Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v14i1.852

Patterns of Communication Between BPD and Community in Village Development


Pola Komunikasi antara BPD dan Masyarakat dalam Pembangunan Desa

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Village Development Communication Pattern

Abstract

The formulationin this study is how the communication pattern between BDP and the community in the development of the Sepande Village is. The purpose of this study was to determine the pattern of communication between BPD and the community in the development of Sepande Village. This study uses a qualitative descriptive approach because it is able to describe, and answer problems in a concise manner. Data collected through interviews. And using the theory of communication patterns. The results of this study indicate that the communication pattern between the BPD and the community in the development of the Sepande Village is a one- way, two-way and multi-way communication pattern.

Pendahuluan

Konsep desentralisasi kekuasaaan daerah yang dicanangkan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintahan daerah termasuk dalam sistem Otonomi Daerah yang dimulai sejak pasca reformasi tahun 1998 [1]. Dalam penerapannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi daerah juga bisa dikategorikan sebagai penguatan determinasi daerah dalam mengelola sumber daya alam dan manusianya serta penguatan lingkup pengambilan keputusan yang dahulu selalu topdownmanagement di mana pemerintah pusat selalu dominan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan serta lebih mengikat dalam pembuatan peraturan daerah menjadi lebih ke bottomup

management dimana posisi daerah diperbolehkan untuk merancang serta mengelola anggaran daerahnya serta membentuk produk hukum berupa peraturan daerah untuk mengelola dan memperkuat potensi-potensi pembangunan fisik maupun peningkatan kemajuan daerahnya sendiri dengan lebih maksimal [2].

Dengan adanya peraturan mengenai otonomi daerah yang telah dimulai pasca reformasi tersebut, daerah mampu menggali potensi masing-masing. Semangat yang terkandung dalam Otonomi Daerah adalah adanya keleluasaan (discretionary power) dalam menetapkan kebijakan publik, kebijakan menetapkan kelembagaan, personel, keuangan, maka hampir pasti peranan pemerintah daerah akan kuat dan efektif. Kreativitas dan inovasi pemerintahan daerah menjadi relevan dan signifikan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan publik masyarakat lokal secara tepat dan secara tepat pula penentuan prioritas-prioritas bagi daerah. Pemahaman terhadap masalah-masalah lokal secara tepat merupakan prasyarat dalam penetapan kebijakan dan akses ke dalam berbagai informasi penting untuk mendisain lembaga yang urgen dan kebutuhan kepegawaian yang sesuai dengan beban daerah. Pemerintahan daerah yang memiliki akuntabilitas hanya dapat dibangun jika daerah memiliki hak dan kebebasan yang cukup. Dari pernyataan tersebut, sesuai dengan PP no.72 Tahun 2005 Tentang Desa bab I tentang dasar birokratis dari desa yaitu, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia[3]. Pernyataan tentang pemerintahan pedesaan termuat dalam buku karangan berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa, Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Dalam proses pembangunan desa terdiri dari beberapa unsur antara lain partisipasi masyarakat serta pembinaan pemerintah. [4] dalam pelaksanaan pembanguna oleh pemerintah yang baik untuk saat ini maupun kedepannya yaitu pembangunan yng berdasarkan pemikiran serta masukan dari masyarakat agar pembangunan yang dilakukan akan lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar tepat pada sasaran. [5]

Desa Sepande telah melaksanakan Peraturan Bupati tersebut dengan melaksanakan komunikasi dengan BPD sebagai badan otonom desa untuk bekerja bersama dengan masyarakat desa dalam rangka pemenuhan azas otonomi daerah pada tingkat pemerintahan desa yang telah diwadahi dalam UU Desa nomor menunjukkan bahwa pola komunikasi yang efektif antara BPD dan desa dengan perangkatnya serta masyarakat sebagai aspirator pembangunan sangat mungkin mampu menunjang peningkatan penyerapan pembangunan di desa Sepande. Dilihat dari kedudukannya, memang kepala desa selaku pemerintah desa dan BPD memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama merupakan kelembagaan desa yang sejajar dengan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat. Dalam UU ini pun tidak membagi atau memisah kedudukan keduanya pada suatu hierarki. Ini artinya, keduanya memang memiliki kedudukan yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda. Kepala desa memegang peran determinan sebagai alat negara yang membawahi wilayah birokratis serta menjadi tanda kehadiran negara yang dekat dan menyentuh tingkat masyarakat pedesaan. BPD sebagai mitra kerja kepala desa bersinergi bersama dan mempunyai visi dan misi yang sama dengan kepala desa yaitu memajukan desa secara fisik dan non fisik berupa kemajuan dan perkembangan SDM masyarakat desa. Sesuai dengan narasi tersebut, dalam desa Sepande yang mempunyai struktural paling tinggi adalah kepala desa dengan BPD sejajar dalam garis koordinasi, selajutnya di ikuti oleh wakil kepala desa beserta perangkat desa. BPD adalah mitra musyawarah kepala desa tentang kebijakan-kebijakan desa yang sesuai dengan Perbup Sidoarjo No. 47 tahun 2017 pasal 3 mampu menjadi common stake holder dalam pemerintah desa. BPD menjadi sarana asprasi warga desa kepada pemerintahan desa sehingga nantinya akan di rembuk dalam musyawarah desa atau musyawarah perencanaan desa (musrengbangdes) dan musyawarah desa (musdes) [6].

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. otonomi daerah juga merupakan hak daerah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, berdasarkan tuntutan dan dukungan dari masyarakat sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. [7] Menurut Effendy Pola komunikasi ialah pola komunikasi yang dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih yaitu, pengurus BPD dan masyarakat di desa Sepande. Pola komunikasi

adalah proses yang diancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis [8]. Komunikasi adalah salah satu bagian dari hubungan antar manusia dalam suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi merupakan kegiatan interaksional yang memiliki beberapa karakter salah satunya adalah komunikasi secara langsung dalam konteks fisik serta konteks sosial. [9]

Istilah pola komunikasi biasa disebut juga sebagai model tetapi maksudnya sama, yaitu system yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendididkan keadaan masyarakat. Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang biasa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika yang ditimbulkan cukup mencapai suatu sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukan atau terlihat. Komunikasi adalah salah satu bagian dari hubungan antar manusia baik individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi dalam pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. [10] Tujuan komunikasi pembangunan bukan hanya untuk memasyarakatkan pembangunan dan menyampaikn pesan – pesan pembangunan saja, tetapi yang terpenting ialah menumbuhkan, menggerakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat. [11] Peran Pemerintah desa sangat penting dalam masyarakat desa, oleh karena itu pemerintah desa dituntut untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengelolahan administrasi keuangan desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. [12] Untuk membangun desa harus lebih mengedepankan pada pertisipasi masyarakat, memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut berpartisipasi adalah salah satu komponen untuk mencapai pembangunan yang intensif. [13] Dalam pembangunan daerah dapat dilaksanakan dengan baik apabila masyrakat ikut berpartisipasi dan kemampuan aparat serta masyarakat dalam melaksanakan perencanaan partisipatif memadai dan tim delegasi desa ataau kelurahan mempunyai kemampuan untuk negosiasi. [14]

Effendy menyatakan bahwa dari pengertian ini jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana sesorang menyatakan sesuatu kepada orang lain, jadi yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia itu. Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang, gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirim melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima pesan, dan sudah mengerti pesannya kepada pengirim pesan. Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirimnya. Berdasarkan tanggapan itu, pengirim dapat mengetahui pesannya dimengerti dan sejauh mana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirimi pesan itu.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode kualitatif. Menurut Moleong (2010:5) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistic untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemehaman tentang fenomena dalam suatu latang yang konteks khusus. Jenis penelitian deskriptif menurut Sugiyono (2012:207) statistic. [15] Deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasikan penelitian yang dilakukan pada populasi (tanpa di ambil sampelnya) jelas akan menggunakan statistic deskriptif dalam analisanya.

Hasil dan Pembahasan

Dalam hasil temuan yang ditemukan oleh peneliti selama wawancara atau penelitian menunjukan hasil bahwa pola komunikasi antara BPD dan masyarakat Desa Sepande memiliki penerimaan yang cukup beragam terhadap pelaksanaan musyawarah sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman informan.

Dalam hal ini khalayak melakukan decoding terhadap pesan-pesan yang telah disampaikan. Dalam proses ini informan menghasilkan cara pandang yang berbeda antara satu informan dan lainya. Selanjutnya informan menggunakan tiga pola komunikasi yaitu pola komunikasi satu arah, pola komunikasi dua arah dan pola komunikasi multi arah.

Pola komunikasi satu arah dari BPD ke masyarakat : yaitu melakukan komunikasi satu arah dalam bentuk pengumuman melalui group whatsapp dan surat pemberitahuan ke masyarakat. Contohnya informan memberikan pengumuman yang akan diadakan kegiatan dengan masyarakat yaitu tentang kegiatan fisik dan non fisik, dan memberikan pengarahan cara dan pelaksanaannya.

komunikator utama, komunikator utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi tersebut. Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung. (Siahaan, 1991)

Pola komunikasi dua arah dari BPD ke masyarakat : yaitu melakukan komunikasi dua arah antara ketua BPD dengan salah satu anggota untuk membahas program yang akan dilaksanakan untuk di sampaikan pada anggota lainnya, contohnya yaitu mengadakan rapat dengan masyarakat untuk mencapai mufakat tentang pembangunan desa.

  1. Pola komunikasi satu arah, adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, baik menggunakan media maupun tanpa media. Tanpa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini, komunikan bertindak sebagai pendengar saja.
  2. Pola komunikasi dua arah atau timbal balik (Two way traffic aommunication), yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka. Komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan, dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah
  3. Pola komunikasi multi arah yaitu, proses komunikasi terjadi dalam satu kelompok, yang lebih banyak di mana komunikator dan komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis.

Pola komunikasi multi arah : yaitu dengan melakukan pertemuan ataupun rapat antara BPD dan masyarakat desa Sepande. contohnya yaitu mengajak masyarakat untuk dialog atau diskusi tentang pelaksanaan program yang akan diadakan atau dikerjakan, agar masyarakat merasa lebih puas dilibatkan dengan mengadakan rapat di balai desa atau rumah warga. Contohnya mebahas tentang akan diadakan tentang RTH / ruang terbuka hijau, atau beberapa pelaksanaan kegiatan pelantikan dll

Simpulan

Berdasarkan penelitian pola komunikasi antara BPD dan masyarakat dalam pembangunan Desa Sepande dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti melalui wawancara, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola komunikasi yang dilakukan antara Ketua BPD dengan masyarakat adalah pola komunikasi satu arah, pola komunikasi dua arah dan pola komunikasi multi arah. Adapun pembangunan fisik yang telah dilakukan yaitu meliputi pavingisasi, saluran air, perbaikan jalan, dan RTH/ ruang terbuka hijau. Dan ada pula beberapa pelaksanaan atau kegiatan non fisik yaitu pelantikan pembuatan pupuk, ternak burung puyuh, ternak ikan lele, service dinamo serta rias pengantin.

References

  1. L. J. Moelong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.
  2. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta. 2011.
  3. agustin, d. s. (2013). pean badan permusyawaratan desa BPD dalam proses sinergisitas dengan kepala desa untuk membangun pemerintahan yang demokratis di desa matekan kecamatan besuk kabupaten probolinggo
  4. Nugroho. Y. D. (2013) Pola Komunikasi Di Badan Permusyawaratan Desa (Studi Kualitatif tentang Pola Komunikasi di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dengan Masyarakat Desa Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pembanguan Desa Kelurahan Tepi Sari, Kabaupaten Sukoharjo Jawa Tengah). Journal Of Rural and Development. Surakarta.
  5. Alfiaturrahman. P. (2016) Perencanaan Pembangunan Desa Di Desa Bagan Limau Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan. Jurnal Valuta.
  6. Endi. (2017). pola hubungan badan permusyawaratan desa BPD dengan pemerintah desa dalam pembangunan di desa danau lancang kecamatan tapung hulu kabupaten kampar tahun 2014-2015.
  7. Zardiawan. (2015). Komunikasi Pemerintah Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Pengelolaan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan Di Desa Muara Kecamatan Tonra Kabupaten Bone. Universitas Muhammadiyah Makassar.
  8. Muhammad, A. (2013). Analisis Peranan Badan Permusyawaratan Desa BPD Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Desa Centai Kecamatan Pulau Merbabu Kabupaten Kepulauan Meranti
  9. Saleh. A. M. (2010) Pola Komunikasi Sosial Pada Masyarakat Pemukian Tanean Lanjang Di Kabupaten Sumenep Madura.
  10. Juang. H. (2016) Pola Komunikasi Pemerintah dengan Masyarakat dalam Pembangunan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng. Universitas Muhammadiyah Makassar.
  11. Rani. S. (2016) Strategi Komunikasi Dalam Pembangunan Desa Berbasis Partisipatif. Jurnal Ilmu Dakwah. Banjarmasin.
  12. Singal, L. R. (2013). Partisipasi masyarakat Dalam Pembangunan Desa Ponompian Kecamatan Dumoga Kabupaten Bolang Mongondow. JURNAL EKSEKUTIF. Universitas Sam Ratulangi
  13. Fatmawati, Hakim, L. Mappamiring (2020) pembangunan desa mandiri melalui partisipasi masyarakat di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa. JPPM. Universitas Muhammadiyah Makassar
  14. Wahyunu. N. T., Krisyantono. R., Nasution. Z. (2019) Pola Komunikasi Pembanunan Terkait Pengelolaan Program Inovasi Desa Menuju Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal HERITAGE. Malang.
  15. Siska, D. A. (2013). Peran badan permusyawaratan desa BPD dalam Proses Sinergitas dengan kepala desa untuk membangun pemerintahan yang demokratis di desa mateksn kecamatan besuk kabupaten proobolinggo.