Community Development Report
DOI: 10.21070/ijccd.v15i3.1122

Village Consultative Body's Contributions to Development in Balongdowo Village


Sumbangan Badan Permusyawaratan Desa terhadap Pembangunan di Desa Balongdowo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

BPD local governance regulatory roles community welfare transparency

Abstract

Background: Village consultative bodies (BPD) play a vital role in promoting good governance at the local level. Specific Background: This study examines the implementation of BPD's roles in a specific village context, focusing on their effectiveness in enhancing transparency and participation. Knowledge Gap: Existing literature lacks exploration of the practical applications of BPD roles and their impact on governance across different regions. Aims: This research analyzes how BPD executes its responsibilities, emphasizing its regulatory functions. Results: Findings show that BPD effectively implements its regulatory roles, contributing to improved village governance through adherence to standard operating procedures (SOPs) and strong budgetary support from the local government. Novelty: This study highlights the collaboration between BPD and local government, providing a replicable model of good governance. Implications: The research emphasizes the need to strengthen BPD-local government relationships to enhance community welfare and suggests improving SOPs to achieve collective governance goals, contributing to the discourse on local governance effectiveness.

Highlights :

 

  • Effective Collaboration: Highlights the successful partnership between BPD and local government.
  • Regulatory Functions: Emphasizes BPD's role in enhancing governance through established procedures.
  • Community Impact: Illustrates the positive effects of BPD's actions on local welfare and development.

Keywords: BPD, local governance, regulatory roles, community welfare, transparency

 

Pendahuluan

Berdasarkan identifikasi bentuk negara kesatuan tersebut, Indonesia merupakan negara kesatuan yang menggunakan sistem desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahnya. UUD NKRI Tahun 1945 pasca amandemen telah mengatur secara garis besar mengenai konsep otonomi daerah di Indonesia, yaitu pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 18, 18A, dan 18B. Pasal 18 UUD NKRI Tahun 1945 ini memberikan petunjuk mengenai kehendak diadakannya otonomi daerah dan daerah otonom, di mana daerah bersifat otonom (streek dan locale rechtgemeenschappen) yang didasarkan pada asas desentralisasi. Otonomi daerah menjadi sarana dalam mewujudkan proses pendemokratisasian pemerintahan hingga ke daerah-daerah. Disini rakyat turut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mengatur rumah tangga mereka sendiri berdasarkan otonomi daerah yang dibangun dalam pemerintahan desentralisasi. Daerah otonom dibangun melalui perangkat substansi (kaidah) hukum, yang memiliki kewenangan otonom [1].

Pada pasal 18A Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tentang hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi, kabupaten serta kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Di samping itu, hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, serta sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Demikian juga dalam Pasal 18 B UUD RI Tahun 1945, dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa UUD yang diatur dengan undang-undang Susila Wibawa, Kadek Cahya [2].

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengandung pengertian BPD menurut Permendagri No. 110 Tahun 2016 tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI Tahun 1945), menyebutkan bahwa : “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Pernyataan ini berlaku sejak dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan ini memberikan pesan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun dalam sebuah kerangka negara yang berbentuk kesatuan (unitary). Di Indonesia, formasi negara kesatuan dideklarasikan saat kemerdekaan oleh para pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu negara, karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya bukanlah bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Dengan dasar itu maka negara membentuk daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan masyarakatnya, ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi sumber kekuasaannya [3].

Salah satu masalah kompleks yang dihadapi dan memerlukan instrumen hukum ialah penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran penting desa yang strategis dan memiliki otonomi asli pada perjalanannya mengalami banyak dinamika hingga kini pengaturannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur mengenai keberadaan Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dilakukan secara demokratis, dapat diproses melalui pemilihan secara langsung dan atau melalui musyawarah perwakilan (Nugroho, 2013). Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan masyarakat di desa masing- masing. Begitu pula pengisian Badan Permusyawaratan Desa Balongdowo yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Daerah juga dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Undang- Undang Dasar secara langsung, ataupun untuk menjabarkan lebih lanjut materi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Pengaturan mengenai Badan Permusyawaratan Desa dapat dilihat dalam UU No. 6 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara khusus BPD diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (Permendagri No. 110 Tahun 2016). Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Sidoarjo Nomor 47 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Badan Permusyawaratan Desa [4].

Adapun fungsi BPD sebagaimana termuat dalam Pasal 31 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016, BPD memiliki fungsi yaitu membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Setelah itu hak anggota BPD diatur pada Pasal 55 ayat 1 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 menyatakan hak anggota BPD sebagai berikut pertama yaitu mengajukan usul Rancangan Peraturan Desa, kedua mengajukan pertanyaan, ketiga menyampaikan usul dan/atau pendapat, keempat memilih dan dipilih, dan terakhir mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa [5].

Kewajiban anggota BPD Pasal 60 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 menyatakan kewajiban anggota BPD sebagai berikut adalah memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD RI Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI, melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan, menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat desa , menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemsyarakatan desa, mengawal aspirasi masyarakat, menjaga kewibawaan dan kestabilan penyelenggaraan Pemerintahan Desa serta memelopori penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan tata kelola pemerintahan yang baik [6].

Selanjutnya adalah Pasal 63 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 menyatakan BPD berwewenang Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa secara lisan dan tertulis. Mengajukan rancangan Peraturan Desa yang menjadi kewenangannya. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja Kepala Desa. Meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa, Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Mengawal aspirasi masyarakat, menjaga kewibawaan dan kestabilan penyelenggaraan Pemerintahan Desa serta mempelopori penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan tata kelola pemerintahan yang baik. Menyusun peraturan tata tertib BPD. Menyampaikan laporan hasil pengawasan yang bersifat insidentil kepada Bupati/Wali kota melalui Camat. Menyusun dan menyampaikan usulan rencana biaya operasional BPD secara tertulis kepada Kepala Desa untuk dialokasikan dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa. Mengelola biaya operasional BPD. Mengusulkan pembentukan Forum Komunikasi Antar Kelembagaan Desa kepada Kepala Desa, dan Melakukan kunjungan kepada masyarakat dalam rangka monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Poin selanjutnya yaitu Larangan BPD diantaranya adalah merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya. Menyalahgunakan wewenang, melanggar sumpah/janji jabatan, merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa. Merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan yaitu Sebagai pelaksana proyek Desa. menjadi pengurus partai politik; dan/atau menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang [7].

Peran BPD di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur berjalan sesuai dengan Pasal 32 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 yaitu menggali aspirasi Masyarakat, menampung aspirasi Masyarakat, mengelola aspirasi Masyarakat, menyalurkan aspirasi Masyarakat, menyelenggarakan musyawarah BPD, menyelenggarakan musyawarah desa, membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antar waktu, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa, melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga desa lainnya, melaksanakan tugas lain yang diatur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

No. Program BPD Desa Balongdowo Tahun 2021 Tahun 2022 Tahun 2023
1. Pengawasan Pembangunan 0 kegiatan 0 kegiatan 0 kegiatan
2. Jaring aspirasi masyarakat melalui Musyawarah Desa (MUSDUS) 13 kegiatan 15 kegiatan 18 kegiatan
3. Menyelenggarakan Musyawarah Desa 4 kegiatan 5 kegiatan 6 kegiatan
4. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa 2 kegiatan 2 kegiatan 2 kegiatan
5. Melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa 2 kegiatan 2 kegiatan 2 kegiatan
Table 1.Rekapitulasi Kinerja BPD Pemerintah Desa Balongdowo Tahun 2021-2023

Berdasarkan Tabel. 1, bahwa kinerja BPD Pemerintah Desa Balongdowo pada tahun 2021 sampai dengan tahun 2023 tidak melakukan kegiatan pengawasan pembangunan. Kemudian mulai tahun 2021 telah melakukan Jaring aspirasi Masyarakat melalui Musyawarah Desa sebanyak 13 kegiatan, lalu di tahun 2022 sebanyak 15 kegiatan dan tahun 2023 ada 18 kegiatan. BPD Desa Balongdowo juga mengadakan kegiatan menyelenggarakan Musyawarah Desa pada tahun 2021 sebanyak 4 kegiatan, lalu tahun 2022 sebanyak 5 kegiatan dan di tahun 2023 ada 6 kegiatan. Tidak hanya itu, BPD Desa Balongdowo turut serta dalam pembahasan dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa pada tahun 2021 sebanyak 2 kegiatan, lalu tahun 2022 sebanyak 2 kegiatan dan tahun 2023 sebanyak 2 kegiatan. Untuk menyempurnakan kinerjanya, BPD Desa Balongdowo turut serta dalam evaluasi laporan keteran penyelenggaraan pemerintah desa. Hal itu dilakukan pada tahun 2021 ada 2 kegiatan, lalu tahun 2022 ada 2 kegiatan dan pada tahun 2023 ada 2 kegiatan. BPD Pemerintah Desa Balongdowo berharap, dengan adanya campurtangan peran BPD untuk kelancaran penyelenggaraan jalannya pemerintah desa.

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuni Rahmawati (2022) yang berjudul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di Desa Lumbir Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan induktif dengan menggunakan Teori Peran menurut Biddle dan Thomas sebagai pisau analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam (26 informan), dan dokumentasi. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukan peran BPD masih belum optimal, dari empat tahapan pengelolaan aspirasi masyarakat yang meliputi penggalian, penampungan, pengelolaan, dan penyaluran, dua diantaranya yaitu padatahap penampungan dan pengeloaan aspirasi masyarakat desa masih belum berjalan secara optimal [8].

Kedua, pada penelitian yang dilakukan oleh Sofian Malik (2020) dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripitif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena tentang suatu tata laksana kerjasama BPD dengan Kepala desa, dengan demikian pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPD di Desa Labuang Kecamatan Namrole Kabupaten Buru Selatan belum dapat menjalankan perannya secara optimal disebabkan sumber daya manusia anggota BPD masih rendah, khususnya dalam bidang pendidikan sehingga dalam menjalankan peran dan fungsinya BPD tidak mengerti apa yang harus dilakukan terkait dengan fungsi kontrol dan fungsi pengawasan yang menjadi kewenangannya dalam mengontrol dan mengawasi kinerja pemerintah desa/kepala desa, anggaran operasional BPD sangat minim serta sarana dan prasarana BPD sangat tidak memadai dan tidak memiliki kantor sendiri sehingga dalam menjalankan tugasnya, anggota BPD yang tidak secara aktif mensosialisasikan sebuah peraturan desa [9]

Dari hasil observasi di lapangan, ternyata terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada peran BPD Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo antara lain Pertama, BPD tidak melaksanakan pengawasan pembangunan yang ada di Desa Balongdowo selama 3 tahun terakhir, mulai dari tahun 2021, lalu tahun 2022 hingga tahun 2023. Dikarenakan BPD belum mendapatkan pelatihan bagaimana cara pengawasan pembangunan yang baik dan benar. Dalam hal ini BPD seharusnya turut aktif dalam pengawasan pembangunan di desa sebagai bentuk kontrol anggaran. Kedua, BPD terlalu campur tangan terhadap permasalahan internal di desa, sehingga suasana di pemerintahan desa menjadi kurang kondusif. BPD tidak seharusnya ikut serta mengurusi segala masalah. Dalam hal ini tidak semua hal atau masalah internal desa bisa menjadi campur tangan BPD. Ketiga, dalam proses penyaluran aspirasi masyarakat, BPD Desa Balongdowo tidak bersinergi terhadap pemerintah desa sehingga sering terjadi gesekan-gesekan permasalahan dan tidak tersalurkannya aspirasi masyakarat kepada pemerintah desa.

Untuk mengetahui bagaimana Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo, penulis menggunakan indikator dari teori Edy Suhardono (2016:38) peranan mencakup tiga hal, yaitu: Pertama, Fasilitator adalah tindakan pemerintah desa dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung proses pemerintahan dan Pembangunan. Kedua, Mobilisator adalah orang yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan guna untuk kepentingan bersama. Ketiga, Regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunanan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektivitas dan tata tertib admnistrasi pembangunan).

Metode

Penelitian ini dilakukan di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat tinggal penulis. Penelitian ini bertujuan pada implementasi peran BPD dalam penyelenggaran pemerintahan di Desa Balongdowo. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan data secara deskriptif. Data-data tersebut yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang di pergunakan dilakukan melalui observasi dan wawancara (interview) kepada narasumber. Observasi diadakan secara partisipatif, di mana peneliti akan secara langsung akan membaur dengan masyarakat yang menjadi sasaran penelitian tersebut untuk memperoleh informasi tentang implementasi peran BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa tersebut. Untuk menyempurnakan penelitian, peneliti mewawancarai informan-informan yaitu Kepala Desa, Ketua BPD dan Tokoh masyarakat Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Peneliti menggunakan metode analisis oleh interaktif dari yang meliputi, pertama Pengumpulan Data, yaitu pengumpulan data dapat di lakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi [10]. Kedua, Reduksi Data, yaitu reduksi data merupakan proses yang berupa selektif berfokus pada penyederhanaan, abstrak, dan trasformasi data mentah dari catatan tertulis untuk menggabungkan informasi penting dan membuang informasi yang tidak perlu. Ketiga, yaitu Penyajian Data, penyajian data adalah kombinasi dari sebuah informasi yang dikumpulkan di lapangan dalam bentuk yang konsisten dan dapat lebih muda di akses. Dengan begitu akan lebih mudah untuk mendapatkan gambaran umum dan dapat memudahkan melakukan penilaian secara keseluruhan. Keempat, Penarikan kesimpulan adalah Teknik mengumpulkan semua data berdasarkan bahan hasil peneliti di lapangan.

Hasil dan Pembahasan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan wadah bagi aspirasi masyarakat desa yang merupakan tempat dimana keinginan atau aspirasi masyarakat disampaikan, ditampung kemudian disalurkan. Untuk mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya dalam mencapai suatu tujuan. Seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), untuk menjadi lembaga yang efektif tidak langsung terjadi begitu saja melainkan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran BPD Desa Balongdowo. Maka dari itu, peneliti menganalisa keberhasilan Peran BPD Desa Balongdowo terhadap penyelenggaraan pemerintahan menggunakan Teori Peran dari Edy Suhardono ada 3 (tiga) indikator penting yaitu Fasilitator, Mobilisator dan Regulator yang dapat mempengaruhi kinerja Peran BPD Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

A. Fasilitator Teori peran menurut Edy Suhardono merupakan patokan yang membatasi apa yang harus dilakukan seseorang atau kelompok dalam menduduki jabatan. Kemampuan memfasilitasi proses, memberikan arahan, dan mendukung anggota tim dalam mencapai tujuan. Indikator fasilitator ini adalah konteks BPD berperan mencakup sebagai Fasilitator dimana BPD bertindak sebagai penyedia fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung proses pemerintahan dan pembangunan di desa. BPD turut serta dalam perencanaan pembangunan desa berbagai macam aspek [11]. BPD Desa Balongdowo sebagai fasilitator turut memfasilitasi penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa segala suara dan kebutuhan masayarakat bisa didengar dan diperhatikan oleh pemerintah desa. Sebagai fasilitator, BPD berperan aktif dalam kegiatan memfasilitasi sarana prasarana jaring aspirasi masyarakat melalui musyawarah-musyawarah dusun kemudian membawa hasil tersebut dalam musyawarah desa (MusDes) dan dirumuskan dalam suatu kebijakan yang diputuskan bersama dengan pemerintah desa. Selain itu, BPD juga turut serta berperan dalam membahas, merumuskan dan menetapkan rancangan serta peraturan bersama Pemerintah Desa sebagai produk hukum desa yang digunakan sebagai acuan dalam menjalankan roda pemerintahan di desa [12], [13]. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPD dibentuk secara terstruktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. BPD Desa Balongdowo Kecamatan Candi terhitung sudah menjabat selama 4 tahun dengan mengantongi SK Bupati Sidoarjo Nomor: 188/448/438.1.1.3/2019 pada tanggal 22 Agustus 2019 dengan struktur sebagai berikut:

No . Nama Jabatan
1. Mas Huda Dwi Cahya Ketua
2. Sri Wahyu Utami Wakil Ketua
3. Azis Sekretaris
4. Sujali Anggota
5. Zainul Arifin Anggota
6. Sutikno Anggota
7. Sumarji Anggota
Table 2.Struktur BPD Desa Balongdowo periode 2019-2024

Figure 1.Dokumentasi Kegiatan BPD Desa Balongdowo

Berdasarkan hasil observasi dan penelitian di lapangan, berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan Kepala Desa Balongdowo Kecamatan Candi, Bapak Amiril Mukminin yang mengatakan bahwa: “Kami sudahmenganggarkan dana untuk BPD selama 1 tahun di APBDes. Dana tersebutdigunakanuntuktunjangan dan operasionalgunamensupportkegiatan BPD. “(Wawancara 17 Juni 2024).

No . Kegiatan Anggaran
1. Pembangunan jalan Paving Rp. 60.000.000
2. Pembangunan jalan alternatif Rp. 80.000.000
3. Pembangungan saluran irigasi Rp. 125.000.000
Table 3.Kegiatan Pembangunan Desa Balongdowo Tahun 2020-2023

Berdasarkan fenomena diatas jika dikaitakan dengan Teori peran menurut Edy Suhardono (2016:38) BPD sudah menyediakan fasilitas sarana dan prasarana serta sebagai wadah aspirasi masyarakat melalui rapat dan musyawarah-musyawarah dalam forum diskusi. Namun, BPD masih perlu mengembangkan perannya sesuai Permendagri No 110 Tahun 2016 sebanyak 12 fungsi secara keseluruhan. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu oleh Sofian Malik (2020) dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ” terdapat persamaan yaitu BPD masih perlu meningkatkan kinerjanya dengan menjalankan perannya secara keseluruhan dan lebih meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Desa. Kedepan, hendaknya BPD menjalin sinergitas yang baik antara Pemerintah Desa, masyarakat dan lembaga lainnya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam menjalankan pemerintahan. Peran yang dijalankan dibutuhkan komitmen yang kuat untuk mencapai suatu tujuan bersama.

B. Mobilisator Pada indikator kedua ini juga tak kalah pentingnya yaitu mobilisator dimana Badan Permusyawatan Desa (BPD) berperan sebagai pengarah atau penggerak untuk melakukan sesuatu untuk bertindak, mengorganisir kegiatan, dan memastikan bahwa semua orang berpartisipasi aktif dalam mencapai tujuan serta berperan dalam mengidentifikasi potensi dan mengoptimalkan sumber daya yang ada [14]. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Teori Peran Edy Suhardono (2016:38) yaitu orang yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan guna untuk kepentingan bersama. Berikut hasil wawancara Ketua BPD Desa Balongdowo, Bapak Mas Huda Dwi Cahya sebagai berikut: “Kami sebagai BPD sudah punya program kegiatanuntukmelaksanakantugaspokok dan fungsi kami sesuaidenganperaturanuntukmengawaljalannyapemerintahandesa. Banyak sekalikegiatan kami sepertiperencanaanpembangunan, jaringaspirasimasyarakatlewatMusdus dan Musdes, lalu kami juga mensosialisasikanhasilkeputusanmaupunkebijakan kami bersamapemerintahdesakepadamasyarakatluas, melakukanpengawasanterhadappemerintahdesahinggaturutmembantu dan menggagaskegiatanruwahdesa / nyadran(Wawancara 17 Juni 2024).

Menurut Teori Peran Edy Suhardono (2016:38) mobilisator berperan dalam memotivasi masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam pembangunan desa di berbagai macam aspek. Dorongan BPD diharapkan bisa menjadikan masyarakat lebih peduli terhadap perkembangan desa. BPD dituntut harus berperan aktif ditengah-tengah masyarakat untuk memotivasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat langsung dalam program pemerintah desa yang sudah tersusun dalam APBDes. BPD harus mampu mengajak masyarakat untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembangunan desa, dalam hal ini BPD dapat mengusulkan dan menginisiasi program-program pembangunan yang inovatif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa sehingga bisa dirumuskan menjadi RPJMdes dan RKPDes kemudian dianggarkan ke APBDes dan selanjutnya dapat segera direalisasikan sesuai dengan perencanaan sebelumnya. BPD berperan dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap pembangunan desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Selain itu sebagai mitra yang baik, BPD juga berperan dalam mencari solusi atas segala permasalahan yang dihadapi oleh desa mengingat kondisi tiap desa berbeda dan rawan dengan permasalahan yang kompleks. Hal ini diperjelas oleh wawancara dengan mewawancarai Tokoh Masyarakat Desa Balongdowo, Bapak H. Rochib sebagai berikut : KegiatanRuwah Desa inidilakukansetiaptahunsekali. Ini (Ruwah Desa) adarangkaianacaranyadimulaidariNyadran, PagelaranWayangKulit, Jaranan, KesenianLudrukhinhggaOrkesMelayu pada puncak acara. Kegiatanbesarinimerupakan agenda tahunankita yang mana melibatkanPemerintah Desa Balongdowo, BPD, LPMD, Karang Taruna, Ibu-ibu PKK sertaseluruhwargadesa(Wawancara 17 Juni 2024).

Figure 2.Dokumentasi Kegiatan Pembangunan Desa Balongdowo

Berdasarkan pada wawancara dan data diatas bahwa BPD Desa Balongdowo mampu menjalankan peran sebagai mobilisator sesuai dengan Teori Peran Edy Suhardono (2016:38) yang mana mampu mendorong dan memotivasi warga untuk turut serta dalam pemberdayaan masyarakat melalui aspek budaya. Jika diakitkan dengan penelitian terdahulu oleh Sofian Malik (2020) dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa terdapat perbedaan yaitu BPD masih perlu mengembangkan fasilitasi terhadap pembangunan dan pemerintahan desa. Tentunya hal ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi melalui penggalian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di Desa Balongdowo. Dengan begitu BPD dapat menjalankan peran-peran tersebut, BPD dapat berkontribusi secara signifikan dalam memobilisasi dan menggerakkan masyarakat serta sumber daya yang ada untuk mencapai pembangunan desa yang berkelanjutan dan berkeadilan. Jika kita mampu menggaris bawahi, BPD memiliki posisi yang strategis sehingga harus menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik .

C. Regulator Berdasarkan Teori Peran Edy Suhardono (2016:38), Regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunanan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektivitas dan tata tertib admnistrasi pembangunan)[15]. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Balongdowo Candi berperan penting sebagai regulator dalam perkembangan pemerintahan desa. Dalam hal ini BPD berperan dalam mengontrol dan memonitor kegiatan untuk memastikan bahwa semuanya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. BPD juga berperan dalam menegakkan disiplin dan mengatasi masalah yang mungkin timbul selama proses. Menurut Ketua BPD Desa Balongdowo Bapak Mas Huda Dwi Cahyo :Selamaini BPD bersamaPemerintah Desa sudahberkolaborasiuntukmembuatproduk-produkhukumdiantaranyaPerkades dan Perdessebagaiacuankitadalammenjalankanrodapemerintahan “. (Wawancara 17 Juni 2024).Penjelasan ini juga semakin dipertegas dengan pernyataan Kepala Desa Balongdowo Bapak Amiril Mukminin : “ Ya, dalammenjalankanpemerintahan, Kami Pemerintah Desa menjalinkerjasamadenganbaikbersama BPD dalammembuatperaturan-peraturan yang ada di desaberdasarkanregulasidaripusatsebagaipayunghukumdalamadministrasi yang ada di desa dan dalampelaksanaannya, rapatbarubisamencapaikuourumjikarapattersebutdihadiri oleh semuaanggota BPD dan Pemerintah Desa “. (Wawancara 17 Juni 2024).

Figure 3.Standar Operasional Prosedur (SOP) BPD Desa Balongdowo

Pelaksanaan pemerintahan yang baik akan dihasilkan jika kedua elemen bisa berkolaborasi dengan baik melalui komunikasi yang baik pula. Jika Pemerintah Desa sudah memberikan anggaran kepada pemangku kepentingan, maka seharusnya pemangku kepentingan wajib memberikan laporan anggaran sebagaimana SOP yang berlaku. Dalam pelaksanaannya, BPD Desa Balongdowo sudah melaksanakan pelaporan dengan baik kepada Pemerintah Desa. Hal ini dipertegas dengan wawancara bersama Ketua BPD Desa Balongdowo, Bapak Mas Huda Dwi Cahyo mengatakan bahwa : Kami, BPD Desa Balongdowosetiap 3 bulansekalimelakukanrapat internal dan melakukanpelaporananggarankepadaPemerintah Desa Balongdowoterkaitpenggunaan dana yang sudahkitagunakansebagaibentukkepatuhan, ketaatankepadaPemerintah Desa sesuaidengan SOP (StandartOperasionalPelayanan) “. (Wawancara 17 Juni 2024).

BPD Desa Balongdowo terlibat secara penuh dalam pembuatan dan revisi peraturan-peraturan yang ada di desa. Disini BPD bekerja sama dengan Pemerintah Desa untuk membuat peraturan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat desa. BPD juga memiliki fungsi legislasi di tingkat desa karena merupakan lembaga tertinggi di tingkat desa. BPD terlibat dalam pembentukan dan penyusunan peraturan desa bersama kepala desa dan jajarannya. Hal ini mencakup kegiatan pembuatan anggaran, perencanaan pembangunan desa, dan regulasi lainnya yang mendukung kesejahteraan warga desa. Selain itu, BPD juga memiliki tugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan desa. Memastikan bahwa kepala desa dan aparat desa lainnya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawasan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan korupsi di tingkat desa yang mulai marak di Indonesia. Tidak berhenti sampai disitu saja, BPD juga turut serta berperan dalam mediasi jika terjadi konflik di dalam masyarakat desa. BPD bertindak sebagai penengah yang membantu menyelesaikan perselisihan dengan cara yang adil dan bijaksana, sehingga stabilitas dan keharmonisan desa tetap terjaga dengan baik.

BPD Desa Balongdowo dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tidak luput dari peran serta pemerintah desa berkolaborasi dengan lembaga-lembaga desa lainnya dan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tersebut. Pemerintah desa dalam mewujudkan pemerintahan yang baik perlu bersinergi dengan lembaga-lembaga yang ada di desa seperti BPD, disamping itu pentingnya perencanaan yang sistematis dan tepat sasaran serta penganggaran yang efisien guna mengetahui gambaran dari peran BPD terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang ada di desa, maka BPD membuat program dan perencanaan kegiatan salah satunya di Desa Balongdowo yang membuat program-program kerja serta perencanaan kegiatan BPD. Kegiatan tersebut sebagai bentuk implementasi kinerja BPD yang berkolaborasi dengan pemerintah desa untuk mengawal jalannya roda pemerintahan.

Berdasarkan fenomena diatas, BPD Desa Balongdowo telah berhasil menerapkan peran sesuai dengan Teori Peran menurut Edy Suhardono (2016:38) sebagai regulator. Dengan menjalankan peran-peran diatas, BPD Desa Balongdowo membantu menciptakan pemerintahan desa yang lebih transparansi, akuntabel, dan partisipatif, yang pada gilirannya akan mendorong perkembangan dan kemajuan desa. Pada temuan dilapangan, BPD Desa Balongdowo telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya berkomitment sesuai dengan SOP (Standart Operasional Pelayanan). Dukungan penuh pemerintah desa terhadap BPD dalam penganggaran telah banyak membantu BPD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Program kerja dan kegiatan yang sudah terencana akhirnya bisa berjalan sebagaimana mestinya sebagai kepanjangan tangan dari masyarakat desa setempat. Sinergitas antara BPD dengan Pemerintah Desa merupakan contoh keberhasilan pemerintahan yang baik (good governance) untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu oleh Yuni Rahmawati (2022) yang berjudul “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di Desa Lumbir Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah maka terdapat perbedaan yaitu BPD masih perlu memperbaiki SOP yang ada untuk dapat mencapai suatu tujuan bersama dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian tentang Peran BPD dalam penyelenggaraan pemerintah di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan dengan ditinjau dari 3 indikator bahwa sebagai berikut Pertama, Peran BPD sebagai fasilitator di Desa Balongdowo sudah berjalan karena melaksanan program kegiatan meliputi rapat-rapat Musdus, Musdes dan forum diskusi lainnya serta mensosialisasikannya kepada masyarakat luas sebagai wadah asprirasi warga dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan. Namu, BPD masih perlu mengembangkan fungsi sebagai fasilitator dengan menjalankan tugasnya secara keseluruhan. Pemerintah Desa juga sudah beperan dalam dukungan sumber daya anggaran kepada BPD demi kelancaran menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kedua adalah Mobilisator, yaitu adalah BPD berperan sebagai pengarah atau penggerak untuk melakukan sesuatu untuk bertindak, mengorganisir kegiatan, dan memastikan bahwa semua orang berpartisipasi aktif dalam mencapai tujuan serta berperan dalam mengidentifikasi potensi dan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Dalam hal ini BPD sudah berperan sebagai mobilisator dan berkolaborasi dengan masyarakat, lembaga-lembaga desa lainnya serta Pemerintah Desa. BPD Desa Balongdowo mendukung penuh masyarakat untuk bersama – sama bergotong royong dalam setiap kegiatan pembangunan seperti pembangunan jalan paving, pembangunan jalan alternatid dan pembangunan saluran irigasi. Ketiga adalah Regulator, secara umum BPD Desa Balongdowo sudah menjalankan peran sebagai regulator. BPD berkolaborasi dengan Pemerintah Desa untuk membuat kebijakan serta peraturan berdasarkan undang-undang sebagai payung hukum yang legal dalam penyelenggaraan pemerintahan. BPD Desa Balongdowo sudah menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan SOP (Standart Operasional Pelayanan). Dari hasil keseluruhan maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa peneliti merekomendasikan kepada BPD Desa Balongdowo agar lebih mengevaluasi dan perbaikan dari segi sumber daya khusunya untuk meningkatkan kapasitas agar BPD bisa lebih kompeten dalam hal pengawasan pemerintahan untuk mengantisipasi tindakan pidana korupsi yang sedang marak akhir-akhir ini, sebagai wujud peran serta BPD terhadap penyelenggaraan pemerintahan serta mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah Desa. Selain itu, Sinergitas antara BPD dengan Pemerintah Desa merupakan contoh keberhasilan pemerintahan yang baik (good governance) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud pencapaian tujuan bersama.

References

  1. A. A. Gadjong, *Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum*, 1st ed. Bogor, Indonesia: Ghalia Indonesia, 2007.
  2. K. C. Susila Wibawa, "Penegasan Politik Hukum Desentralisasi Asimetris Dalam Rangka Menata Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Di Indonesia," *Administrative Law and Governance Journal*, vol. 2, no. 3, pp. 400–412, 2019, doi: 10.14710/alj.v2i3.400-412.
  3. Sumarno, "Studi Literatur: Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pemerintahan, Pembangunan Dan Pengawasan Keuangan Desa," *Jurnal Widya Praja*, vol. 2, no. 1, pp. 33–45, 2022.
  4. A. Z. Dimar Simarmata, "Kesadaran Hukum, Pemerintahan Desa, Perencanaan Pembangunan, Desa Lopak Aur," *Jurnal Inovasi*, vol. XII, no. 1, pp. 92–109, 2019.
  5. S. A. Mardiyah and Nurlinah, "Analisis Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Pao Kecamatan Tombolopao Kabupaten Gowa," *Governance Journal of Political Science*, vol. 12, pp. 1–15, 2019, doi: ISSN 1979-5645, e-ISSN 2503-4952.
  6. I. G. Adi Putra and D. B. Saravistha, "Pengaturan Wewenang, Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Di Desa Marga Dauh Puri," *Parta Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat*, vol. 3, no. 2, pp. 77–88, 2022, doi: 10.38043/parta.v3i2.3787.
  7. D. Roza and L. A. S, "Peran Badan Permusyawaratan Desa Di Dalam Pembangunan Desa Dan Pengawasan Keuangan Desa," *Padjadjaran Journal of Law*, vol. 4, no. 3, pp. 606–624, 2018, doi: 10.22304/pjih.v4n3.a10.
  8. Yuni Rahmawati, "Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di Desa Lumbir Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah," *Jurnal Pembangunan Desa*, vol. 4, no. 1, pp. 1–23, 2016.
  9. S. Malik, "Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa," *Jurnal Ius Constitutionum*, vol. 5, no. 2, p. 325, 2020, doi: 10.26623/jic.v5i2.1740.
  10. M. B. Miles, A. M. Huberman, and J. Saldaña, *Qualitative Data Analysis: A Sourcebook*, 3rd ed. Thousand Oaks, CA, USA: SAGE Publications, Inc., 2014.
  11. M. Takalawangen, M. Mantiri, D. Monintja, and K. T. Selatan, "Peran Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pemuda Di Desa (Lesabe Tabukan Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe)," *Jurnal Eksekutif*, vol. 3, no. 3, pp. 1–13, 2019.
  12. Ismanudin and I. Setiawan, "Peran Dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Di Desa Singaraja Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu," *Jurnal Aspirasi*, vol. 9, pp. 135–150, 2019.
  13. R. Guntoro and A. Mutholib, "Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran," *Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu*, vol. 2015, [Online]. Available: https://jurnal.unigal.ac.id/moderat/article/view/2933.
  14. K. Jeliha, W. B. Nugroho, and N. Mahadewi, "Permasalahan Peran Dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa," *Simdos*, vol. 2, no. 1, pp. 244–255, 2022.
  15. A. Raintung, S. Sambiran, and I. Sumampow, "Peran Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Kelompok Tani Di Desa Mobuya Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow," *Jurnal Governance*, vol. 1, no. 2, pp. 1–9, 2021.