In the context of the COVID-19 pandemic, the surge in maladaptive behavior among kindergarten students presents a pressing educational concern. Swift identification of such behaviors is crucial for effective intervention. This quantitative experimental study investigates the efficacy of the "Utilization of Information Technology-based Maladaptive Behavior Screening" training in bolstering the competence of teachers. Through quasi-experimental methods, 49 teachers from 'Aisyiyah Bustanul Athfal in Sidoarjo Regency participated in the training. The assessment tool employed was a comprehension test. Statistical analysis via paired samples t-test revealed a significant enhancement (p = 0.009; p < 0.05) between pre- and post-training performance. The intervention showcased substantial effectiveness (rs = 0.053; rs > 0.5) in elevating the teaching quality at 'Aisyiyah Bustanul Athfal. This study underscores the importance of IT-based tools in addressing maladaptive behavior issues and fortifying teacher aptitude amidst challenging circumstances, with implications extending to diverse educational settings.
Highlight:
Keyword: Maladaptive Behavior, Kindergarten, COVID-19, Information Technology, Teacher Training
Perilaku maladaptif pada anak prasekolah adalah salah satu bentuk perkembangan sosial emosional yang ditunjukkan dengan perilaku-perilaku yang sulit diterima oleh lingkungan sosial. Perilaku maladaptif akan muncul ketika anak dihadapkan pada situasi baru dimana mereka dituntut untuk beradaptasi dengan aturan-aturan sosial baru yang muncul pada saat berinteraksi sosial. Situasi ini salah satunya akan dihadapi oleh anak ketika mereka memasuki pendidikan formal di luar rumah, yaitu ketika anak mengikuti Pendidikan Kelompok Bermain/Taman Kanak-kanak (KB/TK). Fenomena perilaku maladaptif semakin meningkat dengan adanya pandemi Covid-19 [1] dimana kesempatan anak untuk berinteraksi sosial semakin berkurang karena dibatasi dengan alasan Kesehatan.
Dampak pandemi covid terhadap perkembangan perilaku anak teridentifikasi pada anak usia 6-9 tahun dimana anak menunjukkan ketergantungan terhadap gawai, berperilaku malas, dan tidak menunjukkan minat untuk belajar [2] Waktu tidur anak menjadi lebih panjang yang membuat anak kurang aktif secara fisik, kegiatan waktu layer yang lebih lama dimana ditemukan lebih dari tiga jam per harinya, perkembangan bahasa anak menjadi terganggu, terdapat perubahan pola makan pada anak, juga terganggunya perkembangan motorik halus pada anak [3]. Dampak negatif ini terbawa ketika anak memasuki sekolah pada saat covid tidak lagi, terutama ketika status pandemi berubah menjadi endemi [4].
Permasalahan perilaku maladaptif semakin meningkat di KB/TK ketika sekolah tidak memiliki sistem skrining atau identifikasi awal perilaku maladaptif pada calon peserta didik. Identifikasi awal dibutuhkan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam hal kematangan sosial. Termasuk di dalamnya adalah kematangan emosional karena perkembangan sosial tidak lepas dari perkembangan emosional. Ketika pihak sekolah belum memiliki gambaran kematangan sosial peserta didik pihak sekolah belum bisa menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Setiap anak memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda, oleh karena itu mereka memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Perbedaan kebutuhan anak yang muncul dari perilakunya tidak menjadi persoalan berarti ketika guru sebagai pendamping anak selama di sekolah memiliki keterampilan dan pengalaman dalam mendampingi anak dengan perbedaan kebutuhan. Situasi menjadi berbeda ketika guru pendamping belum terampil dan belum berpengalaman dalam mendampingi anak dengan kebutuhan yang berbeda. Perilaku maladaptif yang ditampilkan oleh anak akan menjadi sumber stress bagi guru. Tidak hanya harus mencari cara mendampingi anak berperilaku maladaptif dengan tepat, guru juga memiliki peserta didik lain yang harus didampingi. Lambat laun, stress tersebut menjadi tekanan bagi guru. Tekanan yang tidak terselesaikan dapat berimbas pada interaksi antara guru dengan peserta didik.
Fenomena guru KB/TK mengalami kesulitan dalam mendampingi peserta didik dialami oleh guru di ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Kabupaten Sidoarjo. Kesulitan dalam memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik menjadi keluhan. Selain tingkat pemahaman yang belum merata, belum semua Guru di KB/TK ‘Aisyiyah Kabupaten Sidoarjo memiliki keterampilan dalam menangani anak dengan kebutuhan yang berbeda. Kesulitan guru dalam mendampingi peserta didik akan mempengaruhi bagaimana guru memberi tanggapan kepada peserta didik. Tanggapan kurang tepat dari guru dapat meningkatkan perilaku yang tidak diharapkan dari peserta didik. Relasi guru dan peserta didik merupakan bentuk relasi dyadic, sebuah relasi yang saling mempengaruhi.
Lingkungan mikrosistem secara langsung mempengaruhi perilaku anak prasekolah berkaitan dengan perkembangan sosial emosional. Agen-agen sosial di dalam lingkungan mikrosistem memiliki pengaruh langsung pada perilaku anak. Orang tua, teman sebaya, dan guru menjadi agen sosial yang memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku anak prasekolah [5]. Orang tua memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku sosial [6], [7] dan perkembangan emosional anak pra sekolah [8], [9] begitu juga dengan teman sebaya [10], [11]. Selain orang tua dan teman sebaya, guru juga memiliki peran penting terhadap perkembangan sosial emosional anak pra sekolah. Peran tersebut terlihat dari hasil reviu pengaruh guru terhadap perilaku anak prasekolah. Guru memiliki peran penting dalam Pendidikan anak usia dini. Guru yang kompeten menjadi prediktor kuat perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah [12], [13]
Pentingnya peran guru untuk perkembangan sosial emosional anak prasekolah membuat perhatian khusus pada guru penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah dengan mengembangkan kompetensi guru dalam mendampingi anak prasekolah sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan. Pelatihan terbukti menjadi salah satu strategi yang efektif dalam meningkatkan kompetensi guru, seperti untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menggunakan teknologi informasi [14]–[16] atau untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran [17] dan mendampingi peserta didik dengan kebutuhan khusus [18]. Berdasarkan penjelasan di atas, peningkatan kapasitas guru diperlukan untuk membantu guru mendampingi anak prasekolah dengan lebih baik. Salah satu peningkatan kapasitas guru dilakukan dengan memfasilitasi guru dalam pelatihan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas guru KB/TK ‘Aisyiyah di Kabupaten Sidoarjo melalui pelatihan “Pemanfaatan Skrining Perilaku Maladaptif berbasis Teknologi Informasi”.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksperimen dengan jenis eksperimen-kuasi. Rancangan eksperimen-kuasi yang digunakan adalah rancangan satu kelompok praperlakuan dan pascaperlakuan (One group pretest-posttest design). Meskipun agak lemah, pengukuran dengan rancangan ini memungkinkan peneliti mendapatkan informasi pengetahuan kausal pada kelompok pengukuran. Variabel yang diteliti adalah tingkat pemahaman guru.
Populasi pada pelatihan adalah Guru KB/TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 49 peserta. Peserta merupakan perwakilan dari setiap ‘Aisyiyah Bustanul Athfal di Kabupaten Sidoarjo. Guru yang ditugaskan menjadi peserta pelatihan adalah mereka yang berperan melakukan wawancara awal pada saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) pada tahun 2023. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Convenience sampling merupakan jenis pengambilan sampel yang memungkinkan peneliti memilih sampel sesuai dengan kriteria.
Pelatihan “Pemanfaatan Skrining Perilaku Maladaptif berbasis Teknologi Informasi” dilaksanakan selama dua hari. Pelaksanaan dibagi menjadi dua hari untuk mengoptimalkan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pelatihan. Narasumber yang dilibatkan ada tiga orang. Narasumber yang dilibatkan memiliki kompetensi sesuai dengan target pelatihan. Narasumber pertama memiliki kompetensi dalam psikologi klinis, narasumber kedua memiliki kompetensi dalam pengukuran psikologi, dan narasumber ketiga memiliki kompetensi dalam pendidikan teknologi informasi.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur peningkatan kapasitas Guru sebelum dan sesudah pelatihan adalah tes pemahaman untuk materi perilaku maladaptif dan pengukurannya. Tes terdiri dari 10 pertanyaan dengan 8 pertanyaan favorabel dan 2 pertanyaan unfavorabel. Responden diminta untuk memilih 1 dari dua pilihan jawaban, yaitu benar atau salah. Pilihan jawaban “benar” diberi nilai 1 sementara pilihan jawaban “salah” diberi nilai 0.
Analisa data yang digunakan untuk penelitian ini adalah uji T dengan uji paired sample. Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan pemahaman kelompok perlakuan praperlakuan dengan pascaperlakuan. Dengan demikian, akan diketahui efektivitas pelatihan pada peserta pelatihan. Analisa menggunakan uji T dilakukan menggunakan aplikasi JASP. Selain itu, analisa data deskriptif juga dilakukan untuk menggambarkan profil peserta.
A. Hasil
Uji normalitas dilakukan sebelum data dianalisa untuk uji hipotesis. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui jenis analisa data yang tepat sesuai dengan data yang diperoleh. Uji normalitas pada data pre dan post test menunjukkan data tidak normal (p<0,05), sehingga uji hipotesis dilakukan dengan uji Wilcoxon signed-rank test.
Uji beda menggunakan Analisa paired samples t-test dengan jenis Wilcoxon signed-rank test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara pemahaman yang diperoleh sebelum dan sesudah pelatihan. Besaran perbedaan juga menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak yang besar terhadap pemahaman peserta pelatihan yang tergambar dari nilai Rank-Biserial Correlation. Apabila nilainya di atas 0,5 (rs=0,563) maka efeknya besar.
Analisis deskriptif juga dilaporkan dalam penelitian ini untuk memperjelas perbedaan pemahaman peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Analisis deskriptif digambarkan dari nilai median. Hasil deskriptif menunjukkan bahwa nilai median dari pre-test (7) ke post-test (8) menunjukkan kenaikan. Selain itu, kenaikan pemahaman juga digambarkan dari blox pots antara pre-test dan post-test.
Pelatihan diikuti oleh 49 peserta dari KB/TK Aisyiyah se-Kabupaten Sidoarjo. Gambaran profil guru disajikan dalam tabel. Peserta yang diikutsertakan dalam pelatihan memiliki empat jenis tingkat Pendidikan. Tingkat Pendidikan S1 menjadi tingkat Pendidikan dengan jumlah terbanyak yaitu sebesar 76%. Jumlah terbanyak berikutnya adalah peserta dengan tingkat Pendidikan SMA sebanyak 16%. Sisanya dengan jumlah yang sama besar yaitu untuk tingkat Pendidikan D2 dan S2 dengan jumlah sebanyak 4%.
Tingkat Pendidikan | Jumlah | Persentase |
SMA | 8 | 16% |
D2 | 2 | 4% |
S1 | 37 | 76% |
S2 | 2 | 4% |
B. Pembahasan
Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Diperoleh nilai p untuk uji beda sebesar 0,009 dimana nilai p kurang dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil tes sebelum dan hasil tes sesudah pelatihan [19]. Hal ini juga berarti bahwa pelatihan “Pemanfaatan Skrining Perilaku Maladaptif berbasis Teknologi Informasi” yang diberikan kepada guru di tingkat KB/TK efektif untuk meningkatkan pemahaman guru dalam memahami perilaku maladaptif pada anak prasekolah dan bagaimana memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan skrining dengan alat ukur standar.
Pelatihan yang diberikan memberikan efek besar terhadap pemahaman guru di tingkat KB/TK sebagai peserta. Nilai korelasi Rank-Biserial yang terhitung 0,563 menunjukkan bahwa efek dari pelatihan ini besar terhadap perbedaan tingkat pemahaman guru. Temuan ini menunjukkan bahwa pelatihan memang menjadi salah satu intervensi yang efektif untuk meningkatkan pemahaman pada individu, utamanya pada pelatihan dengan materi yang sesuai kebutuhan dari peserta. Permasalahan utama yang dialami oleh peserta pelatihan adalah kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran pada siswa dengan perilaku yang kurang sesuai dengan harapan sosial. Perilaku ini disebut sebagai perilaku maladaptif. Perilaku ini semakin banyak ditemui oleh guru di tingkat KB/TK dengan peserta didik yang sebelumnya lebih banyak berada di rumah sebagai efek pandemi covid-19.
Pemanfaatan teknologi informasi memberi nilai tambah pada pemanfaatan instrumen skrining standar yang diajarkan dalam pelatihan. Teknologi informasi memudahkan penggunaan instrumen karena secara otomatis akan menunjukkan hasil dari pengukuran yang dilakukan dengan instrumen skrining perilaku maladaptif. Kemudahan ini akan mendorong guru untuk menggunakan instrumen dalam melakukan skrining perilaku maladaptif. Kemudahan menjadi faktor pendorong seseorang menggunakan teknologi informasi [20], [21]. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi, terutama yang dipersepsi memberikan kemudahan, menjadi salah satu faktor yang mendukung efektivitas pelatihan.
Tingkat pendidikan peserta pelatihan juga menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pelatihan dalam meningkatkan kapasitas individu. Semakin baik tingkat pendidikan individu, maka akan semakin baik individu dalam memanfaatkan teknologi informasi [22] karena akan mendorong literasi teknologi informasi pada diri individu tersebut. Dengan demikian, individu akan semakin mudah dalam mengoperasikan teknologi informasi [23], [24]. Ketika tingkat literasi teknologi informasi individu semakin baik, maka individu akan semakin efektif dalam menggunakannya sesuai dengan tujuan teknologi informasi tersebut [25]. Terlihat dari demografis peserta pelatihan yang menunjukkan bahwa sebagian besar peserta memiliki tingkat pendidikan yang baik, yaitu sebanyak 80% peserta memiliki tingkat pendidikan minimal sarjana (S1).
Efektivitas pelatihan ini dapat dijamin efektivitasnya hanya pada peserta pelatihan saja, tidak pada populasi yang lebih luas. Hasil penelitian tidak dapat diterapkan pada guru di tingkat KB/TK yang lain karena data dianalisa dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik. Temuan ini menjadi keterbatasan di dalam pengukuran efektivitas pelatihan “Pemanfaatan Skrining Perilaku Maladaptif berbasis Teknologi Informasi” pada guru ‘Aisyiyah Bustanul Athfal di Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pelatihan yang diberikan efektif untuk meningkatkan pemahaman guru dalam melakukan skrining perilaku maladaptif pada anak pra sekolah. Uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman guru sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan (p=0,009). Hal ini juga dapat diartikan bahwa guru yang dilatih siap untuk menggunakan alat ukur perilaku maladaptif di sekolah masing-masing sesuai dengan tujuan pengukuran. Kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan peserta, pemanfaatan teknologi informasi, dan tingkat pendidikan diidentifikasi menjadi faktor pendukung efektivitas pelatihan terhadap peningkatan pemahaman guru meskipun masih perlu dibuktikan pada penelitian selanjutnya.