. General Background: Self-disclosure plays a critical role in building interpersonal relationships by allowing individuals to share personal information that was previously undisclosed. In the digital age, platforms like WhatsApp facilitate such exchanges, especially in group settings. Specific Background: Connect Groups (CG) serve as a community for interpersonal interaction, and self-disclosure among members using WhatsApp is crucial for fostering deeper connections. Knowledge Gap: While self-disclosure has been widely studied, there is limited research on how it occurs within small digital communities like Connect Groups, particularly through messaging platforms like WhatsApp. Aims: This research aims to investigate the dynamics of self-disclosure among Connect Group members using WhatsApp, focusing on the dimensions of self-disclosure in this context. Results: The findings indicate that the majority of CG members fulfill several dimensions of self-disclosure, such as the amount, valency, accuracy, honesty, and intention dimensions. However, three dominant informants did not meet the intimacy dimension, indicating a lack of in-depth self-disclosure. Balanced disclosure among members is shown to contribute to resolving conflicts and strengthening interpersonal relationships. Novelty: This study provides new insights into the nuances of self-disclosure in digital communication within small communities, highlighting how certain dimensions are more prominent than others. Implications: The results suggest that fostering deeper self-disclosure in digital group settings like WhatsApp can enhance relationship quality, contributing to broader discussions on digital communication and group dynamics.
Highlights:
Keywords: Self-Disclosure, WhatsApp, Connect Group, Interpersonal Relationships, Digital Communication
CG atau Connect Group merupakan sebuah komunitas yang berjumlah 5-15 orang yang berkumpul seminggu sekali di suatu wilayah, untuk melayani dan memberkati satu dengan yang lain melalui persahabatan yang tulus, doa dan sharing kebenaran Firman Tuhan. Connect Group dibentuk pada tahun 1984 sebagai Persekutuan Doa Febe. Yang dipimpin oleh Ps. Jusuf Soegiarto Soetanto dan Ps. Catharina Kusumadewi Hartana. Di dalam komunitas connect group meliputi connect group leader atau biasa disebut sebagai pemimpin grup, lalu ada sponsor sebagai wakilnya dan member atau anggota. Tujuan dibentuknya komunitas tersebut yaitu agar menjadi gereja sel yang Apostolik dan Profetik, melalui misi membangun 1.000 gereja lokal yang kuat dan 1.000.000 murid Kristus.
Pada penelitian ini peneliti mengambil lima orang yang terlibat dalam komunitas connect group. Pertama, DVLS merupakan anggota perempuan di Connect Group yang berusia 20 tahun. Ia dikenal dengan karakteristik yang ambisius, suka dengan hal-hal yang baru dan tidak mudah menyerah. Kedua, SAG merupakan anggota laki-laki di ConnectGroupyang berusia 22 tahun. Ia dikenal dengan karakteristik yang suka bergaul, suka basa-basi dan peduli. Ketiga, IDT merupakan anggota laki-laki di ConnectGroupyang berusia 21 tahun. Ia dikenal dengan karakteristik yang humoris, tidak mudah menyerah dan mudah beradaptasi. Keempat, OY merupakan anggota laki-laki di Connect Group yang berusia 22 tahun. Ia dikenal dengan karakteristik yang pendiam, pemalu dan ramah. Kelima, BD merupakan anggota laki-laki di ConnectGroupyang berusia 22 tahun. Ia dikenal dengan karakteristik yang pemalu, humoris, dan ambisius.
Dalam komunitas ini menggunakan komunikasi interpersonal baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang mengalami tahap interaksi dan relasi tertentu, mulai dari tingkat keakraban hingga perpisahan dan berulang kembali [1]. Menurut Devito pada tahun 1992, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mempunyai hubungan yang jelas; orang-orang tersebut dalam beberapa hal terhubung [2]. Proses komunikasi interpersonal bersifat dua arah [3]. Sehingga komunikator dan komunikan dapat mendengarkan dengan seksama pesan yang dikirimkan setelah itu meresponi pesan tersebut. Seseorang bisa menjadi komunikator dan juga komunikan, dan siklus ini dapat berulang [4].
Sementara itu, komunikasi interpersonal juga bersifat kumulatif dari waktu ke waktu [5]. Artinya bahwa komunikasi interpersonal adalah kumpulan dari berbagai interaksi yang mempengaruhi dinamika hubungan antar individu dari waktu ke waktu. Agar komunikasi dan penafsiran pesan menjadi efektif diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dipelajari selama hidup [6]. Karena seseorang pasti akan selalu menjalin hubungan tertentu dengan orang lain dengan berbagai jenis karakteristik yang meliputi budaya, gender, pendidikan, kepribadian, pekerjaan, dan lain- lain. Maka sebenarnya komunikasi interpersonal merupakan proses interaksi atau komunikasi dengan orang lain yang saling mempengaruhi dan biasanya bermanfaat untuk mengelola suatu hubungan.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila terjadi pertukaran informasi, ide, keyakinan, perasaan, dan sikap [7]. Adapun salah satu tanda komunikasi interpersonal yang efektif menurut Devito yaitu openness, empathy, supportiveness, positiviness, dan equality [8]. Keterbukaan (openness) yang diartikan sebagai kesediaan untuk menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima dalam hubungan interpersonal [9]. Sikap keterbukaan menjadi sangat penting untuk mengembangkan komunikasi interpersonal yang efektif. Empati (empathy) adalah proses merasakan dan memahami perasaan orang lain kemudian mengkomunikasikannya secara peka untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar memahami perasaan orang lain [10]. Dukungan (supportiveness) adalah keadaan yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang baik dan sikap suportif untuk mengurangi sikap defensif dalam berkomunikasi [11]. Perasaan positif (positiviness) adalah perasaan positif terhadap diri sendiri, kemampuan orang lain untuk mendorong orang lain untuk berpartisipasi lebih aktif, dan kemampuan untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang kondusif untuk interaksi yang baik [12]. Dan kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak saling berharga, bermanfaat dan memiliki sesuatu yang penting untuk diberikan [13].
Oleh karena itu, dalam sebuah komunikasi interpersonal terdapat teori keterbukaan diri atau self disclosuredalam proses komunikasi. Self disclosuremenurut Person ialah sebagai tindakan seseorang yang secara sukarela dan disengaja memberikan informasi dirinya kepada orang lain dengan tujuan memberikan informasi yang akurat mengenai dirinya [14]. Menurut Devito mengatakan bahwa self disclosureartinya mengungkapkan informasi tentang diri sendiri yang biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan [15]. Self disclosuremenurut Papu tahun 2012 terdapat beberapa hal yang mencakup pengungkapan informasi antara lain pengalaman hidup, perasaan, emosi, opini, visi, dan lain sebagainya [16]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa self disclosuremerupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal yang mengungkapkan gagasan, perasaan, khayalan, informasi yang bersifat rahasia mengenai diri sendiri dan belum pernah diungkapkan secara jujur kepada orang lain. Dan apabila self disclosure ini terjadi dapat membuat seseorang seperti merasa dipercayai, diperhatikan, dihargai dan kemudian terjalin hubungan komunikasi yang semakin erat.
Pada dasarnya sebuah hubungan diawali dengan pertukaran informasi diri yang sifatnya umum. Contohnya seperti nama, alamat, pendidikan, dan hobi. Dengan seiring berjalannya waktu akan semakin eratnya sebuah hubungan, maka keterbukaan diri akan semakin sering dan lebih mendalam. Karena pada umumnya keterbukaan diri bersifat reciprocal atau saling berbalas. Ketika ada satu orang yang terbuka maka akan mempengaruhi yang lain untuk ikut terbuka. Begitu pula dengan sebaliknya, apabila ada orang yang kurang terbuka maka yang lain juga akan ikut membatasi keterbukaan diri mereka.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya selfdisclosuremenurut Devito 2006, yaitu:
1. Efek Diadik
Seorang individu melakukan keterbukaan diri apabila orang yang bersama dengan individu tersebut juga ikut melakukan keterbukaan diri. Hal ini membuat individu tersebut merasa lebih aman.
2. Besaran Kelompok
Keterbukaan diri banyak terjadi pada kelompok kecil daripada pada kelompok besar. Karena kelompok yang kecil sangat cocok untuk melakukan keterbukaan diri.
3. Perasaan Menyukai
Seseorang individu akan melakukan keterbukaan diri dengan orang-orang yang disukai dan tidak akan melakukan keterbukaan diri kepada orang yang tidak disukai.
4. Topik Bahasan
Seorang individu akan melakukan keterbukaan diri mengenai apa yang individu tersebut sukai daripada mengenai hal-hal yang individu tersebut tidak sukai.
5. Kejujuran
Seorang individu yang jujur dan terbuka dalam berkomunikasi akan lebih berminat untuk melakukan keterbukaan diri karena individu tersebut merasa lebih aman dan terbuka.
6. Ras, Agama, dan Usia
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ras, agama dan usia juga mempengaruhi self disclosure. Dalam studi menunjukkan bahwa usia yang paling banyak melakukan selfdisclosureadalah usia 10-24 tahun yang di mana masa anak-anak dan masa remaja berlangsung. Dan orang-orang yang beragama lebih banyak mengungkapkan masalah mereka kepada seseorang.
7. Mitra dalam Hubungan
Tingkat keakraban juga menentukan tingkat keterbukaan diri, dan orang-orang yang dianggap sebagai kerabat dekat misalnya anggota keluarga, teman dekat, atau pasangan.
8. Kepribadian
Individu yang mudah bergaul lebih banyak mengekspresikan diri dibanding dengan individu yang tertutup. Begitupula dengan individu yang kurang berani berbicara umumnya lebih kecil kemungkinan untuk mengekspresikan diri dibandingkan dengan mereka yang merasa lebih nyaman berkomunikasi.
Di dalam komunikasi interpersonal, self disclosure juga memainkan peran yang sangat penting. Karena ketika memahami self disclosure tidak hanya membantu individu dalam membangun sebuah hubungan yang lebih erat, tetapi juga memberikan wawasan mengenai dinamika komunikasi yang terjadi dalam komunikasi interpersonal. Selain adanya faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri, Devito mengelompokkannya menjadi beberapa dimensi. Dalam dimensi ini mencakup sejauh mana individu bersedia membagikan informasi peribadi, perasaan, dan pengalaman mereka kepada orang lain. Beberapa dimensi dalam self disclosuremenurut Devito yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dimensi intensi (Intention), dan dimensi keintiman (Intimacy). Menurut Devito pada tahun 1986 mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal dalam dimensi self disclosure, yaitu:
1. Dimensi Kuantitas (Amount)
Dimensi ini merujuk pada seberapa sering informasi yang diungkapkan oleh individu. Semakin sering informasi yang dibagikan, semakin tinggi tingkat pengungkapan diri.
2. Dimensi Valensi (Valence)
Dimensi ini berhubungan dengan sifat informasi yang diungkapkan, apakah itu bersifat baik ataupun buruk. Informasi yang bersifat positif biasanya lebih mudah untuk diungkapkan, sementara informasi negatif seringkali dihindari. Hal ini dapat memengaruhi cara komunikan bereaksi terhadap pengungkapan yang dilakukan.
3. Dimensi Ketepatan (Accuracy) dan Kejujuran (Honesty)
Dalam dimensi ini individu perlu memastikan bahwa informasi yang mereka bagikan adalah akurat dan benar. Karena apabila informasi yang diungkapkan tidak valid dapat merusak kepercayaan dalam hubungan yang terjalin.
4. Dimensi Intensi (Intention)
Dimensi ini mengacu pada alasan di balik pengungkapan informasi. Apakah individu membagikan informasi untuk memperkuat kedekatan, mencari dukungan, atau untuk tujuan lainnya. Dengan memahami motivasi di balik self disclosure dapat membantu dalam mengevaluasi pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal.
5. Dimensi Keintiman (Intimacy)
Dimensi ini berhubungan dekat dengan tingkat kedalaman hubungan antara individu yang terlibat. Keterbukaan diri yang lebih mendalam umumnya terjadi dalam hubungan yang lebih akrab dan saling percaya. Keintiman dalam keterbukaan diri dapat memperkuat ikatan emosional di antara individu.
Komunikasi interpersonal dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi juga menggunakan media sosial yaitu WhatsApp. WhatsApp merupakan aplikasi instan yang memudahkan penggunanya dalam berkomunikasi melalui teks, suara, panggilan video, dan mengirim media seperti foto dan video. Aplikasi WhatsApp dirancang untuk memudahkan komunikasi antarindividu dan juga kelompok dengan cepat dan mudah. WhatsApp juga dapat digunakan oleh pengguna Iphone maupun Android, dan memungkinkan pengguna dalam berkomunikasi dengan sesama pengguna yang juga memiliki aplikasi WhatsApp. Di dalam aplikasi ini memiliki beberapa fitur unggul seperti grup chat, fitur media pendidikan, dan media bisnis.
Dengan adanya fitur grup chat di WhatsApp, memudahkan komunitas CG dalam melakukan komunikasi melalui teks agar lebih efektif dan efisien. Dan biasanya pesan yang dikirim berupa informasi penting seperti jadwal ibadah CG, servolution, jadwal ibadah connecting time, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu saja, tetapi juga untuk melakukan pendekatan terhadap anggota CG. Seperti menyemangatkan anggota CG yang sedang melakukan KKN, memberi ucapan selamat ulang tahun kepada anggota CG yang sedang berulang tahun di bulan tersebut, dan lain sebagainya. Serta komunikasi yang dilakukan berjalan dua arah sehingga terjadi umpan balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lain.
Pada penelitian sebelumnya mengenai self disclosurepada tahun 2018 yang dilakukan oleh Sabrina tahun 2018 yang membahas hubungan antara pengungkapan diri melalui media sosial WhatsApp dengan komunikasi pada siswa semester empat SMA Negeri 1 Salatiga. Mengatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengungkapan diri melalui media sosial WhatsApp dengan komunikasi interpersonal pada siswa semester empat SMA Negeri 1 Salatiga. Pada semester empat siswa SMA Negeri 1 Salatiga lebih banyak mengungkapkan diri melalui media sosial berarti lebih banyak komunikasi interpersonal, sebaliknya lebih sedikit pengungkapan diri melalui media sosial berarti lebih sedikit komunikasi interpersonalnya. Dalam penelitian yang lain mengenai self disclosurepada tahun 2020 yang dilakukan oleh Suaib tahun yang membahas keterbukaan diri anak dalam group chat aplikasi WhatsApp. Mengatakan bahwa keterbukaan diri anak melalui aplikasi grup WhatsApp memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengungkapkannya. Novelty dari jurnal tersebut terletak pada fokus penelitian yang spesifik mengenai self disclosureantar anggota CG melalui media WhatsApp yang meliputi pendekatan penelitian dalam memahami keterbukaan diri antar anggota CG melalui media WhatsApp dan memberikan pemahaman mengenai bagaimana media WhatsApp digunakan untuk memfasilitasi self disclosure serta mempererat hubungan komunikasi interpersonal di dalam Connect Group.
Dari penjelasan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keterbukaan diri antar anggota CG dengan menggunakan media WhatsApp. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keterbukaan diri antar anggota CG dengan menggunakan media WhatsApp?
Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana keterbukaan diri antar anggota CG dengan menggunakan media WhatsApp. Subyek yang diambil yaitu anggota CG yang menggunakan aplikasi WhatsApp. Karena penelitian ini berfokus pada keterbukaan diri anggota CG melalui aplikasi WhatsApp yang dipakai anggota CG sebagai alat komunikasi secara interpersonal. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara. Yang mana subyek informannya merupakan DVLS, SAG, IDT, OY, dan BD. Pengumpulan data menggunakan wawancara melalui aplikasi WhatsApp. Pada wawancara ini, peneliti tidak memiliki kontrol penuh atas informan, sehingga informan memiliki kebebasan untuk memberikan jawaban yang bebas dan jujur. Wawancara yang dilakukan secara informal.
Pada penelitian ini media yang dipakai merupakan media WhatsApp yang di mana setiap anggota menggunakan aplikasi tersebut sebagai alat komunikasi interpersonal. Connect Group atau biasa disingkat CG memilih WhatsApp karena WhatsApp ialah salah satu aplikasi komunikasi yang populer dan sering digunakan oleh masyarakat saat ini. Melalui media WhatsApp para anggota CG dapat menerima berbagai informasi seperti jadwal ibadah CG, servolution, jadwal ibadah connecting time, dan lain sebagainya. Sebelum dilakukan penelitian, kondisi awal dari keterbukaan diri antar anggota CG melalui aplikasi WhatsApp belum diketahui secara mendalam.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, anggota CG melakukan selfdisclosuredengan anggota CG yang lain ketika ada yang memulai untuk membuka pembicaraan melalui WhatsApp. Sehingga self disclosure dilakukan ketika anggota CG mulai membagikan pengalaman mereka di hari tertentu, di mana informasi tersebut tidak akan diketahui oleh orang lain jika tidak diungkapkan oleh mereka sendiri. Dengan demikian, self disclosure diartikan sebagai proses di mana individu membagikan informasi yang sebelumnya tersembunyi tentang dirinya kepada orang lain.
Figure 1.Hasil wawancara kelima informan anggota CG
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan melalui WhatsApp, peneliti memperoleh infomasi bahwa keterbukaan diri yang dilakukan oleh informan IDT, OY, DVLS, SAG, dan BD yang terlibat di dalam komunitas CG memiliki keterbukaan diri yang berbeda-beda. Sehingga dari pengungkapan diri tersebut dapat mempengaruhi keintiman atau kedekatan antar anggota CG melalui WhatsApp.
Menurut Devito pada tahun 1997 bahwa self disclosuremempunyai lima dimensi yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dimensi intensi (Intention), dan dimensi keintiman (Intimacy). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi self disclosure bagi setiap individu berbeda-beda.
Figure 2. Dimensi Self Disclosure DVLS
Pada dimensi self disclosure DVLS terdapat empat anak panah yang terpenuhi yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dan dimensi intensi (Intention). Karena pada dimensi kuantitas (Amount), DVLS sering melakukan keterbukaan diri dalam beberapa hal agar berani mengutarakan perasaannya karena menurutnya sebuah hubungan harus ada yang memulai dan ketika dimulai harus ada timbal balik agar tetap terjalin hubungan. Dan butuh waktu kurang lebih dua minggu apabila memliki frekuensi yang sama. Dimensi valensi (Valence), keterbukaan diri yang dilakukan oleh DVLS seimbang baik itu hal negatif yang ia alami bagaimana ia bisa melewati rasa kesulitan tersebut sehingga ia dapat mengungkapkan hal positif. Keterbukaan dirinya dalam hal positif dan negatif ternyata mempengaruhi hubungannya dengan anggota CG melalui WhatsApp karena baginya keterbukaan diri akan saling memahami, mengetahui dan membangun chemistry. Dalam dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), bagi DVLS penting karena bila didasari kejujuran akan menghasilkan hubungan yang baik dan positif, namun ketika sudah dimulai dengan kebohongan akan menghasilkan ketidaknyamanandan bahkan diakhir bisa menimbulkan konflik atau hal-hal di luar kendali. Dimensi intensi (Intention), alasan di balik DVLS membagikan informasi adalah agar terjalin hubungan yang semakin dekat.
Dan pada anak panah yang terputus-putus menandakan bahwa dimensi self disclosure tersebut belum terpenuhi, dimensi tersebut adalah dimensi keintiman (Intimacy). Karena pada dimensi ini didapati bahwa DVLS jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam antar anggota CG.
Figure 3.Dimensi Self Disclosure BD
Pada dimensi self disclosure BD terdapat tiga dimensi self disclosureyang terpenuhi yaitu dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty) dan dimensi intensi (Intention). Karena pada Dimensi valensi (Valence), dalam keterbukaan diri informan BD hal positif yang ia ceritakan tentang kebaikan Tuhan dalam hidupnya, sedangkan hal negatifnya tentang apa yang ia alami hari itu dan di rasa itu buruk agar sama terberkati untuk hal yang positif dan sama-sama belajar untuk hal yang negatif. Keterbukaan diri informan BD dalam hal positif dan negatif ternyata tidak mempengaruhi hubungannya dengan anggota CG melalui WhatsApp karena kalau sudah cerita secara bertatapan muka di WhatsApp hanya sisa sharing dari teman yang lain dan dari hal tersebut makin mempererat. Dalam dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), informan BD hanya kepada orang yang bisa dipercaya karena apabila tidak bisa dipercaya bisa disalahgunakan apalagi WA meninggalkan jejak chat. Dimensi intensi (Intention), alasan di balik BD membagikan informasinya karena ia hanya lebih memilih kepada orang yang tepat ketika mau mengungkapkan sesuatu.
Sedangkan pada anak panah yang terputus-putus menandakan bahwa dimensi self disclosure tersebut belum terpenuhi, dimensi tersebut adalah dimensi kuantitas (Amount). Karena pada dimensi kuantitas (Amount), pada informan BD jarang terbuka ke anggota CG dan tidak bisa ditentukan bd bisa terbuka kepada anggota CG karena BD hanya chat ketika ada perlu, tidak pernah berbagi cerita dan sulit untuk mengungkapkan kata-katanya apabila ada yang mau ia sampaikan sehingga takut disalah artikan. Dan dimensi self disclosure yang tidak ada anak panahnya menandakan bahwa dimensi tersebut tidak terpenuhi. Dimensi tersebut adalah dimensi keintiman (Intimacy), karena pada dimensi keintiman (Intimacy) didapati bahwa BD jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam bahkan sudah tidak pernah lagi.
Figure 4. Dimensi Self Disclosure OY
Pada dimensi self disclosure OY terdapat empat anak panah yang terpenuhi yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dan dimensi intensi (Intention). Karena pada dimensi kuantitas (Amount), pada informan OY cukup sering melakukan keterbukaan diri, dan butuh waktu sekitar satu sampai tiga bulan jika ada komunikasi secara berkala karena OY merupakan tipe orang yang agak tertutup sehingga untuk bisa terbuka ia perlu memiliki kepercayaan terhadap orang tersebut dan ia jarang memulai pembicaraan terlebih dahulu sehingga akan lebih mudah baginya jika dari pihak anggota CG yang lain yang memulai komunikasi dengannya. Dimensi valensi (Valence), keterbukaan diri yang dilakukan oleh OY lebih banyak dalam hal positif karena menurutnya hal negatif yang dialami selama masih bisa diselesaikan sendiri ia tidak perlu menceritakan kepada orang lain. Keterbukaan dirinya dalam hal positif maupun negatif mempengaruhi anggota CG yang lain lalui WhatsApp karena semakin sering berkomunikasi dengan anggota CG yang lain dapat lebih mengenal orang tersebut, sehingga ketika bertemu secara langsung menjadi lebih akrab. Dalam dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), bagi informan OY penting karena jika dipendam akan menyebabkan ketidaknyamanan dengan anggota CG tersebut. Dimensi intensi (Intention), alasan di balik informan OY membagikan informasi karena sesama anggota CG pasti bisa membantu setidaknya menenangkan jika mengalami masalah.
Dan pada anak panah yang terputus-putus menandakan bahwa dimensi selfdisclosuretersebut belum terpenuhi, dimensi tersebut adalah dimensi keintiman (Intimacy). Karena pada dimensi ini didapati bahwa OY jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam karena ia merupakan anggota CG yang cukup baru bergabung di dalam CG
Figure 5. Dimensi Self Disclosure IDT
Pada dimensi self disclosure IDT didapati semua dimensi self disclosure terpenuhi. Dari dimensi kuantitas (Amount), IDT sangat sering melakukan keterbukaan diri dan butuh waktu sekitar seminggu untuk bisa akrab dengan anggota CG yang lain karena IDT juga suka berkenalan dengan orang baru meskipun masih agak nerveous. Dimensi valensi (Valence), keterbukaan diri yang dilakukan oleh IDT seimbang baik itu hal negatif ataupun positif karena terkadang ia memerlukan pendapat atau masukan bagaimana agar bisa lebih percaya diri lagi. Keterbukaan diri yang dilakukan baik itu dalam hal positif dan negatif bagi IDT mempengaruhi karena setiap kali melakukan komunikasi maka dapat mengenal anggota CG yang lain. Dalam dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), bagi IDT penting apabila terjadi perselisihan atau masalah antar anggota CG maka harus saling terbuka atau dikomunikasikan tentang masalah yang terjadi karena ketika masalah itu tidak diselesaikan akan menyebabkan canggung kepada anggota CG yang lain. Dimensi intensi (Intention), alasan di balik IDT membagikan informasi karena ia ingin anggota CG yang lain mempercayainya terlebih dahulu agar ketika anggota CG melakukan keterbukaan diri dengannya mereka tidak ragu-ragu dan percaya kepadanya. Dalam dimensi keintiman (Intimacy), IDT pernah melakukan keterbukaan diri yang mendalam dan hanya melakukannya kepada anggota CG yang sudah akrab.
Figure 6. Dimensi Self Disclosure SAG
Pada dimensi self disclosure SAG terdapat empat anak panah yang terpenuhi yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dan dimensi intensi (Intention). Karena pada dimensi kuantitas (Amount), SAG sering melakukan keterbukaan diri karena menurutnya keterbukaan diri adalah jalan pintas dalam membangun relasi antar anggota CG. Dan butuh waktu empat minggu karena sebagai anak yang baru datang akan susah untuk dapat mempercayai orang yang baru dikenal. Dimensi valensi (Valence), keterbukaan diri yang dilakukan sering diungkapkan oleh SAG yaitu dalam hal positif karena ia juga memiliki pemikiran bahwa ia ingin membagi hawa positif bersama anggota CG yang lain. Keterbukaan dirinya dalam hal positif ternyata mempengaruhi hubungannya dengan anggota CG melalui WhatsApp karena orang yang menerima ceritanya pasti merasa bahwa dia adalah orang yang ia percaya. Dalam dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), bagi SAG penting karena kejujuran merupakan aspek yang penting dan wajib dipertahankan. Dimensi intensi (Intention), alasan di balik SAG memberikan informasi karena ia ingin membagi dampak yang positif. Dan pada anak panah yang terputus-putus menandakan bahwa dimensi selfdisclosuretersebut belum terpenuhi, dimensi tersebut adalah dimensi keintiman (Intimacy). Karena pada dimensi ini didapati bahwa SAG jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam karena tidak semua anggota CG suka untuk diajak deep talk.
Sehingga hasil penelitian yang telah dilakukan dari kelima informan tersebut didapati tiga orang informan yang dimensi keintimannya (Intimacy) belum terpenuhi. Karena pada ketiga informan tersebut jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam terhadap anggota connect group yang lain. Dan hanya empat dimensi self disclosureyang terpenuhi yaitu dimensi kuantitas (Amount), dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty), dan dimensi intensi (Intention). Lalu, didapati satu orang informan yang mana dimensi self disclosurenya semua terpenuhi. Karena pada informan tersebut telah melakukan keterbukaan diri yang mendalam sehingga hubungannya dengan anggota CG yang lain menjadi akrab. Dan yang terakhir, didapati satu orang informan yang mana dimensi keintimannya (Intimacy) tidak terpenuhi. Karena pada informan tersebut sudah jarang melakukan keterbukaan diri yang mendalam bahkan sudah tidak pernah lagi. Dan dimensi yang terpenuhi dari informan tersebut adalah dimensi valensi (Valence), dimensi ketepatan (Accuracy) dan kejujuran (Honesty) dan dimensi intensi (Intention).
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa keterbukaan diri antar anggota CG dengan menggunakan media WhatsApp terdapat tiga informan yang tidak memenuhi dimensi intimacy dalam dimensi self disclosure. Dikarenakan jarang melakukan keterbukaan diri secara mendalam. Dan dimensi self disclosureyang terpenuhi oleh sebagian besar informan yaitu dimensi amount, dimensi valency, dimensi accuracydan honesty, serta dimensi intention. Dikarenakan pengungkapan yang seimbang dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi antar anggota CG sehingga dapat menimbulkan hubungan yang semakin erat.