Communication Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v14i3.926

East Nusa Tenggara (NTT) Student Communication Accommodation Strategy in Sidoarjo


Strategi Akomodasi Komunikasi Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (NTT) di Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

cross-cultural accommodation NTT students communication accommodation cultural sensitivity effective communication

Abstract

This qualitative study aims to explore the accommodation strategies employed by students from East Nusa Tenggara (NTT) studying in Sidoarjo, Indonesia, in their interactions with local students and the surrounding community. Drawing on the communication accommodation theory, data was collected through purposive sampling using interviews, observations, and documentation. The findings revealed three forms of communication accommodation: convergence (using both Indonesian and Javanese languages during interactions), divergence (using their native language from NTT), and overaccommodation (expressed through loud laughter and speech patterns). The study highlights the significance of the accommodation process between NTT students and local students and community members in achieving effective cross-cultural communication. The implications of these findings shed light on the importance of cultural sensitivity and understanding in fostering harmonious interactions among diverse populations.

Highlights:

  • The study explores cross-cultural accommodation strategies of NTT students in Sidoarjo.
  • Findings reveal convergence, divergence, and overaccommodation as forms of communication accommodation.
  • The study emphasizes the importance of cultural sensitivity for effective cross-cultural communication.

Keywords: cross-cultural accommodation, NTT students, communication accommodation, cultural sensitivity, effective communication

PENDAHULUAN

Pemerataan pendidikan di Indonesia belum sepenuhya terjadi, terlebih pada daerah-daerah terjauh, terluar, dan tertinggal. Pada tahun 2022 ada sebanyak 3.107 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, dengan 2.982 Perguruan Tinggi Swasta ( PTS) dan 125 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dari angka tersebut perguruan tinggi terbanyak bedara di Pulau Jawa dengan memiliki 1.477 perguruan tinggi [1]

Sebaran perguruan tinggi di atas jelas belum merata, misalnya di Nusa Tenggara Timur, sampai saat ini, hanya ada satu universitas negeri, yakni Universtas Nusa Cendana yang berada di Kota Kupang. Kupang berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik( BPS) Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa persentase penduduk yang menempuh Pembelajaran sampai akademi besar hanya sebanyak 10% dari jumlah totalitas penduduk[2].

Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi ( PDDIKTI ) tahun 2019 menunjukkan tingginya mahasiswa rantau yang dari Nusa Tenggara Timur berkuliah di pulau Jawa dengan total mahasiswa yakni 1.222.313 jiwa. Dari data ini menunjukkan bahwa banyaknya mahasiswa yang tertarik untuk berkuliah di Pulau Jawa khususnya berkuliah di Jogja, Malang, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lainnya di Jawa yang tidak semuanya terekam dengan baik [3].

Banyaknya mahasiswa NTT yang merantau berkuliah di Jawa karena kualitas pendidikan di Jawa dianggap lebih baik. Menurut Kementerian (Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi (Kemristekdikti) di Indonesia, pada tahun( 2019), 1. 255 perguruan tinggi besar yang terletak di pulau Jawa tercatat sudah di terakreditasi. Jumlah tersebut ialah 56% dari jumlah keselurhan perguruan tinggi besar yang terletak di pulau Jawa[4].

Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) juga merilis data tentang pemeringkatan 20 besar perguruan tinggi di Indonesia tahun 2021, dimana 16 dari 20 besar perguruan tinggi di Indonesia berada di beberapa kota di Pulau Jawa, seperti Bogor, Jakarta, Yogyakarta, Malang, Semarang, Surakarta, dan Surabaya [5].

Secara kualitas dan peringkat, tidak dapat dipungkiri bahwa hampir mayoritas pemegang peringkat tinggi dalam berbagai katogori selalu didapatkan oleh kampus kampus yang ada di Jawa. Misalnya, peringkat Webomtriks, dari 10 besar, 90% dari Jawa, lalu kemudian peringkat Kemendikbudristekdikti 56% dan peringkat-peringkat lainnya.[6] Universitas dengan citra dan kualitas pendidikan yang baik tentu dapat menarik minat pelajar untuk mendaftarkan dirinya Sebagai contoh, berbagai orang di Indonesia berlomba-lomba untuk dapat menempuh perguruan tinggi di Pulau Jawa karena citra dan peringkatnya. Para pelajar dari luar Jawa juga berusaha mendapatkan kesempatan di pulau Jawa untuk berkuliah [7].

Dari adanya mobilitas mahasiswa dari luar Jawa ke kampus-kampus yang ada di Jawa, maka terjadilah berbagai akulturasi dan asimilasi yang terjadi. Selajutnya, pelajar dari luar jawa dengan latarbelakang budaya yang berbeda tentunya membutuhkan pembelajaran budaya untuk mampu beradaptasi guna keberlangsungan hubungan komunikasi yang baik. Seperti contoh, adanya konflik sosial antar mahasiswa papua di kota malang disebabkan adanya sentimen antar suku [8]. Mahasiswa batak dan NTT mengalami kesulitan beradaptasi ketika merantau di Kota Surabaya, kesulitan yang dialami meliputi kesulitan beradaptasi dengan bahasanya [9]. mahasiswa NTT yang dipandang sebelah mata dan mengalami diskriminasi di Kota Yogyakarta dikarenakan adanya stereotipe mahasiswa NTT sebagai pembuat onar, penjahat/kriminal, dan terbelakang atau kurang terdidik [10].

Beberapa kajian terdahulu tersebut, menyatakan bahwa mahasiswa NTT banyak menemukan permasalahan diantaranya konflik terkait kegagalan adaptasi komunikasi mahasiswa. Namun berbeda dengan mahasiswa NTT yang berkuliah di Kabupaten Sidoarjo yang tidak pernah mengalami konflik, dan bahkan telah memiliki komunitas yang dapat menyatukan seluruh mahasiswa NTT yang ada di Sidoarjo dan beberapa kampus di Surabaya. Inti dari keberhasilan mahasiswa NTT menjaga hubungan baik dengan masyarakat lokal adalah dengan melaukan akomodasi komunikasi.Akomodasi merupakan sebuah keniscayaan dan dikaji dalam teori akomodasi komunikasi, artinya bagaimana seseorang mampu menyesuaikan komunikasinya dengan individu lain [11]. Komunikasi yang mempunyai pilihan dalam menentukan perilaku seseorang dengan cara konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan adalah teori akomodasi komunikasi[12]. Teori tersebut, bertujuan guna menjelaskan proses seseorang yang berkomunikasi agar saling menpengaruhi ketika saat interaksi[13]. Oleh karena itu, komunikasi dengan orang tertentu yang memiliki banyak suku, agama, etnis, kebudayaan merupakan suatu hal baru yang harus dihadapi dan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa hambatan komunikasi mahasiswa di atas tentu dapat mempengaruhi efektivitas dalam berkomunikasi antar manusia [14]. sehingga seringkali menimbulkan konflik sosial di antara mahasiswa luar daerah dan masarakat lokal. Karena, penting bagi penelitian ini untuk mengungkap bagaiamana strategi adaptas komuniksi yang dilakukan oleh mahasiswa NTT yang ada di Sidoarjo.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Jenis data dan sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yaitu. data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya Seperti wawancara oleh peneliti, dan data sekunder, yaitu.buku referensi, jurnal ilmiah, media dan sumber data melalui internet. Penelitian dilakukan di Jl. Kahuripan No. 261 Kel. Celep, Kec.Sidoarjo (Kos Elly). Lokasi penelitian ini dipilih karena kos elly sebagai salah satu kos atau tempat yang menerima komunitas orang-orang NTT. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik purposive sampling. Informan penelitian ini sebanyak lima orang. Informan tersebut diantaranya adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), yang juga sebagai ketua komunitas Flobamora, mahasiswa Universitas Sunan Giri (UNSURI ) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sidoarjo. Jenis data berasal dari data primer dan data sekunder serta menggunakan observasi, wawancara mendalam, dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data.

Model analisis data yang peneliti gunakan adalah interaktif,kondensasi data ialah proses menyeleksi,memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi dan mentransformasi data dari catatan lapangan dalam penelitian. Tujuan penyajian data disini adalah untuk membantu peneliti melakukan analisis data secara mendalam. Penarikan Kesimpulan dalam penelitan dibuat dalam bentuk menyimpulkan sesuai dengan rumusan masalah yang ditemukan, dan peneliti pada tahap ahir dapat menyimpulkan dari informasi yang diperoleh keseluruhan [15].

HASIL DAN PEMBAHASAN

Strategi Akomodasi Komunikasi Mahasiswa Nusa Tenggara Timur

a. Konvergensi

Konvergensi merupakan suatu strategi di mana pelaku komunikasi menyesuaikan gaya komunikasinya seperti jeda, senyuman, pandangan, perilaku verbal dan nonverbal[16]. Dari penjelasan diatas dapat digunakan dalam momen penting pada saat kita memulai percakapan dengan sahabat baru dan sahabat yang lebih tua.hal ini termasuk dalam bentuk rispek mahasiswa NTT kepada masyarakat aslih Sidoarjo,sedangkan alasan mereka melakukan Konvergensi adalah untuk membangun sebuah keakraban dengan masyarakat Sidoarjo. Dengan cara ini, mahasiswa NTT dapat menyesuaikan perilaku komunikasinya dengan kebiasaan dialek masyarakat Sidoarjo, mahasiswa NTT menyusun kata dengan lebih baik dan berbicara dengan pelan dan santai. Kebiasaan mahasiswa NTT pada umumnya memiliki ciri khas tersendiri ketika berinteraksi, seperti intonasi suara yang tinggi dan berbicara cendrung lebih cepat. Namun, pada saat mereka berintraksi atau berbicara dengan notabene penduduk asli Sidoarjo, mereka mengubah kebiasaan tersebut. Menurut Dharma, manusia adalah makhluk sosial. Sehingga menjadi bagian dari lingkungan sosialnya selain dialek penyesuaian Senyuman. Pada umumnya, orang NTT bisa tersenyum, meski sering dibilang sebagai wajah yang "menakutkan", namun jika dibutuhkan tetap adanya penyesuaian senyuman.Menurut Dharma, masyarakat lokal yang tidak memiliki pemahaman tentang komunikasi antara budaya harus secara serius mempertimbangkan dan memahami perkembangan stereotip, prasangka, rasisme, dan etnosentrisme dalam masyarakat Indonesia[18]. Dalam hal ini tidak ada maksud ataupun makna lain, selain dengan senyuman para mahasiswa NTT juga mempunyai harapan agar dengan ini bisa membangun kedekatan dengan masyarakat Sidoarjo. Setelah Penyesuaian yakni dengan tatapan mata, penyesuaian yang mengubah tatapan mata yang terkenal melotot menjadi lebih kalem, adaptasi ini dilakukan karena tatapan juga mempengaruhi komunikasi, tatapan mata menunjukkan ketertarikan/ketidaktertarikan pada seseorang saat diajak berkomunikasi. Dengan adanya Penyesuaian tatapan mata juga menunjukkan bahwa minat mahasiswa NTT berubah, sehingga hubungan mereka dengan dengan masyarakat Sidoarjo menjadi lebih dekat.dengan Begini mahasiswa NTT bisa memahami kebiasaan komunikasi masyarakat Sidoarjo, khususnya dalam hal tatapan mata. Perilaku verbal selanjutnya yang disesuaikan oleh mahasiswa NTT dalam hal berkomunikasi adalah penggunaan bahasa nasional. Hal ini disebabkan adanya perbedaan bahasa NTT dan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa merupakan hal yang paling penting karena bahasa merupakan suatu sarana untuk dapat interaksi. Adanya adaptasi bahasa ini, mahasiswa NTT berharap semakin dekat hubungan mereka dengan masyarakat Sidoarjo. Oleh karena itu, dalam berinteraksi mereka menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan alternatif yang tepat dan merupakan bahasa persatuan dan mudah dimengerti. Selanjutnya, mahasiswa NTT juga dapat bertingkah laku non verbal, yakni bisa dengan bahasa tubuh atau gerakan-gerakan yang sesuai dengan kebiasaan lawan bicara mereka, seperti contohnya membungkuk atau menundukkankepala melewati mereka, selain itu kita bisa mengacungkanjempol apabial mereka menyampaikan pendapatnya karena itu merupakan salah satu tindakan menghargai masyarakat Sidoarjo agar mereka tidak menganggap mahasiswa NTT itu Sombong. Perilaku nonverbal ini dilakukan dapat mendukung perilaku lisan/nonverbal. Jika berprilaku nonverbal dilakukan dengan benar, maka dapat mendukung perilaku verbal.

b. Divergensi

Divergensi merupakan strategi yang menekankan kekhususan ucapan. Ini bukan karena ketidaksetujuan, tetapi karena bangga dengan budaya sendiri.” [17] Sama halnya dengan mahasiswa Nusa Tenggara Timur, mereka melakukan divergensi sebagai wujud atapun bentuk pembelaan dan sebagai ekspresi kebanggaan sebagai masyarakat NTT. mahasiswa NTT dalam menerapkan strategidivergensi tidak terlepas dari manfaat komunikasi lintas budaya yakni fungsi sosial dimana mereka mempresentasikan status sosialnya dan dapat disebut sebagai orang NTT. aksen dan dialek merupakan Salah satu strategi Divergensi yang diterapkan oleh mahasiswa NTT dalam berinteraksi dengan orang Sidoarjo, meskipun menurut mereka telah menyesuaikan kosakata dengan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Jawa yang agak mudah diingat, tetapi mereka masih memiliki Aksen Timur. Sementara lawan bicara sangat tidak keberatan, logat yang berbeda dari NTT terasa unik dan baru bagi masyarakat Sidoarjo. Selain logat, mahasiswa NTT berulang kali mempresentasikan budayanya dan cerita tentang adat istiadat NTT. Diterapkannya strategi divergensi ini dapat menambah wawasan mereka mengenai adat dan budaya sditempat mereka tinggal sehingga hal ini mendorong mahasiswa NTT agar dapat mengenal dan lebih akrab satusama lain dengan masyarakat Sidoarjo karena ingin berbagi cerita dan pengalaman untuk lebih mengenal serta dapat memahami alasan mengapa siswa NTT memiliki keperibadian yang keunikan. Oleh karena itu, masyarakat Sidoarjo dapat menerima dan memahami dan tidak memiliki masalah dengan ciri khas gaya komunikasi. Saat menjalin ikatan, tindakan nonverbal ditekankan selain kata-kata. Mahasiswa NTT itu memaparkan beberapa cara memperkuat kebersamaan. Mereka menunjukkan contoh mengangkat kedua tangan saat pangil teman dan mengajak tarian jai atau goyang DJ. Karena tarian jai merupkan suatu tari yang bisa dilakukan bersama sama atau rombongan baik laki-laki maupun perempuan. Mereka juga harus mampu menyesuaikan dengan pergaulan yang ada disekitar mereka dan harus dilakukan dengan hati-hati. Tarian atau Jai merupakan gaya atau gerak tubuh yang dimiliki masyarakat dan mahasiswa NTT. Tarian atau jai biasanya dipentaskan pada saat ada acara khusus yang berkaitan dengan acara adat dan pernikahan. Menurut informan, mereka sering mengajak teman teman Sidoarjo untuk jai dan juga goyang DJ. ajakan tersebut sehubungan dengan penerimaan mahasiswa baru dari organisasi Himaflum dan mereka ingin menampilkan secara langsung budaya khas NTT yang menggambarkan keluargan melalui tarian jai dan goyang dj. Masyarakat yang berada dilingkungan Mahasiswa NTT tidak merasa keberatan dengan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa NTT tersebut bahkan mereka merasa terhibur.

c. Akomodasi

Dalam melakukan akomodasi yang berlebihan menjelaskan mengenai cara interaksi komunikator yaitu komunikator berusaha menunjukkan akomodasi yang berlebihan dalam memimpin, membentuk dan menanggapi orang lain Meski memiliki niat baik, namun sering disalahartikan dengan niat buruk, apalagi menyinggung [18]. mahasiswa NTT tanpa sadar melakukan akomodasi yang berlebihan saat melakukan adaptasi komunikasi. Adaptasi yang berlebihan terjadi dalam bentuk, tertawa keras, tatapan mata yang lebar, upaya untuk menyusun percakapan, tetapi tidak efektif. Alasan Mahasiswa NTT melakukan tindakan Akomodasi yang berlebihan karena dalam melaksanakan akomodasi tersebut hal yang tidak boleh dilaksanakan pada saat berhadapan dan berkomunikasi dengan masyarakat Sidoarjo. Penyesuaian ini juga terlihat ketika mahasiswa NTT itu mencoba melontarkan kata "berutal’ Kata ini sebenarnya sering dilontarkan di mahasiswa NTT saat berada di kampung halamannya begitu juga saat mereka berada di Sidoarjo. Arti kata ;berutal’ tersebut adalah kelakuan. Mahasiswa NTT menganggap kata "Berutal". memiliki makna yang sama dengan masyarakat Sidoarjo, namun ada juga makna lain yaitu kasar ataupun dianggap denga sifat yang negatif. Sebab atau alasan mahasiswa NTT tersebut menerapkan akomodasi berlebihan, dikarenakan ada niat yang baik, seperti dengan memberi pujian,akan tetapi, dalam hal ini masyarakat Sidoarjo yakni sebagai lawan bicara beranggapan bahwa mereka melakukan hal yang negative ataupun tidak berahlak. Dalam menerapkan Akomodasi berlebihan, pada saat beradaptasi, mahasiswa NTT dalam menyebutkan kata “ janco”, padahal arti dari kata janco ini memiliki makna yang kurang baik atau bentuk cacian dalam bahasa jawa. Namun ada beberapa Mahasiswa NTT yang baru menempati kota Sidoarj, mereka meniru kata “ janco”tersebut, karena mereka tidak memahami arti dari kata janco tersebut sehingga tidak sedikit masyarakat Sidoarjo yang beranggapan bahwa mahasiswa NTT berkelakukan tidak baik karena melontarkan kata yang sebenarnya tidak boleh diungkapin setiap saat atau kata yang memiliki arti yang Negatif. Padahal, mereka hanya mendengar dari teman kuliah, seperti pada saat memanggil teman atau bisa juga padaa saat berinteraksi, dan juga karena sering diucapkan dengan secara tidak sadar juga mahasiswa NTT mengikuti perkataan tersebut. Yang notabene perkataan tersebut memiliki makn ayang kurang baik. Sehingga masyarakat Sidoarjo menganggap bawa mahasiswa NTT tidak sopan dalam berbicara, dan dinilai buruk. Dengan hal ini dalam melakukan akomodasi berlebihan mahasiswa NTT, yaitu adanya tindakan ataupun sikap yang maksudnya baik oleh komunikator, akan tetapi arti tidak dicerna dengan baik oleh komunikan atau bisa disebut dengan miskomunikasi. Contoh Akomodasi berlebihan yang diterapkan oleh mahasiswa NTT seperti dalam bentuk merespon yakni dengan nada ketawa yang keras dan dengan nada bicara yang lantang, hal ini merupakan suatu kebiasan ataupun ciri khas dari mahasiswa NTT, hal ini juga adalah sebuah bentuk apresiasi yang mana lelucon yang dilontarkan oleh sesorang lawan bicara sehingga mengundang tertawa. Akan tetapi, ketawa yang keras ini ternyata disalahartikan oleh lawan bicara, karena orang jawa termasuk masyarakat Sidoarjo dikenal sebagai orang yang lembut, kalau berbicara santai, dan tentunya tidak dengan nada yang tinggi. Sehingga mereka menganggap ketawa yang keras adalah sesuatu hal yang mengganggu. Padahal, mahasiswa NTT beranggapan itu sudah menjadi hal yang biasa saja dan sudah menjadi kebiasaan. Diterapkannya Akomodasiberlebihan ini karena dalam membangun suatu model komunikasi yaitu adanya perhatian dan teguran, terkait hal yang baik dan tidak harusnya diterapkan dengan baik pada saat mereka ada di perantauan jadi harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal mereka dan mempelajari hal-hal yang baik pula, juga harus bisa belajar dari kesalahanterutam lebih hati-hati ataupun memilah kta yang mau diucapkan agar nantinya tidak menimbulkan miskomunikasi. Sehingga dengan hal ini bisa membawa dampak yang baik untuk mahasiswa NTT karena bisa lebih akrab dengan masyarakat Sidoarjo.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas,kesimpulan penelitian adalah mahasiswa NTT yaang menempuh pendidikan di Sidoarjo ini melakukan seterategi-seterategi akomodasi komunikasi diantarnya dengan cara Konvergensi,divergensi dan akomodasi berlebihan. penggunaan bahasa Indonesia bersama - sama dengan bentuk bahasa Jawa yang lebih mudah dipahami dan mudah di sebut untuk komunikasi verbal ini merupakan pengertian dari konvergensi, mahasiswa NTT yang bersangkutan juga menggunakan komunikas nonverbal yaitu nunduk saat berjalan di depan orang. Adanya adaptasi bahasa ini, mahasiswa NTT berharap semakin dekat hubungan mereka dengan masyarakat Sidoarjo. Oleh karena itu, dalam berinteraksi mereka menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan alternatif yang tepat dan merupakan bahasa persatuan dan mudah dimengerti. Selanjutnya, mahasiswa NTT juga dapat bertingkah laku non verbal, yakni bisa dengan bahasa tubuh atau gerakan-gerakan yang sesuai dengan kebiasaan lawan bicara mereka, seperti contohnya membungkuk atau menundukkankepala melewati mereka, selain itu kita bisa mengacungkanjempol apabial mereka menyampaikan pendapatnya karena itu merupakan salah satu tindakan menghargai masyarakat Sidoarjo agar mereka tidak menganggap mahasiswa NTT itu Sombong. Perilaku nonverbal ini dilakukan dapat mendukung perilaku lisan/nonverbal. Jika berprilaku nonverbal dilakukan dengan benar, maka dapat mendukung perilaku verbal. Meskipun menurut mereka telah menyesuaikan kosakata dengan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa Jawa yang agak mudah diingat, tetapi mereka masih memiliki Aksen Timur. Sementara lawan bicara sangat tidak keberatan, logat yang berbeda dari NTT terasa unik dan baru bagi masyarakat Sidoarjo. Selain logat, mahasiswa NTT berulang kali mempresentasikan budayanya dan cerita tentang adat istiadat NTT.Saat menjalin ikatan, perilaku nonverbal ditekankan selain kata-kata. Mahasiswa NTT itu memaparkan beberapa cara memperkuat kebersamaan. Mereka menunjukkan contoh mengangkat kedua tangan saat pangil teman dan mengajak tarian jai atau goyang DJ. mahasiswa NTT tanpa sadar melakukan akomodasi yang berlebihan saat melakukan adaptasi komunikasi. Adaptasi yang berlebihan terjadi dalam bentuk, tertawa keras, tatapan mata yang lebar, upaya untuk menyusun percakapan, tetapi kurang tepat. Mahasiswa NTT itu melakukan tindakan Akomodasi yang berlebihan karena melakukan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat berhadapan dan berkomunikasi dengan masyarakat Sidoarjo. Penyesuaian ini juga terlihat ketika mahasiswa NTT itu mencoba melontarkan kata "berutal’ Kata ini sebenarnya sering dilontarkan di mahasiswa NTT saat berada di kampung halamannya begitu juga saat mereka berada di Sidoarjo. Arti kata ;berutal’ tersebut adalah kelakuan. Mahasiswa NTT menganggap kata "Berutal". memiliki makna yang sama dengan masyarakat Sidoarjo, namun ada juga makna lain yaitu kasar ataupun dianggap denga sifat yang negatif. Sebab atau alasan mahasiswa NTT tersebut menerapkan akomodasi berlebihan, dikarenakan ada niat yang baik, seperti dengan memberi pujian,akan tetapi, dalam hal ini masyarakat Sidoarjo yakni sebagai lawan bicara beranggapan bahwa mereka melakukan hal yang negative ataupun tidak berahlak. Dengan menerapkan strategi adaptasi komunikasi ini dapat membawa kebaikan bagi mahasiswa NTT karena darisinilah timbul perasaan saling menghormati, rasa menghargai dan mau menerima satu sama lainnya.

References

  1. Annur, C. M. (2023). Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia Capai 3.107 Unit pada 2022, Mayoritas dari Swasta.
  2. BPS NTT. (2021). Statistik Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2020. Badan Pusat Statistik Provinsi NTT.
  3. Kemdikbud, P. (2021). Statistik Pendidikan Tinggi 2020.
  4. Rizaty, M. A. (2022). Ada 3.975 Perguruan Tinggi di Indonesia per 2021, Cek Sebarannya.
  5. Farrasa. (2021). 20 Universitas Terbaik di Indonesia Versi Webometrics Rank 2021.
  6. Indonesia. (2023). Peringkat Webometrik Kampus di Indonesia.
  7. Hutabarat, E., & Nurchayati, N. (2021). Penyesuaian Diri Mahasiswa Batak yang Merantau di Surabaya. Jurnal Penelitian Psikologi, 1(1), 45-59.
  8. Indonesia. (2019). Kronologi Bentrokan Mahasiswa Papua di Malang Versi Wali Kota.
  9. Ardyles, J., & Syafiq, M. (2017). Penyesuaian Diri Mahasiswa Nusa Tenggara Timur di Surabaya. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 4(1), 91-99.
  10. Febrian Go, A., & Vidiadari, I. S. (2020). Hambatan Komunikasi Antar Budaya Mahasiswa NTT di Yogyakarta. Medikom: Jurnal Ilmu Komunikasi, 03(02), 147-166.
  11. Suheri. (2019). Akomodasi Komunikasi. Jurnal Network and Media, 2(1), 40-48.
  12. Dwitania, F. S., & Pratiwi, A. (2022). Media Sosial Sebagai Media Penyebaran Informasi COVID-19 Oleh Diskominfo Kota Depok (Social Media as A Media for Information Dissemination of Covid-19 Through Diskominfo Kota Depok). Jurnal Sains Terapan, 12(1), 1-20.
  13. Funay, W. J., Konradus, B., & Hana, F. T. (Year not provided). Akomodasi Komunikasi dalam Interaksi Antarbudaya antara Warga Asli Dusun Kiuteta dengan Warga Timor Leste di Desa Noelbaki, pp. 1347-1361.
  14. Hariyati, F. (2020). Strategi Akomodasi Komunikasi Mahasiswa Asing dalam Interaksi Antarbudaya (Studi pada Mahasiswa Thailand Selatan di UHAMKA). Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi, 07(01), 1-15.
  15. Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook (3rd ed.). SAGE Publications, Inc.
  16. Krisna, Y., Sekarwangi, M., & Riyanto, B. (2020). Akomodasi Komunikasi Mahasiswa Asal Nusa Tenggara Timur (NTT)