying time and product quality, with potential for broader agricultural applications.
Highlights:
Keywords: Shallots, Post-Harvest, Drying, Hybrid Technology, Pyramid Dryer
Bawang merah berproduksi dengan baik di negara tropis seperti Indonesia dengan iklim musiman, meskipun lebih sulit tumbuh di daerah dekat khatulistiwa dengan iklim yang sangat lembap dan di dataran rendah [1]. Bawang merah merupakan tanaman sayuran yang penting secara ekonomi dan bergizi serta diminati di seluruh dunia, tetapi penyimpanan jangka panjang dan ketersediaan produk berkualitas selama musim sepi masih menjadi kendala [2]. Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis [3] dan merupakan komoditas hortikultura yang bersifat spesifik serta unik, karena tidak memiliki komoditas penggantinya, sehingga permintaan pasar relatif tinggi [4]. Bawang merah memiliki kombinasi unik dari fruktan, flavonoid dan senyawa organosulfur, yang menunjukkan efek bermanfaat yang kuat pada kesehatan manusia [5]. Selain itu, kebutuhan bawang yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya perkembangan industri olahan bawang merah (bawang goreng, bumbu kuliner), perluasan pasar khususnya ke pasar internasional, dan meningkatnya kebutuhan masyarakat yang berkontribusi pada terus tren peningkatan permintaan bawang merah yang berpengaruh pada tingkat inflasi. Meningkatnya permintaan bawang merah merupakan peluang pasar yang mendorong petani untuk memproduksi lebih banyak bawang merah. Meskipun demikian, rendahnya produktivitas produksi bawang merah masih menjadi masalah utama yang kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya varietas unggul, praktik pertanian yang tidak tepat, kerentanan adopsi terhadap ekologi tanah yang beragam, inefisiensi petani dalam memanfaatkan sumber daya pertanian yang tersedia dan kurangnya perhatian terhadap sistem penyimpanan [6]. Proses penyimpanan dimulai dengan tahapan proses curing bawang merah pada dasarnya terdiri dari pengeringan sisik luar hingga mencapai tahap ‘kering gemerisik’ saat sisik tersebut menjadi seperti kertas: hal ini disertai dengan perubahan internal, saat leher umbi mengering dan menutup rapat, sebuah proses yang memperlambat pertukaran gas dengan atmosfer dan mengurangi kehilangan air [7]
Pulau Madura selama ini identik dengan komoditas sumber daya laut berupa garam dan rumput laut atau Eucheuma cottonii [8]. Sedangkan komoditas pertanian yang terkenal adalah jagung, tembakau, dan cabe jamu. Selain itu, komoditas kelapa banyak dijumpai beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Sumenep [9]. Meskipun demikian, ternyata Pulau Madura juga menyimpan potensi komoditas bawang merah (Allium Cepa L.). Bahkan khusus di Pulau Madura terdapat dua varietas lokal bawang merah, yaitu Rubaru dan Manjung.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2023 [10] bahwa Pulau Madura termasuk kategori tiga besar daerah penghasil bawang merah di Propinsi Jawa Timur, dengan kontribusi 13,47% (Gambar 1). Nilai ekonomis yang tinggi pada komiditas bawang merah, yang hamper menyamai nilai eknomi dari tembakau menjadikan alasan bagi petani Madura untuk melakukan budidaya bawang merah. Meskipun demikian, berdasrkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ada indikasi produktivitas produksi bawang merah yang ada di beberapa wilayah di Madura relatif lebih rendah dari rata-rata produktivitas Jawa Timur. Misalnya di Kabupaten Sampang mempunyai produksi bawang merah tinggi, tetapi masih di bawah rata-rata Jawa Timur.
Kabupaten Sampang mempunyai sentra pertanian holtikultura bawang merah yaitu Kecamatan Karang Penang dan Kecamatan Sokobanah. Salah satu kecamatan yang menghasilkan produksi bawang merah paling besar di Kabupaten Sampang yaitu Kecamatan Sokobanah [12][13], dan Kecamatan Karang Penang serta Kecamatan Robatal seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Kecamatan Karang Penang memiliki luas 82,48 Km2 yang tebagi menjadi tujuh wilayah desa (Gambar 3). Kecamatan ini memiliki sentra produksi bawang merah yang tersebar di beberapa wilayah desa (Gambar 4). Salah satunya adalah Desa Karang Penang Oloh, desa yang mempunyai luas 13,74 Km2 ini berjarak 5 Kmdari pusat Kecamatan Karangpenang.
Kondisi geografis yang tergolong lahan kering dan curah hujan yang rendah (Gambar 5) di Kecamatan Karangpenang menyebabkan budidaya tanaman bawang merah hnaya dapat dilakukan untuk dua kali musim cocok tanam atau dua kali musim panen. Kondisi curah hujan di Kematan Karang Penang mempunyai kontribusi besar terhadap produksi bawang merah. Jumlah produksi bawang merah setiap tahunnnya juga berfluktuasi (Gambar 1.6) tergantung cuaca dan faktor teknis, sumber daya pertanian yang tersedia. Teknologi pengeringan yang digunakan masih dilakukan secara konvesional yakni proses penjemuran di bawah terik matahari atau open sun drying.
Pola tanam umumnya yang dilakukan petani bawang merah di Kabupaten Sampang adalah dua kali setahun pada musim hujan yaitu diantara Oktober-Desember dan Januari-Maret. Periode tersebut dapat bergeser tergantung awal musim hujan terutama untuk musim tanam pertama. Meskipun demikian, ada juga sebagian kecil yang memilih menanam dua kali pada musim kemarau [14]. Hal ini biasa dilakukan di lahan sawah dimana pada musim hujan ditanami padi.
Berdasarkan kondisi khalayak sasaran bahwa tujuan dan manfaat kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah:
1. Membantu kelompok tani untuk mempersingkat durasi waktu proses pengeringan yang lebih singkat menggunakan teknologi pengering active dryer untuk kebutuhan pengeringan pascapanen,
2. Membantu kelompok tani untuk memenuhi kebutuhan teknologi pengering yang dapat menghasilkan kualitas produk bawang merah yang lebih baik.
Teknologi tepat guna (TTG) didefinisikan sebagai “setiap objek, proses, ide, atau praktik yang meningkatkan pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemuasan kebutuhan manusia”. [15] Berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa suatu teknologi dianggap tepat guna apabila teknologi tersebut sesuai dengan kondisi lokal, budaya, dan ekonomi (yaitu sumber daya manusia, material, dan budaya ekonomi), dan memanfaatkan material dan sumber daya energi yang tersedia secara lokal, dengan alat dan proses yang dipelihara dan dikendalikan secara operasional oleh penduduk setempat. Dengan demikian, teknologi dianggap “tepat” atau appropriate technologysejauh teknologi tersebut konsisten dengan lembaga budaya, sosial, ekonomi, dan politik masyarakat tempat teknologi tersebut digunakan.
Selanjutnya, menurut Dunn (1978) tujuan utama pengembangan teknologi tepat guna adalah:
1. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Memaksimalkan penggunaan sumber daya terbarukan.
3. Menciptakan tempat kerja di mana masyarakat sekarang tinggal.
Berdasarkan kajian literatur diperoleh informasi bahwa berbagai macam teknologi pengering untuk komoditas hortikultura dan rempah-rempah sudah banyak dikembangkan [16], tetapi mesin pengering model pyramid dan sumber energi panas yang bersifat hybrid belum banyak dikembangkan.
Tabel 1 berikut ini memberikan diskripsi rangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat terkait dengan penerapan teknologi tepat guna mesin pengering bawang berah untuk kelompok tani Desa Karang Penang Oloh, Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang. Kegiatan ini juga melibatkan 5 orang mahasiswa dari Program Studi Teknik Mesin Universitas Trunojoyo Madura, yang tergabung dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka Kuliah Kerja Nyata Tematik (MBKM KKN-T) Membangun Desa. Gambar 7 memperlihatkan kegiatan sosialisasi dan workshopteknologi tepat guna mesin pengering dan aspek agribisnis bawang merah yang dilakukan oleh dosen bersama mahasiswa MBKM KKN-T.
No | Tahapan | Uraian Kegiatan |
---|---|---|
1 | Studi kelayakan | Analisis kelayakan geografis petani bawang |
Analisis kelayakan mitra kelompok tani | ||
2 | Sosialisasi dan workshop | Sosialisasi teknologi tepat guna mesin pengering bawang merah Workshop aspek agribisnis bawang merah |
3 | Desain & Fabrikasi | Perancangan mesin pengering |
Penentuan dimensi | ||
Pemilihan material | ||
Perencananaan dan proses pembuatan | ||
4 | Pelatihan | Pelatihan penggunaan mesin pengering |
Pelatihan maintenance mesin pengering; preventive dan breakdown maintenance | ||
5 | Implementasi & Pendampingan | Penetapan setting parameter pengeringan |
Pengukuran mutu bawang merah hasil proses pengeringan | ||
6 | Keberlanjutan | Program continous improvement |
Selama beberapa dekade terakhir, berbagai jenis pengering surya telah dikembangkan untuk mengurangi kerugian pasca panen dan meningkatkan kualitas produk di berbagai Kawasan negara Asia, termasuk di Indonesia [17]. Meskipun memiliki beberapa kelebihan, penggunaan pengering surya terbatas pada siang hari ketika terdapat cukup banyak radiasi matahari [18]
Teknologi mesin pengering yang diusulkan adalah model pyramid solar cabinet dengan memanfaatkan energi panas secara hybrid menggunakan pemananas surya danLiquefied Petroleum Gas (LPG). Type pyramid ini sebelumnya telah digunakan [19] untuk mengeringkan komoditas kentang yang mengurangi waktu pengeringan keseluruhan sebesar 2-3 jam jika dibandingkan dengan pengeringan di bawah sinar matahari terbuka. Lebih lanjut Tefera et al. menekankan bahwa pengering piramida ini lebih baik dalam menciptakan lingkungan pengeringan yang lebih kondusif dengan suhu optimal dan kelembaban relatif yang lebih rendah, tetapi kapasitas 10-15 kg produk pertanian yang paling cocok untuk tingkat rumah tangga. Meskipun demikian, pada penelitian tersebut yang digunakan adalah pengeringan tenaga surya secara langsung (direct solar dryer), sehingga kelembaban produk yang akan dikeringkan diambil oleh paparan langsung radiasi matahari pada produk itu sendiri dengan atau tanpa sirkulasi udara alami. Sedangkan pada pengabdian dasyarakat ini dilakukan pengengembangan dengan desain teknologi mesin pengering type pyramid berkapasitas 35 kg ini terlihat pada gambar 2.2 dan 2.3. Kerangka utama mengunakan material besi hollow, dengan penutup samping menggunakan material transparan polycarbonate grade A (polycarbonate dryer chamber wall). Penggunaan material polycarbonate bertujuan untuk mengijinkan adanya pentrasi radiasi sinar matahari dan meminimasi heat losses [20]
Secara umum ruangan pada pengering terdiri atas dua ruangan utama, yaitu ruang pemanas pada bagian bawah yang berpenutup metal plate, dan ruang pengeringan (drying chamber) yang terdiri atas 5 tray (rak) dengan penutup sisi berupa material polycarbonate. Sedangkan pada bagian atas dilengkapi dengan blower untuk membantu peningkatkan sirkulasi udara dan distribusi panas. Energi panas dari mesin pengering ini diperoleh dari sinar matahari pada saat siang hari dalam cuca terang tidak hujan. Sedangkan pada kondisi hujan atau malam hari dapat digunakan pemanas yang berupa kompor LPG low pressure dengan burner head berdiameter 220 mm, serta dimensi kompor 600x345x135 mm. Dengan demikian sistem pemanasan yang digunakan dapat bersifat hybrid.
Sebagai upaya membantu kelompok tani bawang untuk mempersingkat durasi waktu proses pengeringan agar lebih cepat maka diusulkan penerapan teknologi pengering active dryer untuk kebutuhan pengeringan pascapanen. Mengingat kondisi geografis berupa lahan kering, maka masa bercocok tanam bawang merah di Desa Karang Penang Oloh hanya bisa dilakukan pada musim hujan, sehingga ada kendala pengeringan dan masalah kualitas bawang merah pascapanen saat musim hujan apabila bawang merah dijemur langsung di bawah terik matahari (open sun drying), seperti yang terlihat pada gambar 10. Durasi pengeringan yang dibutuhkan denganopen sun drying ini berkisar 1 minggu, dan itu pun bergantung cuaca. Kerugian pascapanen (quality loss) bawang merah secara kimiawi umumnya terjadi karena pertumbuhan mikroba yang erat hubungannya dengan kelembapan [21]. Secara sederhana kelembapan dapat diartikan sebagai jumlah kadar air yang berada di dalam material bawang merah. Apabila material bawang merah mempunyai kelembapan yang lebih besar, akan dibutuhkan waktu yang semakin lama untuk mengeringkan material tersebut atau mengurangi kadar kelembapannya [22].
Kelembapan sangat erat kaitannya dengan mekanisme perpindahan kalor, yang secara umum terbagi tiga yakni: konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara umum ada tiga metode pengukuran kelembapan, yaitu kelembapan relatif, kelembapan absolut, dan kelembapan spesifik. Parameter pengeringan yang berhubungan dengan kelembapan berdasarkan initial moisture content bawang merah sebelum pengeringan biasanya 80% w.b., sedangkan final moisture content setelah pengeringan adalah 5% w.b. dengan specific heat capacity 3,73 kJ/Kg.K, dan thermal conductivity 0,51 W/m.K [23]
Berdasarkan gambar desain seperti yang tertuang pada gambar 7 & 8, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan tahap fabrikasi yang melibatkan proses pemotongan besi hollow dan plat, serta proses pengelasan untuk membangun konstruksi utama mesin pengering. Sedangkan plat penutup samping dilakukan assembly menggunakan baut drill, dan dilanjutkan dengan proses out-fitting untuk menginstall kompor pemanas dan blower. Hasil fabrikasi mesin pengering terlihat pada gambar 11. Selanjutnya dilakukan uji coba performansi mesin pengering dengan melakukan pengeringan 20 kg bawang merah pascapanen (Gambar 13). Pengeringan ini membutuhkan konsumsi energi dari LPG sebesar 4,5 kg dengan durasi pengeringan 10 jam. Durasi pengeringan bergantung pada temperatur pemanasan [24], dan pada uji coba ini, temparatur panas diukur menggunakan thermo-gun dengan distribusi suhu adalah sebagai berikut: ruang pemanas 76°C; rak 1: 78,9°C; rak 2: 72,2°C; rak 3: 68,2°C; rak 4:65,6°C; rak 5 yang paling atas: 46°C. Berdasarkan interval waktu pemanasan dapat diestimasi Moisture Ratio (MR) kondisi bawang merah seperti yang terlihat pada grafik dalam Gambar 13. Nilai MR ini menyatakan massa kelembabapan per satuan massa kering yang diestimasi menggunakan Model Newton [25]. MR menentukan perubahan kelembaban yang belum tercapai, didefinisikan sebagai rasio air bebas yang masih harus dihilangkan, pada waktu t terhadap total air bebas awal.
Selanjutnya, berdasarkan analisis tekstur bawang merah hasil uji pengeringan diperoleh karakteristik kualitas bawang merah sperti yang tercantum pada tabel 3.1. Peningkatan temperatur pengeringan menyebabkan perubahan pada sifat tekstur, yaitu kekerasan (hardness), kemudahan patah (fracturability) dan kekenyalan (chewiness). Bawang merah umumnya dikeringkan dari kadar air awal (initial moisture content) sekitar 86% (w.b.) hingga 7% (w.b.) atau kurang untuk penyimpanan dan pemrosesan yang efisien (Mitra et al., 2012). Sedangkan menurut Muhlbauer & Muller (2020) parameter proses pengeringan bawang merah pada kondisi initial moisture content adalah 80% w.b. dan final moisture content adalah 5% w.b. Hasil uji coba menggunakan pengering tipe pyramid ini diperoleh moisture content yang berkisar 12,44% sampai 15,99%, seperti yang tercantum pada table 3. Berdasarkan hasil uji coba ini direkomendasikan langkah quality improvement berupa proses adjustment lebih lanjut terkait penetapan parameter temperatur pemanasan dan durasi waktu pengeringan sehingga dapat diperoleh final moisture content yang optimal.
Test ID | Hardness | Fracturabilit y | Adhesiveness | Springiness | Cohesiveness | Gumminess | Chewiness | Resilience |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
g | G | g.sec | ||||||
BAWANG 1 | 680 278 | 687 906 | -4,765 | 1,029 | 0,698 | 474,565 | 488,523 | 0,06 |
BAWANG 2 | 964,453 | 836,491 | -3,484 | 0,887 | 0,919 | 886,747 | 786,77 | 0,257 |
BAWANG 3 | 983,146 | 1022,016 | -18,885 | 5,902 | 1,018 | 1000,886 | 5907,187 | 0,08 |
BAWANG 4 | 834,059 | 1025,088 | -5,656 | 0,99 | 1,037 | 865,275 | 856,792 | 0,043 |
BAWANG 5 | 99,369 | 525,79 | - | 4,377 | 0,96 | 95,387 | 417,553 | 0,089 |
BAWANG 6 | 587 51 | 769,918 | -11,492 | 5,672 | 0,964 | 566,447 | 3212,642 | 015 |
BAWANG 7 | 484,453 | 672,296 | -8,634 | 5,917 | 1,067 | 516,889 | 3058,258 | 0,079 |
BAWANG 8 | 110 73 | 1217 567 | -8,509 | 0,995 | 0,187 | 20,686 | 20,585 | 0,067 |
BAWANG 9 | 485,481 | - | -10,832 | 0 995 | 1,404 | 681,721 | 678,379 | 0,178 |
BAWANG 10 | 846,174 | 767 885 | -5,217 | 5,809 | 1,056 | 893,352 | 5189,325 | 0,061 |
No. | Sampel | Nilai (%) |
---|---|---|
1 | Ulangan I | 15,00 |
2 | Ulangan 2 | 12,44 |
3 | Ulangan 3 | 15,99 |
Dengan berpedoman pada diagram fishbone diagram atau diagram sebab akibat seperti yang terlihat pada Gambar 15, maka aspek yang menjadi faktor penyebab dapat dipandang sebagai sebuah parameter (independent variable) yang berpengaruh terhadap performansi mesin pengering yang dapat dipandang sebagai sebuah respon (dependent variable).
Berikutnya, prosedur untuk melakukan quality improvement ini dapat dilakukan dengan melakukan eksperimen sebagai berikut:
1. Tahap Eksperimen
a) Menentukan variabel respon atau dependent variable
b) Seleksi faktor/parameter yang berpengaruh
c) Menentukan level setiap faktor /parameter
2. Tahap Design (Menetapkan Rancangan Perlakuan)
a) Menentukan jumlah observasi
b) Menentukan urutan experimen
c) Model matematik sebagai deskripsi eksperimen
d) Tes hipotesis
3. Tahap Analisis
a) Pengolahan data
b) Menghitung tes statistik
c) Interpretasi hasil eksperimen
Pada makalah ini telah dibahas pemanfaatan teknologi mesin pengering yang tepat untuk pengelolaan pasca panen bawang merah oleh Kelompok Tani di Desa Karang Penang Oloh, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Pulau Madura. Mesin pengering dirancang dengan model piramida dan menggunakan bahan bakar LPG. Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk membantu kelompok tani dalam mengurangi lamanya proses pengeringan melalui penerapan teknologi pengering aktif untuk keperluan pengeringan pasca panen. Kapasitas maksimal mesin adalah 35 kg. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin pengering berhasil mengeringkan bawang merah sebanyak 20 kg dengan durasi 10 jam. Hasil uji coba mesin pengering tipe piramida ini menghasilkan kadar air antara 12,44% sampai dengan 15,99%. Berdasarkan hasil uji coba, maka disarankan untuk melakukan langkah-langkah peningkatan mutu melalui penyesuaian proses terkait spesifikasi parameter suhu pemanasan dan lama pengeringan, untuk mencapai kadar air akhir yang ideal.
Selanjutnya, pengembangan sistem pengeringan diperlukan adalah:
1. Sistem pengeringan ramah lingkungan, yang dioperasikan menggunakan sumber energi terbarukan dan yang tidak menimbulkan polusi;
2. Penerapan analisis computational fluid dynamics (CFD) untuk mempelajari berbagai mekanisme pengeringan dan peningkatan efisiensi proses;
3. Integrasi Articial Intelligence (AI) untuk sistem pengeringan otomatis
Integrasi Articial Intelligence (AI) untuk sistem pengeringan otomatis
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan MBKM KKN-T ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Trunojoyo Madura (LPPM UTM) tahun 2024 dengan nomor kontrak 510/UN46.4.1/PT.01.03/ABDIMAS/2024. Terima kasih kepada LPPM UTM dan mitra kelompok tani bawang merah yang telah memberikan support penerapan teknologi tepat guna pengerin bawang merah ini.