This research was conducted because of the phenomenon of the readiness of children to enter elementary school carried out by grade 1 elementary school students in Trompoasri village. The purpose of the study was to determine the relationship between family well-being and the readiness of children to enter elementary school by 1st grade elementary school children. This type of research is correlational quantitative research. The variables in this study were family well being as the independent variable and the readiness of children to enter elementary school as the dependent variable. The population in this study was 57 students. The sample in this study amounted to 53 students from a total population of 57 students. Sampling was carried out using a non-probability sampling technique in the form of saturated sampling. The hypothesis proposed is that there is a positive relationship between family well-being and the readiness of children to enter elementary school in grade 1 elementary school children.Data analysis using Pearson product moment correlation technique with the help of SPSS 26.0 for windows program. Based on the results of the analysis of this study, the correlation coefficient is 0.295 with a significance value (0.044 < 0.05), meaning that there is a positive relationship between family well-being and the readiness of children to enter elementary school for grade 1 elementary school children in Trompoasri village. The higher the family well being, the higher the readiness of children to enter elementary school, and vice versa, the lower the family well being, the lower the readiness of children to enter elementary school.
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomer 12 tahun 2012 menjadi pedoman bagi pengelola pelaksanaan program pendidikan formal di Indonesia. Undang-undang tersebut menggambarkan proses pedidikan sebagai bentuk usaha setiap individu yang menghadirkan kesadaran secara bertahap/sistematis dan terencana bagi setiap peserta didik dengan harapan menghasilkan proses belajar yang bersifat aktif dan dinamis. Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan dunia kerja turut menuntuk lembaga pendidikan menyesuaikan disemua komponen pendidikan, seperti: kompetensi pendidik, perbaikan/penyempurnaan kurikulum secara berkala berdasarkan evaluasi belajar, sarana dan prasarana yang dapat mendukung efektifitas proses pembelajaran. Segala usaha perbaikan, bertujuan untuk menciptakan kualitas siswa menjadi unggul [1]. Individu yang berusia antara 6 dan berakhir diusia 12 tahun biasanya memiliki peran sebagai peserta didik ditingkat Sekolah Dasar, dimana Sekolah Dasar merupakan level dasar atau pertama di tingkatan pendidikan formal di Indonesia. Usia tersebut merupakan tahapan dimana anak berada pada tahap perkembangan anak tengah-akhir sampai memasuki usia remaja awal sebagai modal untuk beradaptasi pada perkembangan selanjutnya, Dalam proses berjalan tugas perkembangan tersebut, anak seringkali menemukan masalah-masalah maupun kendala, Sehingga anak membutuhkan orang dewasa terutama guru dan orang tua, Oleh karena itu anak seusia Sekolah Dasar masih membutuhkan bimbingan dari guru maupun orang tua. Begitu juga bimbingan dalam mempersiapkan diri untuk matang dan siap dalam memasuki Sekolah dasar [2]
Definisi kesiapan masuk Sekolah Dasar adalah sekumpulan keterampilan tertentu yang dimiliki oleh siswa sebagai modal untuk menuntaskan tugas-tugas akademik disekolah dasar sebagai kelanjutan hasil proses belajar ditingkat taman kanak-kanak [3]. Lebih lanjut [3] mengatakan bahwa perubahan menuju kematangan merupakan indikasi kesiapan siswa. Kesiapan siswa Sekolah Dasar ditunjukkan dengan kesiapan fisik, dan mental yang mencakup emosi sosial maupun intelektual. Kesiapan anak masuk Sekolah Dasar meliputi : 1) perkembangan fisik : ditunjukkan dengan perkembangan motoriknya, Selain itu perkembangan dalam koordinasi yang baik antara visual dengan motorik, khususnya morik halus semakin baik, hal ini merupakan modal individu dalam belajar menulis. 2) proses mental (kognitif) seperti membandingkan, berfikir kategorisasi, mengurutkan, menemukan obyek yang tersembunyi, memiliki kemampuan ingatan yang sama dengan orang dewasa, serta mengalami perkembangan konsep baik dalam bentuk bahasa maupun gambar. 3) sosial-emosi secara sosial individu yang mampu menyesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, seperti bermain dengan teman sebaya dan mengurangi kebersamaan dengan orang tua secara sosial, dan secara emosi mampu mengatur ekspresi dan merespon tekanan emosi orang lain hingga tahap pada kemampuan memverbalisasikan emosi kepada orang.
Menurut [4] mengemukakan bahwa ciri lain kesiapan anak masuk Sekolah Dasar adalah ditunjukkan dengan perilaku mandiri, yaitu dimana anak sudah bisa mengurus diri sendiri, anak mampu melakukan aktivitas dengan inisiatif sendiri, anak mulai mampu mengendalikan emosi, mengelola dan mengungkapkan dengan bagus. Ada beberapa faktor yang dikemukakan oleh yaitu perhatian, pengetahuan, pengenalan diri, pengertian, sikap menerima, peningkatan usaha dan penyesuaian. Salah satu faktor tersebutlah yang bisa dikaitkan dengan kesiapan sekolah anak yakni faktor perhatian, dimana faktor yang paling penting untuk kesiapan anak sekolah, anak yang memiliki hubungan keluarga yang baik berupa kasih sayang dari orang tuanya, lebih dekat dengan keluarga maka seorang anak akan mudah mengembangkan persepsi positif terhadap orang tua sehingga anak dapat menunjang kesiapan anak masuk sekolah dasar [5]. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan [6] menyatakan bahwa kesiapan sekolah merupakan kemampuan anak untuk memenuhi tuntutan tugas sekolah, diperkuat oleh [6] berpendapat bahwa kesiapan sekolah dengan segala kompetensi yang dimiliki siswa sangat penting untuk kesuksesan di kemudian hari, yaitu anak yang sudah siap masuk Sekolah Dasar memiliki kecenderungan juga memiliki memiliki keunggulan dan minim mengalami kegagalan dalam bidang akademik. Kesiapan dapat menggambarkan tingkat kemampuan siswa dalam menuntaskan tugas-tugas akademiknya serta mampu mengerjakan tugas dengan produktif, dan selanjutnya perlahan-lahan dapat membentuk konsep diri dengan bagus dan mempunyai minat belajar yang lebih tinggi daripada anak yang mempunyai kendala dalam proses belajarnya [3]. Maka dari itu kesiapan sekolah menjadi penting, karna anak yang telah memiliki kesiapan sekolah akan memperoleh keuntungan dan kemajuan dalam perkembangan selanjutnya, sehingga dijelaskan pada dasarnya anak yang sudah siap memasuki sekolah dasar dapat kita lihat dari segi fisik, motoriknya seperti anak mampu naik turun tangga, berguling, melempar dan menangkap, mampu memegang pensil dengan baik sedangkan dari segi kognitifnya seperti anak mampu mengulang cerita, mengklarifikasi benda, dan yang terakhir jika dilihat dari segi perkembangan sosial emosional seperti anak sudah berani dan merasa aman nyaman berada di lingkungan sekitar mampu berinteraksi guru maupun teman dan sudah mampu menerima aturan yang ada di sekolah [7].
Faktanya tidak semua siswa Sekolah Dasar kelas 1 memiliki kesiapan yang diharapkan menghasilkan sebuah data yang di dapatkan dari Lembaga Pendidikan Anak Dan Orang tua “ Padi Bersinar” (LPOA”DINAR”) yang dikembangkan oleh [4] menyatakan kurang lebih 30% calon siswa (Pendaftar) masih berusia dibawah 6,5 tahun. Data ini didapat dari 5 sekolah di Jawa Timur baik swasta maupun negeri sekitar bulan Februari sampai bulan Mei tahun 2015. Rata-rata alasan mereka mengatakan bahwa mereka telah menyelesaikan pendidikan ditingkat formal taman kanak-kanak selama dua tahun atau mereka telah mampu baca, tulis, dan hitung sederhana sebagai bekal untuk belajar formal di tingkat sekolah dasar. Pada dasarnya orang tua mendaftarkan sekolah karena mereka yakin bahwa anak tersebut sudah siap masuk sekolah dasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pendidik disalah satu sekolah yang menjadi tempat penelitian mengatakan, “ada sebagian masalah kecil dalam pendidikan sebelum dimulai proses kegiatan belajar yaitu masalah kesiapan anak masuk sekolah dasar yakni dimana masih ditemukan calon siswa yang menunjukkan hasil tes kompetensi kognitif “belum matang” untuk masuk Sekolah Dasar”.
Data dari penelitian lain yang dilakukan oleh [8] yang berjudul “pengukuran Kesiapan Sekolah : Analisis Empirik Berdasarkan Teori Tes Klasik” dengan subjek yang berjumlah 37 pada siswa TK IT Darul Hasan Padang Simpun diperoleh hasil bahwa 35 siswa dinyatakan siap untuk memasuki Sekolah Dasar dengan nilai presentase 94,6%, terdapat 1 orang siswa yang dinyatakan cukup dengan nilai presentase 2,7 dan 1 orang siswa dinyatakan belum siap dengan nilai presentase 2,7. Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh [9] kepada siswa Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Grimulyo tahun 2021 mengatakan bahwa sebagian besar anak dikatakan belum siap dan membutuhkan pendamping kurang lebih sebesar 60%. Dari paparan penjelasan data di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa masalah ketidak siapan sekolah siswa yang dikembangkan [9] mengatakan bahwa anak yang kurang siap sekolah masalah terletak pada aspek sosial, di mana aspek sosial ini terlihat masih ada anak yang tidak bisa beradaptasi dengan teman-temannya dengan baik, meskipun ia sudah sekolah selama satu semester anak masih di dampingi orang tuanya selama proses belajarnya, dan terdapat anak-anak yang emosinya masih belum stabil atau mudah marah.
Menurut [3] Ada 5 faktor utama yang mempengaruhi kesiapan anak masuk Sekolah Dasar yaitu kesehatan fisik, usia, tingkat kecerdasan, stimulasi yang tepat atau motivasi. Lebih lanjut diperkuat penelitian [3] ada juga 3 faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan anak diantaranya gen (keturunan), lingkungan, kematangan tubuh dan otak. Faktor lingkungan disini salah satunya adalah lingkungan keluarga. Bagaimana peran keluarga dapat menumbuhkan rasa bahagia seluruh anggota keluarga khususnya pada anak.
Hal ini selaras dengan [10] yang mengungkapkan tugas dan kewajiban orang tua adalah mengupayakan menghasilkan generasi tangguh dan berkualitas, dengan segala upaya dalam merawat, menjaga, dan mendidik anak secara berkelanjutan baik kebutuhan lahiriyah maupun batin dari usia bayi sampai anak tumbuh menjadi dewasa atau mampu secara mandiri. Pada dasarnya orang tua memiliki tanggung jawab kepada anak antara lain memenuhi kebutuhan anak, seperti cara mengurus diri sendiri, cara makan, buang air, berbicara, berjalan, berdoa dengan sungguh-sungguh dan membekas dalam diri anak karena ini berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi atau sering disebut kualitas hidup anak, Semua hal yang dilakukan oleh keluarga sebagai perwujudan pemenuhan kebutuhan seluruh anggota sebagai bentuk tanggung jawab dapat dipersepsikan oleh seluruh anggota keluarga [10]. Penjelasan di atas dapat diperkuat hasil penelitian menurut [11] penelitian ini dilaksanakan di TK Insan Cendekia Grabagan tulangan pada siswa paud yang berumur 5-6 tahun yang berjumlah 60 siswa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam rumah yakni kegiatan siswa ketika berangkat sekolah di layani dengan orang tua dengan nilai sebesar 80%, ada juga kegiatan lainnya seperti merapikan kamar secara sederhana dilakukan oleh orang tua dengan nilai sebesar 90% dan aktivitas lainnya yaitu aktifitas merapikan permainan dirumah juga dilakukan oleh orang tua dengan nilai sebesar 60%. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan kemungkinan besar orang tua masih memiliki tanggung jawab penuh terhadap anaknya, dan pentingnya sikap tanggung jawab orang tua ini sebagai pondasi atau dasar untuk kehidupan siswa kelak nanti, di dukung penelitian sebelumnya ini mengatakan secara jelas bahwa peran orang tua memberikan konstribusi positif terhadap perkembangan anak, adanya dukungan keluarga siswa merasa dicintai, di dukung, dihargai, dan tingkat perhatian orang tua terhadap anaknya sehingga anak termotivasi dan lebih semangat untuk mendorong perkembangan kepribadian dalam dirinya sendiri [12]. Penilaian usaha pemenuhan keluarga oleh anak disebut dengan family well being. Family well being merupakan hubungan keterkaitan antara kesejahteraan orang tua, anak dan keluarga. Ketiga itu terkait dan membentuk suatu kesatuan yang dinamakan family well being [5]. Ada beberapa faktor yang dikemukakan [5] yaitu perhatian, pengetahuan, pengenalan diri, pengertian, sikap menerima, peningkatan usaha dan penyesuaian. Aspek-aspek yang terkait dengan family well being yang meliputi hubungan keluarga, ekonomi keluarga, kesehatan keluarga, keselamatan keluarga, hubungan dengan masyarakat, keluarga, spiritual maupun keluarga dan lingkungan [5]. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara family well being dengan kesiapan anak masuk sekolah dasar pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa Trompoasri. Hal ini terinspirasi dari gagasan pemikiran atau dan hasil penelitian yangtelah dijelaskan dalam paragraf diatas
Metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam peneliti menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang dimana bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel X, yakni : family well being dengan variabel Y, yakni: Kesiapan Sekolah. Subjek yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu peneliti mengambil populasi Siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa trompoasri yang berjumlah 57 siswa.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling, yakni sampling jenuh, Artinya teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel [13]. Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun menggunakan skala Likertdan tes kognitif.Penelitian ini menggunakan skala family well beingdengan menggunakan aitem yang disusun berdasarkan aspek-aspek dalam family well being menurut Firdausi (2020) dimana terdiri dari 7 aspek family well beingyaitu (a) hubungan keluarga, (b) ekonomi keluarga, (c) kesehatan keluarga, (d) keselamatan keluarga, (e) hubungan dengan masyarakat, (f) keluarga dengan spiritual, (g) keluarga dan lingkungan. Hasil uji validitasnya 0,302 sampai ke arah 0,584 dari 34 aitem yang valid serta skor reliabelitasnya 0,891 [14]. Sedangkan hasil uji validitas yang dilakukan oleh peneliti kepada 57 siswa menunjukkan hasil validitas 0,265 sampai ke arah 0,621 serta skor reliabel sebesar 0,621. Sedangkan variabel kesiapan sekolah menggunakan tes Kognitif yang disebut dengan Nijmeegse Schoolbekwaamheid Test (NST). NST mengaju pada aspek-aspek kesiapan anak masuk Sekolah Dasar yang dikembangkan oleh Monks, Rosz, Coffie [15]. Nijmeegse Schoolbekwaamheid Test (NST)terdiri dari 10 aspek, yaitu (1) mengamati serta membedakan obyek/gambar, (2) aktivitas motorik halus (3) pemahaman konsep ukuran, jumlah, perbandingan, (4) pengamatan tajam, (5) berpikir kritis (bagian-bagian penting dan tidak penting pada obyek), (6) penilaian obyek dalam suatu situasi (7) konsentrasi, (8) mengingat, (9) kemampuan memahami cerita, (10) menggambar orang. Hasil penelitian [15] terhadap tes NST dengan jumlah 99 aitem valid yang bergerak dari skor 0,01744 sampai ke arah 1,00 dengan reliabilitas NST sebesar 0,851.
Berdasarkan tabel 1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test di bawah ini menunjukkan nilai signifikansi (p) = 0,200. Yang artinya asumsi normalitas terpenuhi dan dapat dikatakan bahwa data berdistribusi secara normal yang dimana nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,200>0,05).
Unstandardized Residual | ||
N | 47 | |
Normal Parametersa,b | Mean | ,0000000 |
Std. Deviation | 8,42511660 | |
Most Extreme Differences | Absolute | ,079 |
Positive | ,062 | |
Negative | -,079 | |
Test Statistic | ,079 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | ,200c,d | |
a. Test distribution is Normal. | ||
b. Calculated from data. | ||
c. Lilliefors Significance Correction. | ||
d. This is a lower bound of the true significance. |
Berdasarkan tabel 2. Uji Linieritas ANOVA Table di bawah ini pada kolom deviation from linearity nilai signifikansi (p) sebesar 0,939 yang berarti nilai signifikansi (p) > 0,05 (0,939>0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Sum of Squares | Df | Mean Square | F | Sig. | |||
Kesiapan anak masuk sekolah dasar * Family well being | Between Groups | (Combined) | 810,138 | 14 | 57,867 | ,670 | ,786 |
Linearity | 310,546 | 1 | 310,546 | 3,593 | ,067 | ||
Deviation from Linearity | 499,592 | 13 | 38,430 | ,445 | ,939 | ||
Within Groups | 2765,607 | 32 | 86,425 | ||||
Total | 3575,745 | 46 |
Berdasarkan tabel 3. Uji Hipotesis Correlations di bawah ini dapat diperoleh hasil koefisien korelasi rxy = 0,295 dengan nilai signifikansi 0,044. Nilai signifikansi (p) < 0,05 ( 0,044<0,05) yang artinya terdapat hubungan antara family well being dengan kesiapan anak masuk sekolah dasar pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa trompoasri. Hasil koefisien korelasi ini menunjukkan hasil yang positif (rxy= 0,295) sehingga hipotesis ini diterima dan menunjukkan arah hubungan yang positif antara kedua variabel dalam penelitian ini, yang artinya semakin tinggi family well being maka semakin tinggi pula kesiapan anak masuk sekolah dasar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah family well being maka semakin rendah pula kesiapan anak masuk sekolah dasar.
Family well being | Kesiapan anak masuk sekolah dasar | ||
Family well being | Pearson Correlation | 1 | ,295* |
Sig. (2-tailed) | ,044 | ||
N | 47 | 47 | |
Kesiapan anak masuk sekolah dasar | Pearson Correlation | ,295* | 1 |
Sig. (2-tailed) | ,044 | ||
N | 47 | 47 |
Berdasarkan tabel 4. kategorisasi skor subjek family well being di bawah ini dapat disimpulkan bahwa pada skala family well being terdapat 2 siswa yang memiliki tingkat family well being tinggi dengan nilai presentase 4,25% kemudian terdapat 41 siswa yang memiliki tingkat family well being sedang dengan nilai presentase 87,23%, dan terdapat 4 siswa yang memiliki tingkat family well being rendah dengan nilai presentase 8,51%. Dari paparan penjelasan di atas, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat family well being dan kesiapan anak masuk sekolah dasar yang dimiliki siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa Trompoasri tergolong sedang. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel di bawah, di mana dari total keseluruhan 47 siswa terdapat 41 siswa yang memiliki kategori sedang pada skala family well being dengan nilai presentase 87,23%.
Kategori | Frekuensi | Presentase (%) |
Tinggi | 2 | 4,25% |
Sedang | 41 | 87,23% |
Rendah | 4 | 8,51% |
Jumlah | 47 | 100% |
Berdasarkan tabel 5. kategorisasi skor subjek kesiapan anak masuk sekolah dasar di bawah ini terdapat 0 siswa yang termasuk dalam kategori sangat siap dengan nilai presentase 0%, kemudian terdapat 44 siswa yang termasuk dalam kategori siap dengan nilai pre sentase 93,61%, terdapat 3 siswa yang termasuk dalam kategori cukup dengan nilai presentase 6,38%, dan terdapat 0 siswa yang termasuk ke dalam kategori kurang siap dan sangat kurang siap dengan nilai presentase 0%. Berdasarkan paparan penjelasan di atas, s ehingga dapat disimpulkan tingkat family well being dan kesiapan anak masuk sekolah dasar yang dimiliki siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa Trompoasri masuk dalam kategori siap. Hal ini dibuktikan tabel di bawah, di mana dari total keseluruhan 47 si swa terdapat 44 siswa yang termasuk dalam kategori siap pada tes kognitif NST dengan nilai presentase 93,61%.
Kategori | Frekuensi | Presentase (%) |
Sangat Siap | 0 | 0% |
Siap | 44 | 93,61% |
Cukup | 3 | 6,38% |
Kurang Siap | 0 | 0% |
Sangat Kurang Siap | 0 | 0% |
Jumlah | 47 | 100% |
Teknik analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan bantuan SPSS 26.0 for windows dengan teknik korelasi Product Moment Pearson . Hasil penelitian ini menunjukkan koefisiensi korelasi rx y = 0,295 dengan nilai signifikansi 0,044 (< 0 ,05) yang artinya hipotesa penelitian ini diterima serta terdapat hubungan yang positif antara variabel family well being dengan Kesiapan anak masuk sekolah dasar. Dari penjel asan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi family well being maka semakin tinggi pula Kesiapan anak masuk sekolah dasar pada anak kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa Trompoasri. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian lain yang mengatakan bahwa family well being berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak usia dini . faktor penting dalam family well being y aitu dimana penilaian individu terhadap kesejahtera an keluarga memiliki pengaruh terhadap perkembangan individu. [16] ini membuktikan bahwa ada hubungan signifikan dengan arah yang positif a ntara kesiapan anak masuk sekolah dengan keberfungsian Family well being. Yang artinya, semakin tinggi keberfungsian keluarga maka semakin tinggi pula kesiapan anak masuk sekolah. Berdasarkan uji bivariatecorrelation antara kesiapan anak sekolah dengan keb erfungsian family well being diperoleh r = 0,229 dengan nilai signifikansi (p) = 0,005. Keberfungsian keluarga juga berpengaruh besar dengan kesiapan anak sekolah, karna keberfungsian keluarga mengacu pada keluarga itu sendiri yang digunakan untuk mencapai tujuan keberhasilan kesiapan anak untuk me n unjang ma suk sekolah dasar.
Seperti hal nya penelitian yang telah dilakukan oleh [17] yang berjudul penelitiannya adalah Family Wel l Being Dan Aplikasi Dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini ( Kajian Berdasarkan the Tower Ham lets Family Well Being Model ) ” hasil peneitian juga menunjukkan bahwa sebenarnya secara keseluruhan siswa dapat mencapai kondisi kesiapan masuk Sekolah Dasar siswa harus memiliki tumbuh kembang yang optimal contohnya seperti siswa memiliki karakteristik pe rkembangan fisik motorik, kognitif, sosial emosi dan moral keagamaan yang khas agar siswa dapat menghadapi tuntutan jenjang selanjutnya ialah sekolah dasar (SD). Diperkuat hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan kesi apan sekolah pada individual anak meningkat, dijelaskan khususnya pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri di desa Trompoasri yang mampu meningkatkan kesiapan untuk melanjutkan ke jenjang sekolah dasar, terdapat beberapa aspek yang menunjang kesiapan memasu ki sekolah dasar, yakni aspek kognitif, sosial emosional, dan moral keagamaan yang khas.
Artinya ketika siswa mempersepsikan hubungan keluarga yang dimilikinya tinggi, siswa merasa memiliki keluarga yang harmonis, anggota keluarga memiliki waktu yang cukup untuk berkumpul dengan keluarga, dan pengasuhan anak yang baik sehingga siswa merasa aman dan nyaman dalam proses belajar. Misalnya orang tua menolong ketika anak mengalami kesulitan saat menghadapi konflik baik dalam persoalan relasi maupun belajar akade mik, maka siswa akan memiliki keyakinan dan semangat dalam mengerjakan tugas sekalipun ketika menghadapi kesulitan sebagai bentuk kesiapan anak dalam belajar. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan hubungan keluarga yang dimilikinya rendah, siswa merasa keh ilangan waktu bersama dengan orang tua atau diabaikan, seperti: orang tua yang tidak memiliki waktu berdiskusi atau membantu anak dalam menyelesaikan permasalahan atau kesulitan yang dihadapi anak maka siswa kurang percaya diri dalam menyelesaikan tugas at au permasalahan akademisnya. Begitu juga ketika siswa mempersepsikan keluarganya dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesehatannya maka ia memiliki perasaan aman karena semua kebutuhan untuk pendidikan dan asupan gizi yang didapatnya dapat menunjang atau m empermudah anak belajar sekalipun saat ia mengelami kesulitan. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesehatannya maka ia memiliki perasaan tidak aman karena semua kebutuhan tidak terpenuhi sehingga siswa tidak bisa menunjang kesiapan dan siswa mengalami hambatan dalam proses belajarnya.
Ketika siswa mempersepsikan keselamatan keluarga itu tinggi ia juga akan merasa nyaman karena ia berfikir bahwa mereka/keluarga dapat mendampingi dan membantu dirinya dala m mengerjakan tugas-tugas belajar sekalipun dalam persoalan yang sulit. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan keselamatan keluarga rendah ia merasa tidak nyaman sebab ia berfikir keluarga tidak dapat mendampingi dan membantu anaknya dalam mengerjakan tugas di bidang akademis. Begitu juga saat siswa menilai keluarganya memiliki spiritual yang tinggi, siswa merasa mendapatkan kepercayaan atau pengetahuan akan nilai-nilai moral yang bagus, sehingga ia tidak mudah putus asa dan lebih semangat dalam proses belaja r khususnya saat menghadapi hambatan belajar dan berelasi. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan nilai spiritual yang dimiliki rendah maka siswa akan merasa tidak yakin dengan kepercayaannya atau tidak memiiki nilai-nilai moral yang baik sehingga ia mudah p utus asa dan tidak semangat dalam proses pencapaian belajarnya dalam bidang akademik. Ketika siswa mempersepsikan keluarga memiliki hubungan baik dengan masyarakat maka siswa akan merasa aman belajar di sekitar lingkungannya baik sekolah maupun dirumah, an ak merasa diakui secara lokal dikalangan masyarakat, dan mudah berinteraksi dengan teman sekitarnya seperti: orang tua mampu menerapkan contoh berinteraksi yang baik, simpati kepada orang lain, maka siswa dapat memberikan mediasi terhadap guru atau teman- temannya ketika mengalami kendala atau hambatan sehingga siswa bisa menunjang kesiapan belajar. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan hubungan dengan masyarakat rendah maka siswa akan merasa takut/cemas/tidak berani berinteraksi dengan orang lain di sekitar nya,karena ia mersa tidak nyaman dan muncul perasaan tidak puas sehingga proses belajarnya mengalami hambatan dan tidak fokus mengerjakan tugas. Begitu pula ketika siswa mempersepsikan keluarganya memiliki hubungan baik dengan lingkungan, maka siswa merasa memiliki rumah yang memadahi, perlindungan dan fasilitas rumah maupun lingkungan. Misalnya orang tua mampu memberikan tempat tidur yang nyaman, mampu mengawasi anak ketika menggunakan sosial media maka siswa akan merasa puas dan merasa aman dilindungi set iap lingkungannya. Sebaliknya jika siswa mempersepsikan hubungan dengan lingkungan yang dimiliki itu rendah maka siswa merasa tidak dilindungi, sulit untu bergaul dengan teman lainnya seperti bentuk orang tua tidak mengawasi ketka anak bermain sosial media , dan tidak mempunyai tempat tidur yang nyaman sehingga siswa muncul perasaan negatif dalam dirinya bentuk kesiapan dalam belajar memiliki hambatan dalam prosess belajarnya [5]
Limitasi dalam penelitian ini penelit i hanya memf okuskan tentang hubungan family well being dengan kesiapan anak masuk sekolah dasar saja, sedangkan ma sih banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan. Selain itu pengaruh variabel family well being dengan variabel kesiapan sekolah p ada anak kelas 1 SD Negeri yang ada di desa trompoasri disebabkan oleh variabel yang lainnya. Dalam penelitian ini kecilnya koefi sien korelasi diseb abk an oleh jumlah subjek atau populasi dalam penelitian ini sampel masih relatif sedikit dan peneliti mengharapkan adanya 2 variabel atau lebih dari 1 variabel yaitu family well being.
Dari paparan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara Family well being dengan Kesiapan anak masuk sekolah dasar, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang ada di dalam penelitian ini diterima dengan nilai koefisien korelasi rxy= 0,295 dengan nilai signifikansi 0,044 yang artinya ada hubungan yang positif antara family well being dengan Kesiapan anak masuk sekolah dasar, semakin tinggifamily well being yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula kesiapan anak masuk sekolah dasar pada anak kelas 1 di Sekolah Dasar Negeri di Desa Trompoasri.