Background: Posyandu (integrated health service posts) are vital for maternal and child health. Specific Background: This study explores the role of Posyandu cadres in health promotion and community empowerment in a local village. Knowledge Gap: Previous research has highlighted the importance of these cadres, but their contributions to community mobilization and stunting prevention remain underexplored. Aims: The research aims to examine the functions of Posyandu cadres in health education and community engagement. Results: Findings indicate that cadres act primarily as health educators and community mobilizers, utilizing tools like the KIA (Child Identity Card) and KMS (Healthy Growth Monitoring Card) for health information dissemination. However, their active involvement and local capacity-building efforts need improvement. Novelty: This study offers new insights into the operational challenges faced by Posyandu cadres in promoting health and preventing stunting. Implications: It emphasizes the need for training and support for cadres to enhance their effectiveness, ultimately contributing to healthier communities and reducing stunting rates.
Highlights :
Keywords: Posyandu, health promotion, community empowerment, stunting prevention, cadres.
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan medis dasar dan/atau medis spesialistik kepada masyarakat. Dengan tujuan pemeliharaan atau peningkatan status kesehatan melalui usaha-usaha pencegahan, diagnosis, terapi, pemulihan, atau penyembuhan penyakit, cedera, serta gangguan fisik dan mental lainnya. Bila dijabarkan secara detail, pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk layanan promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), layanan preventif (mencegah dan menyembuhkan penyakit), serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun keseluruhan masyarakat.
Upaya peningkatan peran dan fungsi pelayanan kesehatan bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah saja, tetapi seluruh komponen yang ada di masyarakat. Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran, jadi peran dalam diartikan suatu konsep diri seseorang berdasarkan perilaku dan status sosial atau kedudukan di masyarakat. Pelayanan kesehatan masyarakat juga dapat diperoleh juga melalui posyandu. Posyandu itu sendiri adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga berencana yang dilaksanakan oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan (Ekasari dkk, 2008). Posyandu itu sediri dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya: 1) Posyandu Balita, 2) Posbindu dan 3) Posyandu Lansia.
Sengkey,SriyattyW pada penelitiannya ditahun 2016 menjelaskan bahwa Kader posyandu adalah anggota masyarakat yang diberikanketerampilan untuk menjalankan posyandu.Peran kader posyandu sangat berpengaruh penting pada pencegahan stunting, kader posyandu dapat di tuntut untuk lebih meningkatkan dan mempertajam peranannya dalam pembangunandibidang kesehatan [1]. Kader posyandu memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan posyandu. Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, kader dituntut untuk aktif dalam kegiatan promotif dan prventif serta motivatorbagi warga masyarakat. Dalam pelaksanaan program posyandu, bila kader tidak aktif maka pelaksanaan posyandu juga akan mejadi tidak lancar dan akibatnya status gizi bayi atau balita tidak dapat dideteksi dengan jelas. Hal ini secara langsung akan mempengarui tingkat keberhasilan program posyandu khususnya dalam memantau tumbuh kembang balita. Kader ikut berperan Dalam tumbuh kembang anak dan kesehatan ibu, sebab melalui kader para ibu mendapatkan informasi lebih dulu dan menghindarkan dari stunting.
Stuntingmerupakan masalah kesehatan di mana anak mengalami kekurangan gizi kronis yang disebabkan tidak adanya asupan gizi dalam kurun waktu cukup lama. Stuntingbukan hanya berkaitan dengan masalah tinggi badan, namun juga menentukan kualitas hidup anak dimasa yang akan datang. WHO memprediksi prevalensi stunting didunia mencapai 22% (149,2 juta jiwa) sepanjang tahun 2020. Mengacu pada data Asian DevelopmentBankprevalensi stunting yang dialami anak balita sebesar 31,8% di Indonesia. Jumlah tersebut, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-10 di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting pada balita di Indonesia sebesar 21,6% sepanjang tahun 2022. Meskipun angka ini menunjukkan adanya penurunan sebesar 2,8 poin dari tahun sebelumnya (24,4% tahun 2021), namun masih ada beberapa provinsi yang memiliki prevalensi diatas 30% [2].
Desa Kalipecabean adalah satu dari 24 Desa di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo, alasan yang menjadikan kenapa penulis mengambil objek penelitian di desa ini, itu dikarenakan Desa Kalipecabean Kecamatan candi Kabupaten Sidoarjo masuk menjadi salah satu desa lotus stunting pada tahun 2021. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka BGM (Bawah Garis Merah) pada bayi dan KEK/RESTI (Kurang Energi Keloit/Resiko tinggi) pada ibu hamil. Sebagai data awal dalam penelitian ini berikut kami sajikan data jumlah balita, jumlah pos, serta jumlah kader pada masing-masing pos yang ada di Posyandu Teratai Desa Kalipecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
Nomor | Nama Posyandu | Jumlah Balita | Jumlah Kader | Indikasi Stunting |
---|---|---|---|---|
1 | Teratai Pos 1 | 124 ANAK | 6 ORANG | - |
2 | Teratai Pos 2 | 142 ANAK | 7 ORANG | 4 Anak |
3 | Teratai Pos 3 | 40 ANAK | 5 ORANG | - |
4 | Teratai Pos 4 | 77 ANAK | 5 ORANG | - |
5 | Teratai Pos 5 | 73 ANAK | 6 ORANG | - |
6 | Teratai Pos 6 | 30 ANAK | 4 ORANG | - |
7 | Teratai Pos 7 | 90 ANAK | 5 ORANG | 2 Anak |
8 | Teratai Pos 8 | 38 ANAK | 3 ORANG | - |
9 | Teratai Pos 9 | 35 ANAK | 5 ORANG | - |
10 | Teratai Pos 10 | 106 ANAK | 6 ORANG | 1 Anak |
11 | Teratai Pos 11 | 50 ANAK | 4 ORANG | - |
12 | Teratai Pos 12 | 178 ANAK | 5 ORANG | 7 Anak |
JUMLAH | 983 ANAK | 61 ORANG | 14 ANAK |
Dari data diatas diperoleh jumlah balita yang ada di Posyandu Teratai Desa kalipecabean per tahun 2023 ini berjumlah 983 Anak, dan jumlah kader sebanyak 61 orang. Dari data diatas dapat dilihat jumlah kader masing-masing pos tidak lebih dari 10 orang. Dari total 61 orang kader 5 orang diantaraya memiliki rentan usia 31-40 Tahun, 27 orang yang memiliki rentan usia 41-50 tahun, 25 orang memiliki rentan usia 51-60 tahun, serta 4 orang yang memiliki rentan usia 61-70 tahun. Selain itu masih ada 14 anak yang berstatus rentan/indikasi stunting dikarenakan status KMS (Kartu Menuju Sehat) berada pada posisi garis kuning. Hal ini juga menjadi perhatian khusus agar balita tersebut tidak terus menurun hasil timbangnnya yang mana itu bisa mengakibatkan bayi berada pada status BGM (Bawah Garis Merah). Selain itu peran kader posyandu sebagai pelayan kesehatan secara garis besar adalah mendampingi petugas kesehatan puskesmas. Kader posyandu melakukan deteksi dini pencegahan kasus stunting. Deteksi dini dilakukan dengan mencatat hasil penimbangan balita dengan menggunakan sistem lima meja. Sistem lima meja terdiri dari meja pendaftaran, meja penimbangan balita, meja pencatatan hasil penimbangan balita, meja penyuluhan perorangan, dan meja pemberian makanan tambahan. Kader posyandu bertugas melapor kepada petugas kesehatan apabila ditemukan kasus-kasus baru mengenai stunting, selanjutnya akan dirujuk dan ditangani langsung oleh pihak puskesmas Berdasarkan hasil penjelasan dari pengelompokan rentan usia kader diatas, dapat dilihat pada table dibawah ini:
Dari data diatas diperoleh hasil bahwa rentan usia kader posyandu di Posyandu Teratai Desa Kalipecabean banyak yang berada pada usia tidak produktif. Hal ini disinyalir menjadi salah satu penyebab tingginya angka indikasi stunting di desa tersebut, dikarenakan kemungkinan adanya peran kader yang terlewatkan dikarenakan tidak produktifnya usia kader-kader tersebut. Untuk data Ibu hamil KEK dan Balita BGM berdasarkan hasil observasi awal, dapat dilihat pada chart dibawah ini:
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat dari total 134 ibu hamil pada tahun 2020 terdapat 17 orang yang mengalami KEK/RESTI yang artinya 17% dari total. Pada tahun 2021 dari 78 ibu hamil ada 10 ibu hamil yang mengalami KEK/RESTI yang artinya 12% dari total. Dan pada tahun 2022 dari 80 ibu hamil ada 8 ibu hamil yang mengalami KEK/RESTI yang artinya 10% dari total. Walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan grafik tetapi Itu menandakan bahwa angka resiko ibu melahirkan bayi yang terindikasi stunting sangat besar. selain itu dapat dilihat juga pada table diatas dari total dari total 373 bayi usia 0-23 Bulan pada tahun 2020 terdapat 90 bayi yang mengalami BGM yang artinya 24% dari total. Pada tahun 2021 dari total 215 bayi usia 0-23 Bulan terdapat 43 bayi yang mengalami BGM yang artinya 20% dari total. Dan pada tahun 2022 dari total 150 bayi usia 0-23 Bulan terdapat 0 bayi yang mengalami BGM yang artinya tidak ada bayi yang beresiko stunting.
Berdasarkan hal tersebut diatas peningkatan kualitas SDM kader sangat dibutuhkan, baik dalam hal kesehatan maupun IT mengingat semua pelaporan kesehatan dan kegiatan di posyandu sekarang menggunakan sistem online, tetapi dengan belum adanya pelatihan atau peningkatan SDM bagi kader agar kader dapat melek teknologi hal tersebut menjadi masalah besar bagi para kader kesehatan. Selain itu pengelompokan rentan usia kader dan jumlah kader serta balita amat sangat jauh berbeda. Selain jumlah kader yang sedikit rentan usia kader juga menjadi salah satu masalah. Rata-rata usia kader sudah memasuki masa pensiun, yang mana itu juga menjadi masalah dikarenakan untuk pengkaderan sendiri pada usia produktif sangat susah, banyak generasi muda yang enggan menjadi seorang kader. Hal ini dipicu dari ketidakjelasan insentif yang diberikan untuk membayar kinerja seorang kader sehingga untuk pengkaderisasian tidak dapat ebrjalan dengan baik.
Berikut kami sajikan penelitian terdahulu yang selaras dengan judul penelitian, Yang pertama penelitian dari Siti Nurhayati (2022) yang berjudul Optimalisasi Peran Kader Posyandu Dalam Pelayanan Stunting dengan hasil didapatkan bahwa peran kader posyandu dapat dioptimalkan dengan memberikan pelatihan serta pembekalan untuk meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilan. Pemberian edukasi dan ketrampilan terkait materi yang berhubungan dengan stunting pada aspek preventif, promotif hingga rehabilitatif perlu disampaikan agar kader dapat lebih mengoptimalkan perannya dimasyarakat khususnya untuk keluarga berisiko[3].
Kedua, penelitian dari ferdi dkk (2023) yang berjudul Peran Kader Posyandu Dalam Mendukung Penanganan Angka Stunting Di Desa Sibalaya Barat dengan hasil Berdasarkan hasil kegiatan observasi mengenai Peran Kader Posyandu dalam mendukung penanganan angka stunting di Desa Sibalaya Barat Kecamatan Tanambulava KabupatenSigi masih belum optimal. Kader posyandu dalam memberikan pengetahuan terkait stunting maupun pengetahuan kepada ibu balita dan ibu hamil tentang bagaimana pencegahan stunting sebelum optimal. Kualitas kader dalam pencegahan stuntingdi Desa Sibalaya Barat Kecamatan tanam bulava dengan memberikan edukasi mengenai pentingnya posyandu dengan diharapkan dapat memotivasi ibu balita, ibu hamil, mengenai pentingnya posyandu. Dengan tingginya angka stunting yang ada di Desa Sibalaya Barat yang dimana dengan program stunting ini mendapat perhatian serius dari pemerintah[4].
Ketiga, penelitian dari Nisa Nugraheni dan Abdul Malik (2023) yang berjudul Peran Kader Posyandu dalam Mencegah Kasus Stunting di Kelurahan Ngijo Kota Semarang bahwa kader posyandu memiliki empat peran dalam upaya pencegahan kasus stunting di Kelurahan ngijo. Keempat peran tersebut adalah sebagai pelayan keehatan, penyuluh kesehatan, penggerak dan pemberdayaan masyarakat, dan pemantauan kesehatan. Dalam menjalankan tugas dan peran, kader posyandu didampingi oleh petugas lapangan oleh petugas lapangan atau petugas kesehatan. Kader posyandu belum melakukan tugas dan peran secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan kader posyandu dan minimnya pelatihan-pelatihan program bagi kader. Faktor sarana dan prasarana menjadi faktor penghambat pada seluruh posyandu[5].
Peranan kader sangat penting karena kader bertanggung jawab dalam pelaksanaan program posyandu, bila kader tidak aktif maka pelaksanaan posyandu juga akan mejadi tidak lancar dan akibatnya status gizi bayi atau balita tidak dapat dideteksi dengan jelas. Hal ini secara langsung akan mempengarui tingkat keberhasilan program posyandu khususnya dalam memantau tumbuh kembang balita. Kader ikut berperan Dalam tumbuh kembang anak dan kesehatan ibu, sebab melalui kader para ibu mendapatkan informasi lebih dulu [6]. Menurut Lawrence Green (1980) menjelaskan dalam hubungan peran dengan perilaku kesehatan terdapat cara untuk menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi peran kader posyandu diantaranya 1) PredisposisingFactor, Faktor untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan., 2) EnablingFactor, Faktor pemungkin berupa teori. Fasilitas, sarana dan prasarana kesehatan, memberikan kemampuan dengan cara bantuanteknik (pelatihan dan pembimbingan), memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.dan 3) ReenforcingFactor, Faktor penguat menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta petugas, termasuk petugas kesehatan.Tujuannya agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat).Menurut Novianti, R. DKk (2021). Stuntingbukan hanya berkaitan dengan masalah tinggi badan, namun juga menentukan kualitas hidup anak dimasa yang akan datang[7]. Posyandu sebagai upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dijalankan oleh kader dalam melaksanakan berbagai program pemerintah. Semakin banyak program yang dititipkan maka diperlukan kader yang berkualitas. Kader dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang mumpuni supaya mampu menjalankan perandan tugasnya. Kader akan memiliki kinerja yang baik bila didasari tingkat pengetahuan yang tinggi, didukung sarana yang lengkap dan dibekali pelatihan[8]. Dari latar belakang dan permasalahan diatas, penulis tertarik mengambil judul “Peran Kader Posyandu Balita Dalam Mewujudkan Desa Bebas Stunting (Studi di Desa Kalipecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo)”. Hal ini juga ditunjang dari beberapa penelitian terdahulu mengenai peran kader dalam pencegahan stunting.
Dalam penelitian ini,peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif [9].Menurut J. Creswell and C. Poth (2016) Jenis penelitian deskriptif, yaitu memusatkan perhatian pada masalah-masalah ketika penelitian dilakukan, sifatnya actual, serta menggambarkan fakta-fakta mengenai fenomena yang diteliti. Fakus penelitian yang akan diuji kali ini adalah peran kader posyandu Teratai di Desa Kalipecabean. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, untuk pengambilan sampel penelitian kita menggunakan Teknik penentuan informan yaitu metode sampling di mana peneliti memilih sampel berdasarkan pengetahuan penelitian. Adapun informan yang terlibat dalam penelitian ini meliputi: 1) Bidan Desa Kalipecabean, 2) Kader Posyandu, 3) Ibu Hamil, 4) Ibu Balita. Data primer dan data sekunder digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini. Untuk pengambilan data dilakukan melalui sumber data primer dan data sekunder. Kemudian teknik pengumpulan data primer diperoleh melalui obervasi yaitu suatu aktivitas pengamatan mengenai suatu objek tertentu secara cermat secara langsung di lokasi penelitian, Proses ini dilakukan untuk mencari permasalahan yang ada di desa dan upaya yang di lakukan yaitu mendata apa saja yang menjadi kebutuhan penelitian yang nantinya akan menjadi suatu solusi. wawancara yaitu Proses ini dilakukan dengan cara turun langsung kemasyarakat untuk menanyakan terkait data yang ada di lingkungan sekitar, dan apa saja yang menjadi indikator dalam permasalahan tersebut dan dokumentasi, pengambilan dokumentasi ini di lakukan ketika sedang melaksankaan program utama sehingga data yang menjadi bahan penyelesaian bisa digandakan dengan adanya dokumentasi dan menjadi pembanding untuk data catatan tertulis, sedangkan data sekunder berasal dari pengkajian literatur dan data yang telah ada sebelumnya. Teknik analisis data dalam penelitian ini terdapat empat cara analisis data kualitatif, menurut Miles (1992) analisis data kualitatif yaitu pengumpulan data merupakan Pengumpulan data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan kepada peneliti untuk menarik kesimpulan dan pengambilan Tindakan. reduksi data adalah proses pemilihan atau seleksi, pemusatan perhatian atau pemfokusan serta penyerdahaan dari semua jenis informasi yang mendukung data penelitian yang diperoleh dan dicatat selama proses penelitian data di lapangan. penyajian data Penyajian data merupakan proses penyusunan informasi yang memberi kemungkinan adanya kesimpulan dalam penelitian kualitatif, penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan sejenisnya dan penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan diambil dari data yang telah dianalisis dan data yang sudah dicek berdasarkan bukti yang didapatkan dilokasi penelitian [10].
Peran Kader Posyandu Terhadap Penurunan Angka Stunting tidak terlepas dari factor yang mendukung keberhasilan penurunan angka stunting. Adapun factor yang mendukung sesuai hasil penelitian yang dilakukan di Desa Kalioecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dalam peranan kader posyandu pada penurunan angka stunting.
Peran kader posyandu balita dalam mewujudkan desa bebas stunting melalui pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dilakukan satu bulan sekali di posyandu balita yang mengalami permasalahan pertumbuhan dapat terdeteksi sedini mungkin sehingga tidak terjadi permasalahan kronis atau stunting. Kader Posyandu berperan untuk mengetahui Predisposisingfactor, Enablingfactor, dan Reinforcingfactoruntuk mewujudkan desa bebas stunting. Adapun factor pendukung sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Kalipecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dalam peran kader posyandu balita yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Peran Faktor Mempermudah ( Predisposising factor )
Pada indikator ini menjelaskan bahwa Predisposising Factor merupakan Faktor untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan, dapat dijelaskan sebagai berikut: Pengetahuan Kader Posyandu Terhadap Stunting.
Kader Posyandu memberikan pengetahuan tentang pentingnya posyandu terutama pada pencegahan stunting.Predisposising Factor merupakan Faktor untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang untuk memberi kemudahan dan memotivasi seseorang atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan. Pengetahuan Kader Posyandu Terhadap Stunting. Berdasarkan hasil wawancara tersebut yang disampaikan oleh Ibu Bidan Desa Kalipecabean sebagai berikut:
“Kader posyandu disini masih belum efektif dalam melakukan edukasi kepada para ibu balita dan ibu hamil, karena dilihat pada kegiatannya tidak ada waktu yang khusus untuk melakukan edukasi, melainkan kegiatan itu dijalankan satu ketika waktu posyandu saja, yang mana harusnya kegiatan tersebut dapat dilaksanakan tersendiri sehingga bisa dipahami dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam rangka pencegahan stunting. Setiap dilakukan kegiatan posyandu, ibu balita ataupun ibu hamil hanya datang untuk daftar,melakukan pengukuran dan penimbangan, tidak ada kegiatan edukasi di waktu tertentu”. (hasil wawancara, 6 Mei 2024)
Kader Posyandu memberi sikap yang baik dalam penyelenggaraan kegiatan Posyandu. Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh Ibu Bidan Desa Kalipecabean sebagai berikut:
“Parakaderposyandumembujukanakuntukditimbang dandiukur sesuaidengantugasnyapada kegiatanposyandu,seperti disinggungdalam syaratkaderposyandusukarelawanmakakaderposyandu harus sabar ketikaadaanak yang tidak ingin ditimbang dan diukur, sebisa mungkin membujuk anak sampai anak bisa di timbang dan diukur, karena tugas yangharusdilakukankader posyanduharusberjalan dengan baik dan optimal”. (hasil wawancara, 6 Mei 2024)
Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa kader posyandu masih belum maksimal dalam memotivasi para ibu balita dan ibu hamil. Setiap dilakukan kegiatan posyandu, ibu balita ataupun ibu hamil hanya datang untuk daftar, melakukan pengukuran dan penimbangan saja tidak ada kegiatan edukasi di waktu tertentu. Selain itu dalam membujuk anak ketika akan dilakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan itu juga harus dilakukan dengan baik dan optimal. Selain itu untuk melakukan pendekatan para kader posyandu juga menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai cara. Namun ada juga kader yang memang belum optimal dalam memberikan keyakinan masyarakat terhadap posyandu. Dengan begitu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat (ibu hamil dan ibu balita) untuk selalu datang ke posyandu, kader posyandu harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Adapula bebrapa kegiatan pelatihan dan penuluhan / kelas ketika posyandu dilakukan untuk menambah wawasan ibu bayi dan ibu hamil. Berikut foto dokumentasi kegiatan penimbangan dan ukur tinggi badan di Posyandu Teratai Desa Kalipecabean
Gambar 3 diatas menunjukkan kegiatan penimbangan dan ukur tinggi badan di Desa Kalipecabean dilakukan rutin setiap kali posyandu, bahwasanya para kader sangat sabar dalam menghadapi anak" maupun balita. Supaya kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dan anak" maupun balita tidak merasa takut.
Kader Posyandu memberikan keyakinan kepada ibu balita sehingga ibu balita dapat memberikan persepsi yang baik. Dari hasil observasi, ada posyandu yang aktif untuk memberitahu sampai membuat grup di WA, hal ini memastikan bahwa persepsi masyarakat terhadap kader akan baik. Selain itu untuk melakukan pendekatan para kader posyandu juga menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai cara. Namun ada juga kader yang memang belum optimal dalam memberikan keyakinan masyarakat terhadap posyandu. Dengan begitu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat (ibu hamil dan ibu balita) untuk selalu datang ke posyandu, kader posyandu harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Adapula bebrapa kegiatan pelatihan dan penuluhan / kelas ketika posyandu dilakukan untuk menambah wawasan ibu bayi dan ibu hamil.
Berdasarkan kajian kesejahteraan sosial menurut segal dan brzuzy mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat. Kesejahteraan masyarakat adalah ukuran tertentu akan tingkat kebutuhan suatu kelompok di suatu tempat dimana dalam kondisi sejahtera. Kesejahteraan meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dikatakan sama dengan jurnal menurut Siti Nurhayati, (2022) memaparkan bahwa memberikan pelatihan pencegahan stunting bagi kader. Meningkatkan pegetahuan kader tentang stunting, antropomtri, dan gizi, serta meningkatnya kemampuan mereka untuk mennjukkan informasi yang diperoleh kepada masyarakat di posyandu, dapat menciptakan suasana yang hangat dan lebih dekat bagi ibu dan anak yang hadir. Pada penelitian sekarang pun juga kader posyandu memberikan pengetahuan tentang pentingnya posyandu terutama pada pencegahan stunting.
2. Peran Enabling factor atau faktor pemungkin
Faktor pemungkinyang berkaitan dengan fasilitas, sarana danprasarana kesehatan, pemberian kemampuanmelalui pelatihan dan bimbingan, pemberianarahan, dan pencarian dana untuk menghadirkansarana prasarana memadai. Fasilitas, sarana dan prasarana kesehatan, memberikan kemampuan dengan cara bantuan teknik (pelatihan dan pembimbingan), memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan posyandu. Berdasarkan hasil wawacara yang disampaikan oleh Ibu Kader Posyandu sebagai berikut:
“Masih banyaknya ibu balita dan ibu hamil tidak ikut serta dalam kegiatan posyandu, tetapi apabila ibu balita memahami pentingnyaposyandu, seberapajauhpunakanselalu datangkeposyandu.Tidak menutupkemungkinanjugajika memangkendalanyatidakdapat dihindari maka kader sendiri harus melakukansweepingdemi tercapainyakegiatanposyandu yang efektif. Selain itu beberapa kemungkinan atau alasan tidak adanaya waktu dan kerepotan di rumah menjadi alasana yang masih banyak ditemui”. (hasil wawancara, 6 Mei 2024).
Berdasarkan hasil wawancara dijelaskan bahwa masih ada ibu balita dan ibu hamil yang enggan ikut serta dalam kegiatan posyandu atau kelas bumil sehingga kader kesehatan seringkali melakukan sweeping demi tercapainya kegiatan posyandu yang efektif. Kader Kesehatan turun ke rumah-rumah ibu bayi atau ibu hamil yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu atau kelas bumil sebanyak 2x berturut-turut.
Selain itu untuk mendukung upaya penurunan stunting salah satunya dengan cara mempersiapkan kehamilan yang sehat sehingga diharapkan dapat melahirkan bayi yang sehat pula. Berikut kami lampirkan dokumentasi kegiatan senam ibu hamil di Posyandu Teratai Desa Kalipecabean.
Gambar 4 diatas menunjukkan kegiatan kelas ibu hamil yang rutin dilaksanakan setiap bulannya. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan tentang kesehatan kehamilan, inisiasi menyusui dini, dan senam kehamilan. Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatian dalam kegiatan pencegahan stunting diantaranya yaitu alat yang disediakan agar daat menunjang terhadap kegiatan kelas hamil dan posyandu, baik berupa alat timbang dan alat ukur .
Selain itu ketersediaan fasilitas yang ada diposyandu juga menjadi faktor pemungkin tentang penurunan angka stunting. Berikut kami lampirkan tabel data fasilitas yang ada di masing-masing pos.
Nomor | Item | Kondisi | Kepemilikan |
1 | Alat Timbang Gantung | Baik | Desa |
2 | Alat Timbang Berdiri | Baik | Desa |
3 | Alat Timbang Tidur | Baik | Puskesmas |
4 | Alat Ukur Tidur | Baik | Puskesmas |
5 | Alat Ukur Berdiri | Baik | Desa |
6 | Meja | Baik | Desa |
7 | Kursi | Baik | Desa |
8 | APE | Baik | Desa |
9 | Buku Bantu | Baik | Desa |
10 | Karpet | Baik | Kader |
Dari tabel 2 diatas dijelaskan bahwa fasilitas yang dimiliki sudah lengkap, akan tetapi mash ada beberapa alat yang pinjam ke puskesmas dikarenakan keterbatasan kesediaan yang ada di Desa. Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh Ibu Kader Posyandu sebagai berikut:
“Kegiatan posyandu memang belum memiliki alat yang lengkap, alat yang digunakan setiap pelaksanaan kegiatan posyandu seadanya dan untuk alat yang kurang para kader meminjamnya dari bidan dan dari puskesmas. UntukBelum optimalnya sarana dan prasarana Posyandu, makapemerintah Desa Kalipecabean Candi haruslebih memperhatikannya, demipelaksanaan posyandu yangoptimal. Meskipun sarana dan prasarana belum memadai, tetapi antusias serta tanggung jawab kader tetap prioritasmereka. Para kader berusaha sebaik mungkin untuk tetap melaksanakan kegiatan posyandu,sehingga kami rela mengeluarkan uang pribadi untuk membeli alat dan berusaha untuk meminjam alat kepada puskesmas”. (hasil wawancara, 6 Mei 2024)
Berdasarkan hasil wawancara dijelaskan bahwa Kegiatan posyandu memang belum memiliki alat yang lengkap, sehingga alat yang digunakan setiap dilakukannya pelaksanaan kegiatan posyandu masih seadanya. Selain itu belum optimalnya sarana dan prasarana Posyandu dan demi pelaksanaan posyandu yang optimal diperlukan dukungan yang besar baik dari segi pengadaan alat dan dukungan lainnya. Para kader berusaha sebaik mungkin untuk tetap melaksanakan kegiatan posyandu,sehingga rela mengeluarkan uang pribadi untuk membeli alat atau meminjam alat kepada puskesmas. Berikut kami lampirkan juga contoh alat timbang berat badan dan alat ukur tinggi badan yang ada diposyandu Teratai Desa Kalipecabean
Dari hasil wawancara dan pengambilan data seperti pada Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa sarana yang digunakan masih belum optimal sehingga masih diperlukan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan. Ada beberapa jenis alat dalam kegiatan posyandu missal alat ukur berat badan ada 2 macam, yang pertama untuk anak yang belum mampu berdiri menggunakan timbangan tidur, dan untuk balita yang sudah mampu berdiri menggunakan timbangan berdiri. Begitupula dengan alat ukur tinggi badan, untuk yang sudah mampu berdiri menggunakan alat ukur tinggi yang model meja, sedangkan untuk balita yang sudah mampu berdiri menggunakan alat ukur berdiri.
Berdasarkan jurnal penelitian terdahulu menurut ferdi dkk, (2023) yang memaparkan indicator yang digunakan dalam peran kader posyandu dalam pencegahan stunting yaitu Predisposisingfactor, Enabling factor, dan Reinforcingfactor. Pada Enablingfactoratau factor pemungkin yaitu jangkauan pelaksanaan kegiatan posyandu, alat yang digunakan untuk menunjang kegiatan posyandu. Serupa dengan hasil yang peneliti lakukan pada saat dilapangan dimana Enablingfactordi posyandu desa kalipecabean kecamatan candi kabupaten sidoarjo dapat dikatakan sama dengan penelitian sebelumnnya. Indicator yang digunakan pun sama menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lawrence green yang dikutip dalam buku notoatmodjo 2014.
3. Peran Reinforcing factor atau faktor penguat
Faktor penguat menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta petugas, termasuk petugas kesehatan. Partisipasi Peserta Mengikuti Program Posyandu. Faktor penguat menyangkut sikap dan perilaku kader atau petugas kesehatan.Tujuannya agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat). Dari hasil wawancara tersebut oleh Ibu Kader Posyandu dapat disampaikan sebagai berikut:
“Kegiatan posyandu tidak akan bisa melakukan kegiatannya tanpa adanya edukasi dari petugas kesehatan, perlu pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan posyandu, dengan adanya dukungan dari petugas kesehatan, kader akan terbantu dalam segala keterbatasan kemampuannya serta dapat menciptakan peran kader yang optimal”. (hasil wawancara, 6 Mei 2024)
Dari hasil wawancara dijelaskan bahwa Kegiatan posyandu tidak bisa dilakukan tanpa adanya edukasi dari petugas kesehatan, perlu pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan posyandu, dengan adanya dukungan dari petugas kesehatan, kader akan terbantu dalam segala keterbatasan kemampuannya serta dapat menciptakan peran kader yang optimal. Sehingga dibutuhkan pendampingan dari bidan desa selaku petugas Kesehatan untuk mengawal jalannya kegiatan posyandu.
Salah satu faktor penghambat kader posyandu dalam melaksanakan pelayanan bagi ibu dan anak adalah sistem pendataan yang kurang, sehubungan dengan pengolahan data yang kurang akurat. Mengingat data yang ada di posyandu teratai adalah data dalam bentuk kertas dan tabel, sehingga terjadi kesalahan pencatatan data balita terutama pada saat perekapan data ke buku besar. Hal tersebut membuat kader posyandu sering mengalami kendala dalam mencari data balita dikarenakan jumlah data yang tidak sedikit sehingga mengakibatkan kurangnya dalam pengontrolan terhadap tumbuh kembang balita, sehingga pemberian vitamin dan imunisasi rutin tidak berjalan dengan baik yang mengakibatkan tersendatnya pembuatan laporan bulanan dan laporan tahunan yang akan diberikan kepada Puskesmas.
Adapun tahapan selanjutnya adalah dengan mengumpulkan data dengan teknik pendataan anak stunting guna untuk mengetahui seberapa banyak angka stunting yang ada di Desa Sibalaya Barat serta kaitannya dengan peran kader dalam melakukan tugas dan fungsi untuk berkontribusi melalui pendataan anak yang terkena dampak stunting. Melalui pengumpulan data anak stunting ini banyak sekali permasalahan yang di hadapi apalagi ketika berhubungan langsung dengan masyarakat yang memang menjadi objek pendataan bagi anak yang terdampak stunting. Upaya yang di lakukan tidak lain hanya mengumpulkan data yang akurat sesuai dengan data PKM yang sudah di berikan.
Maka dari itu kader kesehatan perlu dibekali pelatihan-pelatihan yang memadahi, pelatihan ini ditujukan untuk menambha wawasan dan meningkatkan kemampuan IT para kader guna mendukung tugas penginputan yang diberikan. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan kader dapat menjadi bekal dalam melaksanakan program dari pemerintah. Pelatihan peningkatan ketrampilan harus ditingkatkan dan dilakukan secara berkala seperti pada gambar 1.4 dibawah ini:
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan berdasarkan gambar 6 diatas, peran dan tugas kader posyandu adalah sebagai pelayan kesehatan, mengadakan sosialisasi dan penyuluhan dan penggerak masyarakat khususnya dibidang kesehatan. Berikut akan dibahas peran-peran kader sesuai dengan ahsi penelitian: Pertama, Pelayan Kesehatan, tugas kader sebagai pelayan kesehatan adalah mendampingi petugas kesehatan puskesmas. Kader bertugas untuk melakukan deteksi dini adanya kasus stunting. Deteksi dini dilakukan dengan cara mencatat hasil penimbangan setiap bulan ketika posyandu. Selain mencatat manual didalam buku, kader juga bertugas menginput secara online di sistem yang sudah disediakan oleh puskesmas. Pembangunan kesehatan merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup agar dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal [11].
Bagi masyarakat yang belum mengetahui tentang posyandu, di masyarakat posyandu hanyalah pemeriksaan biasa,namun posyandu pada kenyataannya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi, balita dan ibu hamil. Sedangkan jumlah Kader Posyandu yang Tidak Memadai sehingga selalu membutuhkan pengarahan yang terus-menerus kepada kader yang baru[12]. Dengan adanya perubahan yang terusmenerus tersebut, membuat kegiatan kader mengalami kesulitan, sehingga ketika pembagian tugas kader posyandu tidak sesuai dengan harapan. Kader yang lama harus memberikan pendampingan dulu kepada kader yang baru, sehingga tugas kader lama merangkap. Sesuai dengan hasil wawancara dengan ketua kader posyandu. Sebagai berikut:
“Selalu ada kader yang berhenti, sehingga selalu ada pula kader yang baru. Pengetahuan kader lama dan kader yang baru jelaslah berbeda, kader yang lama lebih memiliki pengalamann dari pelatiha-pelatihan dan praktek langsung dilapangan sedangkan kader baru, mereka masih minim pengetahan tentang pelayanan yang harus diberikan di posyandu. Sehingga kader lama terkadang merangkap tugas, membantu kader yang baru” (hasil wawancara, 6 Mei 2024)
Dari hasil wawancara dijelaskan bahwa selalu ada pergantian kader sehingga menyebabkan kesenjangan pengetahuan antara kader lama dan kader yang baru jelaslah berbeda, kader yang lama lebih memiliki pengalamann dari pelatiha-pelatihan dan praktek langsung dilapangan sedangkan kader baru, mereka masih minim pengetahan tentang pelayanan yang harus diberikan di posyandu. Sehingga kader lama terkadang merangkap tugas, membantu kader yang baru Pengetahuan kader lama dan kader yang baru jelaslah berbeda, kader yang lama lebih memiliki pengalamann dari pelatiha-pelatihan dan praktek. Adapun dokumentasi yang dapat diambil dalam kegiatan tersebut seperti bawah ini:
Berdasarkan hasil wawancara dan didukung oleh data berua gambar 7 dijelaskan bahwa peran kader yang ke dua adalah sebagai Sosialisasi dan Penyuluh Kesehatan, Salah satu tugas dan peran kader posyandu adalah sebagai penyuluh kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah penyampaian informasi dari sumber informasi kepada seseorang atau kelompok orang mengenai kesehatan [13]. Peran kader sebagai penyuluh kesehatan dapat dimaksimalkan dengan menggunakan berbagai media. Buku KIA (Kartu Identitas Anak) dan buku KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan salah satu media untuk memaksimalkan penyuluhan kesehatan. Dalam buku KIA dan KMS juga terdapat banyak informasi-informasi yang dibutuhkan untuk perkembangan balita, akan tetapi pengisiannya harus benar dan akurat keberhasilan pelaksanaan pemantauan tumbuh kemabng balita di posyandu tergantung pada pengetahuan, perilaku dan sikap kader dalam melakukan penimbangan balita dengan baik dan akurat[14]. Ketiga, Penggerak dan pemberdayaan masyarakat, sebagai penggerak dan pemberdayaan masyarakat kader posyandu belum melakukan banyak hal secara aktif dan nyata. Dalam hal ini kader posyandu dapat membantu memobilisasi masyarakat dan membangun kemampuan local dalam bidang kesehatan serta mampu mendorong dan merespon kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan terdapat persamaan dengan hasil penelitian terdahulu menurut Nisa Nugraheni dan Abdul Malik, (2023)[15] yang mana pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa kader posyandu bertugas untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan kesehatan dan gizi balita. Pengetahuan yang baik mengenai gizi dan upaya pencegahan stunting dapat menjadi bekal kader posyandu dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Indicator tersebut sama halnya yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan untuk melihat sudah sampai mana sosialisasi yang dilakukan dalam peran kader posyandu balita untuk mewujudkan desa bebas stunting di Desa Kalipecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Peran Kader Posyandu dalam mendukung penanganan angka stunting di Desa Kalipecabean Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo masih belum optimal. Kader posyandu dalam memberikan pengetahuan terkait stunting maupun pengetahuan kepada ibu balita dan ibu hamil tentang bagaimana pencegahan stunting belum optimal diakrenakan beberapa faktor diantaranya. 1) PredisposisingFactor, Faktor untuk memberi kemudahan dan memotivasi dan kurangnya pelatihan dan penyuluhan yang diterima sehingga berpengaruh terhadap Kualitas kader dalam pencegahan stuntingdi Desa Kalipecabean Kecamatan Candi. Hal ini lakukan dengan memberikan edukasi mengenai pentingnya posyandu dengan diharapkan dapat memotivasi ibu balita, ibu hamil, mengenai pentingnya posyandu. 2) EnablingFactor, Faktor pemungkin berupa pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan yang masih belum maksimal sehingga membtuhkan bantuan alat dari Puskesmas Cadni. 3) Reenforcing Factor, Faktor penguat menyangkut sikap dan perilaku kader posyandu. Kegiatan posyandu tidak bisa dilakukan tanpa adanya edukasi dari petugas kesehatan, perlu pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan posyandu, dengan adanya dukungan dari petugas kesehatan, kader akan terbantu dalam segala keterbatasan kemampuannya serta dapat menciptakan peran kader yang optimal. Sehingga dibutuhkan pendampingan dari bidan desa selaku petugas Kesehatan untuk mengawal jalannya kegiatan posyandu