Community Development Report
DOI: 10.21070/ijccd.v15i3.1114

Challenges and Solutions in the Implementation of the Family Hope Program


Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Program Keluarga Harapan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Family Hope Program Implementation Challenges Solutions Community

Abstract

The general background family Hope Program (PKH) represents a significant initiative aimed at reducing poverty through conditional cash transfers to very poor households, initiated in 2007. Specific background however, while many countries have adopted similar strategies, the effective implementation of such programs in rural contexts often faces numerous challenges. Knowledge gap This study specifically investigates the implementation of PKH in Gempol Village, addressing the knowledge gap regarding community attitudes and the practical obstacles that impede program success. Aims aim of this research is to analyze the barriers faced by stakeholders and participants in the execution of PKH. Results Findings reveal that successful implementation depends on enhanced coordination among government officials, program coordinators, and beneficiaries, as well as the necessity for ongoing education to ensure participants comprehend the requirements for enrollment in the program.The novelty of this research lies in its focus on financial management skills, which are often overlooked but crucial for effective fund utilization among beneficiaries.The implications of this study underscore the importance of strengthening communication among stakeholders and providing targeted educational interventions, ultimately contributing to the sustainability and effectiveness of the PKH initiative and similar community development programs in rural settings.

Highlights:

  • Coordination between stakeholders is crucial for successful program execution.
  • Continuous education is needed for participants to understand requirements.
  • Financial management skills are essential for effective fund utilization.

Keywords: Family Hope Program, Implementation, Challenges, Solutions, Community

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih memiliki masalah kemiskinan hingga saat ini. Masalah kemiskinan di Indonesia semakin besar ketika terjadinya gejolak perekonomian yang disebabkan oleh gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, sehingga berdampak munculnya krisis ekonomi terparah di tahun 1998 dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi turun dari 7 persen menjadi 13 persen (Bappenas, 2003). Sejak krisis itu, Indonesia dilanda masalah kemiskinan terparah sepanjang kehidupan. Meskipun hingga tahun 2019 telah mengalami perubahan yang sangat signifikan terhadap angka kemiskinan, namun masih menjadi masalah utama Indonesia terutama dalam pembangunan.

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sejak tahun 2007. Program ini diberikan melalui bantuan tunai kepada keluarga sangat miskin berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Program Perlindungan Sosial ini diberikan melalui konsep Conditional Cash Transfers (CCT) dan dianggap cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi berbagai negara, terutama masalah kemiskinan kronis (https://pkh.kemsos.go.id, 2019).

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan,[1] dalam pasal 6 ketentuan dimaksud, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH berhak mendapatkan: a) Bantuan Sosial PKH; b) pendampingan PKH; c) pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial; dan d) program Bantuan Komplementer berupa subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Keluarga penerima PKH harus memenuhi kriteria komponen yang terdiri dari komponen kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Komponen kesehatan meliputi ibu hamil, menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun. Komponen pendidikan meliputi: a) anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat; b) sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah atau sederajat; c) anak sekolah menengah atas/madrasah aliyah atau sederajat; dan anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Komponen kesejahteraan meliputi: a) lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun; dan b) penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat. Bantuan diberikan dalam bentuk uang melalui rekening berupa bantuan tetap dan bantuan sesuai komponen dalam keluarga. Ketentuan pemberian bantuan komponen tersebut maksimal untuk 4 (empat) orang dalam satu keluarga. Namun dalam perkembangannya meskipun dalam satu keluarga terdapat lebih dari 4 (empat) orang tetap akan mendapat tambahan sejumlah uang tergantung pada komponen yang terdapat dalam keluarga tersebut mengacu pada Kartu Keluarga KPM.

PKH memiliki tujuan untuk membuka akses keluarga miskin mendapatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan dan layanan pendidikan, serta akses terhadap upaya peningkatan kesejahteraan bagi kelompok rentan. Program ini memiliki harapan agar di masa mendatang keluarga miskin bisa lepas dari kemiskinan melalui perbaikan generasi kedepan dalam hal kesehatan dan pendidikan, sekaligus memberikan jaminan akses layanan kepada kelompok non produktif yaitu lansia dan disabilitas berat. Konsep Implementasi secara sederhana bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky (Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa “Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.[2] Menurut Syaukani dkk (2004:295) implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan.[3] Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, Pertama persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan tersebut. Ketiga, bagaimana menghantarkan kebijaksanaan secara konkrit ke masyarakat.

Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa proses implementasi kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi prilaku dari semua pihak yang terlibat untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil kegiatan pemerintah.

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) Komunikasi, keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. (2) Sumber Daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar pelaksanaan berjalan efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. (3) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul di negara-negara dunia, seperti Indonesia adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan. Dan (4) Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Dari penelitian implementasi PKH di Desa Karang Rejo, ada beberapa perubahan yang terjadi pada keluarga penerima dalam bidang pendidikan dan kesehatan meskipun bersifat sementara, pendamping memotivasi penerima bantuan untuk meningkatkan kualitas hidup.[4] Namun demikian masih banyak juga keluarga yang belum memiliki kesadaran untuk benar-benar memperbaiki kualitas kehidupannya. Dari aspek ketercukupan, alokasi PKH masih dibawah separuh jumlah keluarga miskin sehinga banyak keluarga miskin belum terbantu, serta besaran penerimaan program yang dipandang belum mencukupi kebutuhan mereka.

Telah banyak studi dilakukan terkait PKH, baik dari aspek konsep program, implementasi, dampaknya bagi penerima, maupun kontribusinya di dalam penanggulangan kemiskinan. Dari aspek implementasi beberapa penelitian menunjukkan faktor kelemahan dan keunggulan PKH. Salah satu masalah yang sering terjadi tekait bantuan PKH adalah datangnya bantuan sering tidak tepat waktu karena berbagai hal misalnya masalah verifikasi.[5] Hal tersebut terjadi karena prosedur pencairan bantuan ditentukan oleh pemerintah pusat (KEMENSOS). Pelaksanaan program, sebagaimana hasil penelitian kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PKH adalah kurang aktifnya sebagian penerima PKH dalam kegiatan seperti hadir pertemuan, serta kurangnya sosialisasi dan koordinasi dari stakeholder (Hidayat, 2018).

Isdijoso, dkk (SMERU, 2018) juga menunjukkan bahwa PKH membantu pemenuhan biaya pendidikan dan kesehatan, konsumsi, serta kehidupan yang lebih layak. Dalam penggunan PKH selain untuk pendidikan dan kesehatan juga untuk membayar sewa rumah, listrik, dan air bersih. Secara umum penerima PKH dianggap cukup tepat sasaran, namun jumlahnya lebih kecil dari kebutuhan. Beberapa yang perlu ditingkatkan adalah transparansi jumlah dana, larangan pemotongan dana atau memberikan dana kepada pendamping maupun aparat. Sosialisasi kewajiban penerima PKH masih perlu ditingkatkan, khususnya terkait kesehatan, untuk pencairan dana sebaiknya juga disesuaikan dengan kalender pendidikan. Keterpaduan dengan program lain juga perlu ditingkatkan.

Hasil penelitian Saraswati (2018) tentang PKH di Pekon Pandansurat menunjukkan adanya pengaruh PKH terhadap pengentasan kemiskinan, dengan terpenuhinya biaya pendidikan dan kesehatan. PKH mampu mengurangi angka sebesar 8.3%. Namun demikian, masih ada beberapa kendala antara lain penyaluran PKH belum tepat sasaran dimana sebagian penerima bantuan mereka yang sejahtera. Hal tersebut dikarenakan data yang tidak valid, ditemukan adanya peserta yang sudah beralih status menjadi sejahtera namun masih menerima bantuan, serta ditemukan pula penerima bukan keluarga miskin, sebagian adalah kerabat dekat aparat desa.[6]

Implementasi PKH di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan sudah berjalan dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Dimulai dari pertemuan rutin KPM PKH dengan pendamping PKH Desa Gempol di setiap Dusun dengan sosialisasi dari Pendamping dan Koordinator wilayah Dusun masing-masing. Selain itu, Pendamping PKH pun melaksanakan survey pada KPM PKH yang baru rilis. Untuk mengecek titik lokasi tempat tinggal KPM, kondisi nyata keadaan status ekonomi warga tersebut dan mengecek administrasi kependudukan yang merupakan salah satu kunci untuk menentukan layak tidaknya KPM tersebut masuk dalam komponen PKH. Sesuai regulasi yang berlaku Peserta PKH selalu bisa mendapatkan penyaluran uang bantuan sosial melalui via transfer Bank. Meski kadang penyaluran juga lewat Kantor Pos terdekat melalui Surat Panggilan Pengambilan.

No Tahun DTKS KPM ALOKASI ANGGARAN
1 2021 948 256 Rp.573.000.000,-
2 2022 867 245 Rp.401.000.000,-
3 2023 739 180 Rp.298.000.000,-
Table 1.Perubahan Jumlah Keluarga Penerima Manfaat PKH Desa Gempol

Sumber : Hasil wawancara dengan Pendamping PKH dan Operator SIKS-NG, 2023

Implementasi PKH di Desa Gempol masih mempunyai beberapa masalah. Terutama pada warga miskin yang layak mendapat bantuan sosial berupa PKH namun belum bisa untuk mendapatkannya, meskipun warga tersebut mempunyai komponen dalam kategori bantuan sosial tersebut dikarenakan sosialisasi tentang PKH hanya terdapat pada pertemuan rutin Pendamping PKH dengan KPM PKH disetiap Dusun, bukan dengan warga miskin yang belum menjadi KPM PKH. Sosialisasi yang termasuk pada kategori keterbukaan informasi harusnya diadakan di Desa namun hingga kini belum pernah diadakan. Permasalahan selanjutnya ada pada sistem gagal salur dana pencairan melalui Bank karena data yang tidak padan dengan data DISPENDUKCAPIL, yang mana seharusnya pada saat pencairan menggunakan data Kartu Keluarga terbaru sedangkan KPM masih menggunakan data Kartu Keluarga yang lama. Masyarakat masih belum memahami persyaratan sinkronisasi data agar tidak terjadi gagal salur.

Pemerintahan Desa Gempol mensosialisasikan tentang tahapan-tahapan untuk pengajuan data hingga untuk bisa diterimanya data warga tersebut mendapatkan bantuan sosial berupa PKH. Perbaikan data kependudukan yang baru apabila terjadi perubahan pada berkas administrasi kependudukan berupa KK (Kartu Keluarga). Dan mensosialisasikan agar selalu datang untuk mengikuti setiap pertemuan rutin yang diadakan Koordinator wilayah dan Pendamping PKH. Tujuan penelitian ini adalah menelaah implementasi program PKH di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, untuk menggali sikap dan pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan PKH, serta konsep pembaharuan PKH yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

METODE

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan implementasi Program Keluarga Harapan (PKH). Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Pendekatan kualitatif diartikan juga sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang atau perilaku yang diamati. Penelitian ini menggunakan landasan berpikir untuk memahami makna suatu gejala secara fenomenologi. Fenomenologi adalah memandang bahwa tingkah laku manusia, yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang, sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya. Lokasi penelitian terdapat di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Teknik penentuan informan yang digunakan adalah Teknik Purposive Sampling, maka penulis mengambil beberapa informan diantaranya, Perangkat Desa yang menjabat sebagai KAUR KESRA (Kepala Urusan Kesejahteraan), Koordinator PKH Kecamatan Gempol, Pendamping PKH Desa Gempol, Operator SIKS-NG dan beberapa KPM PKH. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan cara wawancara sistematik, dimana sebelumnya mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode Interaktif dari Miles dan Huberman (2014) yang meliputi beberapa tahap yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Tahap pertama yakni, pengumpulan data, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, atau sumber lain yang relevan. Ini adalah tahap awal di mana peneliti mulai mengumpulkan informasi yang diperlukan. Selanjutnya tahap kedua, reduksi data, data yang dikumpulkan akan dipilih, diringkas, dan difokuskan untuk menghilangkan informasi yang tidak relevan. Ini membantu dalam mengorganisir data dan mengidentifikasi tema-tema utama. Tahap yang ketiga, penyajian data, data yang telah diringkas akan dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik, atau narasi yang memudahkan analisis. Tujuannya adalah untuk memudahkan peneliti dalam melihat pola atau hubungan dalam data. Pada tahap ini, peneliti akan memeriksa dan menguji temuan untuk memastikan validitas dan reliabilitas. Ini termasuk menyandingkan data dengan teori atau dengan data lain yang relevan. Dan tahap yang terakhir, kesimpulan, berdasarkan analisis dan intepretasi yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dari data. Ini termasuk interpretasi hasil dan pemahaman tentang fenomena yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah melakukan wawancara mendalam di Kantor Desa Gempol terkait implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai bentuk teknik pengumpulan data primer penelitian ini, terungkap berbagai aspek yang menjadi inti dari kesuksesan program ini dalam memenuhi tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Implementasi PKH di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, memerlukan koordinasi yang baik antara Pemerintah Desa, Pendamping PKH, dan keluarga penerima manfaat (KPM) agar berjalan efektif. Hasil wawancara mengungkap berbagai tantangan dan juga potensi yang ada dalam pelaksanaan program ini, termasuk dalam hal manajemen komunikasi, alokasi anggaran, serta dampak yang dirasakan oleh masyarakat penerima. Pada bab ini, akan dianalisis bagaimana proses implementasi PKH di Desa Gempol mempengaruhi kondisi sosial ekonomi serta respon dari berbagai pihak yang terlibat, guna mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai dampak program ini bagi masyarakat Desa Gempol secara keseluruhan.

1.Komunikasi

Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol sudah benar-benar cukup membantu kebutuhan hidup warga masyarakat Desa Gempol, meski pada perkembangannya masih belum bisa merubah status sosial Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tersebut secara signifikan, dari status layak mendapat bantuan hingga dianggap berstatus sudah tidak layak mendapatkan bantuan PKH.

Target Pemerintah selain dari KPM PKH yang biasa disebut Peserta PKH, adalah keluarga-keluarga baru yang mempunyai unsur atau komponen untuk berhak mendapatkan bantuan berupa PKH dan warga masyarakat yang masih belum terlindungi oleh bantuan sosial PKH yang tidak mengetahui tentang mekanisme untuk mendapatkan bantuan tersebut. Karena keluarga-keluarga tersebut merupakan warga yang layak mendapatkan bantuan sosial untuk menopang kebutuhan hidup keluarganya yang miskin dan tidak mampu. Ketika ditanyakan mengenai kekurangan program PKH, sebagian besar menjawab kekurangan program PKH adalah belum meratanya program ini, masih banyak yang belum menerima, sasaran penerima PKH perlu ditinjau kembali agar penerima PKH sesuai dengan komponen PKH.[5] Sesuai teori Edward III, disinilah indikator komunikasi harus dijalankan untuk mempermudah warga miskin dan tidak mampu berpeluang mendapatkan bantuan sosial unik berupa PKH.

a. Keterbukaan Informasi, adalah salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan. Keterbukaan informasi menjadi sub indikator yang krusial dalam memahami bagaimana program ini diterapkan dan dampaknya terhadap masyarakat lokal. Melalui keterbukaan informasi yang baik, akan dapat dipahami secara jelas bagaimana proses pelaksanaan program tersebut berlangsung, serta sejauh mana keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses ini. Hal ini sangat relevan dalam mengevaluasi keberhasilan dan dampak sosial dari Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol.

Kurangnya wawasan peserta PKH ketika mengalami gagal salur dalam pengambilan bantuan berupa uang melalui Bank, terindikasi gagal salur terjadi karena adanya perubahan data kependudukan peserta PKH tersebut belum disinkronisasi oleh Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dijadikan dasaran Pemerintah melalui Kementerian Sosial (KEMENSOS) untuk menyalurkan bantuan. Hal tersebut dinyatakan oleh salah satu informan dari Pendamping PKH Desa Gempol, Ibu Masyitoh Ummul Azizah mengatakan sebagai berikut :

“Saya menganggap keterbukaan informasi sangat penting dalam menanggapi keluhan warga terkait pencairan dana PKH. Ketika ada keluhan tentang penyaluran dana yang tidak tepat waktu, langkah pertama yang saya ambil adalah memberikan penjelasan secara transparan kepada warga mengenai proses yang terjadi di belakang layar.

Saya berusaha menjelaskan tahapan-tahapan administratif yang harus dilalui sebelum dana benar-benar tersalurkan ke penerima manfaat. Selain itu, saya juga aktif berkomunikasi dengan pihak terkait di tingkat kabupaten Pasuruan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat dan mendukung dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, saya juga mengadakan pertemuan terbuka dengan warga untuk mendengarkan langsung keluhan mereka, serta mencari solusi bersama jika memang ada permasalahan yang perlu diselesaikan. Keterbukaan dan komunikasi yang baik tidak hanya membantu dalam menangani keluhan secara efektif, tetapi juga membangun kepercayaan dan partisipasi aktif warga dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan.”(Hasil wawancara tanggal 27 Juni 2024)

Kesimpulan dari pernyataan tersebut, yakni bahwa gagal salur dana PKH oleh peserta PKH dikarenakan sistem yang dijalankan oleh Pemberi Bantuan selaku Kementerian Sosial mengalami penolakan pada sistem Bank secara data. Jadi, kegagalan pencairan bantuan PKH yang tidak tepat waktu adalah hal diluar kewenangan seorang Pendamping PKH Desa.

Setelah peneliti mewawancarai Pendamping PKH, dilaksanakan salah satu giat dalam mengimplementasi PKH Di Desa Gempol, yakni pertemuan rutin bersama dengan KPM PKH yang dibantu oleh Koordinator KPM PKH wilayah Dusun Kisik.

Figure 1.Pertemuan rutin KPM PKH dengan pendamping PKH Desa

Sumber : Dokumentasi Pendamping PKH Desa Gempol, 2024

Berdasarkan Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa Pendamping PKH Desa Gempol memberikan sosialisasi berupa informasi tentang perkembangan PKH kepada KPM PKH tentang pentingnya keterbukaan informasi atas keluhan-keluhan KPM PKH kepada Pendamping PKH atau sebsliknya pada pertemuan rutin di wilayah Dusun Kisik Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Agar kedepan Pendamping PKH bisa menindaklanjuti hasil pertemuan rutin untuk kelancaran PKH yang berdampak positif pada kehidupan para KPM PKH.

Begitu pula untuk pengajuan baru pada DTKS bagi warga Desa Gempol yang berstatus miskin dan tidak mampu, yang belum terjamah bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan harus melakukan pengajuan data diri kepada Operator Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) Desa Gempol.

Mekanisme untuk mengajukan data warga Desa Gempol yang miskin dan tidak mampu tersedia di Desa Gempol melalui Aplikasi SIKS-NG yang dipegang oleh Ibu Siti Lailatus Sa’idah semenjak bulan Agustus tahun 2023 hingga saat ini. Informasi tentang persyaratan lengkap untuk bisa diproses kedalam aplikasi tersebut dijelaskan dengan baik pada warga Desa Gempol yang melakukan tahapan pengajuan karena sosialisasi tentang bantuan sosial PKH masih belum digalakkan di setiap wilayah RT/RW di penjuru Desa Gempol.

“Saya bertanggung jawab untuk menjalankan sistem informasi yang mengelola data dan proses penyaluran Bantuan Sosial, termasuk PKH. Persyaratan untuk mendapatkan PKH meliputi beberapa hal yang harus dipenuhi oleh calon penerima. Pertama, calon penerima harus terdaftar dalam DTKS yang merupakan database penduduk yang terverifikasi sebagai keluarga miskin atau rentan. Kedua, calon penerima harus memenuhi kriteria seperti memiliki anggota keluarga yang hamil, balita, anak usia sekolah, atau lanjut usia.

Selain itu, calon penerima juga harus menyediakan dokumen pendukung seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Identitas (KTP), serta dokumen lain yang dibutuhkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Keterbukaan informasi tentang persyaratan ini sangat penting untuk memastikan bahwa proses seleksi penerima manfaat dilakukan secara transparan dan adil. Saya berperan dalam menyampaikan informasi ini kepada masyarakat Desa Gempol melalui komunikasi langsung dengan potensial penerima manfaat. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman yang jelas dan akurat tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengakses Bantuan Sosial melalui Program Keluarga Harapan.”(Hasil wawancara tanggal 28 Juni 2024)

Kesimpulan yang didapatkan peneliti saat mewawancarai Operator SIKS-NG Desa Gempol menerangkan bahwa masih banyak warga masyarakat miskin Desa Gempol yang belum mengetahui persyaratan-persyaratan untuk bisa masuk database DTKS, karena hal tersebut adalah tahapan paling utama untuk mendapatkan peluang mendapatkan dana bantuan sosial berupa PKH.[7]

b. Konsistensi, salah satu aspek penting yang perlu dalam komunikasi adalah konsistensi. Konsistensi ini menjadi hal yang menentukan sejauh mana informasi mengenai program ini disampaikan secara teratur dan tepat waktu kepada semua pihak terkait, mulai dari penerima manfaat hingga stakeholder terkait lainnya. Keteraturan dan ketepatan waktu dalam komunikasi menjadi kunci dalam memastikan bahwa tujuan program dapat tercapai dengan efektif, serta meminimalkan ketidakpastian dan kesalahpahaman di antara semua pihak yang terlibat.

Didalam perkembangannya, PKH sudah sangat membantu kebutuhan masyarakat Desa Gempol pada aspek Pendidikan, terutama KPM peserta PKH yang berkomponen mempunyai anak Sekolah. KPM PKH tersebut mengalami kelulusan/graduasi dari bantuan sosial berupa dana PKH karena anak-anaknya telah lulus SMA. Konsistensi KPM PKH untuk menerima konsekuensi tersebut merupakan hasil dari komunikasi yang dibangun oleh Pendamping PKH dengan selalu mensosialisasikan didalam Pertemuan yang selalu diadakan rutin dengan peserta PKH diberbagai wilayah Dusun. Uraian tersebut disampaikan oleh Bapak Juwianto selaku KAUR KESRA (Kepala Urusan Kesejahteraan) Desa Gempol kepada peneliti ketika diwawancarai.

“Informasi perkembangan status ekonomi peserta PKH secara berkala saya terima dari Pendamping PKH. Kami mengintegrasikan konsistensi untuk memastikan informasi terkait program ini tersampaikan secara teratur dan konsisten kepada peserta PKH. Meskipun beberapa keluarga secara sadar menolak untuk mengundurkan diri karena telah kami anggap sudah tidak layak untuk mendapatkan bantuan PKH.”(Hasil wawancara tanggal 1 Juli 2024)

Kesimpulan yang diambil oleh peneliti dari wawancara tersebut adalah Pemerintah Desa Gempol yang diwakili oleh KAUR KESRA konsisten untuk melakukan tahap pengajuan kelulusan/graduasi dana bantuan PKH kepada Kepala Desa dari hasil laporan perkembangan KPM PKH yang dilakukan oleh Pendamping PKH Desa. Meskipun terkadang keputusan tersebut mendapatkan respon negatif oleh beberapa KPM PKH yang dinyatakan lulus/graduasi.

c. Transmisi, memegang peranan penting dalam mengevaluasi bagaimana informasi mengenai program disampaikan dan diterima oleh masyarakat. transmisi merujuk pada proses penyampaian pesan dari pengirim (pihak yang mengimplementasikan PKH) kepada penerima (masyarakat desa). Dengan deskripsi, menilai seberapa jelas dan mudah dipahami informasi yang disampaikan mengenai PKH. Ini termasuk penggunaan bahasa yang sederhana dan tidak ambigu. Peneliti mewawancarai informan saat melakukan pengambilan tagging lokasi tempat tinggal KPM PKH, Ibu Siti Lailatus Sa’idah selaku Operator SIKS-NG Desa Gempol mengungkapkan,

"Materi komunikasi seperti brosur dan poster dirancang agar sederhana, namun terkadang terdapat istilah teknis terkait sistem yang kami gunakan. Misalnya, 'data base' atau 'update sistem' mungkin tidak langsung dipahami oleh warga.”(Wawancara tanggal 27 Juli 2024)

Kesimpulan dari pernyataan tersebut berisi bahwa beberapa warga yang menjadi KPM PKH masih belum mengerti akan istilah-istilah yang mungkin dinilai asing oleh mereka. Untuk itu, ketika giat tagging lokasi tempat tinggal KPM PKH yang dilaksanakan oleh Operator SIKS-NG merupakan salah satu kesempatan untuk menyampaikan pesan-pesan yang mungkin bisa membantu KPM PKH mengerti akan istilah-istilah asing bagi mereka.

Temuan di lapangan terkait komunikasi implementasi PKH di Desa Gempol sesuai dengan hasil penelitian terdahulu karya Umi Kalsum, dkk. dengan judul “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kebijakan UU No. 10 Tahun 2017 Tentang Program Keluarga Harapan pada Desa Tamanasri Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang)”[8]. Hasil kajian peneliti berdasarkan teori George Edward III, yang menekankan pentingnya komunikasi dalam implementasi kebijakan, observasi menunjukkan bahwa implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol belum efektif, terutama dalam pencairan dana dan pemahaman persyaratan DTKS oleh warga miskin. Meskipun Pemerintah Desa konsisten dalam pengajuan kelulusan KPM PKH, kegagalan sistem perbankan dan kurangnya komunikasi yang jelas mengenai persyaratan dan proses menyebabkan reaksi negatif dari penerima manfaat, mencerminkan adanya kelemahan dalam aspek komunikasi sesuai dengan teori Edward.

2.Sumber Daya

Indikator sumber daya merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas dan kedalaman analisis terhadap implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol, yang dipandu oleh Teori Edward III. Sumber daya tersebut mencakup pengetahuan mendalam tentang struktur dan mekanisme pelaksanaan PKH, kemampuan menganalisis data yang relevan, serta keahlian dalam mengaitkan temuan empiris dengan kerangka teoritis yang diberikan. Dalam konteks ini, peneliti harus mampu menggabungkan perspektif praktis dengan tinjauan teoritis yang kokoh untuk menghasilkan pemahaman yang holistik terhadap dampak dan efektivitas program tersebut bagi masyarakat di tingkat lokal.

a. Alokasi anggaran, peneliti menyoroti pentingnya pemahaman mendalam terhadap pengelolaan anggaran dalam Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Karena mengeksplorasi bagaimana alokasi dana program sosial ini mempengaruhi kesejahteraan dan keberlanjutan penerima manfaat di tingkat lokal. Analisis akan mencakup cara-cara penerima manfaat mengelola dana PKH, tantangan yang dihadapi dalam pengaturan keuangan keluarga, serta strategi mereka dalam memaksimalkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana tersebut. Dengan fokus pada aspek finansial ini, penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam mengenai dampak ekonomi dari implementasi PKH serta rekomendasi untuk perbaikan kebijakan yang lebih baik dalam mendukung kesejahteraan masyarakat Desa Gempol secara berkelanjutan.

Peneliti mewawancarai seorang KPM PKH yang bernama Ibu Saminten, seorang KPM PKH yang berkomponen lansia. Peserta PKH tersebut mengeluhkan tentang penerimaan dana PKH yang menurutnya kurang untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari meskipun diketahui peneliti bahwa selain menerima dana PKH dia juga mendapat BPNT berupa SEMBAKO senilai Rp.200.000,- setiap bulan.

"Pencairan dana PKH yang saya terima merupakan tantangan yang kompleks. Meskipun saya berusaha untuk memprioritaskan kebutuhan dasar keluarga seperti makanan dan kesehatan, namun saya sering menghadapi kesulitan dalam mengatur dana dengan efisien. Terkadang, saya tidak dapat menyisihkan cukup dana untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari karena terbatasnya bantuan yang diterima.”(Hasil wawancara tanggal 2 Juli 2024)

Kesimpulan yang diambil oleh peneliti setelah mewawancarai KPM PKH tersebut menunjukkan bahwa implementasi PKH di Desa Gempol sebenarnya sudah berjalan dengan tujuan membantu warga masyarakat miskin dan rentan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun terkadang KPM PKH merasa masih saja kurang dalam menerima besaran bantuan yang didapatnya.

Di bawah ini adalah tabel yang menyajikan rincian nominal dana Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2024 beserta komponennya, yang ditujukan untuk membantu keluarga penerima manfaat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.

NO KOMPONEN TRIWULAN PerTAHUN
1 Ibu hamil dan anak usia dini (0-6 tahun) Rp.750.000,- Rp.3.000.000,-
2 Siswa Sekolah Dasar (SD) Rp.225.000,- Rp.900.000,-
3 Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Rp.375.000,- Rp.1.500.000,-
4 Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Rp.500.000,- Rp.2.000.000,-
5 Lansia berusia 70 tahun keatas Rp.600.000,- Rp.2.400.000,-
6 Penyandang disabilitas berat Rp.600.000,- Rp.2.400.000,-
Table 2.Nominal BANSOS PKH Tahun 2024

Sumber : Laman KEMENSOS RI, 2024

Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui bahwa setiap KPM PKH menerima dana PKH setiap tahap (Triwulan) tidaklah sama. Nominal yang diterima KPM tergantung dari komponen yang terdapat pada data kependudukan berupa Kartu Keluarga (KK). Oleh karenanya dari tabel diatas terdapat perbedaan penerimaan besaran nominal yang didapatkan oleh seluruh KPM.

b. Sumber Daya Manusia, penelitian ini menelusuri peran kritis pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi pihak terlibat dalam Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Fokus utamanya adalah pada bagaimana keahlian dan pengalaman dari para petugas lapangan, koordinator program, dan KPM PKH dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dari implementasi program ini. Penelitian ini akan menjelajahi sejauh mana pengetahuan praktis dan teoritis dari para aktor terlibat dalam PKH dapat mengoptimalkan hasil program, serta dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan memahami peran sumber daya manusia secara mendalam, diharapkan penelitian ini dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelaksanaan PKH di Desa Gempol, sehingga dapat lebih efektif mendukung pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan.

NO. NAMA JABATAN POSISI
1. Kholik Koordinator PKH Kecamatan Gempol Pengawas dan Pengelola Program
2. Masyitoh Ummul Azizah Pendamping PKH Desa Gempol Pendamping Teknis dan Fasilitator
3. Juwianto KAUR KESRA Desa Gempol Penyelia Administratif dan Penghubung Program
4. Siti Lailatus Sa’idah Operator SIKS-NG Desa Gempol Pengelola Sistem Informasi dan Data
5. Akhmad Khabibi Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Gempol Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
6. Lailatus Soliha Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Tanjung Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
7. Paulus Soarez Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Wonoayu Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
8. Achmad Jufri Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Patuk Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
9. Moch. Rozi Firdaus Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Kisik Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
10. Asi Muhara Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Gempol Joyo Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
11. Sumariono Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun Kauman Baru Fasilitor dan Pelaksana Lapangan
Table 3.Data Implementor PKH Desa Gempol

Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan, 2024

Berdasarkan Tabel 3 diatas di Desa Gempol, implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) melibatkan beberapa posisi kunci yang berperan dalam memastikan efektivitas dan kelancaran program. Data implementor PKH Desa Gempol mencakup berbagai individu dengan tanggung jawab dan fungsi spesifik.

Pendamping PKH adalah sumber daya manusia yang direkrut dan ditetapkan oleh Kementerian Sosial sebagai pelaksana pendampingan di tingkat Kecamatan. Tugas dan tanggungjawab Pendamping PKH atau PPKH Kecamatan secara umum adalah melaksanakan tugas pendampingan kepada RTSM/KSM peserta PKH. Wilayah kerjanya meliputi seluruh desa/ kelurahan dalam satuan wilayah kerja di Kecamatan dan lebih rinci dijelaskan dalam Pedoman Operasional Kelembagaan PKH. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, PPKH Kecamatan bertanggungjawab kepada PPKH Kabupaten/ Kota dan berkoordinasi dengan Camat setempat. Bila dalam satu wilayah Kecamatan terdapat lebih dari dua Pendamping, maka wajib ditunjuk salah seorang dari pendamping untuk menjadi Koordinator Pendamping tingkat Kecamatan[9]. Bapak Kholik selaku Koordinator PKH Kecamatan Gempol mengungkapkan saat diwawancarai peneliti di Aula Kantor Kecamatan Gempol.

"Dalam memastikan bahwa sumber daya manusia yang terlibat memiliki pemahaman yang cukup tentang tujuan dan prosedur Program Keluarga Harapan, kami telah mengimplementasikan beberapa mekanisme yang efektif. Kami secara rutin menyelenggarakan pelatihan dan workshop untuk semua petugas lapangan dan staf terkait. Pelatihan ini mencakup pemahaman mendalam tentang tujuan PKH, prosedur administrasi mulai dari verifikasi data hingga penyaluran bantuan, serta pentingnya akuntabilitas dalam pelaksanaan program. Selain itu, kami juga menyediakan panduan operasional yang jelas dan dokumentasi terkait yang dapat diakses oleh semua pihak terlibat. Hal ini membantu memastikan bahwa setiap langkah dalam implementasi PKH dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.”

Kemudian Bapak Kholik juga menambahkan, selaku beliau juga adalah seorang Operator SIKS-NG Desa Jeruk Purut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan,

“Untuk memastikan bahwa sumber daya manusia yang terlibat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan tugas mereka dengan efektif, kami mengadakan evaluasi secara berkala terhadap kinerja mereka. Evaluasi ini tidak hanya melihat pencapaian target numerik, tetapi juga mengevaluasi pemahaman mereka tentang konsep-konsep kunci dalam PKH dan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan penerima manfaat secara efektif. Kami juga mendorong petugas lapangan untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran berkelanjutan, seperti diskusi kelompok dan pelatihan lanjutan, agar mereka dapat terus mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam mendukung pelaksanaan program ini."(Wawancara tanggal 5 Juli 2024)

Berdasarkan pernyataan Koordinator PKH Kecamatan Gempol dijelaskan bahwa Pendamping PKH di setiap Desa se-Kecamatan Gempol telah dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk membantu kelancaran implementasi PKH pada Desa yang mereka dampingi sesuai tugas pokok dan fungsinya. Namun akan tetap ada evaluasi atas kebijakan atau keputusan yang diambil oleh pendamping PKH atas hambatan peserta PKH di wilayah pendampingannya. Karena dilapangan akan selalu menemukan berbagai macam hal-hal yang diluar teori yang mereka dapatkan saat BIMTEK.

Figure 2.Bimbingan Teknis Operator SIKS-NG Desa Se-Kecamatan Gempol

Sumber : Dokumentasi Pemerintah Kecamatan Gempol, 2024

Berdasarkan dokumentasi diatas menunjukkan bahwa Koordinator PKH Kecamatan Gempol dan staf Kecamatan Gempol yang dipimpin oleh KASI Kesejahteraan telah melaksanakan upaya yang signifikan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia yang mereka kelola memiliki pemahaman yang cukup tentang tujuan dan prosedur program. Pelatihan, panduan operasional, dan evaluasi kinerja secara berkala merupakan bagian integral dari strategi mereka untuk meningkatkan efektivitas implementasi PKH. Dengan demikian, langkah-langkah ini tidak hanya memastikan kualitas pelaksanaan program, tetapi juga memberikan kontribusi positif dalam mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas di Desa Gempol.

c. Informasi, pada penelitian ini mengfokuskan pada pentingnya akses dan penggunaan informasi yang akurat serta relevan dalam konteks Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Informasi yang tepat waktu dan terkini menjadi kunci dalam mendukung pengambilan keputusan yang efektif dalam pelaksanaan program ini. Penelitian ini akan menginvestigasi bagaimana informasi tentang kriteria penerima manfaat, prosedur administrasi, dan evaluasi dampak program disebarkan, dipahami, dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak terkait, mulai dari petugas lapangan hingga penerima manfaat PKH sendiri. Dengan fokus pada sub indikator ini, diharapkan penelitian dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana akses informasi yang baik dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pelaksanaan PKH di Desa Gempol, serta mengidentifikasi potensi perbaikan yang dapat dilakukan dalam sistem informasi yang ada.

Menurut peneliti, semua aktor yang terlibat dalam implementasi PKH di Kelurahan Battang memainkan peran penting dan memiliki tanggungjawab masing-masing. Sebagai peran pendamping, pendamping PKH memiliki peran yang sangat krusial karena mereka berhubungan langsung dengan para peserta PKH. Oleh karena itu, pendamping merupakan panca indera bagi para peserta PKH.[10]

Peneliti mewawancarai Ibu Sutin seorang keluarga penerima manfaat (KPM) peserta penerima PKH menjawab,

"Sejauh ini, saya merasa bahwa informasi terkait Program Keluarga Harapan cukup mudah dipahami oleh masyarakat kami di Desa Gempol. Pendamping PKH Desa sering mengadakan penyuluhan dan pertemuan untuk menjelaskan tujuan program, kriteria penerima manfaat, dan prosedur yang harus diikuti. Mereka menggunakan bahasa yang sederhana dan contoh-contoh konkret untuk membantu kami memahami bagaimana program ini dapat memberikan manfaat bagi keluarga kami. Selain itu, kami juga mendapatkan panduan tertulis dan brosur yang menjelaskan secara rinci mengenai hak dan kewajiban kami sebagai penerima manfaat."(Wawancara tanggal 8 Juli 2024)

Di lain hari peneliti mewawancarai seorang KPM PKH yang bernama Ibu Yanti yang sudah tidak menerima dana bantuan tersebut selama 9 bulan. Dikonfirmasi saat pertemuan rutin dengan Pendamping PKH Desa, disinyalir hal itu terjadi karena didalam Kartu Keluarga (KK) Ibu Yanti, sang Kepala Keluarga yakni suaminya tertulis pada Jenis Pekerjaannya adalah Karyawan Swasta. Informasi yang didapat dari Pendamping PKH Desa, sistem pada DTKS per bulan Agustus tahun 2023 memutus bantuan PKH dan bantuan-bantuan sosial yang lain karena kebijakan langsung dari KEMENSOS. Ibu Yanti menyatakan dalam wawancara,

“Meskipun informasi tersebut tersedia, saya merasa masih ada ruang untuk perbaikan dalam hal kejelasan dan ketersediaan informasi yang lebih mendalam tentang dampak program ini bagi kami. Beberapa kali kami menghadapi situasi dimana kami tidak sepenuhnya mengerti perubahan kebijakan atau prosedur baru dalam PKH karena kurangnya komunikasi yang teratur dan jelas dari pihak terkait. Hal ini dapat mempengaruhi partisipasi aktif kami dalam program, karena kami merasa perlu memiliki pemahaman yang lebih baik untuk dapat terlibat secara maksimal”(Wawancara tanggal 9 Juli 2024)

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa meskipun informasi terkait PKH sudah tersedia, masih ada tantangan dalam memastikan bahwa informasi tersebut mudah dipahami dan cukup memotivasi partisipasi aktif masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kejelasan dan keteraturan dalam komunikasi, serta memastikan bahwa informasi disampaikan secara tepat waktu dan dalam format yang dapat diakses dengan mudah, menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas program ini. Dengan memperkuat akses informasi yang akurat dan pemahaman yang mendalam tentang manfaat program, diharapkan partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap PKH di Desa Gempol dapat ditingkatkan secara signifikan, sehingga program ini dapat berdampak lebih besar bagi kesejahteraan keluarga penerima manfaat. Dalam pelaksanaan pendamping Kecamatan Gayungan telah melakukan sosialisasi kepada Keluarga Penerima Manfaat Kecamatan Gayungan dengan melakukan korcam (koordinasi kecamatan) yang dibagi dalam 5 zona yaitu Surabaya Timur, Surabaya Barat, Surabaya Selatan dan Surabaya Utara menjadi 2. Setelah Koordinasi, Pendamping Kecamatan Gayuangan melakukan sosialisasi sebagai informasi terkait Program Keluarga Harapan kepada Keluarga Penerima Manfaat bagaimana program tersebut dijalankan. Dalam sosialisasi tersebut diketahui bahwa informasi terkait Program Keluarga Harapan (PKH) sudah sangat jelas yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).[11]

Rangkuman permasalahan yang dikaji peneliti dalam indikator ini mencakup beberapa aspek kunci. Menurut teori George Edward III, yang menekankan pentingnya sumber daya dalam implementasi kebijakan, observasi menunjukkan bahwa pengelolaan anggaran PKH oleh penerima manfaat di Desa Gempol menghadapi tantangan signifikan dalam efisiensi, sejalan dengan aspek sumber daya finansial dari teori tersebut. Selain itu, keberhasilan program sangat bergantung pada pengetahuan dan keterampilan petugas lapangan serta koordinator, mencerminkan pentingnya sumber daya manusia dalam teori Edward. Evaluasi kinerja dan pelatihan berkala sejalan dengan teori untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Selain itu, perbaikan dalam akses dan penggunaan informasi mendukung teori Edward mengenai pentingnya sumber daya informasi untuk efektivitas program, yang diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan PKH dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Hasil kajian tersebut sama halnya dengan peneliti terdahulu (Yuli Elisah) yang berjudul “Evaluasi Program Keluarga Harapan Dalam Menunjang Fasilitas Pendidikan Siswa Kurang Mampu Di Kota Cilegon”.[12]

3.Disposisi

Dalam bab pembahasan ini, indikator Disposisi menjadi fokus yang mencerahkan sikap, kecenderungan, dan komitmen seorang peneliti terhadap penelitian. Disposisi peneliti dalam konteks ini mencakup semangat dan keterlibatan yang ditunjukkan dalam mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas serta dampak sosial ekonomi dari PKH terhadap masyarakat penerima manfaat. Tujuannya untuk mengungkap perspektif pribadi peneliti dalam menafsirkan hasil penelitian, serta bagaimana disposisi ini mempengaruhi cara mereka menyajikan temuan dan rekomendasi. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.[13]

a. Kepatuhan, menjadi fokus utama untuk mengeksplorasi tingkat pemahaman, kesadaran, dan ketaatan masyarakat terhadap aturan dan persyaratan yang terkait dengan Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Kepatuhan merupakan salah satu elemen krusial dalam keberhasilan dan keberlanjutan program bantuan sosial seperti PKH, yang tidak hanya memengaruhi efektivitas pelaksanaan program tetapi juga berdampak langsung pada pencapaian tujuan sosial-ekonomi yang diharapkan. Penelitian ini akan menginvestigasi berbagai strategi yang digunakan oleh Perangkat Desa Gempol, Koordinator PKH Kecamatan Gempol, Pendamping PKH Desa, Operator SIKS-NG, dan KPM PKH untuk memastikan pemahaman yang mendalam serta ketaatan terhadap aturan dan persyaratan PKH. Dengan demikian, ulasan tantangan, inisiatif, dan hasil dari upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap aturan PKH serta implikasi dari ketaatan ini terhadap keberhasilan program secara keseluruhan. Selanjutnya peneliti observasi untuk mewawancarai mantan KPM PKH yang bernama Ibu Nursaidah.

“Kami menghargai upaya yang dilakukan oleh perangkat desa, koordinator, pendamping, dan operator untuk memastikan kami memahami pentingnya kepatuhan terhadap aturan PKH. Kami mendapatkan informasi tentang program ini melalui berbagai cara, termasuk pertemuan komunitas, kunjungan dari pendamping.”(Wawancara tanggal 10 Juli 2024)

Ujar Ibu yang bernama Nursaidah ketika menjawab pertanyaan dari peneliti, Ibu Nursaidah termasuk mantan peserta PKH dari komponen anak Sekolah dalam Kartu Keluarganya. Disaat anaknya telah lulus SLTA, maka Ibu Nursaidah telah lulus/graduasi dari kepesertaan PKH. Adapun hasil dari wawancara seperti peneliti terdahulu, menerangkan bahwa faktor pendukung implementasi program PKH ialah masyarakat yang patuh akan aturan program PKH sehingga sangat mendukung para pendamping dalam mendampingi masyarakat. Kemudian masyarakat juga mau berpartisipasi dengan mematuhi segala komitmen sebegai peserta PKH.[14]

Dari wawancara dengan Ibu Nursaidah, mantan peserta Program Keluarga Harapan (PKH), dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Perangkat Desa Pendamping PKH, dan Operator SIKS-NG sangat diapresiasi dalam memastikan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kepatuhan terhadap aturan PKH. Keberhasilan program ini dapat dilihat dari graduasi Ibu Nursaidah setelah anaknya lulus SLTA, menunjukkan bahwa PKH telah memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya secara berkelanjutan. Setiap kebijakan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, dan indikator penting dalam mengevaluasi kesuksesan pelaksanaan kebijakan adalah sejauh mana perubahan yang diharapkan dapat direalisasikan. Dalam konteks ini, penting untuk memiliki parameter yang jelas dan terukur untuk menilai pencapaian tersebut. Salah satu indikator yang menonjol adalah tingkat graduasi, yang mengacu pada tingkat perubahan yang diharapkan pada penerima manfaat sebagai hasil langsung dari implementasi kebijakan. Graduasi, dalam hal ini, mewakili tahap di mana penerima manfaat mampu mencapai kemandirian atau meningkatkan kondisi mereka sehingga tidak lagi memerlukan dukungan dari kebijakan yang diberlakukan. Graduasi bukan hanya mencerminkan efektivitas kebijakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tetapi juga menunjukkan dampak nyata yang dirasakan oleh individu atau kelompok yang menjadi fokus kebijakan. Penting untuk memahami dan mengukur derajat perubahan yang diharapkan terjadi pada penerima manfaat.[15]

b. Dukungan, menjadi titik fokus utama untuk mengeksplorasi sejauh mana dukungan dari berbagai pihak terhadap Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Dukungan yang diberikan oleh berbagai stakeholder, termasuk Pemerintah Desa, Koordinator PKH Kecamatan Gempol, Pendamping PKH, Operator SIKS-NG, dan komunitas penerima manfaat, menjadi kunci dalam memastikan keberhasilan dan keberlanjutan program ini. Sub indikator ini akan mengungkap bagaimana dukungan tersebut diimplementasikan melalui berbagai kegiatan seperti penyuluhan, pelatihan, monitoring, dan bimbingan teknis. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis dampak dari dukungan yang diberikan terhadap motivasi, keterlibatan, dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengikuti aturan dan memanfaatkan manfaat dari PKH dengan maksimal. Dengan demikian, akan membahas peran penting setiap pihak terkait dalam mendukung suksesnya PKH sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.

Berikut hasil wawancara dari Ibu Masyitoh Ummul Azizah sebagai Pendamping PKH Desa Gempol yang sedang mengecek secara langsung status ekonomi calon peserta PKH di Dusun Gempol.

"Saya berinteraksi langsung dengan KPM untuk memastikan bahwa mereka memahami manfaat dan tujuan dari PKH. Saya sering mengadakan pertemuan pribadi dengan KPM untuk menjelaskan secara detail bagaimana program ini dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Kami juga mengembangkan strategi komunikasi yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Desa Gempol, seperti menggunakan bahasa yang sederhana dan contoh konkret dalam menyampaikan informasi. Dengan demikian, kami berharap dapat meningkatkan partisipasi dan dukungan aktif dari masyarakat terhadap PKH."(Wawancara tanggal 12 Juli 2024)

Figure 3.Survey Calon KPM PKH

Sumber : Dokumentasi Pendamping PKH Desa Gempol, 2024

Berdasarkan gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan yang komprehensif dari berbagai pihak, memainkan peran utama dalam kesuksesan Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol. Pendamping PKH seperti Ibu Masyitoh Ummul Azizah telah aktif dalam memastikan bahwa setiap KPM memahami dengan baik manfaat dan tujuan dari PKH melalui pendekatan personal dan strategi komunikasi yang tepat. Langkah-langkah ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam program, tetapi juga membantu meningkatkan motivasi mereka untuk mengikuti aturan dan memanfaatkan manfaat dari PKH secara efektif. Dengan demikian, dukungan yang terorganisir dan berkelanjutan dari stakeholder menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan dan dampak positif PKH dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Desa Gempol. Jika para pelaksana bersikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal demikian sebaliknya jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala serius.[16]

c. Partisipasi, pada era globalisasi ini, partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan menjadi krusial dalam memastikan keberhasilan dan keberlanjutan berbagai inisiatif sosial. Hal ini tidak terkecuali dalam konteks implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Gempol, yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Partisipasi masyarakat menjadi sub indikator penting dalam mengevaluasi disposisi atau sikap serta keterlibatan aktif penduduk dalam mendukung dan mengembangkan program-program tersebut. Teori Edward III mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat akan menjadi landasan utama dalam menganalisis bagaimana interaksi antara berbagai elemen dalam masyarakat. Berikut pernyataan dari Ibu Saripah salah satu KPM PKH berkomponen lansia dan anak sekolah yang diwawancarai peneliti.

“Saya sering kali merasa sulit untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk yang rentan, dapat berpartisipasi secara aktif dalam program ini. Selain itu, pertemuan rutin yang ada juga terkadang terasa kurang terbuka untuk memfasilitasi partisipasi yang berarti dari masyarakat seperti kami.”(Wawancara tanggal 15 Juli 2024)

Berdasarkan pernyataan diatas, meskipun ada pertemuan yang diadakan oleh pihak pengelola program di Desa, KPM sering merasa bahwa suara KPM tidak sepenuhnya didengar atau dipertimbangkan dengan serius. Kadang-kadang, pertemuan tersebut terasa lebih seperti formalitas daripada sebagai forum yang sebenarnya untuk berdiskusi dan berpartisipasi aktif dalam merencanakan atau mengevaluasi program ini. Hal ini membuat KPM merasa terpinggirkan atau kurang diakui dalam proses perencanaan dan pelaksanaan Program Keluarga Harapan. KPM merasa bahwa meskipun ada upaya untuk dilibatkan, realitasnya adalah bahwa KPM PKH sering kali merasa di luar jalur utama pengambilan keputusan dan implementasi program ini. Faktor partisipasi kelompok sasaran dipakai untuk mengamati dan menganalisis bagaimana penerimaan manfaat kegiatan dan keterlibatan kelompok sasaran, dimana dalam program ini kelompok sasarannya adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dari hasil analisis penulis, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada faktor partisipasi kelompok sasaran, implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Ciwangi Kecamatan Balubur Limbangan belum berjalan dengan baik sepenuhnya.[17]

d. Komitmen, ini mencerminkan sejauh mana masyarakat warga desa Gempol, termasuk keluarga penerima manfaat, berdedikasi dan terlibat secara aktif dalam mendukung serta melaksanakan program pembangunan ini. Kerangka konseptual yang berharga dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat komitmen masyarakat terhadap inisiatif seperti Program Keluarga Harapan. Dengan memfokuskan pada aspek ini, studi ini tidak hanya mengevaluasi efektivitas implementasi program, tetapi juga menggali dinamika interaksi antara berbagai pihak di tingkat Desa yang memengaruhi keberhasilan program pembangunan sosial ekonomi. Wawancara yang dilakukan dengan Ibu Watini selaku koordinator peserta PKH wilayah Dusun Tanjung mengungkapkan,

“Dalam mengelola perubahan dalam tingkat komitmen masyarakat terhadap Program Keluarga Harapan dari waktu ke waktu, kami melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan terus berkomunikasi dengan tetangga dan komunitas kami, untuk memahami perubahan dalam kebutuhan dan harapan mereka terhadap program ini. Kami juga aktif memberikan informasi tentang manfaat yang telah kami rasakan sebagai penerima manfaat, sehingga masyarakat lain dapat melihat dampak positifnya secara langsung.”(Wawancara tanggal 16 Juli 2024)

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dilapangan terlihat para peserta PKH percaya bahwa dengan menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan, serta dengan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan terkait PKH, kami dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmen masyarakat terhadap program ini dari waktu ke waktu. Verifikasi Komitmen bertujuan untuk memastikan seluruh anggota KPM PKH terdaftar, hadir dan mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan secara rutin sesuai dengan protokol kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial.[18]

Permasalahan diatas juga terjadi pada penelitian (Wiwin Siva Aprilia) dengan judul “Implementasi Kegiatan Program Keluarga Harapan (Studi Kasus Di Desa Kesumadadi Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah)”[19]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan teori George Edward III, yang menekankan pentingnya disposisi dalam implementasi kebijakan, kesimpulan menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap aturan dan persyaratan PKH di Desa Gempol adalah kunci untuk efektivitas dan keberlanjutan program. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa disposisi yang baik dari semua pihak terkait termasuk Perangkat Desa, Pendamping PKH, dan Operator SIKS-NG adalah penting untuk memastikan pemahaman dan ketaatan masyarakat. Meskipun terdapat tantangan dalam memastikan partisipasi aktif dan dukungan masyarakat, teori Edward menekankan bahwa komitmen dan motivasi dari Pemerintah Desa serta interaksi aktif antara Pendamping PKH dan komunitas merupakan elemen penting untuk memaksimalkan pelaksanaan PKH.

4.Struktur Birokrasi

Dalam konteks implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol, indikator struktur birokrasi dapat dilihat dari perspektif Teori Edward III yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas birokrasi dalam mendukung keberhasilan program sosial. Struktur birokrasi yang efektif di Desa Gempol, termasuk Perangkat Desa, Koordinator PKH Kecamatan Gempol, Pendamping PKH Desa, Operator SIKS-NG, dan KPM PKH, menjadi kunci utama dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan PKH dengan baik. Teori ini memberikan landasan untuk menganalisis bagaimana koordinasi, komunikasi, dan alokasi sumber daya di dalam birokrasi dapat mempengaruhi capaian tujuan sosial-ekonomi yang diharapkan dari PKH. Dengan demikian, struktur birokrasi yang baik dapat membantu memastikan bahwa semua elemen terlibat dalam pelaksanaan program dengan efisien dan berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen birokrasi yang modern.

a. Pembagian Tugas dan Tanggungjawab, peran unit administratif menjadi sangat vital dalam menjalankan berbagai fungsi kunci yang mendukung keberlangsungan program tersebut. Unit-unit seperti Perangkat Desa, Koordinator PKH Kecamatan Gempol, Pendamping PKH, dan Operator SIKS-NG masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang terdefinisi dengan jelas. Terutama peran Operator SIKS-NG yang selalu menjalankan aplikasi SIKS-NG untuk selalu memperbarui data KPM PKH di DTKS agar sinkron dengan data kependudukan KPM tersebut. Hal ini ditinjau dari aplikasi SIKS-NG yang sedang dijalankan dengan baik walaupun masih terdapat beberapa aspek lain yang perlu dimaksimalkan. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ibu Siti Lailatus Sa’idah selaku Operator SIKS-NG.

“Kelancaran pencairan dana PKH tergantung kevalidan data KPM PKH pada DTKS.”(Wawancara tanggal 17 Juli 2024)

Dari wawancara tersebut bisa disimpulkan bahwa sinkronisasi antara DTKS dengan data kependudukan dari DISPENDUKCAPIL adalah syarat kelancaran pencairan dana PKH.

Figure 4.Diagram Alir 1. Alur Pelaksanaan PKH

Sumber : Mekanisme Calon KPM PKH Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan, 2024

Berdasarkan Diagram 1 diatas dijelaskan alur dan tahapan untuk mendapatkan bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH), sebagai berikut :

Pengajuan dan Verifikasi Data ;

• Identifikasi Keluarga, proses dimulai dengan identifikasi keluarga miskin yang berpotensi menjadi penerima manfaat. Biasanya dilakukan oleh perangkat desa, seperti RT/RW, bersama dengan Pendamping PKH.

• Pengumpulan Data, keluarga yang memenuhi syarat mengisi formulir pendaftaran dan menyediakan dokumen yang diperlukan, seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan bukti-bukti lain yang mendukung.

• Verifikasi Data, data yang dikumpulkan diverifikasi oleh perangkat desa dan Pendamping PKH untuk memastikan kebenarannya. Verifikasi juga dilakukan terhadap kelayakan berdasarkan kriteria Program Keluarga Harapan.

Pendaftaran dan Validasi dalam Sistem ;

• Pendaftaran di SIKS-NG, keluarga yang telah terverifikasi didaftarkan dalam sistem Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG). Data keluarga dimasukkan ke dalam sistem untuk pencatatan dan pengolahan lebih lanjut.

• Validasi Data, data keluarga yang sudah terdaftar divalidasi oleh Operator SIKS-NG dan tim verifikasi di tingkat kecamatan atau kabupaten. Ini memastikan bahwa informasi yang tercatat akurat dan lengkap.

Penetapan dan Pengumuman Penerima Manfaat ;

• Penetapan Penerima, setelah validasi, keluarga yang memenuhi syarat ditetapkan sebagai penerima manfaat PKH. Keputusan ini diumumkan oleh pemerintah desa atau kecamatan.

• Pengumuman, keluarga yang ditetapkan sebagai penerima manfaat menerima informasi tentang status mereka dan jumlah bantuan yang akan diterima. Pengumuman ini bisa dilakukan melalui pengumuman resmi atau pertemuan langsung.

Persiapan Pencairan Dana ;

• Penyiapan Dokumen, penerima manfaat diminta untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk pencairan dana, seperti rekening bank yang terdaftar dan dokumen identifikasi.

• Pengaturan Jadwal Pencairan, jadwal pencairan dana ditetapkan oleh pihak yang berwenang, termasuk pemerintah desa dan bank yang ditunjuk. Penerima manfaat diinformasikan mengenai tanggal dan lokasi pencairan dana.

Pencairan Dana ;

• Proses Pencairan, dana PKH dicairkan melalui sistem perbankan yang ditunjuk. Penerima manfaat dapat mengambil dana dari rekening bank mereka sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

• Verifikasi Pencairan, pihak bank dan pemerintah desa melakukan verifikasi untuk memastikan bahwa dana disalurkan kepada penerima yang sah. Ini melibatkan pemeriksaan dokumen dan konfirmasi transaksi.

Proses ini memastikan bahwa bantuan sosial PKH disalurkan secara efektif dan tepat sasaran, serta mematuhi regulasi yang berlaku.

b. Fleksibilitas dan Responsivitas, kemampuan Perangkat Desa dan Pendamping PKH untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan atau kondisi di lapangan sangat menentukan keberhasilan dan keberlanjutan Program Keluarga Harapan. Dengan adanya responsibilitas yang baik terhadap dinamika lokal dan kebutuhan individu, mereka dapat memastikan bahwa program ini tidak hanya berjalan sesuai rencana, tetapi juga memberikan dampak yang nyata dan positif bagi masyarakat yang menjadi sasaran program ini. Dalam praktiknya, fleksibilitas dalam mengambil keputusan terkait pelaksanaan program PKH cenderung lebih terbatas dan harus berada dalam kerangka pedoman dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau lembaga yang mengawasi program ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa program berjalan sesuai dengan tujuan dan memberikan hasil yang konsisten serta adil bagi semua penerima manfaat. Hal ini disampaikan oleh Bapak Juwianto selaku KAUR Kesejahteraan.

“Saya siap membantu jalannya PKH ini karena kesejahteraan warga Desa Gempol Pasca COVID-19 sangat memberikan dampak yang besar pada perekonomian.” (Wawancara tanggal 17 Juli 2024)

Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa PKH sangat membantu Pemerintah Desa Gempol untuk mensejahterakan warganya.

c. Koordinasi antar Perangkat Desa dan Pendamping PKH, diatur melalui beberapa mekanisme untuk memastikan pelaksanaan program berjalan lancar dan efektif. Perangkat Desa dan Pendamping PKH memiliki tugas dan tanggung jawab yang terpisah namun saling terkait. Pendamping PKH dalam melaksanakan tugasnya untuk mendampingi KPM PKH akan selalu mengajak kerja sama dengan Perangkat Desa. Hal tersebut disampaikan ketika Pendamping PKH baru saja melakukan koordinasi dengan Operator SIKS-NG. Ibu Masyitoh Ummul Azizah selaku Pendamping PKH Desa Gempol menyampaikan.

“Meskipun saya dengan para Perangkat Desa Gempol belum pernah ada kesempatan untuk melakukan pertemuan rutin atau pertemuan dalam forum resmi, tapi ketika saya akan turun lapangan mereka siap membantu untuk mengawal kegiatan saya. Terutama para Pelaksana Teknis Kewilayahan Dusun.”(Wawancara tanggal 18 Juli 2024)

Dari hasil observasi peneliti menegaskan bahwa sinergitas yang dilaksanakan untuk program ini sangatlah penting untuk dilakukan. Namun memang tetap ada kelemahan dalam kolaborasi tersebut dikarenakan belum ada rutinitas dalam sebuah forum resmi.

Permasalahan tersebut juga terjadi pada penelitian (Sang Ayu Made Regitha Megaartha) dengan judul “Evaluasi Penyaluran Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Di Masa Pandemi COVID-19 Pada Kabupaten Gianyar”.[20] Hasil kajian peneliti menuliskan bahwa setiap unit memiliki peran yang terdefinisi dengan jelas untuk menjalankan fungsi-fungsi kunci yang mendukung program tersebut. Koordinasi yang baik antara semua pihak terkait, penggunaan teknologi seperti aplikasi SIKS-NG yang handal, serta adaptabilitas terhadap dinamika lokal dan regulasi yang berlaku. Meskipun terdapat sinergitas antara unit-unit terkait, seperti yang terlihat dalam koordinasi antara Pendamping PKH dengan Operator SIKS-NG, masih diperlukan lebih banyak lagi forum resmi dan rutinitas pertemuan untuk memaksimalkan kolaborasi mereka.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian terhadap implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gempol, dapat disimpulkan bahwa meskipun program ini telah berjalan, terdapat beberapa tantangan signifikan yang mempengaruhi efektivitas dan keberlanjutan pelaksanaannya. Tantangan utama meliputi kompleksitas sistem administratif yang melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Sosial, Bank, dan instansi terkait lainnya, yang sering kali mengalami hambatan teknis, seperti penolakan data oleh sistem Bank. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan koordinasi antar stakeholder untuk memastikan kelancaran penyaluran dana PKH. Selain itu, tantangan dalam pemahaman dan edukasi peserta PKH terkait persyaratan masuk ke dalam database DTKS menjadi perhatian penting, di mana upaya edukasi berkelanjutan diperlukan untuk memastikan manajemen status kepesertaan yang akurat. Aspek finansial dan pengelolaan sumber daya manusia juga menjadi fokus utama untuk meningkatkan efisiensi program, di mana pengelolaan anggaran oleh penerima manfaat memerlukan perluasan pengetahuan dan keterampilan. Peran petugas lapangan dan koordinator program sangat krusial, sehingga evaluasi kinerja dan pelatihan berkala perlu dilakukan guna meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola program secara efisien. Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Desa Gempol dan komitmen aktif masyarakat, langkah-langkah perbaikan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat sasaran PKH di masa depan.

References

  1. S. L. Schlindwein et al., “No Title,” Permensos No. 1, vol. [1], no. [1], pp. [1–10], 2018. [Online]. Available: https://doi.org/10.1098/rspb.2014.1396
  2. H. Saifullah, M. Madaling, and M. Bibin, “Implementation of the Integrated One Way Data in Improving the Quality of Public Services in Rappang,” J. Phys.: Conf. Ser., vol. [717], no. [1], p. [012049], 2016. doi: 10.1088/1755-1315/717/1/012049.
  3. N. Mamonto and I. S. G. Undap, “Implementation of Family Hope Program,” vol. [1], pp. [1–11], 2018.
  4. K. Rejo, K. Negeri, K. Kabupaten, and R. Isnani, “No Title,” 2018.
  5. A. Sofianto, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi Jawa Tengah,” vol. [10], no. [1], pp. [1–12], 2021. doi: 10.33007/ska.v10i1.2091.
  6. A. Rusmay, “Metadata, Citation and Similar Papers at Core.ac.uk,” Donnu, vol. [5], no. [12], pp. [118–138], 2020.
  7. A. F. Ardiyanto and I. Prabawati, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk (Studi pada Bidang Pendidikan),” Publika, pp. [13–24], 2021, doi: 10.26740/publika.v9n1.p13-24.
  8. H. Umi Kalsum and Nurul Umi Ati, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kebijakan UU No. 10 Tahun 2017 tentang Program Keluarga Harapan pada Desa Tamanasri Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang),” J. Respon Publik, vol. [13], no. [6], pp. [70–76], 2019.
  9. H. Erlina, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Sumber Sari Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai,” 2019.
  10. P. K. H. Dalam, M. Kemiskinan, and I. Palopo, “PKH dalam Menanggulangi Kemiskinan di,” 2023.
  11. A. S. N. dan K. E. W. Uswatun Casanah, Tharisma Novitasari, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Gayungan Surabaya pada Era Adaptasi Kebiasaan Baru,” J. Indones. Sos. Teknologi, vol. [2], no. [5], pp. [886–896], 2021.
  12. Y. Elisah, “Evaluasi Program Keluarga Harapan dalam Menunjang Fasilitas Pendidikan Siswa Kurang Mampu di Kota Cilegon,” 2022.
  13. E. C. Hutagaol, “Implementasi Program Keluarga Harapan dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Sidomulyo Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang,” 2023.
  14. C. R. Mirsandi, “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Memberikan Perlindungan Sosial pada Masyarakat (Studi di Kecamatan Setia Kabupaten Aceh Barat Daya),” J. Chem. Inf. Model., pp. [1–103], 2019. [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.1016/j.tws.2012.02.007
  15. A. A. Wijanarko and E. Rustianingsih, “Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Watesnegoro Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto,” vol. [5], no. [1], pp. [17–40], 2024.
  16. R. Kusdinar and D. I. Pergiwa, “Implementation of the Harapan Family Program Cisitu Sub-,” vol. [10], no. [2], pp. [313–320], 2021, doi: 10.31289/perspektif.v10i2.4368.
  17. I. Gok, A. Hariandja, and D. Muhafidin, “Implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Ciwangi Kecamatan Balubur Limbangan Kabupaten Garut,” vol. [10], no. [1], pp. [29–41], 2024, doi: 10.25299/jiap.2024.16203.
  18. S. Rahmayuni, “Implementasi Program Keluarga Harapan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Kota Sabang,” 2022.
  19. W. S. Aprilia, “Implementasi Kegiatan Program Keluarga Harapan (Studi Kasus di Desa Kesumadadi Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah),” Skripsi, 2024.
  20. S. Ayu and M. Regitha, “Evaluasi Penyaluran Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan di Masa Pandemi COVID-19 pada Kabupaten Gianyar,” vol. [2], pp. [39–52], 2022.