Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v14i2.901

Enhancing Coconut Productivity with Hybrid Varieties: A Community Service Initiative in Nusa Ela Village, Negeri Ureng


Meningkatkan Produktivitas Kelapa dengan Varietas Hibrida: Inisiatif Pelayanan Masyarakat di Desa Nusa Ela, Negeri Ureng.

Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon
Indonesia
Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon
Indonesia
Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon
Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pattimura Ambon
Indonesia

(*) Corresponding Author

Hybrid Coconut Productivity Tropical Agriculture Community Service Initiative Sustainable Farming

Abstract

This study aimed to address challenges in coconut cultivation and enhance productivity in Nusa Ela Village, Negeri Ureng, through the implementation of a hybrid coconut cultivation method. Coconut (Cocos nucifera L.), a crucial tropical plant, demonstrates tremendous adaptability to various climatic and soil conditions. Despite Indonesia being the world's leading coconut producer, there exist significant issues affecting productivity, ranging from pests to socio-economic factors. To ameliorate these issues, our approach utilized superior varieties, specifically hybrid coconuts, known for their high adaptability and productivity. The hybrid coconut, a cross between dwarf and tall varieties, showed promising characteristics such as high oil content and the ability to produce approximately 140 fruits per tree annually, thus making it a potential solution for enhancing coconut productivity. The community service initiative involved conducting a hybrid coconut cultivation training program for the local farmers. The practical involvement of the community, coupled with continuous education and promotion of innovative and creative practices, manifested promising results. This approach could serve as a sustainable strategy to enhance coconut productivity and foster economic growth within the community, thereby contributing to the broader agro-industry field. The results of this study underscore the potential of hybrid coconut cultivation as a solution for the low productivity challenge in coconut farming, with implications for other tropical regions facing similar issues.
Highlights:

  • Hybrid coconuts boost productivity in tropical farming.
  • Practical cultivation training empowers local communities.
  • Innovative practices promote sustainable agro-industry.

Keywords: Hybrid Coconut, Productivity, Tropical Agriculture, Community Service Initiative, Sustainable Farming

Pendahuluan

Kelapa (Cocos nucifera L.) adalah tanaman tropis yang telah dikenal dan dimanfaatkan sejak 3000 tahun yang lalu oleh peradaban di Filipina dan Sri Lanka [1]. Tanaman ini termasuk dalam keluarga palma (famili Arecaceae) dan merupakan tumbuhan monokotil. Secara ilmiah, kelapa diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Sub-Divisi Angiospermae, Kelas Monocotylledonae, Ordo Palmales, Family Palmae, Genus Cocos, dan Spesies Cocos nucifera L [3]. Kelapa dijuluki "pohon kehidupan" atau dalam bahasa Sansekerta disebut "kalpa vriksha" karena hampir semua bagian tanamannya memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari pucuk daun hingga akarnya [2,4].

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis, memiliki lahan yang cocok untuk tanaman kelapa. Dalam laporan Atlas Dunia [7], diketahui bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan produksi mencapai 17,13 juta ton. Akan tetapi, berbagai masalah ditemui dalam budidaya kelapa di Indonesia, mulai dari rendahnya produktivitas, hama dan penyakit tanaman, hingga masalah sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi perkembangan kelapa [8,9].

Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah dengan penggunaan varietas unggul seperti kelapa hibrida.Dalam genus kelapa Cocos, terdapat 27 marga dan 600 spesies yang terbagi menjadi dua varietas utama, yaitu kelapa dalam (Typica Nar) dan kelapa kerdil (Nana Griff). Beberapa ahli juga membagi kelapa menjadi tiga varietas dengan menambahkan varietas kelapa setengah dalam (Aurantiaca) [10]. Setiap varietas memiliki karakteristik unik yang membedakan satu dengan yang lain.Kelapa hibrida merupakan hasil persilangan antara kelapa genjah dengan kelapa dalam. Keunggulan kelapa hibrida terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan baik di lahan gambut, produktivitas yang tinggi dan cepat (2 tahun berbunga, 3 tahun mulai berbuah dengan sekitar 5-7 butir kelapa per batch, dan dapat menghasilkan 10-20 butir kelapa per batch pada umur 4-5 tahun), serta kandungan minyak yang tinggi. Kelapa hibrida mampu menghasilkan hingga 140 biji per pohon per tahun dan cocok ditanam di daerah dengan suhu 27 °C [11].

Meski begitu, budidaya kelapa hibrida juga memiliki sejumlah syarat yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kelembaban, misalnya, adalah faktor yang penting dalam budidaya kelapa hibrida. Secara umum, batang kelapa hibrida relatif lebih pendek dibandingkan dengan kelapa umumnya. Hal ini tidak mengurangi nilai ekonomi dan kegunaan dari kelapa hibrida karena semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan, sejalan dengan julukannya sebagai "pohon kehidupan".

Kelapa hibrida memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari kelapa biasa. Daging buah kelapa hibrida tebal dan keras dengan kandungan minyak yang tinggi, biasanya mencapai ketebalan sekitar 1,5 cm. Dalam satu tahun, tanaman yang telah berumur 10 tahun mampu menghasilkan kopra sekitar 6-7 ton per hektar. Selain itu, kelapa hibrida juga memiliki produktivitas yang tinggi, dengan kemampuan untuk menghasilkan 12 merek buah dengan 10-20 biji per merek. Sisi nutrisi, buah kelapa hibrida memiliki kandungan galaktomik dan karbohidrat yang tinggi yang berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh, tetapi tetap rendah kalori, menjadikannya pilihan yang baik untuk diet sehat. Dalam budidaya kelapa hibrida, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi [10].

Pertama, kelapa hibrida tumbuh optimal pada curah hujan 1300-2300 mm/tahun, dengan tanah yang memiliki drainase yang baik. Paparan sinar matahari langsung selama 120 jam per bulan juga diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui proses fotosintesis.Kelembaban juga menjadi faktor penting dalam budidaya kelapa hibrida. Pertumbuhan optimal dapat dicapai pada kelembaban relatif bulanan sebesar 70-80 °C, dengan minimal 65%. Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan tanaman mengering dan buah rontok sebelum matang, sedangkan kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan serangan hama dan penyakit.

Media tanam juga mempengaruhi sukses budidaya kelapa hibrida. Kelapa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti laterit, aluvial, vulkanik, berpasir, liat, atau berbatu. Namun, kondisi tanah aluvial memberikan keuntungan terbaik untuk pertumbuhan kelapa hibrida. Kelembaban tanah yang sebanding dengan penyimpanan air hujan bulan pertama atau potensi penguapan yang sama sangat penting. Kelapa juga dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-8. Namun, tanah dengan pH di atas 7,5 dan ketidakseimbangan unsur hara bisa menimbulkan defisiensi besi dan mangan. Pada lahan dengan kemiringan lebih dari 3-5%, terasering harus dibuat untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, sehingga lebih disarankan untuk menanam kelapa di lahan datar dengan kemiringan 0-3%.

Metode

Metode yang kami lakukan dalam proyek ini adalah memperoleh 15 bibit kelapa hibrida dari Kantor Desa Negeri Ureng dan menanamnya di lahan kosong yang dikelola oleh Negeri Ureng, khususnya di Dusun Nusa Ela. Prosedur penanaman melibatkan penggalian tanah dengan menggunakan alat berupa linggis dan cangkul, diikuti oleh penanaman bibit kelapa dalam lubang yang telah disiapkan. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa Abdimas Negeri Ureng, Kecamatan Lehitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah. Pada hari Selasa, 6 Juni 2023, dalam kurun waktu satu hari, proyek ini dilaksanakan sebagai upaya dalam berpartisipasi dalam program penghijauan lingkungan di Nusa Ela.

Hasil dan Pembahasan

Cara Budidaya Kelapa Hibrida

Pemilihan bibit kelapa hibrida merupakan tahap penting dalam menjaga kualitas hasil produksi kelapa. Kelapa hibrida menawarkan keuntungan berupa jumlah buah yang banyak dan tinggi pohon yang tidak terlalu tinggi sehingga mempermudah proses pemanenan. Namun, hanya benih yang berkualitas tinggi dan berkelas yang dapat menghasilkan buah lebih cepat dan memaksimalkan hasil panen. Beberapa kriteria yang penting untuk diperhatikan dalam memilih benih kelapa hibrida berkualitas tinggi meliputi: pohon induk berumur 20-40 tahun, produksi tinggi sekitar 80-120 biji per pohon per tahun dan tinggi kandungan tembaga, batang yang kuat dan lurus, mahkota berbentuk bulat atau setengah bola, daun dan batang yang bebas dari hama dan penyakit, dan umur buah kelapa yang baik untuk benih adalah sekitar 12 bulan.

Selain kriteria tersebut, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, seperti tekstur cangkang embrio buah yang harus halus dan berwarna coklat. Buah pilihan juga harus berbentuk agak lonjong, panjang sekitar 22-25 cm dan lebar 17-22 cm, dan pastikan kelapa tersebut tidak rusak. Buah yang baik biasanya penuh dengan air, yang dapat diperiksa dengan mengocoknya. Setelah benih yang memenuhi kriteria tersebut dipilih, mereka harus dibiarkan di tempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari sinar matahari langsung selama sekitar satu bulan. Penyimpanan ini idealnya dilakukan di gudang dengan suhu udara 25 °C hingga 27 °C.

Tahap berikutnya adalah penanaman benih. Tahap ini memerlukan tanah yang digemburkan, sekitar 30-40 cm. Bedengan dibuat dengan lebar 2 m, tinggi 25 cm dan panjang 60-80 cm. Ukuran polybag yang ideal adalah sekitar 50x40cm dengan ketebalan sekitar 0.2mm. Di bagian bawah polybag, buat 48 lubang dengan diameter 0,5 cm dan jarak antara lubang sekitar 7 cm. Polybag kemudian diisi hingga ketinggian 2-3 m dengan lapisan atas tanah yang baik. Apabila tanah berat, campur dengan pasir dengan perbandingan 2:1.

Pada proses penaburan benih, gunakan alat tajam untuk memotong sekitar 5 cm batok kelapa yang mencuat dari sisi yang paling lebar, dan jangan mengulanginya. Benih kemudian ditanam sedalam ⅔, dengan bagian potongan menghadap ke atas dan mikrofil menghadap ke timur. Jika penanaman dilakukan dalam polybag, pucuk harus dipindahkan ke polybag lain setelah mencapai panjang 3-4 cm. Penyiraman dilakukan hingga jenuh, dan kemudian dilanjutkan di pagi dan sore hari dengan menggunakan sistem kipas, selang, atau alat penyiram.

Komponen karakteristik buah kelapa memiliki relevansi signifikan dalam menunjukkan tingkat produksi kelapa dan menjadi faktor penting dalam pemilihan pohon induk untuk mengoptimalkan hasil panen kelapa. Observasi yang dilakukan di Kecamatan Kebumeni, termasuk Petanahan (22,28 cm), Klirong (21,62 cm), dan Sruweng (21,80 cm), tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam sifat kuantitatif panjang kelapa. Variabilitas tertinggi terletak pada tingkat petani (3,94), diikuti oleh tingkat desa (0,78) dan tingkat kabupaten/kota (0,61).

Penanaman Kelapa Hibrida

Melalui pendekatan praktis ini, kami memperoleh 15 bibit kelapa hibrida dari kantor desa Negeri Ureng dan menanamnya di lahan kosong yang dimiliki oleh Negeri Ureng, tepatnya di desa Nusa Ela. Proses penanaman dilakukan dengan cara menggali lubang tanah menggunakan cangkul dan menanam benih kelapa ke dalam lubang tersebut. Pelaksanaan ini dijalankan oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Negeri Ureng, Wilayah Lehitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah dalam durasi satu hari pada tanggal 6 Juni 2023, sebagai manifestasi kepedulian terhadap upaya penghijauan lingkungan di Nusa Ela (Figure 1-2).

Figure 1.Prosese penggalian tanah dengan mengunakan linggis dan cangkul untuk penanaman bibit kelapa hibrida

Figure 2.Proses penanaman bibit Kelapa Hibrida

Simpulan

Budidaya kelapa hibrida dapat dilakukan diberbagai lahan bahkan di lahan sekitar kolam, sebab tidak terlalu tinggi dan tahan terhadap berbagai iklim dan kondisi tanah kering maupun basah. Keutamaan kelapa hibrida diantaranya: a) Daging yang tebal dan agak keras serta memiliki kandungan minyak yang tinggi.; b) Daging buahnya memiliki ketebalan sekitar 1,5 cm; c) Kelapa hibrida bisa memproduksi kopra rata-rata hingga 6- 7ton/ha tiap tahunnya ketika tanaman berusia 10 tahun; d) Produktivitas tandan buah kelapa hibrida bisa mencapai 12 tanda dan berisi 10-20 butir; e) Selain itu, kelapa hibrida juga memiliki kandungan galaktoman yang tinggi serta kandungan karbohidrat yang berfungsi memberikan asupan energi-energi bagi tubuh. Meskipun berkarbohidrat, ternyata kandungan kalori di kelapa hibrida tidak tinggi sehingga baik digunakan untuk diet sehat.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini memang sudah dilaksanakan sampai dengan tahap-tahap sosialisasi dan edukasi ekonomi kreatif. Perlu diperhatikan bahwa kegiatan ini tidak berhenti hanya pada saat kegiatan dilaksanakan. Namun, kegiatan ini diharapkan dapat terus dilaksanakan pelaku usaha mikro di Dusun Nusa Ela Negeri Ureng. Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan konten promosi di media sosial, memberikan inovasi dan kekreatifan dalam pelaku usaha dalam mengelola SDA secara inovasi di Negeri Ureng

Ucapan Terima Kasih

Kami mengucapkan terima kasih kepada Universitas Pattimura serta pejabat desa/ Negeri Ureng dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini tentunya dengan adanya kegiatan pengabdian ini membuat kami lebih mengenal negeri ureng, dan kehidupan sosial budayanya. Dan trima kasih juga kepada masyarakat negeri ureng yang telah mendukung dan berpartisipasi terhadap program yang kami jalankan.

References

  1. D. V. Yonandra. (2012). "Analisis Ekonomi Gula Kelapa di Desa Langkap Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes," Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
  2. G. Mardiatmoko and M. Ariyanti. (2018). "Produksi Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)," Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon.
  3. C. G. G. J Van. Steenis. (1987)."Flora Pradnya Paramita," Jakarta: Pradnya Paramita.
  4. D. Setyamidjaja. (1984). "Bertanan Kelapa," Yogyakarta: Kanisius.
  5. S. I. Fahliana. (2019). "Study Etnobotani Tentang Pemanfaatan Cocos nucifera oleh Masyarakat Desa Manunggal Makmur Kabupaten Tanjung Jabung Timur," Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
  6. F. R. Ryandita, D. Hernawati, and R. R. Putra. (2019). "Indigenous People Kampung Kuta Kabupaten Ciamis: Kajian Etnobotani Pemanfaatan Kelapa (Cocos nucifera L.)," in Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, vol. 7, no. 2, pp. 56.
  7. World Atlas. (2019). "Atlas of the World," Washington D.C: National Geographic Society.
  8. R. Tarian. (2005). "Perencanaan Pembangunan Wilayah," Jakarta: PT Bumi Aksara.
  9. Z. Mahmud and H. A. Rusthamrin. (1987). "Coconut Intercropin in Indonesia," in Industrial Crops Research Journal, vol. 2, no. 1, pp. 42-49.
  10. I. Maskoro. (2000). "Karakterisasi Kelapa Semi Dalam Solo asal Boul Sulawesi Tengah," in Zuriat, vol. 11, no. 2, pp. 76-88.
  11. E. Wardiana. (1996). "Depresi Silang dalam Beberapa Karakter pada Sepuluh Nomor Famili Kelapa Dalam Bali," in Zuriat, vol. 7, no. 2, pp. 64-68.