Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v9i0.776

Nyai's Representation in Bumi Manusia Film (Analysis of Semiotics of Bumi Manusia Films)


Representasi Nyai Pada Film Bumi Manusia (Analisis Semiotika Film Bumi Manusia)

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Semiotika film Chistian Metz Nyai Subaltern

Abstract

Nyai's Reception at Bumi Manusia (Semiotic Analysis of Cristian Metz Film) This thesis has not been published. Faculty of Business, Law and Social Sciences. Muhammadiyah University of Sidoarjo. This study aims to find out the content of the written film contains many sets of signs and needs to be understood so that a message conveyed by the film director is right on target. The film Bumi Manusia is the object of this research, there is a Nyai character who lifts the success of this film. Nyai has a certain connotation and stigma, which in the Big Indonesian Dictionary is translated as a call intended for women who are not or are already married. Nyai is the same as concubine. That's what makes researchers intrigued to examine the role of Nyai Ontosoroh in the film Bumi Manusia entitled "Representation of Nyai on Earth of Mankind". The researcher uses a descriptive qualitative method which is then analyzed using the theory of Semiotics. Chistian Metz's film has several syntagmatic types, but in this study only eight types of syntagmatic are used, namely Bracket Syntagma, Sequences, Descriptive Syntagma, Scene, Autonomous Shot, Narrative Syntagma, Episodic Sequence. Then, it is perceived using Gayatri Spivak's theory of Postcolonialism against the Subalterns. Spivak's opinion is that the position of indigenous women is a subaltern group because of the dominance of the male group. Nyai as subalterns are disadvantaged, in terms of honor, self-respect and their right to be a mother.

Pendahuluan

Film menjadi salah satu alat untuk menyampaikan sebuah pesan kepada masyarakat. Isi naskah film yang ditulis mengandung banyak kumpulan tanda dan perlu dipahami agar sebuah pesan yang disampaikan sutradara film tepat sasarana. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang perfilman pada Bab 1 Pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Saat ini di Indonesia khususnya banyak PH (Production House) memproduksi film-film yang syarat akan makna, dari segi film motivasi hidup, film yang mengakat kebudayaan lokal suatu daerah di Indonesia, film true story menjadi banyak disukai penonton di Indonesia. Film yang disugukan tidak hanya untuk hiburan semata, tapi juga mendidik, memotivasi, menambah nilai tambah bagi penonton. Banyaknya PH (Production House) memproduksi film cerita dari novel yang kemudian diangakat ke layar lebar, dengan cerita yang dikemas secara bagus dan baik, membuat film tersebut menjadi sebuah tontonan yang segar dan bisa dinikmati berbagai kalangan sesuai batasan segmentasi dari film tersebut. Seperti, Film Bumi Manusia yang kemunculanya ditunggu-tunggu dari awal penayangan trailer film tersebut. Film biografi sejarah Indonesia yang disutradari oleh Hanung Bramantyo dan tulis Salman Aristo. Film yang diangkat dari sebuah Novel dengan judul yang sama. Berikut ini poster film Bumi Manusia:

Gambar 1 . Poster Film Bumi Manusia

Feminisme adalah sebuah gerakan yang kemunculanya disebabkan ingin mendapatkan kesetaraan terhadap kaum patriarki, dari penindasan yang sewenang wenangnya oleh laki-laki yang menganggap perempuan itu lemah, tidak rasional dan hanya menunjolkan perasaannya saja ketimbang akal. Menurut Tong (2009), feminisme gerakan yang memiliki akar majemuk. Berbagai aliran yang muncul dalam feminisme (Suwastini, 2013) [1]. Gerakan yang dimulai dari barat yaitu Amerika dan Inggris. Dalam perkembanganya Feminisme digolongkan menjadi tiga gelombang yaitu, Feminisme gelombang pertama, feminisme gelombang kedua, dan postfeminisme. Dari ketiga gelombang tersebut memiliki peran dan sejarahnya masing-masing saat membela hak-hak perempuan dinegara tersebut. Awal mula kemunculan gerakan feminisme dari Negara barat, membuat Negara-negara berkembang seperti Indonesia juga menggalakkan gerakan tersebut, meskipun dalam perkembanganya kebanyakan tidak berjalan sama dengan apa yang dicita-citakan perempuan-perempuan yang hidup di Negara berkembang. Itu sebabnya banyak beberapa ilmuan yang meragukan terhadap sistem feminisme barat yang harus diterapkan di Negara-Negara berkembang. Gayatri Spivak, dia membongkar tiga teks dari karya sastra Barat, identik dengan tidak ada kesadaran terhadap sejarah kolonialisme. Dimana Negara-Negara yang merasakan pernah dijajah oleh Negara Barat susah menerapakan feminisme sesuai pemikiran orang barat, Bahkan setiap Negara berkembang mempunyai kultul budaya yang juga mempengaruhi, ke majuan kaum Subaltren.

Dalam pemikiran Postkolonialisme, Spivak berpendapat bahwa perempuan merupakan golongan subaltern dari berbagai konteks kolonial tidak memiliki bahasa konseptual agar bisa berbicara karena tidak ada telinga dari para kaum laki-laki nonpribumi maupun pribumi untuk mendengarkan suara mereka [2]. Dari pemekiran Spivak tersebut, bahwa kedudukan perempuan pribumi menjadi golongan subaltern karena adanya dominasi dari kelompok laki-laki. Keadaan yang membuat perempuan sebagai golongan subaltern. Di Indonesia salah satu yang termasuk golongan Subaltern adalah Nyai, seperti Nyai Ontosoroh hal tersebut dikarenakan stratifikasi sosial yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Representasi Nyai Pada Film Bumi Manusia (Analisis Semiotika Christian Metz)”

Pengertian Representasi

Representasi merupakan penanda yang gunanya untuk mengartikan sesuatu yang mengalami seleksi sesuai dengan kepetingan dan tujuan komunikasi. Tanda tersebut yang tertuang dalam bentuk gambar, kata-kata, suara, atau cerita yang menggambarkan suatu ide dari fakta tertentu. Menurut Stuart Hall memiliki dua proses representasi. Pertama, Representasi mental, konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, Bahasa, berperan penting dalam proses kontruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa, yang lazim agar kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu tanda dari simbol-simbol tertentu [3].

Pengertian Semiotika Film Chirstian Metz

Semiotika film menurut Chirstian Metz adalah semiotika yang memperkenalkan beberapa komponen dan elemen yang dapat diinterpretasikan melalui unsur-unsur sinematografi dalam scene-scene yang diteliti atau dengan kata lain mencari makna dalam film menggunakan 8 tipe utama dalam analisis sintagmatik image track (Large Syntagmatik Category of image track ) [4].

  1. Bracket Syntagma , dapat didefinisikan serangkaian adegan yang singkat yang mewakili peristiwa dan kejadian yang sedang berlangsung di dalam film. Dengan kata lain, bracket syntagma memberi gambaran singkat tentang inti cerita (maka dari biasanya terletak di awal cerita).
  2. Sequences, Peristiwa temporal yang terputus-putus. Sekuens harus dibedakan dari scene dimana kontinuitas cerita dipertahankan sehingga menjadi urutan yang tepat.
  3. Descriptive Sytagma, adalah hubungan antara semua motif berurutan yang disajukan di dalam layar sebagai salah satu simultan yang digunakan untuk menjelaskan suatu setting dari objek, bukan subjek. Bisa dicontohkan seperti deskriptif dari suatu pemandangan (sebuah pohon, diikuti dengan pengambilan gambar arus air disebelah pohon tersebut, diikuti dengan pengembilan gambar dari bukti yang terlihat dari pohon tersebut).
  4. Autonomous Shot, ini adalah satu shot sama dengan satu segmen, artinya suatu single shot menunjukan keseluruhan segmentasi atau episode dalam suatu plot film.
  5. Scene, Menjelaskan kejadian spesifik ditempat dan waktu yang spesifik pula. Misalnya, adegan percakapan.
  6. Narrative Syntagma, merupakan sintagma kronologis lalu memberitahu bahwa hubungan sementara yang didefinisikan oleh diegesis atau alur cerita. Metz memberikan sebuah penjelasan tetentang kategori sintagma narasi dimana memiliki dua kemungkinanan bentuk: bisa mencakup serangkaian progresif tunggal suatu peristiwa cerita atau mungkin diselingi dua atau lebih dari cerita yang progresif.
  7. Episodic Sequence, digunakan untuk menyingkat waktu secara kronologis, berurutan, dan simbolis.

Pengertian Subaltern Dalam Sudut Pandang Gayatri Spivak

Pada masa Postkolonialisme yang paling menjadi korban adalah kaum perempuan (Subaltern). Subaltern sebenarnya diadopsi dari pemikiran Italia, Antoni Gramsci, ia menggunakan istilah tersebut untuk kelompok sosial Subordinat, yaitu kelompok-kelompok di masyarakat yang menjadi subyek hegemoni kelas-kelas yang berkuasa, seperti petani, buruh, dan kelompok yang tidak memiliki akses kepada suatu kekuasaan [5]. Dari pemikiran Spivak tersebut, bahwa kedudukan perempuan pribumi menjadi golongan subaltern karena adanya dominasi dari kelompok laki-laki. Keadaan yang membuat perempuan sebagai golongan subaltern[6], [7]. Dalam karyanya yang berjudul “Can The Subaltern Speak?” dari karyanya Spivak mengharapkan bahwa golongan subaltern untuk bisa berbicara secara kolektif, sebab kaum subaltern tidak akan dapat dicari karena para kaum tertindas tidak bisa berbicara.

Pengertian Makna Nyai

Nyai memeliki konotasi dan stigma tertentu. Kata Nyai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai panggilan ditujukan untuk perempuan yang belum atau sudah kawin [8]. Nyai sama dengan pergundikan. Pada masa kolonial Belanda, nyai saat itu sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari para koloni Belanda. Nyai memiliki sebuah arti tersendiri seusai situasi dan kondisi. Ada yang menafsirkan bahwa sebutan “Nyai” sepasang dengan “Kyai”, Identik dengan tokoh agama Islam, yang berkaitan dunia pesanter. Kyai dan Nyai dalam dunia pesantren dianggap sebagai orang-orang terpandang di kalangan masyarakat.Kemudian instilah Nyai dan Kyai mengerucut menjadi sebutan yang berhubungan dengan jabatan dan dan pemahaman agama Islam [8].

Pengertian Pesan Dalam Film

Film adalah sebuah karya yang ditunjukan untuk mengubah presepsi seseorang terhadap suatu permasalahan dimasyarakat. Sebab film menjadi wadah propaganda baik secara langsung atau terselubung. Pesan-pesan dalam sebuah karya film yang disampaikan kepada penonton tidak lagi hanya mengandung hiburan saja. Edukasi menjadi salah satu aspek yang harus dimasukkan dalam sebuah karya film [9], [10], [11], [12].

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif [13]. Menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Deskriptif kualitatif yaitu penelitian dengan mengumpulkan dan menganalisis data, berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka-angka, bertujuan menghasilkan suatu penjelasan yang mendetail terhadap sebuah topik yang spesifik, seperti situasi maupun fenomena sosial. Menggunakan Analisis semiotika untuk menganalisis sebuah objek penelitian. Dalam teknik analisis data, Film Bumi Manusia dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika menurut Christian Metz yang dengan fokus pada 8 tipe utama dalam analisis sintagmatik image track (Large Syntagmatik Category of image track). Sebab penelitian semiotika Christian Metz menunjukan kumpulan komponen dan elemen yang diartikan kedalam unsur-unsur sinematografi ke scene-scene yang diteliti untuk mencari makna dalam sebuah film.

Hasil dan Pembahasan

Data yang akan disajikan dalam bentuk potongan-potongan gambar yang kemudian dideskripsikan lalu dianalisis peneliti menetapkan 27 shot dari Film Bumi Manusia. Data diambil sesuai dengan yang difokuskan dalam penelitian ini yaitu Reprenstasi Nyai Pada Film Bumi Manusia (Analisis Semiotika Film Christian Metz).

1. Bracket Syntagma

Serangkaian singkat adegan mewakili peristiwa yeng sedang berlangsung dalam Film Bumi Manusia. Yang termasuk dalam shot ini: 4.2.2 kisah seorang perempuan yang dijadikan Nyai (Gundik) tidak mendapatkan perlakukan yang baik dari sebagian orang, bahkan kebanyakan tak memanusiakan seorang Nyai. Hal ini terdapat wujud krisis identitas yang dialami oleh Nyai dalam film ini, bahwa Nyai diaanggap bukan seorang manusia, Nyai dianggap derajatnya sama seperti Hewan. Ditarik kesimpulan dari adegan diatas sebenarnya sutradara mengarahkan penonton ke dalam satu gambaran objek perempuan yang diperumpamakan ke bentuk penyebutan lain seperti Mawar (Indo/pribumi) dan Tulip (Belanda). Wujud stereotip disini terlihat jelas bahwa, perempuan dianggap sebagai objek bercandaan bagi kaum laki-laki, derajat perempuan indo atau pribumi tidak sebanding dengan mereka perempuan berdarah Eropa. Terlihat sekali penyimpangan yang menyangkut tentang ras, budaya, dan pendidikan. Bahkan bagi pria berdarah indo seperti Suurhof bukan Belanda totok, perempuan Eropa tetap saja lebih tinggi berderajat. Menurutnya Dunia itu seperti taman, berwarna-warni, akan tetapi setangkai Tulip tetap lebih mahal dari serumpun Mawar. kedudukan perempuan pribumi masih dipandang rendah sebab tak memiliki kekuasaan yang tinggi atas para laki-laki pribumi atau non-pribumi. Perempuan adalah objek pertentangan antara para laki-laki yang digambarkan menjadi subjek.

2. Sequences

Peristiwa temporal yang terjadi secara terputus-putus, akan tetapi kontinuitas cerita harus dipertahankan sehingga menjadi urutan yang tepat. Yang termasuk dalam shot ini: 4.2.3, 4.2.4, 4.2.5, 4.2.12, 4.2.14, 4.2.15, 4.2.16, 4.2.19, 4.2.25, Toko Nyai Ontosoroh diceritakan oleh Annelies kepada Minke siapa Nyai Ontosoroh sebenarnya. Dia memiliki dua anak dari Herman Mellema, Robert Mellema dan Annelies Mellema, mereka memiliki sikap yang berbeda dalam memperlakukan ibu kandungnya, yang berdarah pribumi. Nyai Ontosoroh yang memiliki kepribadian yang ramah dan baik saat bersama tamunya. Memiliki postur tubuh yang bagus dia berjalan dengan tegap, dengan penuh kebijaksanaan. Menggunakan bahasa Belanda, dia bahkan tak segan memperkenalkan dirinya seorang Nyai kepada tamunya. Nyai Ontosoroh seorang pekerja keras mengatur keuangan dan pandai mengatur bisnis keluarga. Kemudian dishot selajutnya, Nyai Ontosoroh mengalami beberapa masalah hidup yang berat untuk dia lewati. Dari kematian mendadak Herman Mellema di rumah protitusi milik baba ah tjong, dan Nyai Ontosoroh dituduh menjadi pembunuh suaminya. Untuk kali pertama Nyai Ontosoroh menjalani persidangan di pengadilan pribumi atas tuduhan telah membunuh Herman Mellema. Dalam persidangan berjalanan sangat alot, Hakim tidak koopertif membahas tentenag kasus yang sedang diusust tetapi malah membuka aib keluarga Nyai Ontosoroh di khalayak umum. Atas kejadian itu Nyai Ontoroh memelakukan pemberontakan saat berlangsung pengadilan, sebab dia tak tahan atas penghinaan yang ditujukan olehnya dari Hakim. Dihari hari selanjutnya hasil keputusan pengadilan menetapkan bahwa Nyai Ontosoroh tidak bersalah. Setelah meninggalnya Herman Mellema, pengadilan kedua dijalani oleh Nyai Ontosoh dipengadilan Eropa atas kasus memperebutkan hak asuh anak kandungnya Annelies dan Robetr Mellema.

3. Descriptive syntagma

Hubungan antara semua motif berurutan yang disajikan dilayar menjadi salah satu simultan digunakan untuk menjelaskan setting dari objek, bukan subjek. Yang termasuk dalam shot ini: 4.2.6, 4.2.21 Kesuksesan bisnis kelurga Herman Mellema, tidak lain ada peran Nyai Ontosoroh dalam managemen uang, waktu kerja, dan sistem jual beli yang dilakukan perusahaan. Dan tidak memberatkan para petani dan pekerja. Terlihat dari luasnya lahan pertanian, serta jumlah pekerja yang banyak, tapi tetap rukun dan damai, bahkan mereka seperti tidak bekerja diladang orang lain tadi diladang sendiri. Tidak selamanya Subaltern dilingkuangan keluarga dikucilkan dan tidak dikasih tempat untuk berkembang, Herman Mellema juga berbeda dengan pria Eropa lain yang memiliki seorang Nyai, dia sangat menghormati keberadaan Sanikem. Akan tetapi setelah Herman Mellema meninggal banyak masalah yang menghampiri Nyai Ontosoroh, hak asuh terhadap anak-anak kandungnya dipermasalahkan oleh orang-orang Eropa, di shot ini Advokat terkenal dari semarang datang untuk membantu dan mengusust bagaiman masalah ini bisa dimasukan ke pengadilan Eropa. Dijelaksan bahwa memang benar Heman Mellema tidak secara resmi menikahi Nyai Ontoroh baik dari hukum Eropa dan Agama. Di hukum Eropa Nyai tidak dapat memiliki hak atas anaknya.

4. Scene

Digunakan dalam kejadian spesifik di tempat dan waktu yang spesifik. Yang termasuk dalam shot ini: 4.2.7, 4.2.11, 4.2.17, 4.2.18, 4.2.22, 4.2.23, 4.2.24 Nyai Ontosoroh, diruang makan bersama keluarganya, dia berani memarahi suaminya Herman Mellema di depan anak-anaknya dan tamunya. Perlakuan suaminya yang menghina pribumi membuat Sanikem geram, kemudian dia berani membentak Herman tanpa takut. Dan menyatakan dengan tegas Eropa dan Pribumi sama. Sosok Nyai Ontosoroh disini berbeda dengan wanita yang senasib denganya, ke dudukan mereka seperti seorang pembantu, dan tidak punya hak untuk menegur para pria kulit putih yang sudah menberikan tempat tinggal. Selang sehari kejadian diatas, Herman Mellema ditemukan meninggal dunia di rumah prostitusi milik Ah Tjong, dan diwaktu yang sama Nyai Ontosoroh dan anaknya ada ditempa Herman Mellema ditemukan meninggal, Nyai Ontosoroh dituduh melakukan pembunuhan berencana, dam dituntu oleh pengadilan Eropa. Hari pengadilan berlangsung, Minke selaku tamu Nyai Ontorosoh dan memiliki kemampuan untul membuat tulisan yang dapat di terbitkan. Pengadilan semakin bertela-tela, sehingga Minke menggiring opini masyarakat bahwa Pengadilan Eropa tidak dapat fokus menyelesaikan kasus dengan baik. Usaha Minke membuahkan Hasil, Nyai Ontosoroh tak bersalah atas kematian Herman Mellema. Kemudian dengan berita juga Minke membersihkan nama baik Nyai Ontosoroh dan keluarga. Sebab menurut Minke, hanya berita yang menjadi senjata uantuk melawan para kulit putih dan memberitahu ke masyarakat apa yang sebenarnya terjadi. Hal itu akan dilakukan Minke untuk kasus Nyai Ontosoroh selanjutnya. Spivak, Subaltren membuat perlawanan terhadap kaum elit kelas atas dengan cara mencaci dan memberontak untuk dapat didengar oleh mereka. Seperti halnya yang dilakukan oleh Nyai Ontosoroh, sempat mengeluarkan cacian serta ancaman dengan kemarahanya terhadap Herman, agar suaminya tau dan dapat menghormati keberadaan orang-orang disekitarnya dengan stratasosial yang sama.

5. Autonomous Shot

Tipe sintagmatik Autonomous Shot, memiliki dua subdivisi, sequence shot dan sintagmatik subtype yang disebut sebagai insert. Adegan diatas termasuka dalam Subjective Insert, tidak menampilkan karakter utama melainkan menampilkan sudut pandang dari karakter tersebut.Yang termasuk dalam shot ini : 4.2.8, 4.2.9, 4.2.10, 4.2.13. Shot menceritakan latar belakang sejarah Sanikem sampai menjadi seorang Nyai Ontosoroh, bermula dari Ayahnya yang menjual Sanikem kepada Herman Mellema demi jabatan, dan mendapat uang sebesar 25 gulden. Sainikem dirawat dengan baik oleh Herman. Diperlakukan seperti istri sahnya tidak seperti istri simpanan. Shot selanjutnya, saat kasus kematian Herman berjalan dipengadilan yang dihadapi oleh Nyai Ontosoroh, Minke mulai membantu membersihkan nama baik Nyai Ontosoroh, dengan dia menulis sebuah tulisan yang berjudul “Seorang Nyai , juga Manusia, Tetap Hrus Dilindungi Hukum”. Sama seperti karya Spivak yang berjudul “Can the Subaltern Speak”. Spivak mengatakan bahwa kaum intelektual harus hadir sebagai pendamping atau sebegai orang yang mewakili kelompok yang tertindas tersebut, untuk memperjuangkan kelompok-kelompok subaltern akan kembali keposisi subordinat di masyarakat. Dalam keadaan ini Minke menjadi sosok yang intelektual agar bisa membantu Nyai, sebab Minke pandai menulis upayanya untuk berbicara public dengan tulisan, dan sedikit paham tentang sistem hukum Eropa yang berlangsung.

6. Narrative Syntagma

Sintagma kronologis dan menunjukan hubungan yang sementara didefinisikan oleh diegesis atau alur cerita. Yang termasuk dalam shot ini: 4.2.20. Setelah masalah kematian Herman Mellema, Nyai Ontosoroh mengalami masalah baru, dimana haknya menjadi seorang ibu sangat terancam. Orang-orang kulit putih berusaha mengambil alih hak asuh Annelies dan memperkarakannya ke Pengadilan Eropa. Dalam kasus ini Nyai direnggut semua atas kepemilikaannya, dari segi materi, hak asuh terhadap anaknya, serta hak untuk menjadi manusia yang memiliki keadilan. Kejadian ini terulang kembali, saat dia dijual oleh Ayahnya kepada Herman Mellema. Dimana hak untuk menjadi anak hilang, harga diri hilang, hak dilindungi orang tua pun tak ada, semua haknya saat masih usia 14 tahun dirampas tak tersisa. Perempuan subaltern, akan mengalami penindasan yang sama secara berulang-ulang apabila dia tidak mampu melawan kelas elit yang memiliki kekuasaan lebih tinggi. Meskipun Subaltern sudah menyampaikan penolakanya, tetap saja kelas kelas elit kolonial tetap berkuasa.

7. Episodic Sequence

Episodic Sequence, digunakan untuk menyingkat waktu secara kronologis, beruntun, dan simbolis. Yang Termasuk dalam shot ini : 4.2.26, 4.2.27. Seusai keputusan pengadilan kemarin, setelah lima hari orang-orang keamanan dari pengadilan Eropa mendatangi kediaman Nyai Ontosoroh berusaha untuk menjemput Annelies yang akan dikirim ke Belanda. perpisahan Nyai dengan anaknya untuk terakhir kalinya, duka kesedihan Nyai sebagai seorang ibu kandung yang seharusnya punya hak atas anaknya malah harus dirampas oleh keputusan seorang manusia yang tidak berhubungan darah sama sekali, menjadi ibu yang tidak dianggap seorang ibu oleh manusia lain, keberadaanya yang hanya menjadi seorang Gundik, di tanah ini tidak memiliki hak bersuara dan mendapat keadilan. Seorang ibu yang tidak diizinkan bertemu dengan anak kandungnya seumur hidupnya, merupakan kekejaman manusia tak beradab.

Kesimpulan

Hasil analisis dari Semiotikan film Chistian Metz, terdapat tujuh sytagma yang ada dalam penelitian ini.

  1. Bracket syntagma, menggambarkan seorang Nyai yang diremehkan, keberadaan Nyai dilikungan masyarakat di zaman kolonial dianggap jelek.
  2. Kecerdasan, kesabaran dan keberaniaan Nyai Ontosoroh digambarkan pada Syntagma Sequences.
  3. Ketegasan serta kekuasaan Nyai terlihat dari Decriptive syntagma,
  4. Autonomous shot menggambarkan ada kebangkitan dan bangun dari keterpurukan.
  5. Pada Scene menggambarkan keyakinan seorang Nyai Ontosoroh,
  6. Syntagma Narrative syntagma menggambarkan keberanian yang ditunjukan Nyai Ontosoroh,
  7. Sedangkan kesedihan, keikhlasan, dan kesabaran terlihat dari syntagma Episodic sequence.

Menunjukan bahwa Nyai Ontosoroh seorang pribadi yang cedas, memiliki kebijaksanaan, rasa saling menghormati antara manusia sangat kuat, Nyai dapat segera bangkit dari masa kelamnya waktu dia masih muda. Memiliki kekuatan yang besar saat melewati beberapa masalah hidup, sabarnya seorang istri dan ibu, yang ditinggalkan suami dan anak-anaknya pergi jauh meninggalkanya. Berani berbicara kebenaran meskipun kebenaran tidak berbalik padanya. Dalam film ini Sanikem atau Nyai Ontosoroh mampu menunjukan berbeda dengan wanita lain yang senasib dengannya, dengan harapan kisah hidup Nyai bisa dikenal.

References

  1. Suwastini, Ni Komang Arie, “Perkembangan Feminisme Barat dari Abad Kedelapan Belas Hingga PostFeminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis,” Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol 2, Nol 1. ISSN:2303-2898, 2013.
  2. Khairunisa, Puti Mentari, Else Liliani, “Kedudukan Sublatern Tokoh Perempuan Pribumi Dalam Novel Bunga Roos Dari Tjikembang Karya Kwee Tek Hoay (Kajian Poskolonialisme)” E-jurnal student: Sastra Indonesia Vol. 8 No. 5 Desember, Universitas Negeri Yogyakarta, 2019.
  3. Nilasari, Febryana Dewi, “Representasi Nasionalisme Wrga Perbatasan Kalimantan Barat Dalam Film (Analisis Semiotika Pada Film Tanah Surga… Katanya)” Universitas Diponegoro Semarang, 2014.
  4. Wahjuwibow, Indiwan Seto,“Semiotika Komunikasi,- Aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi” Jakarta Mitra Wacana Media, 2018.
  5. Bahasrdur, Iswadi, “Pribumi Subaltren Dalam Novel-Novel Indonesia, Jurnal Peneliti Bahasa dan Sastra Indonesia V3.il (89-100), STKPI PGRI Sumbar Jln Gunung Pngilun, Padang, 2017.
  6. Spivak, Gayatri, “Can The Subaltern Speak”, New York: Columbia University Press, 2010.
  7. Ilma, Awla Akbar. “Representasi Penindasan Ganda Dalam Novel Mirah Dri Banda Berdasarkan Perspektif Feminisme Poskolonial,” Jurnal Poetika Vol. IV No.1, Juli 2016.
  8. BB, FX Domini, Hera, “Tersaingi Dalam Budaya Barat Dan Timur: Potret “Nyai” Hindia Belanda, Abad XVII-XX,” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Vol. 16 No. 49, 2014.
  9. Poedjianto, Sylvia Aryani, “Representasi Maskulinitas Laki-laki Infertil Dalam Film Test Pack Karya Nnit Yunita,” Tesis, Surabaya: Universitas Airlangga, 2014.
  10. Faridha, Hadu, “Representasi Identitas Anak Dalam Platform Viddsee.com (Studi Analisis Semiotika Film Barbie dan Anna & Ballerina),” Jurnal, Surabaya, Universitas Airlangga, 2019
  11. Kholisha, Nilna Rifda, “Representasi Toleransi Antaraumat Beragama Dalam Film “?”,” Jurnal Off Chemical Modeling, Volume 53, 2019.
  12. Sutanto, Oni, “Representasi Feminisme Dalam Film “Spy”,” Jurnal E-Komunikasi, Surabaya, Universitas Kristen Pertra, 2017
  13. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu, “Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Edisi 2,” Penerbit Mitra Wacana Media, 2013.