Communication Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v15i3.1113

Public Communication Strategy in the Protest of Garbage Collector Workers


Strategi Komunikasi Publik dalam Aksi Protes Pekerja Pengumpul Sampah

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

public perception crisis communication waste management local government Sidoarjo protests

Abstract

Background: Public perception is vital for government trust and communication. Specific Background: Protests by waste collectors in Sidoarjo impacted the government's image due to controversial waste management fees. Knowledge Gap: Few studies explore the role of government communication in shaping public perception during local policy protests. Aims: This study analyzes the Sidoarjo Communication Office's efforts to maintain a positive image post-protests. Results: The office's inadequate response, especially its failure to engage protestors, worsened negative media coverage. Novelty: The study underscores the importance of transparent crisis communication. Implications: Local governments must strengthen communication strategies to manage public sentiment and maintain credibility during crises.

Highlights :

 

  • Transparent communication prevents negative public sentiment.
  • Lack of engagement worsens media narratives.
  • Robust strategies are needed to maintain government credibility.

Keywords: public perception, crisis communication, waste management, local government, Sidoarjo protests

 

Pendahuluan

Suasana di depan pendopo bupati Sidoarjo, mendadak crowded, Rabu pagi 20 Desember 2023. Ratusan pekerja pemungut sampah yang mengatasnamakan Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia (Gapeksi) Sidoarjo, berunjukrasa terkait pengelolaan sampah. Salah satunya menuntut penghapusan tarif angkutan sampah ketempat pembuangan akhir (TPA) Griyo Mulyo di kecamatan_Jabon, yang ditetapkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo.

Tak hanya berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa gerobak penuh dengan sampah yang baru diambil dari rumah tangga. Setelah sekitar 30 menit berorasi dan tidak ditemui Bupati maupunpejabat terkait, para pengunjukrasa yang kecewa, menumpahkan sampah-sampah di gerobak, hingga memenuhi jalan di depan gerbang pendopo kabupaten Sidoarjo.[1].

Para pengunjukrasa mendesak Pemkab Sidoarjo melibatkan para pengelola Tempat Pembuangan Sampah untuk membahas ulang dan mencari jalan keluar bersama mengenai aturan biaya ritase ke tempat pembuagan akhir sampah di TPA Griyo Mulyo Jabon. Korlap aksi Dimas Yemahura Al Farauq berdalih, Upaya duduk satu meja dengan Bupati Sidoarjo menyangkut masalah ini tidak pernah terealiasasi. Hal itu salah satunya yang menyulut emosi pengunjukrasa sehingga membuang sampah di depan pendopo Pemkab Sidoarjo. Dimas juga mengatakan para pekerja kebersihan menolak adanya tarif ritase dan tonase yang dinilai tinggi. Sebab hal itu membuat pendapatan para pemungut sampah menjadi semakin kecil, karena dibebani biaya pengangkutan sampah ke TPA.[2]

Dalam Perbub 116, 117 dan 118 Hadi Purnomo, ketua Gapeksi Sidoarjo menyebutkan bahwa biaya pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Griyo Mulyo Jabon, bisa mencapai 150 ribu rupiah per ton. Namun selanjutnya, aturan itu diubah dalam perbup nomor 51, yang menyebutkan biaya ritase atau pengangkutan masih 50 ribu rupiah per ton.Gapeksi Sidoarjo menilai Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo menentukan sendiri tarif itu, tanpa melibatkan paguyuban pemungut sampah. Padahal tarif terbaru itu dinilai masih memberatkan mereka.[3]

Sementara itu, kepala TPA Griyo Mulyo Jabon, Hajid Arif Hidayat menyampaikan bahwa intinyapara pengunjukrasa tersebut menolak biaya ritase atau angkutan sampah dari TPS ke TPA.Bahkan mereka juga menolak adanya tarif pemrosesan akhir sampah di TPA Jabon. Padahal tarif yang sebelumnya diatur dalam perbup, sudah diubah dan turun menjadi sepertiga dari tarif sebelumnya, dengan subsidi yang diberikan Pemkab Sidoarjo.[4]

Penggratisan biaya ritase dari TPS ke TPA yang diminta oleh para pengunjukrasa justru menyalahi aturan. Hal itu karena aturan soal retribusi telah diterbitkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, Pemendagri Nomor 7 tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah. Serta Permendagri Nomor 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah.Berdasarkan Peemendagri itu, maka tarif pengangkutan dari TPS ke TPA itubisa seluruhnya atau Sebagian ditanggung oleh pengelola, jadi tidak bisa digratiskan.Sebab itu termasuk dalam jasa retribusi umum.[5] Perubahan biaya ritasi tersebut, dimaksudkan oleh Pemkab Sidoarjo guna memaksimalkan pengelolaan sampah di setiap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu atau TPST, demi mengurangi volume sampah yang dibuang di TPA Giri Mulyo Jabon. Dengan berkurangnya volume sampah di TPA, maka diharapkan umur TPA lebih Panjang dan bisa lebih lama mengelola sampah.

Adanya unjuk rasa dari para pemungut sampah yang tergabung dalam Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia (Gapeksi), dengan aksi tak simpatik di depan pendopo kabupaten, sangat disayangkan pemkab Sidoarjo. Saat upaya membangun kolaborasi pengelolaan sampah antara pemerintah dan masyarakat mulai berjalan baik, unjuk rasa itu seolah membuat preseden buruk pengelolaan sampah di Sidoarjo. Apalagi dari 197 TPS yang ada di Sidoarjo, hanya 17 TPS yang protes. Bahkan, kepala UPTD TPA Griyo Mulyo Jabon, Hajid Arif, jelas-jelas menegaskan bahwa para pengunjukrasa bukanlah orang-orang dari lingkup petugas kebersihan DLHK Sidoarjo. [6]

Sehingga patut diduga, jika gerakan demonstrasi itu merupakan upaya untuk mengganggu citra positif pemkab Sidoarjo dalam pembangunan daerah, khususnya pengelolaan sampah. Apalagi tuntutan agar biaya pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Griyo Mulyo di kecamatan Jabon ditiadakan alias gratis, justru bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait biaya retribusi sampah rumah tangga, serta permendagri tentang BLUD atau Badan Layanan Umum Daerah. [7]

Dengan permasalahan itu, Dinas kominfo kabupaten Sidoarjo, perlu memberikan pencerahan informasi kepada masyarakat, terkait isu yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, melalui pola komunikasi publik yang baik dan tidak terkesan “hanya membela diri”. Unjukrasa itu seolah-olah menjadi kekecewaan puncak para pekerja pemungut sampah atas “ketidakadilan” pemkab Sidoarjo. Padahal ada banyak hal yang harus diketahui masyarakat terkait latar belakang dan penyebab unjukrasa itu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Dinas Kominfo terus berupaya mengembalikan citra positif pemkab Sidoarjo terkait penanganan sampah. Apalagi sebenarnya koordinasi pengelolaan sampah sudah terjalin baik antara pemerintah, pengelola sampah, dan masyarakat. Diantara buktinya adalah peningkatan jumlah TPST di Sidoarjo, dan berkurangnya kiriman sampah ke TPA Jabon hingga 60 ton per hari. [8] Untuk mengembalikan citra positif pemkab Sidoarjo itu, dinas kominfo juga berupaya mengelola isu pemberitaan demo pekerja sampah, melalui media sosial dan media massa. Tujuannya jelas agar masyarakat kembali percaya dengan pengelolaan sampah yang dilakukan pemkab Sidoarjo, tanpa terpengaruh pemberitaan yang negatif terkait penanganan sampah.

Guna memberikan informasi yang berimbang dan berdampak positif pada citra kinerja pemkab Sidoarjo, perlu digunakan pola komunikasi publik yang baik. Hal itu karena komunikasi publik merupakan tindakan yang dapat merepresentasikan kepentingan penyampai pesan secara luas, baik melalui media sosial maupun rilis yang dikeluarkan untuk media massa. Apalagi komunikasi publik ini lebih bersifat konsisten serta formal. Sehingga komunikasi publik dianggap menjadi langkah strategis untuk khalayak yang disasar. [9]

Dalam implementasinya, komunikasi publik meniscayakan pertukaran pesan dari komunikator kepada audien, baik dalam satu organisasi atau khalayak di luar, dengan tatap muka maupun perantara media lain (media massa dan media sosial).[10] Dengan demikian, diperlukan keterampilan mengolah pesan dan memilih media yang sesuai, agar komunikasi yang disampaikan menjadi efektif dan efisien.

Hafied Cangara dalam bukunya pengantar ilmu komunikasi, menyebutkan diantara ciri komunikasi publik adalah kontinyu atau berkelanjutan. Artinya, komunikasi jenis ini tidak berlangsung secara spontan, namun direncanakan lebih dahulu. [11] Sementara dicuplik dari buku “ilmu komunikasi, sebuah pengantar” karya Bonaraja Purba dkk, ciri komunikasi publik diantaranya adalah pesan yang disampaikan sifatnya bukan pribadi (impersonal), serta komunikator bisa mengendalikan atau mengelola pesan yang disampaikannya. [12]

Berdasarkan ciri tersebut, maka pesan yang disampaikan seorang komunikator dalam proses komunikasi publik, tentu harus dipersiapkan secara matang. Tak terkecuali dalam konteks penanganan atau pengelolaan isu pemberitaan demo pekerja pemungut sampah di pendopo pemkab Sidoarjo oleh dinas Kominfo setempat. Hal tersebut seiring dengan instruksi Presiden nomor 9 tahun 2015, tentang pengelolaan informasi publik yang dilakukan pemerintah. Inpres ini dibuat untuk menunjang keberhasilan kinerja pemerintah, menyerap aspirasi khalayak serta mempercepat penyampaian informasi terkait kebijakan program pemerintah. [13]

Dalam kelembagaan dinas kominfo Sidoarjo terdapat sejumlah bidang yang memiliki jobdeskmasing-masing. Seperti bidang statistik, tata kelola informatika, pengelolaan informasi dan komunikasi publik, infrastruktur serta bidang keamanan teknologi informasi. [14] Sesuai konteks masalah penelitian, maka peneliti akan memfokuskannya di bidang pengelolaan informasi dan komunikasi publik, yang diantara tugasnya yaitu menyiapkan info penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten, sekaligus menyebarluaskan informasinya, serta melayani komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat.

Instruksi presiden di atas menurut peneliti mengisyaratkan bahwa dinas kominfo di setiap daerah sekaligus berfungsi sebagai humas untuk pemerintah daerah tersebut. Sehingga apa yang dilakukan dinas kominfo, menjadi penunjang kinerja dan citra positif pemerintah kabuupaten Sidoarjo di masyarakat.

Humas pemerintah bisa disebut juga sebagai pejabat publicaffairs.Tugasnya adalah sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyatnya. [15] Untuk mencapai semua itu komunikasi publik yang dilakukan dinas kominfo memerlukan sejumlah strategi, agar kebijakan pemerintah maupun program yang akan dan sedang berjalan, bisa diterima dengan baik di masyarakat. Dalam penelitianini, komunikasi publik yang dilakukan dinas kominfo sebagai humas pemkab Sidoarjo akan dilihat dari sudut pandang publicaffairsdalam menyikapi persoalan yang berhubungan denganpemerintah.

Public affairs adalah salah satu hal yang krusial dalam sebuah pemerintahan.Dinas kominfo sebagai public relations pemerintah, berperan merumuskan kebijakan publik yang berdampak kepada khalayak atau masyarakat secara luas. Tiga kelompok dalam public affairs yang sangat penting untuk diperhatikan adalah pemerintah, kelompok pemilik kepentingan tertentu, serta media. Ketiganya berhubungan dan berpengaruh terhadap pembentukan opini publik.[16] Dalam melaksanakan fungsinya, tentu lembaga public relations atau humas akan menghadapi berbagai kepentingan dari berbagai stakeholder. Dalam membina hubungan dengan publik pada saat terjadi konflik, humas akan memiliki tujuan untuk memperbaiki hubungan antara pemerintah sebagai pencetus kebijakan publik dengan kelompok pemilik kepentingan, dalam hal ini Gapeksi Sidoarjo, sehingga terbentuk sebuah opini publik yang sesuai.

Konflik akan lebih terasa dampaknya ketika media sudah mulai menyebarluaskan isu tersebut kepada publik. Di era reformasi, media menyajikan produk-produk jurnalistiknya dengan cara yang lebih lugas dan terang-terangan. Media semakin berani menulis dan membangun sebuah realitas sosialdi luar sumber-sumber formal kekuasaan.Kondisi ini juga mengakibatkan media mampu memengaruhi opini publik. Media massa dapat memberitakan konflik tersebut secara berimbang dengan prinsip jurnalisme damai sehingga isi berita yang disampaikan dapat meredam konflik. Namun di sisi lain, media massa pun dapat menggunakan kekuasaannya dengan prinsip jurnalisme perang dengan memberitakan konflik tersebut tidak berimbang dan disajikan secara “membabi buta” tanpa memperhatikan norma-norma budaya yang ada sehingga isi berita dimaksud malah memperparah sebuah konflik yang terjadi di masyarakat.[17]

Dalam menghadapi konflik, lembaga publicrelationsatau publicaffairs,berawal dari menemukan fakta atau masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini, fakta lapangan, detail permasalahan, opini, hingga reaksi publik terhadap kebijakan maupun kinerja pemerintah, harus diketahui untuk menentukan langkah selanjutnya.

Setelah itu harus dilakukan programming untuk merencanakan secara matang langkah pemecahan masalah diantaranya membangun pesan yang akan disampaikan kepada publik terkait berita demo pekerja pemungut sampah. Diantara langkahnya adalah menyusun tujuan yang ingin dicapai, merumuskan kondisi internal, mengidentifikasi hambatan, serta membuat rangkaian perencanaannya.

Tahapan yang tidak bisa ditinggalkan adalah lembaga public affairs menjalin komunikasi dengan bagian internal di pemerintahan serta pegawai kehumasan, serta melakukan komunikasi terhadap publik. Termasuk diantaranya adalah menyampaikan press release terkait temuan-temuan fakta dibalik aksi unjukrasa pekerja pemungut sampah. Juga menyampaikan berita melalui website resmi pemkab Sidoarjo, untuk mengkonter berita “negatif” di media massa terkait “ketidakprofesionalan” pemkab Sidoarjo menangani masalah sampah. Tentu berita yang disampaikan disini adalah berita positif atau fakta-fakta politis dibalik unjukrasa pekerja pemungut sampah.

Untuk mendukung komunikasi publik itu, dinas kominfo Sidoarjo menjalin koordinasi dengan berbagai media massa mainstream termasuk dengan jurnalisnya. Penggunaan media yang tepat bisa menjadikan upaya pemberitaan maupun pengelolaan komunikasi kepada publik bisa lebih efektif, efisien, dan memberi pencerahan kepada publik.

Dalam penelitiannya di bagian humas Pemkot Bekasi pada tahun 2021, Avindra, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dokter Moestopo Jakarta, menemukan fakta bahwa bagian humas pemkot Bekasi menggunakan strategi media relations, untuk memertahankan citra positif organisasi (dalam hal ini Pemkot Bekasi) di masyarakat. [18] Avindra mengetengahkan berbagai langkah humas pemkot Bekasi memertahankan citra positif pemerintah, untuk menjaga keberlanjutan pembangunan dan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah. Pertama, dengan membangun hubungan baik antara humas Pemkot Bekasi dengan media massa. Kedua, humas pemkot Bekasi menyediakan ruangan mediacentreserta pressroom bagi jurnalis, untuk melestarikanhubungan "informal" antara humas dan insan pers. Ketiga, humas pemkot Bekasi menggunakanberbagai media (cetak, elektronik, dan media sosial) untuk meminimalisir pemberitaan negatif kinerja pemda. Tujuan Humas Pemkot Bekasi melakukan strategi tersebut agar informasi positif yang telah diberikan, bisa sampai keseluruhan lapisan masyarakat berkat bantuan rekan jurnalis dan medianya masing-masing.

Sementara Nisrinadan Hedi dari program Magister Ilmu komunikasi, Universitas Diponegoro tahun 2021, menjelaskan bagaimana strategi yang dijalankan dalam proses komunikasi publik oleh pemerintah terkait kesimpangsiuran informasi virus Covid-19 di ranah digital, yang bisa menghambat penanganan pandemi tersebut. [19]

Metode yang digunakan adalah kajian pustaka yang bersumber dari jurnal, aneka berita di media online serta dokumen yang sesuai dengan penelitian. Hasilnya menunjukkan pemerintah sudah melaksanakan berbagai macam strategi sesuai fungsi preventif dan persuasif kepada publik. Tujuannya agar tercapai pemahaman makna yang sama sehingga bisa semaksimal mungkin diterima publik. Meski demikian, terdapat hambatan yang dihadapi pemerintah. seperti adanya anomali dalam komunikasi publik, kakurang akuratan data dan informasi, kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap pemerintah, dan regulasi yang tidak tegas maupun belum jelas.

Dalam komunikasi publik, secara sederhana terdapat sumber, pesan, dan penerima. Komunikator atau sumber akan mengatur pesan yang disampaikan kepada penerima, dalam hal ini masyarakat Sidoarjo secara umum. Sebab salah satu poin keberhasilan dalam komunikasi publik adalah pesan yang disampaikan dapat dimengerti, dipahami secara utuh, sehingga tidak menimbulkan bias informasi. Komunikasi publik yang baik bisa menjadi penyeimbang berita yang negatif, informasi palsu, atau bahkan informasi salah, alias disinformasi.

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana respon dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo dalam menyikapi pemberitaan negatif terkait demo pekerja pemungut sampah yang menumpahkan sampah di depan pendopo Kabupaten. Sebagai kepanjangan dari pemerintah, dinas Kominfo tentu akan memberikan informasi "tandingan" kepada publik atas pemberitaan di atas, untuk mengembalikan citra positif pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam penanganan sampah.

Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif dipakai karena bisa melukiskan secara komprehensif dan mendalam realitas subjek penelitian, serta hubungannya dengan fenomena sosial di masyarakat. Penelitian kualitatif mengasumsikan bahwa tema pokok dalam keilmuan sosial, sangat berbeda dengan tema pokok dalam keilmuan fisika atau alamiah. Sehingga penelitian kualitatif mensyaratkan pendekatan yang berbeda. Diantaranya induktif, subjektif, serta berorientasi pada proses. [20]

Jenis penelitian yang diambil adalah deskriptif. Dalam penelitian deskriptif kualitatif, peneliti mengumpulkan data berupa kata, kalimat, gambar, foto, juga video.Data tersebut bisa saja berasal dari wawancara mendalam, data lapangan, catatan pribadi, maupun dokumen resmi. Sehingga laporan penelitian nantinya berisi kutipan-kutipan, untuk memberikan gambaran penyajian laporan terhadap semua data yang digali. [21] Pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti karena sifat masalah yang diteliti lebih menjelaskanupaya dinas kominfo kabupaten Sidoarjo dalam membentuk citra positif Masyarakat terhadap pemkab Sidoarjo, pasca unjukrasa pekerja pemungut sampah di depan pendopo Bupati.

Untuk memperoleh data, peneliti menentukan nara sumber yang kompeten dan mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan fokus penelitian. Narasumber dalam penelitian ini adalah kepala Dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo, Noer Rochmawatie, serta kepala bidang pengelolaan dan informasi publik (pikom) dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo, Muhammad Wildan. Sedangkan data pendukung akan diperoleh melalui observasi dan wawancara terhadap Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo, Muhammad Bahrul Amig, perwakilan pengunjuk rasa, serta salah satu jurnalis yang meliput unjukrasa pekerja pemungut sampah.

Peneliti juga memakai bacaan seperti buku dan jurnal yang berkaitan dengan pelaksanaan komunikasi publik oleh Dinas Kominfo, untuk mendapatkan data dan informasi pendukung lainnya. Kemudian, langkah analisis data yang dipakai untuk penelitian ini yakni melalui tahapan reduksi data, penyajian data, berlanjut pembuatan kesimpulan hingga verifikasi. Verifikasi data ini dilaksanakan secara kontinyu selama penelitian, guna memastikan kevalidan data yang diperoleh.

Hasil dan Pembahasan

Unjukrasa para pekerja pemungut sampah di Sidoarjo yang mengatasnamakan diri aliansi Gapeksi atau Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia, terjadi pada 20 Desember 2023. Aksi ini merupakan kali kedua, setelah sebelumnya ada aksi serupa pada 16 Mei 2023. [22] Tuntutannya sama, agar Bupati Sidoarjo mencabut Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 116/117/118 tahun 2022 tentang pedoman perhitungan pengelolaan sampah. Itu karena besaran tarif retribusi sampah yang harus dibayar dirasa memberatkan para pekerja pemungut sampah. Namun bedanya, pada aksi kedua para demonstran menumpahkan sampah yang ada di gerobak sampah hingga memenuhi jalan depan pendopo kabupaten Sidoarjo.

Aksi itukontan menimbulkan berita besar dan menjadi headline di sejumlah media massa cetak, online, maupun elektronik. Narasi berbagai judul di media massa seolah menyudutkan pemkab Sidoarjo dan Bupatinya, yang tidak becus menangani permasalahan sampah, sehingga terpaksa membuat para pekerja sampah terdholimi hingga melakukan aksi anarkis. Secara garis besar, tuntutan pengunjuk rasa adalah : [23]

1. Pemkab Sidoarjo merevisi pengenaan tarif pelayanan pada Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Griyo Mulyo sesuai Perbup No.51 Tahun 2023.

2. Pemkab Sidoarjo menghapus tarif angkutan sampah ke TPA Griyo Mulyo

3. Pemerintah menghapus sistem TOP UP BLUD terhadap para pengelola TPST di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

4. Pemkab Sidoarjo berkoordinasi dan membahas ulang aturan tarif pengelolaan sampah dengan pengelola TPST guna mencari solusi terbaik.

Pada unjukrasa kedua itu, Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali maupun perwakilan pemkab Sidaorjo tidak bisa menemui pengunjukrasa karena ada kegiatan lain. Kontan, hal itu menimbulkan kekecewaan demonstran sehingga nekat menumpahkan sampah. Fakta itu menjadi berita di berbagai mediamassa, sehingga otomatis menimbulkan persepsi dan opini pembaca atau pemirsa terhadap kinerja buruk Bupati maupun Pemkab Sidoarjo. [24] Bahkan korlap aksi, mengatakan kecewa kepada Bupati karena tidak melakukan penyesuaian tarif seperti dijanjikan saatbertemu pada aksi unjukrasa sebelumnya pada 16 Mei 2023.[25]

Pemberitaan yang masif terkait unjukrasa pekerja pemungut sampah itu menjadi pukulan telak bagi pemerintah kabupaten Sidoarjo, terutama terkait buruknya penanganan dan pengelolaan sampah. Hal itu kemudian menjadi tanggung jawab berbagai pihak terkait, salah satunya dinas kominfo Sidoarjo, untuk memberikan pemberitaan “tandingan” atas stigma negatif pemkab Sidoarjo. Sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat, dinas kominfo yang bertindak juga selaku humas pemerintahan harus membangunkomunikasi publik yang efektif melalui pemberitaan, agar kepercayaan publik terhadap kinerjapemerintah tetap terjaga. Gambar di bawah ini merupakan sejumlah contoh pemberitaan di media online terkait unjukrasa pekerja pemungut sampah, yang diambil dari beberapa media online.

Figure 1.Berbagai berita di media online terkait unjukrasa pekerja pemungut sampah di depan pendopo Pemkab Sidoarjo

Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo, Noer Rochmawati, yang diwawancari peneliti mengungkapkan jika diantara tugas kominfo Sidoarjo sesuai peraturan Bupati nomor 89 tahun 2019 pasal 14 adalah menyiapkan informasi penyelenggaraan pemerintahan tingkat kabupaten, menyebarkan info terkait penyelenggaraan pemerintahan, serta menjembatani komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat di kabupaten. Implementasi itu dilaksanakan oleh bidang pengelolaan dan informasi publik (pikom), dengan penjabaran sangat luas. Salah satu cakupannya adalah mengelola isu pemberitaan maupun press rilis yang akan disampaikan kepada publik.

Sementara kepala bidang pengelolaan dan informasi publik (pikom) dinas Kominfo Kabupaten Sidoarjo, Muhammad Wildan menyebutkan, untuk bisa mengelola isu pemberitaan dengan baik, maka diperlukan data akurat dan valid, sehingga informasi yang disampaikan ke publik bisa dipertanggungjawabkan. Dalam menangani kasus pemberitaan unjukrasa pekerja pemungut sampah, dinas kominfo Sidoarjo juga langsung turun ke lapangan untuk mencari data dan fakta dibalik unjukrasa itu. Pihakdinas kominfo menggali data dari berbagai pihak terkait sehingga memeroleh fakta yang bisa digunakan sebagai bahan press rilis maupun pemberitaan di website pemkab Sidoarjo. Tujuannya sebagai pembanding opini yang beredar di masyarakat terkait pemberitaan unjukrasa pekerja pemungut sampah di pendopo pemkab Sidoarjo, 20 Desember 2023.

Diantara informan atau narasumber utama penelitian ini adalah kepala dinas kominfo Sidoarjo, kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, DLHK Sidoarjo, kepala Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo, serta perwakilan pekerja pemungut sampah.

Selain dari informan utama, peneliti juga menggali data dari informan pendukung dan memeroleh data- data dibalik unjukrasa yang dilakukan pekerja pemungut sampah yang menamakan kelompoknya Gapeksi (Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia). Narasumber itu antara lain jurnalis yang meliput kegiatan unjukrasa, serta beberapa tokoh masyarakat yang berhubungan dengan sistem pengelolaan sampahdi TPS. Dari berbagai narasumber tersebut, didapatkan berbagai data, antara lain :

1. Demonstran bukan berasal dari petugas DLHK Sidoarjo

2. Pengunjukrasa hanya berasal dari 17 TPS (Tempat Pembuangan Sampah), dari 197 TPS di Sidoarjo

3. Salah satu pengelola TPS3R Sidoarjo (Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce danRecycle) mengatakan demo sarat kepentingan politis

4. Dua pengunjukrasa menyesal dan mundur dari Gapeksi

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, dinas Kominfo Sidoarjo melaksanakan sejumlah langkah strategis merespon pemberitaan unjukrasa pekerja pemungut sampah yang terkesan mendeskreditkan pemerintah kabupaten Sidoarjo. Langkah strategis itu dilakukan dengan membangun koordinasi serta sinergi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo juga Satuan Polisi Pamong Praja. Kedua dinas tersebut dianggap sangat vital dalam menyikapi unjukrasa pekerja pemungut sampah. Alasannya adalah, DLHK merupakan dinas yang dianggap bertanggung jawab dengan biaya ritasi atau pengangkutan sampah dari tempat pembuagan sampah sementara ke tempat pembuangan akhis sampah. Dari dinas DLHKdiharapkan ada upaya-upaya konkrit yang bisa dilakukan dengan dinas kominfo, untuk mengcounter opini publik terkait pengelolaan sampah di Sidoarjo. Sehingga para pengelola TPS maupun masyarakat yang tidak ikut berunjukrasa, tetap bisa melaksanakan sistem pembuangan dan pengelolaan sampah seperti yang sudah dilakukan dengan terstruktur dan teratur. Tanpa terpengaruh pemberitaan negatif akibat unjukrasa pekerja pemungut sampah.

Sementara dengan Satuan Polisi Pamong Praja, dinas kominfo berusaha mengkoordinasikan langkah- langkah tegas aparat pemerintah terkait pelanggaran di wilayah publik, dalam hal ini mengganggu ketertiban umum. Hal tersebut bisa dijadikan dasar untuk memberikan sanksi tindak pidana ringan kepada peserta unjukrasa, sebagai konsekuensi atas tindakannya. Tindakan tegas dari satpol PP akan dijadikan bahan pemberitaan, sebagai upaya edukasi terhadap masyarakat agar setiap unjukrasa hendaknya dilakukan dengan cara yang tertib dan teratur, tanpa mengganggu ketertiban umum maupun kepentingan masyarakatlainnya.

Tak hanya dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan serta Satuan Polisi Pamong Praja, koordinasi penanganan berita unjukrasa juga dilakukan dinas kominfo dengan perwakilan pekerja pemungut sampah. Dinas kominfo berhasil menemukan dua peserta unjukrasa yang merasa salah atas tindakannya, dan menyatakan keluar dari Gapeksi. Menurut kedua orang itu, aksi menumpahkan sampah di jalan pendopo kabupaten awalnya sama sekali tidak direncanakan para pengunjukrasa, tidak tahu penyebab atau provokasinyatiba-tiba ia dan kawan- kawannya menumpahkan sampah-sampah itu. Setelahaksi itu, kedua peserta demo itu sangat menyesal, dan ingin meminta maaf kepada Bupati Sidoarjo serta kepala DLHK. Temuan ini sangat penting, sebab bisa dijadikan bahan utama pemberitaan positif bagi pemkab Sidoarjo, atas pengakuan salah para pengunjukrasa kepada pemkab Sidoarjo.

Berdasarkan hasil koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak itu. Dinas kominfo Sidoarjo membuat pemberitaan yang disampaikannya melalui website resmi pemkab Sidoarjo, maupun dalam pers rilis yang ditujukan kepada para jurnalis dari berbagai media. Dalam konsep public affairs, peran media sangat penting dalam menyampaikan pesan secara luas dengan dampak yang masif. Sehingga dinas kominfo berharap pemberitaan positif itu bisa “menangkal” pemberitaan negatif pemkab Sidoarjo terkait unjukrasa pekerja pemungut sampah dan penanganan sampah di Sidoarjo.

Data yang diperoleh peneliti di atas dijadikan sebagai penguat hasil penelitian, sekaligus menyingkronkannya dengan pemberitaan yang disampaikan dinas kominfo Sidoarjo pascapemberitaan unjukrasa pekerja pemungut sampah di pendopo Bupati, 20 Desember 2023. Diantara pemberitaan yang imbasnya berdampak positif pada pemkab Sidoarjo itu adalah :

Figure 2.Pengunjukrasa di depan pendopo Pemkab bukan petugas DLHK

Figure 3.Aktivis lingkungan kecam aksi menumpahkan sampah didepan pendopo pemkab Sidoarjo

Figure 4.Satpol PP ancam perkarakan pembuang sampah di jalan depan pendopo Pemkab Sidoarjo.

Figure 5.Dua pengunjukrasa menyesal dan meminta maaf kepada Rakyat Sidoarjo, Bupati, danj jajaran pemkab Sidoarjo.

Figure 6.Puluhan pengunjukrasa meminta maaf kepada Bupati Sidoarjo.

Figure 7.Unjukrasa pekerja pemungut sampah sarat kepentingan, dan tidak murni keinginanpekerja pemungut sampah.

Pemberitaan yang dijadikan sampel oleh peneliti ini adalah sebagian dari pemberitaan yang ada di media massa, baik cetak, online, maupun elektronik (tv dan radio). Semua berita yang tayang di media massa tersebut, juga ditayangkan oleh website resmi pemkab Sidoarjo, yakni Pada dasarnya dinas kominfo kabupaten Sidoarjo sebagai bagian dari pemerintahan kabupaten, memiliki tanggungjawab membangun citra positif publik kepada pemerintahan daerah, sekaligus kinerjanya. Hal ini sesuai dengan visi dinas kominfo, ingin mewujudkanKabupaten Sidoarjo yang sejahtera, maju, berkarakterdan berkelanjutan.[26] Pembangunan citra positif itu dilaksanakan dengan menjalin hubungan yang baik dengan media serta awak media, mempublikasikan kegiatan pemda dan organisasi perangkat daerah, serta memberikan tanggapan atas informasi “negatif” yang beredar di masyarakat.

Penciptaan citra positif itu bisa dibentuk dengan jalan komunikasi yang baik dalam mengelola kritik dan saran dari berbagai pihak. Tujuannya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara organisasi (pemerintah daerah), dengan publik atau masyarakatnya. [27]

Dalam konteks penelitian ini, dinas kominfo kabupaten Sidoarjo, berusaha membangun citra positif kinerja pemerintah kepada masyarakat. Diantaranya melalui pola komunikasi dan keterbukaan terhadap publik dengan pemanfaatan media massa, serta media sosial milik pemkab Sidoarjo. Citra positif kinerja organisasi (dalam penelitian ini pemkab Sidoarjo) merupakan hal yang penting dibangun. Dalam praktiknya, pembentukan opini publik bisa diwujudkan diantaranya melalui “penekanan” dengan penyampaian informasi yang masif, serta memengaruhi publik dengan pesan yang dibangun komunikator melalui berbagai sarana. [28]

Simpulan

Unjuk rasa pekerja pemungut sampah di pendopo kabupaten Sidoarjo merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri. Namun, konsep perencanaan, peserta unjukra sahingga pascaunjukrasa, juga berisi keniscayaan yang perlu diketahui publik. Berita negatif tentang unjukrasa itu tentu memaksa sejumlah pihak terkait di lingkungan pemkab Sidoarjo untuk segera bertindak agar citra positif pemerintahan tidak semakin pudar di mata masyarakat. Apalagi pengelolaan dan penanganan sampah di Kabupaten Sidoarjomulai tertata denganb aik.

Dinas kominfo Sidoarjo sebagai kepanjangan tangan pemkab Sidoarjo dalam hal publikasi dan informasi, segera tanggap dengan melaksanakan fungsinya sebagai humas untuk pemerintah daerah. Dinas kominfo melakukan langkah-langkah strategis dengan membangun komunikasi dengan sejumlah pihak terkait seperti DLHK, Satpol PP, perwakilan pekerja pemungut sampah, serja media massa, untuk membangun pemberitaan yang positif terkait kinerja pemkab Sidoarjo dalam penanganan masalah sampah. Dari berbagai upaya itu, dinas kominfo mendapatkan sejumlah fakta yang bisa menjadi pemberitaan bernuansa positif yang berdampak kepada kinerja dan citra positif pemerintah kabuupaten Sidoarjo di masyarakat.

References

  1. Suara Surabaya, "Kesal Tak Ditemui Pemkab Sidoarjo, Pengunjuk Rasa Tumpahkan Sampah di Depan Pendopo," https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/kesal-tak-ditemui-pemkab-sidoarjo-pengunjuk-rasa-tumpahkan-sampah-di-depan-pendopo/, Accessed April 5, 2024.
  2. Detik, "Penjelasan Pemkab Sidoarjo Soal Demo Buang Sampah di Depan Pendopo," https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7100563/penjelasan-pemkab-sidoarjo-soal-demo-buang-sampah-di-depan-pendopo, Accessed April 5, 2024.
  3. Suara Surabaya, "Ketua Gapeksi Sidoarjo Ungkap Unjuk Rasa di Depan Pendopo karena Tak Dilibatkan dalam Penentuan Tarif Tonase Sampah," https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/ketua-gapeksi-sidoarjo-ungkap-unjuk-rasa-di-depan-pendopo-karena-tak-dilibatkan-dalam-penentuan-tarif-tonase-sampah/, Accessed April 5, 2024.
  4. Detik, "Penjelasan Pemkab Sidoarjo Soal Demo Buang Sampah di Depan Pendopo," https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7100563/penjelasan-pemkab-sidoarjo-soal-demo-buang-sampah-di-depan-pendopo, Accessed April 5, 2024.
  5. Detik, "Penjelasan Pemkab Sidoarjo Soal Demo Buang Sampah di Depan Pendopo," https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7100563/penjelasan-pemkab-sidoarjo-soal-demo-buang-sampah-di-depan-pendopo, Accessed April 5, 2024.
  6. Suara Surabaya, "Kesal Tak Ditemui Pemkab Sidoarjo, Pengunjuk Rasa Tumpahkan Sampah di Depan Pendopo," https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/kesal-tak-ditemui-pemkab-sidoarjo-pengunjuk-rasa-tumpahkan-sampah-di-depan-pendopo, Accessed April 5, 2024.
  7. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, "Berita," https://www.sidoarjokab.go.id/berita/detail/1703215297/0, Accessed April 5, 2024.
  8. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, "Berita," https://www.sidoarjokab.go.id/berita/detail/1703215297/0, Accessed April 5, 2024.
  9. M.E. Dionty and M.T. Lestari, "Analisis Proses Komunikasi Publik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PT. KAI Persero dalam Meningkatkan Pelayanan Informasi Publik," *Telkom University*, vol. 9, no. 2, pp. 945–956, 2022.
  10. A. Muhammad, *Komunikasi Organisasi*. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara, 2008, p. 7.
  11. H. Cangara, *Pengantar Ilmu Komunikasi*, 2nd ed. Jakarta, Indonesia: Rajawali Pers, 2016.
  12. B. Purba, et al., *Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar*. Yayasan Kita Menulis, 2020.
  13. Presiden RI, "Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Informasi Publik," 2015.
  14. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, "Diskominfo Sidoarjo," https://diskominfo.sidoarjokab.go.id/, Accessed April 6, 2024.
  15. S. M. Cutlip, *Effective Public Relations*. Jakarta, Indonesia: Kencana Prenada Media Group, 2011, p. 465.
  16. O. Lerbinger, *Corporate Public Affairs: Interacting with Interest Groups, Media, and Government*. New Jersey, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 2006.
  17. A.B. Santosa, "Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik," *Jurnal Aspikom*, vol. 3, no. 2, pp. 199-214, 2017.
  18. Avindra, "Strategi Media Relations Humas Pemerintah Kota Bekasi dalam Meningkatkan Citra Positif," Universitas Doktor Moestopo, Jakarta, 2021, pp. 69-70.
  19. H. Nisrina, "Strategi Komunikasi Publik untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik dalam Menangkal Infodemik Covid-19," *Jurnal Komunologi*, vol. 18, no. 2, Universitas Diponegoro, Semarang, 2021.
  20. L.J. Moleong, *Metode Penelitian Kualitatif*, 22nd ed. Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya, 2006, p. 31.
  21. L.J. Moleong, *Metode Penelitian Kualitatif*, 22nd ed. Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya, 2006, p. 11.
  22. Detik, "Ratusan Tukang Sampah Geruduk Pendopo Sidoarjo Protes Soal Retribusi," https://www.detik.com/jatim/berita/d-6723517/ratusan-tukang-sampah-geruduk-pendopo-sidoarjo-protes-soal-retribusi, Accessed April 8, 2024.
  23. Suara Surabaya, "Kesal Tak Ditemui Pemkab Sidoarjo, Pengunjuk Rasa Tumpahkan Sampah di Depan Pendopo," https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/kesal-tak-ditemui-pemkab-sidoarjo-pengunjuk-rasa-tumpahkan-sampah-di-depan-pendopo/, Accessed April 8, 2024.
  24. Vidio, "Demo Bupati Sidoarjo, Petugas Kebersihan Buang Sampah di Depan Pendopo," https://www.vidio.com/watch/7991465-demo-bupati-sidoarjo-petugas-kebersihan-buang-sampah-di-depan-pendopo, Accessed April 8, 2024.
  25. Sapanusa, "Demo Pekerja Kebersihan di Sidoarjo Berujung Buang Sampah di Depan Pendopo," https://www.sapanusa.id/sidoarjo/30133134/demo-pekerja-kebersihan-di-sidoarjo-berujung-buang-sampah-di-depan-pendopo?page=2, Accessed April 8, 2024.
  26. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, "Diskominfo Sidoarjo," https://diskominfo.sidoarjokab.go.id/, Accessed April 6, 2024.
  27. N. Wulanjari, "Peran Public Relations di Kantor Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo," *Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran*, vol. 4, no. 1, 2016.
  28. E. Ardianto, *Public Relations Praktis*. Bandung, Indonesia: Widya Padjajaran, 2009, p. 127.