This research aims to analyze and describe the implementation of public burial land management policies for villagers in Ban Village as well as factors that affect the implementation of public burial land management policies for villagers in Ban Village. This study is a qualitative descriptive study using purposive sampling techniques in determining informants. Data collection techniques with observations, interviews, and documentation. Data analysis techniques use an interactive approach from Miles and Hubeman consisting of four components of analysis namely; data collection, data reduction, data presentation, and conclusion withdrawal. The dimension of the organization's activities has not been maximized even though the coordination of each implemtator exists but there are still people who are not aware of this policy. The behavioral dimensions of policy implementing agents are in accordance with the concept of Van Meter and Van Horn which has procedural performance for the successful implementation of this public burial land management policy. Economic, social, cultural dimensions see the need for a review of the policy of managing public burial land this looks at the condition of rural communities that have changed in terms of economy, habits, lifestyle. Factors that influence the implementation of this policy are encountered by researchers on the age and type of education, gender, and knowledge and understanding that points to each individual in determining the preferences taken as a basis for determining attitudes on existing policies.
Pengelolaan lahan pemkaman umum bagi masyarakat desa di Desa Larangan Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo yang berdasarkan atas Keputusan Kepala Desa Larangan Nomor 04 Tahun 2014 mempunyai permasalahan yaitu kondisi lahan pemakaman yang mulai sempit dimana berberapa warga desa mulai mempertanyakan hak atas lahan pemakaman umum di Desa Larangan yang diketahui ada tiga perumahan besar di area desa yang masih dijumpai warga perumahan tersebut memiliki akses lahan pemakaman umum di Desa Larangan dimana hal ini menyipang dari peraturan Bupati mengenai kewajiban developer perumahan untuk menyediakan fasilitas umum seperti lahan pemakaman.Permasalahan tuntutan penyediaan fasilitas umum khususnya lahan pemakaman umum belum juga ada titik pencerahan.Konflik antara pengembang dan penghuni perumahan di Sidoarjo hingga saat ini belum memiliki titik terang sehingga berdampak pada wilayah sekitar lahan perumahan tersebut sebab kebutuhan lahan pemakaman melonjak melihat berkembangnya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan oleh pengembang perumahan (developer) yang mana berasal dari pihak swasta yang memberikan dampak lain mengenai posisi lahan pemakaman[1].
Selanjutnya,apabila seorang warga desa meninggal namun tidak bisa dimakamkan dengan layak karena keterbatasan luas lahan pemkaman,tidak baik jika pengurusan jenazah harus memerlukan waktu yang lama selain persyaratan administrative berupa data kependudukan agar bisa menempati lahan pemakaman yang tersedia terutama di lingkungan Desa Larangan yang harus sesuai syarat ketetapan keputusan kepala desa nomor 24 tahun 2014. Disamping itu rendahnya komunikasi antara pemerintah desa dengan warga desa masih sangat rendah sehingga banyak warga desa yang kurang paham mengenai produk hukum pemakaman ini.
Lokasi penelitian ini beradadi Desa Larangan merupakan desa yang berada di tengah pusat Kabupaten Sidoarjo.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dalam menentukan informan. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan pendekatan interaktif dari Miles dan Hubeman yang terdiri dari empat komponen analisis yaitu; pengupulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. [2]
Sebuah program kebijakan bisa berupa catatan-catatan para elit belaka apabila kebijakan tersebut tidak bisa terealisasikan dengan baik di lapangan yangmana dampak terburuknya akan menimbulkan konflik baru dikalangan masyarakat. Pada Kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 tentunya tidak bisa berhasil dengan mudah tanpa ada berberapa parameter-parameter dasar dalam berjalanya kebijakan tersebut. Berdasarkan contoh implementasi kebijakan yang dikembangkan Van Meter serta Van Horn ada enam variable yang menentukan proses pengelolaan lahan pemakaman umum di Desa Larangan Kecamatan Candi.[3]
A.Standart dan Sasaran Kebijakan
1. Tujuan ideal dari Kepdes No 04 Tahun 2014
Berbicara tujuan ideal darikebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 ini penulis menemukan fakta melalui informan bahwasanya tujuan ideal dari Kepdes No 04Tahun 2014 sendiri adalah memberikan informasi kepada warga Desa Larangan tentang struktur pengelolaan rumah pemakaman Abi dan Rumahku, serta syarat dan hak yang harus dipenuhi warga dalam mengurus pemakaman. Kepdes No.04 memaparkan bahwa memungkinkan masyarakat desa untuk secara mandiri menghubungi pengelola balai pemakaman untuk menangani pemakaman ketika seseorang meninggal. Jika anggota rumah duka adalah pengurus akan membantu sedangkan dalam tata cara pengurusan administrasi kematian diserahkan kepada pemerintah desa.Tentu saja pada parameter ini penulis mengulas jika temuan penulis dilapangan hampir menuntut pada apa yang diutarakan Van Meter dan Van Horn [4] dimana sebuah kebijakan harus memiliki tolak ukur yang jelas agar tidak meyimpangsiurkan informasi yang ingin disampaikan dari apa yang sudah dijelaskan dalam kebijakan tersebut. Temuan ini menunjuk pada penelitian terdahulu dengan judul Peran pemerintah dalam pengelolaan lahan pemakaman umum di Kota Makasar [5] yang memaparkan mengenai permasalahan pegelolaan lahan pemakaman umum.
2. SOP (Standart Operasional Prosedur)
Penjabaran dari SOP atau standar operasional prosedur tersebut tentunya berkaitan dengan persyaratan pengelolaan yang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan pelayanan pengelolaan pemakaman umum. Tentang persyaratan manajemen dan alur implementasi ini peneliti mendapati apabila meninjau dari Kepdes No 04 Tahun 2014 mengenai rukun kematian yang berisi pengelolaan lahan pemakaman umum di Desa Larangan maka ada berberapa persyaratan yang harus dipenuhi baik secara administrasi dimana meliputi ; 1) Kepemilikan KTP Larangan yang juga dibuktikan melalui KK (Kartu Keluarga) serta berdomisili menetap di Desa Larangan dan membayar iuran rutin kematian sebagaimana yang tercantum dalam Kepdes No 04 Tahun 2014 sebesar Rp.4.000,- per KK untuk wilayah RW 01,02,03 lalu sejumlah Rp.5.000,- wilayah RW 05,06,07 dibayarkan rutin setiap bulan . 2) Bagi KK Non KTP Larangan maka dapat beramal dengan memberikan sumbangan namun tidak memilki hak untuk dimakamkan dimakam Desa Larangan. 3) Iuran Kebersihan makam bagi setiap RT sebesar RP.20.000,- perbulan dimana akan ditinjau kembali. Ketika sudah merasa memenuhi maka warga (keluarga,kerabat dari jenazah) bisa segera menemui ketua RT dan atau RW dimana masing-masing RT dan atau per RW adalah anggota pengurus rumah makam. Lalu akan diteruskan kepada pemdes yaitu pada kaur administrasi dan aau kaur tata usaha diamana akan dilakukan verifikasi kebenaran data yang dimiki. Jika sudah memenuhi ketentuan Kepdes No 04 Tahun 2014 maka dilakukan pencatatan penerbitan akta kematian lalu segera mungkin pengurus rumah makam mempersiapkan prosesi dimulai proses pemandian jenazah hingga pemakaman serta penyerahan santunan kematian.
3. Outcomes yang diharapkan
Ada dua aspek utama untuk mengukur kinerja yaitu aspek keluaran kebijakan dan aspek hasil kebijakan. Aspek keluaran digunakan untuk mengidentifikasi dampak langsung yang dirasakan kelompok sasaran sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan, kegiatan, penyaluran, dan subsidi yang dilaksanakan dalam pelaksanaan kebijakan. Aspek keluaran kebijakan yang dirasakan muncul langsung dari proses, sedangkan aspek hasil kebijakan berimplikasi jangka panjang terhadap proses kebijakan.Berdasarkan pemaparan informan maka peneliti menarik kesimpulan bahwa outcomes yang diharapkan adalah Kepdes No 04 Tahun 2014 ini sebagai produk hukum yang menjadi dasar acuan pengurusan pengelolan lahan pemakaman umum di desa serta menjawa kecemasan warga akan keberhakan penempatan pemakaman mengingat lahan fasum ini semakin menipis dimana hal ini sesuai dengan permasalahan yang pernah di teliti dengan judul Peran Pemerintah dalam pengeolaan informasi lahan pemakamn umum di Kota Medan, dimana penelitian terdahulu membahas bagimana pengelolaan lahan pemakaman umum dengan berbagai kemungkinan dampak yang ditimbulkan .
B. Sumber Daya Kebijakan
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung pada ketersediaan sumber daya yang tersedia. Pada dasarnya sumber daya adalah faktor penting untuk proses implementasi yang sukses. Sumber daya yang dimaksud dalam teori Van Meter dan Van Horn sebagaimana ditemukan oleh peneliti dilapangan adalah:
1. Sumber Daya Manusia
Dari segi sumber daya manusia atau dalam hal ini penanggung jawab pelaksanaan memiliki kemampuan dan kemampuan yang sangat siap. Didalam temuan peneliti dilapangan dari segi pendidikan untuk pemdes dan LKMD Desa sendiri mayoritas memang pendidikan terakhirnya adalah SMA/SMK kecuali Bapak Kades dan Kepala Seksi Kesejahteraan masyarakat yang D-IV setara Strata 1 (S1) . Melihat pada BPD mayoritas SMA,D1,D2,D3 bahkan S2 sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal sumber daya manusia masih dalam skala cukup dilihat dari segi kompetensi namun kapabilitas masih perlu ditingkatkan mengingat tingkat pendidikan belum tentu mampu mengcover permasalahan public yang ada sehingga perlu untuk terus belajar lagi demi mencari jalan tengah terbaik didalam proses kinerja kebijakan terutama dalam mencapai tujuan kebijakan sebab dalam teori implementasi kebijakan public menurut Van Meter dan Van Horn menyatakan sumber daya manusia sangatlah penting karena manusia adalah tahap pertama yang mempengaruhi implementasi kebijakan sebagai pelaksana sekaligus pembuat kebijakan.
2. Sumber Daya Financial
Dalam mengimplementasikan Kepdes No 04 Tahun 2014 ini dana yang dianggarkan Rp.20.000.000,- dari APBDes 2014 dimana dana ini adalah untuk produk hukum desa sesuai permendagri No 111 tahun 2014 tentang pedoman pembuatan produk hukum desa. Sedangkan dalam aspek sarana prasarana penunjang didalam mengimplementasikan Kepdes No 04 tahun 2014 ini narasumber peneliti mengatakan sudah dianggarkan tersendiri melalui iuran kematian dimana hal ini sarana prasarana yang dimaksudkan meliputi pencatatan akta kematian,pelayanan perlengkapan pemakaman hingga prosesi pemandian jenazah demi pecapaian tujuan yaitu lancarnya implemetasi Kepdes No 04 Tahun 2014 di lapangan .
Berdasarkan hasil penelitian dari Nurkmawati [6] yang berjudul Peran pemerintah dalam pengelolaan lahan pemakaman umum di Kota Makasar terdapat persamaan pada indicator sumber daya financial dimana peran pemerintah sebagai regulator (DLHK) Kota Makasar dalam pengelolaan masih belum maksimal sebab dalam proses pelaksanaanya memiliki hambatan sarpas dan fasum lainya.
3. Sumber Daya Waktu
Selain sumberdaya manusia dan suber daya financial , sumber daya waktu mampu mempengaruhi berjalanya kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014. Ketepatan waktu dalam implementasi Kepdes No 04 Tahun 2014 ini menjadi hal yang penting agar dapat tepat dengan sasaran yang diharapkan. Dalam penerapanya, kebijakan pengelolaan lahan pemakaman umum ini didapati fakta berdasarkan data informan peneliti yaitu Kepdes mengenai pengelolaan lahan pemakaman ini disahkan pada 19 September 2014 dan berjalan hingga sekarang ini memang ada polemic mengenai lahan pemakaman yang semakin sempit sehingga warga mempertanyakan kewenangan atas hak pemakaman di lahan desa. mengenai sumberdaya waktu mengingat proses berjalanya kebijakan ini tidak semulus sumberdaya manusia dan sumberdaya financial dimana ternjadi hambatan yang timbul mengenai luas lahan pemakaman yang kian sempit dimana mengkhawatirkan akan terjadi perebutan lahan pemakaman antara warga asli desa dengan warga di tiga perumahan di Desa Larangan sehubungan dengan adanya kasus yang terjadi di tahun 2016 silam sehingga kesiapan menangani problematika ini masih belum jelas diputuskan harus bagaimana semestinya sebab belum ada produk hukum sebagai titah norma pencegah terjadnya kesenjangan sosial yang ada. Dengan demikian , permasalahan ketersediaan lahan pemakaman hanya dianjurkan bagi warga yang berada di tiga perumahan untuk melakukan pemesanan di Truloyo guna mengindari konflik sementara.
Tentu dalam indikator sumber daya waktu ini peneliti menarik kesimpulan bahwasanya sumber daya waktu dalam implementasi Kepdes No 04 Tahun 2014 belum berhasil menjadikan kebijakan tersebut berjalan baik melihat respon masyarakat desa yang menuntut ketidakpastian hak makam desa yang ada sehingga berbalik dengan teori Van Meter dan Van Horn dimana teori menyatakan apabila sumber daya waktu sebagai pendukung dalam implementasi kebijakan sebab waktu menghasilkan suatu rencana dan keputusan dalam implementasi kebijakan. Dan jika dikaitkan dengan temuan peneliti dilapangan perencanaan waktu yang ditentukan sudah sangat lama diulai pada 19 September 2014 hingga kini belum bisa berjalan sesuai yang diharapkan sebab adanya konflik menuntun antara masyarakat desa dengan perumahan mengenai hak lahan pemakaman umum yang kian hari makin sempit[7].
3. Disposisi Implementator
Disposisi implementator berarti watak dan ciri yang dimiliki sang implementator mirip komitmen,kejujuran,demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik maka kebijakan yang dijalankan bisa berjalan sinkron seperti apa yang diinginkan para produsen kebijakan. Van Meter dan Van Horn (1975) beropini bahwa setiap komponen serta model yang dibicarakan sebelumnya wajib disaring pula melalui opini pelaksana yuridiksi dimana kebijakan tadi didapatkan menggunakan mengidentifikasi 3 aspek dibawah ini ;
1. Respon Implementator Atas Kebijakan
Respon implementator mengenai kesiapan dan kemampuan implementator untuk memikul pelaksanaan Kepdes No 4 Tahun 2014 memang belum 100 % mampu dan siap baik daripemdes, BPD, LPMD, RT/RW karena tuntutan pekerjaan lain seperti perampungan laporan akhir tahun, laporan kinerja akhir tahun, laporan realisasi ADD, penyusunan RKPDes yang harus rampung paling lambat akhir bulan maret atau kuartal 1. Akan tetapi strategi yang sudah sampaikan sebelumnya diharapkan bisa 100 % dilakukan untuk mensukseskan sasaran kebijakan ini dengan harapan kebijakan kepdes ini bisa menjawab polemic keterbatasan lahan pemakaman yang terjadi tanpa adanya konflik lain.
Temuan peneliti dilapangan jika disandingkan dengan konsep teoi Van Meter dan Van Hon [8] masih belum tercapai secara penuh sebab dalam aspek ini, respon implementator merupakan hal yang mampu mempengaruhi implementasi kebijakan publik secara keseluruhan. Jika penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif, makapelaksana mampu menerapkan kebijakan terebut hingga dapat teradopsi menyeluruh tepat sasaran dilapangan. Namun, fakta di lapangan menujukkan bahwasanya implementator belum siap dan mampu 100 % untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
2. Pemahaman Terhadap Kebijakan
Mengenai Kepdes No 04 Tahun 2014 ini peneliti menilai jika implementasi kebijakan di lapangan pada tingkat pemdes sudah mampudipahami sebab mayoritas pemdes sendiri sudah paham tupoksi dari kepdes pengelolan lahan pemakaman umum dengandilakukannya berbagai sosialisasi baik ditingkatan RW maupun menempelkan kebijakan tersebut seperti pamphlet, serta menggandeng BPD dan LKMD untuk membantu proses sosialisasi beredukasi dengan pendekatan presuatif. Peneliti juga mendapati ketika Kepdes No 4 Tahun 2014 disahkan maka sudah sepakati bahwa dalam menjalankanya perlu adanya partisipasi baik dari pemdes, BPD, LKMD, RT, RW anggota pengurus rumah makam agar mempermudah sosialisasi informasi demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Namun, untuk warga ada berberapa yang masih bingung dan acuh terhadap kebijakan ini.. Oleh karena itu, baik masyarakat umum maupun pembuat kebijakan perlu memiliki pemahaman yang sangat baik tentang tujuan yang dicapai oleh kebijakan tersebut.
3. Preferensi nilai yang dimiliki implementator
Preferensi nilai sangat menghipnotis konsistensi implementator untuk menjalankan penerapan kebijakan di kalangan rakyat.Kontribusi yang diharapkan tentunya bukan hanya sekedar pemenuhan tugas serta tanggung jawab sesuai tujuan kebijakan dibuat melainkan para implementator juga harus melakukan bimbingan serta sanggup akan segala konsekuensi hambatan dilapangan dimana dalam menjalankan di lapangan implementator terkait selaku pemdes dan anggota rumah makam abi memiliki gagasan pendukung lainya dalam menghadapi hambatan dilapangan melalui strategi presuatif dan gencar bersosialisasi dan terus menerus menggaet LKMD lewat karang taruna dan ibu-ibu PKK guna mmberikan pengarahan procedural pengurusan pemakaman umum beserta syarat yang wajib dipenuhi akan tetapi memang belum bisa mengaplikasikan hingga kebijakan ini sukses 100 %.
Berdasarkan hasil penelitian pada indicator ini peneliti mendapati jika hasil penelitian ini sama dengan Kajian Yuridis Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 tahun 1987 tentang penyediaan dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman, dimana Tamimiwy [9] menemukan adanya Penerapan ijin bangunan (IMB) yang sesuai dengan perpu no 09 tahun 1987 belum terlaksana dengan baik karena implementasi terkendala tumpang tindihbirokrasi kebijakan tataruang di Kota Palangkarayameninjau mayoritas lahan pemakaman banyak berdiri di tengah area permukiman. Bilamana konteks tersebut didalam penelitian peneliti dapat diartikan sebuah kesimpulan jika Kepdes No 04 Tahun 2014 belum benar-benar terlaksana dengan baik sejauh ini yang disebabkan adanya tumpang tidih dimulai dari informasi yang berbelit dikalangan masyarakat desa hingga adanya kesibukan pemdes dan stakeholder lainya guna menyelesaikan pelaporan tutup tahun.
D. Aktivitas Organisasi
1. Ketepatan komunikasi dengan para pelaksana
Dalam proses implmentasi kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 di Desa Larangan sendiri para implementator kerap melakukan sosialisasi,pengarahan,dan pendampingan dilakukan dengan harapan setiap warga desa mampu memahami benar isi kebijakan guna memenuhi tujuan pokok kebijakan tersebut. Akan tetapi peneliti masih menjumpai adanya kalangan masyarakat desa yang belum tahu tetang adanya kebijakan pemakaman umum ini dari pemaparan narasumber dan sedikit cerita warga yang berhasil peneliti temui, peneliti menarik kesimpulan jika ada ketidakseimbangan informasi yang didapatkan mengenai penyampaian kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 dimana pihak stakeholder sudah berusaha melalui sosialisasi dan pendekatan presuatif untuk menyampaikan informasi kebijakan pemakaman namun masih ada waga yang mengakui tidak tahu menahu mengenai Kepdes tentang pemakaman umum sehingga ada kesalahpahaman atas informasi yang didapat warga . Sehingga dalam konteks ini peneliti merasa Kepdes No 04 Tahun 2014 masih belum sesuai dengan konsep Van Meter dan Van Horn .
2. Kordinasi dan Keseragaman Informasi Yang Dikomunikasikan
Peneliti menjumpai di lapangan dimanabahwadalam mengimplementasikan kebijakan ini terdapat komunikasi dalam menanggapi procedural pemakaman umum di lahan Desa Larangan yang mana melibatkan hubungan anggota kepengurusan rumah makam , RT, RW lalu pemdes dan keluarga si jenazah. Kordinasi ini berlangsung ketika awal informasi kematian si jenazah hingga selesai penerbitan akta kematian. Namun peneliti juga menjumpai jika berberapa masyarakat desa juga ada yang belum mengenal mengenai kebijakan pengelolaan lahan pemakaman umum ini jadi peneliti menarik kesimpulan bahwa kurang adanya komunikasi yang terjalin sehingga baik stretegi pemdes dengan pendekatan presuatif maupun adanya rantai kordinasi penananan laporan kematian dan pendampingan yang dilakukan BPD bersama LPMD masih kurang efektif jika menoleh pada konsep Van Meter dan Van Horn.
E. Perilaku Agen Pelaksana
1. Struktur birokrasi yang teribat dalam pelaksanaan implementasi kebijakan.
Berkaitan dengan pelaksanaan Kepdes No 04 Tahun 2014, ada berberapa lembaga yang terlibat diantaranya adalah pemdes dan BPD juga dalam tingkatan RT/RW serta LPMD memgang peran penting sebagai pendamping kepada warga desa untuk mempermudah akses procedural tata kelola pemakaman umum di Desa Larangan . Namun dari beberapa lembaga yang terlibat tersebut hanya pemdes dalam hal ini kaur tata usaha umum dan kaur administrasi,kepala desa,ketua serta anggota yang masuk dalam keanggotaan pengurusan tata kelola lahan pemakaman yang memiliki akses menentukan keberhakan penempatan makam serta mengatur pengurusan jenazah hingga dikebumikan beserta penyerahan santunan kematian sebagai bentuk nyata yang sudah tertulis jelas pada Kepdes No 04 Tahun 2014.Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa banyak lembaga yang terlibat dalam proses implementasi kebijakan ini namun hanyabeberapasajaseperti anggota kaur administrasi dibantu kaur tata usaha umum sebagai pejabat yang mencatat administrasi kematian guna penerbitan akta kematian dibawah tanggung jawab kepala desa selaku kepala kepemerintahan di Desa Larangan. Hal iniuntuk menghindari keterlibatan banyak lembaga yang dikhawatirkan mampu menimbulkan konflik salah tafsir antarlembaga satu dengan lembaga satunya lagi dimana dalam hal ini Kepdes No 04 Tahun 2014 sudah memiliki struktur birokrasi yang baik dan menuai konsep Van Meter dan Van Horn [10].
2. Pola hubungan dalam organisasi
Menyinggung pola kordinasi yang terjalin antar lembaga yang memiliki akses pada kebijakan ini dilapangan peneliti menemukan fakta apabila ada warga yang meninggal dunia, anggota keluarga dan atau tetangga si jenazah segera melapor ke RT/RW yang nantinya akan diteruskan kepada anggota kepengurusan rukun kematian serta kaur administrasi guna dilakukan pendataan kependudukan lalu diteruskan pada kaur tata usaha menimbang keputusan dari kepala desa apakah jenazah sudah tepat melengkapi persyaratan hak makam didesa atau tidak didampingi oleh pendapat BPD serta LPMD sebagai penengah dan pengarah proses implementasi kebijakan ini.Jika memang sudah memenuhi persyaratan dan sudah dimakamkan maka selanjutnya adalah penyampaian santunan yangdiberikan oleh salah satu anggota pengurus rukun kematian didampingi BPD dan LPMD sebagai saksi.Namun jika jenazah belum memenuhi persyaratan pemakaman didesa maka kaur tata usaha akan meneruskan penerbitan surat keterangan mengetahui kepala desa untuk segera dimakamkan di tempat asal jenazah yang dibuktikan melalui alamat KTP.
Dari pemaparan diatas peneliti menggaris bawahi jika hubungan organisasi yang terlibat beserta tugas dan peran masing-masing sebagai stakeholder penjalan kebijakan tidak lepas dari ritme pola procedural pengurusan pemakaman umum melalui laporan warga kepada RT/RW yang diteruskan pada anggota rukun kemarian serta kaur guna memberikan kesiapan , kecepatan keputusan keberhakan pemakaman di Desa Larangan atau tidak dimana hal ini mengacu pada apa yang tertera di Kepdes No 04 Tahun 2014 sehingga pola hubungan dalam organisasi yang ada untuk menerapkan Kepdes No 04 Tahun 2014 sesuai dengan konsep teori Van Meter dan Van Horn yang menilai pola hubungan dalam organisasi memiliki peranan sebagai fondasi keberangsunganya arus kounikasi antar agen pelaksana implementasi kebijakn dimana strategi dan kegiatan rencana kerja dibentuk direncanakan guna pencapaian keberhasilan tujuan dan sasaran kebijakan.
F. Kondisi Ekonomi Sosial Budaya
Peneliti mendapati adanya perjanjian lisan dimana lurah lama Alm.Bapak Matali sempat memberikan hak atas fasilitas umum bagi warga perumahan yang ada waktu itu (Perumahan Taman Jenggala). Oleh karena itu, kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 ini dianggapsudah tidak mampu lagi menjawab dan menangani kebutuhan public terutama hakuntukmendapat layanan fasilitas umum lahan pemakaman ini sehingga perlu dikaji ulang atau diperbaruhi dengan meninjau kondisi sosial, ekonomi warga desa serta budaya yang ada masih belum bisa menerima kebijakan kepdes ini untuk berjalan sewajarnya karena masih dianggap ada keberpihakan kepada warga perumahan, Hal ini sesuai dengan apa yang digagaskan Van Meter dan Van Horn mengenai sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan public yang sudah ditetapkan[11].
Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pengelolahaan Lahan Pemakaman Umum.
1. Usia dan Tingkat Pendidikan
Usia dan pendidikan adalah kesatuan aspek yang mampu mempengaruhi kapabilitas dan kapasitas tindakan dan pemahaman seorang individu sehingga didalam Implementasi Kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 ini peneliti menemukan adanya berberapa masyarakat yang masih belum paham dan mengerti tentang kebijakan ini. Usia dan pendidikan dalam hal ini mampu membantu dalam mengartikan informasi yang ingin disampaikan sehingga peneliti menyimpulkan masih adainformasi yang belum sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan..
2. Jenis Kelamin
Gender disini adalah lebih pada pola fikir terhadap cara menghadapi persoalan. Dalam hal pengelolaan lahan pemakaman ini tentu akan berdampak pada tanggapan kebijakan yang mana mempengaruhi tingkat kepuasan warga akan kinerja kebijakan tersebut. Banyak warga yang laki-laki marah-marah ketika bingung dengan perlengkapan persyaratan yang banyak namun jika prempuan lebih bisa meredam emosi dan bertanya kedua kalinya apabila ada yang tidak jelas dengan prosedur yang ada.
3. Pengetahuan dan Pengalaman
Tingkat pendidikan yang tinggi bukanlah suatu takaran dan jaminan akan kompentensi seorang individu sebab didalam permasalahn sosial yang ada pengetahuan dan pengalaman mempengaruhi bagaimana tindakan dalam pengambilan keputusan untuk mencari solusi penyelesaian yang terjadi. Adanya pengetahuan dan pengalaman mampu mmeberikan nilai lebih baik bagi masyarakat desa maupun bagi agen pelaksananya guna penyerapan informasi yang tertulis dan menghindari perbedaan pendapat atas intensitas kebijakan apakah memuaskan atau tidak sehingga proses implementasi kebijakan Kepdes No 04 Tahun 2014 inibisa tepat sesuai tujuan dan sasaran kebijakan guna menghasilkan outcomes yang baik [12].
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Implementasi Kebijakan Pengellaan Lahan Pemakaman Umum Bagi Masyarakat Desa di Desa Larangan Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dan menyandingkan dengan relitas yang ada dilapangan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut ;