Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v9i0.744

Productivity Performance of the Village Government in Population Administration Services


Produktivitas Kinerja Pemerintah Desa dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Kinerja Pemerintah Desa Administrasi Kependudukan

Abstract

As in Law Number 6 of 2014 it seeks to restore the concept, and form of the Village as it came from, the Village or called by another name, is a legal community unit that has the authority to regulate and manage the interests of the local community based on their origins and customs. local customs that are recognized in the national government system and are located in the Regency Area. Villages can be formed, deleted, and/or merged with due regard to their origin at the initiative of the community with the approval of the Regency Government and DPRD. Substantively this Village Law implies an effort to empower village government officials and also village communities. The Village Government or in the form of another name such as the Marga Government, its existence is in direct contact with the community, as the spearhead of the leading government. The implementation of village autonomy which is characterized by good service can provide satisfaction for people in need because it is fast, easy, precise and at an affordable cost, therefore implementation in the field must be supported by the factors involved in implementing the policy on the village. The officer's perception of his work depends on the level of intrinsic and extrinsic outcomes and how the worker/employee views the outcome and reflects his attitude towards his job. Mental attitude is a mental condition that encourages a person to try to achieve maximum work potential. The performance of the Tawang Rejeni village government has not been good enough in productivity, this can be seen from the mental attitude and behavior of village officials in managing certificates to the community.

Pendahuluan

Desa merupakan entitas pemerintahan yang langsung berhubungan dengan rakyat, namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di tingkat atasnya. Hal itu menyebabkan desa memiliki arti penting sebagai basis penyelenggara pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak publik rakyat lokal. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ini berusaha mengembalikan konsep, dan bentuk Desa seperti asal-usulnya, Desa atau disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD[1].

Secara sosiologis desa merupakan sebuah gambaran dari satu kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana masyarakat saling mengenal dengan baik corak kehidupan mereka relatif homogen serta banyak bergantung pada alam, atau dengan pengertian umum Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 ayat 1 UU No.6 Tahun 2014)[2].

Secara substantif Undang-Undang Desa ini menyiratkan adanya upaya pemberdayaan aparatur pemerintah desa dan juga masyarakat desa. Pemerintahan Desa atau dalam bentuk nama lain seperti halnya Pemerintahan Marga, keberadaannya adalah berhadapan langsung dengan masyarakat, sebagai ujung tombak pemerintahan yang terdepan[3]. Pelaksanaan otonomisasi desa yang bercirikan pelayanan yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dengan biaya yang terjangkau, oleh karena itu pelaksanaan di lapangan harus didukung oleh faktor-faktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan tentang Desa tersebut.

Posisi Pemerintahan Desa yang paling dekat dengan masyarakat adalah Kepala Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayanan masyarakat sangat berperan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan Desa. Penyelenggaraaan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Nasional, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya seperti halnya Administrasi Kependudukan. Adapun landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat[4].

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dan bukannya menggunakan angka – angka sebagai alat metode utamanya. Data-data yang dikumpulkan berupa teks, kata-kata, simbol, gambar. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan data berdasarkan pengamatan situasi yang wajar (alamiah), sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi atau dimanipulasi[5]. Oleh sebab itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami, menjelaskan, dan memperoleh gambaran (deskripsi) tentang kinerja pemerintah desa dalam pelayanan AdministrasiKependudukan di desa Tawang Rejeni.

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil wawancara dengan informan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu masyarakat desa Tawang Rejeni yang pernah melakukan pengurusan surat Kartu Keluarga (KK), e-KTP dan masuk menjadi penduduk dan pemerintah desa yaitu kepala desa, sekretaris desa, kaur pemerintahan dan kepala lingkungan, serta tokoh masyarakat yang ada. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama kurang lebih empat bulan, dengan mendatangi lokasi penelitian dimana peneliti melakukan wawancara secara mendalam dengan informan, melalui kunjungan ke rumah informan.

4.2 Produktivitas

Produktivitas merupakan pemanfaatan atau penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien, ketepatan atau keserasian penggunaan metode atau cara kerja dibandingkan dengan alat atau waktu yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Seorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperlihatkan sikap yang positif terhadap pekerjaanya, sedangkan yang tidak puas akan memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaanya itu sendiri. Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental perilaku dan kemampuanyang berorientasi pada perbaikan berkelanjutan dan mempunyai pandangan bahwakinerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kinerja hari besok harus lebih baik dari prestasi hari ini. Pola perilaku yang demikian akan mendorong agar senantiasa harus berusaha meningkatkan kerja sebagai stimulus untuk selalu berbuat baik[6].

Untuk mengukur produktifitas kerja aparat Desa menggunakan beberapa indikator yaitu:

sikap mental perilaku aparat pemerintahan, kemampuan serta semangat kerja.

4.3 Sikap Mental Perilaku Aparat Pemerintah Desa

Sikap tersebut berasal dari persepsi aparat mengenai pekerjaannya dan hal ini tergantung pada tingkat outcomes intrinsik maupun ekstrinsik dan bagaimana pekerja/pegawai memandang outcome tersebut dan mencerminkan perasaaan mereka terhadap pekerjaanya.Sikap mentalmerupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

4.4 Kemampuan Aparat Pemerintah Desa

Kemampuan aparat pemerintah desa dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab khususnya dalam memberikan pelayanan publik,sangat berhubungan dengan pekerjaan yang diembannya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang optimal.Adanya berbagai keluhan dan rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diterima atau yang diberikan oleh pemerintah desa merupakan salah satu cerminan ketidakmampuan atau merupakan indikasi kurang baiknya kinerja pemerintah desa.Semakin banyak keluhan masyarakat semakin buruk ukuran kemampuan kinerja dari pemerintah desa yang melayani masyarakat tersebut.

4.5 Semangat Kerja

Semangat kerja sebagai suatu kemauan untuk melakukan pekerjaan dengan giat dan antusias, sehingga penyelesaian pekerjaan cepat dan baik. Dalam kenyataannya, walaupun awalnya setiap orang mempunyai itikad yang baik untuk bekerja, tapi seiring dengan perkembangannya, itikad baik yang ditunjang oleh semangat dapat berubah karena dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya.

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan permasalahan di bidang pelayanan publik, yang sudah dilaksanakan baik ditingkatan nasional maupun sampai pada skala pemerintahan desa, permasalahan itu antara lain: Produktivitas pemerintah desa belum cukup baik hal ini dilihat dari aspek sikap mental dan perilaku aparat desa dalam pengurusan surat-surat keterangan terhadap masyarakat, masih terdapat pelayanan yang pilih kasih serta pejabat sering tidak ada di tempat saat masyarakat membutuhkan pelayanan,

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa produktivitas aparatur pemerintah desa Tawang Rejeni belum cukup baik dalam memberikan pelayanan administrasi kependudukan, hal ini terlihat pada belum tercapainya secara optimal dari tiga aspek substansi sebagai indikator produktifitas antara lain sikap mental dan perilaku perangkat desa yang seringkali masih menerapkan standar nilai atau norma pelayanan secara sepihak, kemampuan aparat desa yang belum memadai, serta semangat kerja yang masih kurang baik.

References

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
  3. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
  4. Peraturan Bupati Minahasa Selatan Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Kependudukan
  5. Gibson, 2003. Perilaku Manajemen Organisasi, Erlangga: Surabaya.
  6. John Ivancevich, 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Erlangga: Surabaya