Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v12i0.789

Implementation of the Clean and Green Sidoarjo Program using the Quadruple Helix Concept Approach


Penerapan Program Sidoarjo Bersih dan Hijau dengan Menggunakan Pendekatan Konsep Quadruple Helix

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Clean and Green Sidoarjo Program quadruple helix Local Government

Abstract

This study aims to analyze and describe the implementation of the clean and green Sidoarjo program using the quadruple helix approach in Kenongo Village, Tulangan District, Sidoarjo Regency. This research is a descriptive qualitative research using purposive sampling informant determination technique. Techniques for collecting data are interviews, observations, documentation and literature studies. The data analysis technique uses Miles and Huberman which consists of four components, namely data collection, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of this study indicate that with this program, people understand that waste also has economic value and they create activities related to the program. People are indifferent to the programs and socialization provided by the government. In addition, poor communication and coordination with stakeholders such as RT in the village. And there are several obstacles in implementing the program, namely the corona virus and many residents who are urbanizing. 

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di yang juga dilintasi oleh garis khatulistiwa. Serta berada di antara daratan benua Asia dan Australia. Dan juga terletak di antara Samudra Pasifik dan . Indonesia adalah negara yang terdiri dari 17.504 pulau. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak yaitu 272.229.372 jiwa. Dengan banyaknya penduduk tersebut, hal tersebut juga mempengaruhi jumlah timbunan sampah yang semakin bertambah di Indonesia dikarenakan pola dan gaya hidup mereka.

Sampah merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh negara-negara berkembang maupun negara-negara maju di dunia, termasuk Indonesia. Pengelolaan sampah yang tidak benar dapat membuat timbunan sampah justru semakin meningkat. Sedangkan sistem pengolahan sampah yang ada di Indonesia masih cukup tradisional. Berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 dan PP No 81 Tahun 2012 pengelolaan sampah dilakukan dengan 2 (dua) fokus utama yaitu pengurangan dan juga penanganan sampah [1]. Salah satu provinsi di Indonesia yaitu Jawa Timur termasuk salah satu daerah yang pemilahan sampah rumah tangganya dapat dikatakan masih sedikit.

Supplementary Files

Gambar 1. Presentase Rumah Tangga yang Memilah Sampah

Sumber : SUSENAS Badan Pusat statisik, 2020

Dari gambar 1.1, dapat dilihat masyarakat masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah, serta dalam hal pemilahan sampah pengetahuan mereka terbatas, maka tidak akan lama Jawa Timur seluruhnya akan tertutupi oleh timbunan sampah. Masyarakat dalam mengelola sampah yang ada, masih bertumpu dengan cara mengumpulkan sampah untuk kemudian diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pola pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir seharusnya ditinggalkan dan di perbaharui dengan pola baru pengelolaan sampah. Kabupaten Sidoarjo merupakan kawasan urban (perkotaan), yang merupakan kawasan industri dan padat penduduk. Hal ini mengakibatkan tingginya jumlah timbunan sampah yang dihasilkan baik individu maupun fasilitas umum. Selain itu, terlihat pada satu-satunya lokasi TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo yaitu di TPA Jabon. Disampaikan data pada tahun 2020 jumlah volume sampah di TPA Jabon telah mencapai 92% dan selanjutnya terus meningkat setiap tahunnya. Menurut JawaPos.com, kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jabon, sudah hampir 100%. Tinggi tumpukan sampah menjulang hingga 25 meter yang setara dengan ketinggian gedung lima hingga enam lantai [2].

Supplementary Files

Gambar 2. Jenis dan Volume Sampah yang Masuk di TPA Jabon

Sumber : DocPlayer.info, 2018

Jika berdasarkan data di atas seharusnya sampah dapat terkelola dengan lebih baik. Akan tetapi pada kenyataanya, hingga saat ini volume sampah telah melebihi kapasitas. Sehingga dalam hal ini diperlukan suatu usaha untuk menjaga dan melestarikan lingkungan tersebut agar sesuai dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah. Namun tetap dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengatasi pertambahan jumlah sampah yang saat ini terjadi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo mengatasi masalah lingkungan tersebut dengan menerapkan suatu Program Sidoarjo Bersih dan Hijau (SBH) yang sudah dikampanyekan sejak tahun 2008. Program tersebut sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang ada khususnya di Kabupaten Sidoarjo melalui pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengkampanyekan Program Sidoarjo Bersih dan Hijau dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan Kota Sidoarjo bersih dan hijau dengan menumbuhkan rasa kesadaran setiap masyarakat yang ikut terlibat dalam program tersebut. Dalam program ini melibatkan 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Sehingga masyarakat mengenal program tersebut sebagi ajang perlombaan setiap wilayah desa. Perlombaan tersebut hanya dilakukan setiap satu tahun sekali dengan 1 (satu) perwakilan desa dari tiap kecamatan. Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo secara tatap muka (face to face), pamflet, dan spanduk. Dalam realitanya program tersebut belum terealisasi dengan baik, dikarenakan kebanyakan masyarakat hanya menikmati pada saat program tersebut dilombakan. Sehingga tidak semua masyarakat di daerah Sidoarjo belum mengetahui tentang Program Sidoarjo Bersih dan Hijau (SBH).

Pengelolaan program SBH di Kabupaten Sidoarjo tentu saja tidak terlepas dari peran penting setiap pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholder yang terlibat dalam program SBH yang pertama yaitu pemerintah, kewajiban pemerintah Kabupaten dalam hal ini adalah menjaga, memelihara dan menyelenggarakan kegiatan pengelolaan lingkungan khususnya masalah sampah guna mewujudkan Kabupaten Sidoarjo yang bersih, nyaman, hijau dan teduh. Dalam program SBH, DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) bekerjasama dengan BLH (Badan Lingkungan Hidup) dan DINKES serta Radar Surabaya.

Dapat dilihat dari adanya kerjasama antara DLHK dengan Radar Surabaya. Dalam perjanjian tersebut kewajiban Radar Surabaya adalah mempublikasikan program SBH melalui media elektronik ataupun media cetak. Selain itu kewajiban dari Radar Surabaya yang berperan sebagai Event Organizer dalam setiap acara Road show. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapkan mampu memaksimalkan implementasi program SBH di Kabupaten Sidoarjo. Peran dari akademisi yang mana mereka mengimplementasikan program yang dibuat oleh pemerintah tersebut. Sehingga nantinya program tersebut dapat diterapkan oleh pihak akademik dengan melibatkan para siswanya. Peran serta masyarakat baik secara individual maupun kelembagaan terhadap implementasi program SBH sangat diharapkan. Masyarakat diharapkan sadar akan pentingnya pengelolaan lingkungan khususnya dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Peran masyarakat sangat dibutuhkan oleh pihak pemerintah untuk menjalankan program tersebut meskipun salah satu desanya tidak mengikuti ajang perlombaan.

Pemerintah Kota Sidoarjo menginginkan semua lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya dengan membangun Kota Sidoarjo menuju kota yang bersih dan hijau serta bebas sampah. Namun sangat disayangkan program ini masih belum terealisasi dengan baik. Seiring berjalannya program tersebut, BLH terkesan untuk tidak mau tahu dan menyerahkan program ini kepada DLHK. Kurangnya sinergi dan kerjasama yang baik antara dinas-dinas tersebut menyebabkan program sidoarjo bersih dan hijau tidak berjalan secara maksimal. Desa Kenongo yang merupakan salah satu desa binaan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Desa Kenongo merupakan desa di kecamatan Tulangan Kota Sidoarjo dengan jumlah penduduk 5.742 jiwa yang berbatasan dengan Desa Gelang, Desa Kepatihan, Desa Kebaron dan Desa Kepadangan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk desa Kenongo maka secara langsung berdampak pada meningkatnya jumlah sampah rumah tangga yang dihasilkan. Desa Kenongo sendiri menerapkan program sidoarjo bersih dan sehat dengan cara merealisasikan bank sampah.

Sebelum adanya program tersebut, masayarakat Desa Kenongo beranggapan bahwa sampah itu sudah tidak bisa digunakan lagi atau tidak bisa dimanfaatkan lagi dan tidak menghasilkan apapun. Serta berpikir selama ini hanya bertumpu pada pendekatan akhir pada zaman dahulu yang selalu menganggap bahwa sampah itu tidak bisa jadi barang yang memiliki nilai jual. Namun, setelah mengetahui program tersebut, mereka menjadi mengerti jika sampah tersebut dapat bernilai dan menghasilkan uang. Tetapi, meski mengetahui jika sampah memiliki nilai, masih banyak masyarakat desa yang kurang peduli dengan kebersihan lingkungan. Area persawahan juga masih dipenuhi sampah. Bahkan, daerah pemukiman warga juga masih terdapat beberapa sampah yang berserakan. Ada beberapa masyarakat yang membakar sampah di pekarangan mereka, akan tetapi bekas dari pembakaran tersebut tidak dibersihkan dan sisa-sisa sampah masih ada yang dibiarkan begitu saja di lingkungan rumah mereka. Meski ada tanda untuk melarang membuang sampah di sungai dan tempat lainnya, masyarakat tetap menghiraukan hal tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif menurut (Nurwega, 2015), metode ini merupakan tahapan dalam mencari solusi dengan menyelidiki menggambarkan keadaan subyek atau berupa objek lain-lain dan berdasarkan fakta-fakta yang terlihat dan apa adanya [3]. Metode penelitian ini digunakan peneliti untuk menganalisis proses dan makna penerapan program agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan pendekatan quadrouple helix. Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Desa Kenongo Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo. Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna mencapai tujuan dari penelitian.

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pada teknik ini yang disebut informan yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi, tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2007) [4]. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan dikaji serta mampu memberikan informasi yang dapat dikembangkan untuk memperoleh data.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama dari penelitian yang memiliki tujuan untuk mendapat data. Dimana penelitian ini bertujuan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik penganalisisan data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman (2016) [5].

Hasil dan Pembahasan

Dalam penerapan program sidoarjo bersih dan hijau di Desa Kenongo, perlu adanya peran-peran dari beberapa aktor yang dapat mempengaruhi berjalan atau tidaknya program tersebut. Menurut (Wahab, 1990:45) ada 3 unsur penerapan yaitu adanya program, adanya kelompok target dan adanya pelaksanaan [6]. Ketiga unsur tersebut dilakukan dengan menggunakan pendeketan quadruple helix.Penerapan dapat terlaksana apabila adanya program-program yang memiliki sasaran serta dapat memberi manfaat pada target yang ingin dicapai dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik oleh target.

Program yang Ditetapkan dengan Pendekatan Quadruple Helix

Program ini dimulai sejak tahun 2008, dengan program ini pemerintah berharap jumlah sampah yang dibuang ke TPA bisa berkurang. Selain itu, program ini memiliki tujuan untuk merubah pola pikir masyarakat mengenai sampah yang awalnya tidak ternilai menjadi benda yang bernilai ekonomi, agar Kabupaten Sidoarjo terutama daerah pedesaan yang jauh dari kota menjadi kawasan yang bersih, hijau, dan rindang, melatih masyarakat agar lebih bisa menjaga lingkungan sekitarnya dan juga menumbuhkan kesadaran masyarakat agar peduli terhadap lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, program ini untuk mengedukasi kepada masyarakat tentang sampah, mulai dari proses pemilahan dari dalam, dari sampah basah dan sampah kering sampai dengan pembuangan.

Menurut Wahab (1990) adanya program bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Sejauh ini program sidoarjo bersih dan hijau bukan hanya sekedar rencana saja melainkan sudah berbentuk tindakan yang telah diterapkan di lingkup masyarakat. Dengan kerja bakti, bank sampah dan lain-lain sebagai bentuk aktivitas ataupun kegiatannya. Meskipun program berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan mendapat dukungan dari beberapa pihak, masih terdapat beberapa daerah yang masih terbilang kumuh. Menurut UU No. 18 Tahun 2008 masyarakat juga dituntut untuk bisa melakukan pengelolaan terhadap sampah dengan melalui cara 3R Reuse (penggunaan kembali), Reduce (mengurangi), Recycle (mendaur ulang sampah) [7].

Kelompok Target Ditetapkan dengan Pendekatan Quadruple Helix

Masyarakat merupakan sasaran dalam penerapan program sidoarjo bersih dan hijau, karena dalam hal ini pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Untuk pelaksanaan secara teknis tetap dilakukan oleh masyarakat. Selain itu, program sidoarjo bersih dan hijau ini merupakan suatu program yang sifatnya kompetisi. Rangkaian acara diawali dengan kegiatan pendampingan, launching, roadshow, penilaian lalu diakhiri dengan malam penganugerahan penghargaan sbh award. Dari setiap kecamatan diwakili salah satu desa saja. Desa menunjuk salah satu RTnya untuk mengikuti lomba SBH, bersaing dengan desa-desa perwakilan dari seluruh kecamatan di Sidoarjo.

Semua program akan terlaksana dengan baik jika masyarakat mendukung dan berpartisipasi. Masyarakat Desa Kenongo mendukung program tersebut dengan melakukan kegiatan seperti bank sampah dan kerja bakti. Masyarakat Desa Kenongo memahami dengan baik program tersebut. Akan tetapi, dukungan dan semangat masyarakat desa semakin menurun. Banyak masyarakat Desa Kenongo yang acuh terhadap program tersebut dan lebih memilih tidak aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan program tersebut. Karena program ini merupakan sebuah ajang kompetisi dan hanya 1 desa yang dapat mewakili kecamatan, maka pihak desa yang tidak pernah terpilih sebagai perwakilan semangatnya menurun. Masyarakat Desa Kenongo pada awalnya mendukung program dengan membuat kegiatan bank sampah, akan tetapi karena kurangnya pengawasan dari dinas, minat masyarakat yang semakin menurun, serta adanya virus corona yang membatasi mereka berkerumun membuat kegiatan tersebut semakin lama menjadi kurang maksimal.

Hasil penelitian menunjukkan jika masih ada sejumlah permasalahan dalam pengembangan program. Karena masyarakat yang merupakan pelaku utama masih memiliki sikap acuh dan tidak ada motivasi dalam menjaga kebersihan lingkungan membuat pelaksanaan program menjadi terhambat. Sedangkan kunci keberhasilan pelaksanaan pengembangan program antara lain persatuan misi, komitmen bersama dan koordinasi antar pemangku kepentingan (Marpaung, 2021) [8].

Pelaksanaan Program dengan Pendekatan Quadruple Helix

Program sidoarjo bersih dan hijau memberikan wawasan terkait lingkungan pada masyarakat yang desanya terpilih untuk mengikuti kompetisi dalam program sidoarjo bersih dan hijau tersebut. Hal itu diwujudkan dengan melakukan pendampingan selama 4 bulan yang dilakukan oleh tim yang berasal dari DLHK. Tim yang berasal dari DLHK melakukan pendampingan selama 4 bulan. Pendampingan dilakukan kurang lebih dua minggu sekali menjelang malam puncak penghargaan dan hanya diberikan kepada perwakilan kompetisi. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan Radar Surabaya masih berhubungan dan berkoordinasi. Dinas mengirimkan jadwal mengenai kegiatan program tersebut kepada Radar Surabaya jika ada event yang berkaitan dengan program sidoarjo bersih dan hijau, seperti malam puncak penganugerahan sbh award. Akan tetapi, hingga saat ini, komunikasi yang dilakukan dari pemerintah kepada masyarakat desa kurang baik. Terbukti dengan kurangnya sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat. Pendampingan hanya dilakukan mendekati dengan waktu kompetisi.

Sejauh ini program sidoarjo bersih dan hijau masih belum mencapai tingkat universitas. Hingga saat ini hanya beberapa sekolah saja yang dapat dijangkau oleh pihak DLHK. Dengan kurangnya jangkauan yang luas membuat program ini masih belum banyak diketahui oleh beberapa pihak. Masyarakat Desa Kenongo melakukan kegiatan bank sampah sebagai bentuk dukungan terhadap program sidoarjo bersih dan hijau. Seperti yang tercantum di dalam UU Nomor 23 tahun 1997 pasal 5 bahwa setiap manusia tanpa kecuali berhak untuk menikmati atau memanfaatkan lingkungan hidup, manusia juga mempunyai kewajiban untuk memelihara, mencegah, dan menanggulangi, sesuatu akibat dan penggunaan hak atas lingkungan hidupnya [9].

Dalam pelaksanaan program tersebut tentunya memiliki kendala dan tidak dapat dipungkiri kendala tersebut menghambat penerapan program sidoarjo bersih dan hijau. Dimana tentunya kendala tersebut memberikan dampak dalam memicu berhentinya program.

1. Virus Corona

Dikarenakan turunnya surat edaran larangan berkerumun, kegiatan masyarakat juga semakin terbatas. Hal itu menjadi penghambat bagi program sidoarjo bersih dan hijau. Karena dengan virus covid-19 tersebut, dinas tidak dapat melakukan sosialisasi terkait kegiatan tersebut.

2. Tidak Adanya Sinergi yang Baik antara Dinas-Dinas yang Terkait dalam Pelaksanaan Program SBH

Pada awalnya DLHK bekerja sama dengan BLH dan Dinkes tetapi setelah pertengahan berjalannya program, BLH dan Dinkes lepas tangan dan menyerahkan semua tanggung jawab kepada pihak DLHK. Jika masih ada sejumlah permasalahan terkait sinergi pengembangan program ini dapat menjadi penghambat bagi berjalannya program. Sedangkan kunci keberhasilan pelaksanaan pengembangan program antara lain persatuan misi, komitmen bersama dan koordinasi antar pemangku kepentingan.

3. Kurangnya Kesadaran dari Setiap Masyarakat tentang Pentingnya Menjaga Lingkungan

Setiap manusia tanpa kecuali berhak untuk menikmati atau memanfaatkan lingkungan hidup, manusia juga mempunyai kewajiban untuk memelihara, mencegah, dan menanggulangi, sesuatu akibat dan penggunaan hak atas lingkungan hidupnya. Partisipasi Masyarakat melalui pemeliharaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa belum semua masyarakat menjaga kebersihan tempat tinggalnya seperti terlihat pada pemilik area persawahan yang tidak menyediakan fasilitas kebersihan.

4. Tidak Adanya Sanksi yang Tegas bagi Masyarakat yang Membuang Sampah Sembarangan

Karena program sidoarjo bersih dan hijau menekankan pada pengelolaan sampah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo perlu membuat aturan dan sanksi yang tegas bagi masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat. Hingga saat ini kurang ada sanksi yang memiliki efek kepada masyarakat yang terus melanggar peraturan.

5. Banyaknya Urbanisasi Masyarakat ke Kabupaten Sidoarjo

Menurut Ralph Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22) Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas [10]. Permasalahan yang timbul akibat tingginya tingkat urbaniasi di Kabupeten Sidoarjo menyebaban banyaknya timbulan sampah yang sampai saat ini masih tidak mampu untuk diatasi oleh pemerintah daerah Kabuapten Sidoarjo. Semakin tingginya kaum urban yang menetap di Kabupaten Sidoarjo jelas potensi timbulan sampah akan semakin besar.

Selain adanya kendala dalam penerapan program sidoarjo bersih dan hijau ini, masih terdapat dukungan dari aktor-aktor terkait quadruple helix.

1. Dukungan Dari Pemerintah

Dukungan dari pemerintah berupa bantuan untuk mensosialisasikan program, pemfasilitasan sarana dan prasarana, melakukan pendampingan kepada perwakilan desa yang mengikuti kompetisi, menjaga komunikasi yang baik dengan Radar Surabaya selaku pihak sponsor pada acara sidoarjo bersih dan hijau. Memasang baliho di sisi jalan sebagai bentuk pengenalan terkait adanya program sidoarjo bersih dan hijau.

2. Dukungan dari swasta

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan program sidoarjo bersih dan hijau adalah pihak swasta yaitu Radar Surabaya yang merupakan salah satu aktor dari quadruple helix(Carayannis and Campbell, 2009) [11]. Dukungan yang diberikan oleh Radar Surabaya selaku pihak swasta/media yaitu bekerja sama dengan DLHK. Mempublikasikan segala kegiatan yang berkaitan dengan program sidoarjo bersih dan hijau baik di media elektronik ataupun cetak. Radar Surabaya juga berperan sebagai EO (event organizer) dalam setiap acara Roadshow dan memberikan dana pada setiap acara penghargaan program sidoarjo bersih dan hijau.

3. Dukungan dari akademisi

Dukungan yang diberikan dalam program sidoarjo bersih dan hijau yaitu berupa sosialisasi kepada siswa didikan untuk mengikuti kegiatan zero waste yang merupakan pengembangan dari program sidoarjo bersih dan hijau. dalam penerapan program ini, masih belum menjangkau perguruan tinggi dan masih mencapai tingkat SD, SMP dan SMA.

4. Dukungan dari masyarakat

Peran masyarakat diarahkan pada sisi konsumsi teknologi, pengetahuan, barang dan jasa, atau output lainnya (Widiastuti, 2016) [12]. Dukungan yang diberikan masyarakat ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam menerima program sidoarjo bersih dan hijau ini. Selain itu, masyarakat juga mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan program sidoarjo bersih dan hijau ini.

Kesimpulan

Program ini memiliki keterkaitan antara sektor pemerintah, swasta, akademisi dan masyarakat. Pemerintah ingin meningkatkan partisipasi masyarakat dan mengubah pola perilaku masyarakat serta menumbuhkan kepedulian terhadap kegiatan lingkungannya. Oleh karena itu pemerintah bekerjasama dengan Radar Surabaya. Radar Surabaya mampu untuk mengenalkan atau menyebarluaskan adanya program Sidoarjo bersih dan hijau melalui media cetak maupun media elektronik. Sasaran utama dari program ini yaitu masyarakat terutama di Desa Kenongo. Dalam hal ini pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Untuk pelaksanaan secara teknis tetap dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat Desa Kenongo memahami dan memberikan respon yang baik terhadap program tersebut. Akan tetapi, masih banyak masyarakat Desa Kenongo yang acuh terhadap program tersebut dan lebih memilih tidak aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan program tersebut. Karena mereka belum merasakan dampak positif yang dihasilkan oleh program sidoarjo bersih dan hijau tersebut.

Pendampingan yang diberikan hanya 4 (empat) bulan yang dinilai masih kurang serta sosialisasi yang diberikan masih terbatas. Sehingga membuat pengetahuan masyarakat masih samar-samar. Komunikasi yang dilakukan pihak Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan Radar Surabaya belum maksimal, begitu pula komunikasi dengan masyarakat. Selain itu, kurangnya koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pemangku kepentingan seperti Lurah, RT, RW serta masyarakat, membuat program tidak dapat berjalan dengan baik dan efektif.

References

  1. PP, “Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,” 2012. [Online]
  2. Sholahuddin, “Ayo Kurangi Sampah, TPA Jabon Sudah Setinggi Gedung 5 Lantai”, 2021, [Online] Tersedia : https://www.jawapos.com/surabaya/15/10/2021/ayo-kurangi-sampah-tpa-jabon-sudah-setinggi-gedung-5-lantai/ [Diakses 15 Juni 2021].
  3. Nurwega. “ Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Deskriptif,” 2015. [Online]
  4. Moleong. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakary
  5. Miles, Huberman, dan Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.
  6. Wahab, A. (1990). Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Rineka Cipta.
  7. UU, “Nomor 18 tahun 2008 mengamanatkan bahwa sampah dikelola melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle),” 2008. [Online]
  8. Marpaung, M., Sugianto, & Yolanda, U, “Model Quadruple Helix dalam Pengembangan UMKM (Studi Kasus Pada Industri Pisang Sale Kutacane Kab. Aceh Tenggara)”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), 891-899, 2021.
  9. UU, “Nomor 23 tahun 1997 pasal 5 bahwa setiap manusia tanpa kecuali berhak untuk menikmati atau memanfaatkan lingkungan hidup, manusia juga mempunyai kewajiban untuk memelihara, mencegah, dan menanggulangi, sesuatu akibat dan penggunaan hak atas lingkungan hidupnya,” 1997. [Online]
  10. Soekanto, S. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
  11. Carayannis and Campbell, “Mode 3 And ‘Quadruple Helix’ : Toward A 21ST Century Fractal Innovation Ecosystem,” presented at Int. J. Technology Management, Vol. 46, Nos. 3/4, 2009.
  12. Widiastuti, L. (2016). Jaringan Sosial Kota Pekalongan sebagai Modal Dukungan Perwujudan Kota Kreatif. Bandung : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB.