Background: Effective communication in organizations is crucial for fostering collaboration, especially in diverse generational settings. Specific Background: This study investigates the communication dynamics at DPD Golkar Sidoarjo, using a qualitative approach to explore interactions among staff from different generations. Knowledge Gap: While previous research has addressed generational gaps in workplace performance, there is limited understanding of how communication strategies can effectively bridge these divides. Aims: The study aims to analyze vertical and horizontal communication, alongside openness and feedback, in addressing generational differences. Results: Findings reveal that adaptive communication strategies successfully manage these differences, enhancing inclusivity and productivity. Novelty: This research provides insights into tailored communication approaches that respect generational preferences. Implications: The study highlights the need for strategic communication frameworks in human resource management to facilitate effective interactions among diverse generational cohorts, improving organizational performance.
Highlights :
Keywords: organizational communication, generational differences, qualitative study, DPD Golkar Sidoarjo, inclusivity
Sumber daya manusia memegang peran krusial dalam mencapai kinerja terbaik suatu perusahaan. Adanya tenaga kerja yang kompeten tidak hanya meningkatkan konsistensi dalam pencapaian kinerja, namun juga membentuk lingkungan kerja yang positif serta mendukung pencapaian visi dan misi perusahaan. Komunikasi di lingkungan kerja memainkan peran sentral dalam membentuk sumber daya manusia yang kompeten. Namun, seringkali terjadi hambatan komunikasi yang diakibatkan oleh kesenjangan generasi di dalam perusahaan [1]. Kesenjangan generasi ini umumnya muncul antara senior dan karyawan baru, mencakup perbedaan dalam cara berpikir, sikap, dan pengalaman, yang bisa menimbulkan konflik [2]. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang efektif sangat penting untuk mengatasi kesenjangan ini. Komunikasi yang efektif harus mampu menjembatani perbedaan antar generasi, memastikan partisipasi maksimal dari setiap anggota dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Dengan demikian, strategi komunikasi organisasi menjadi fondasi kuat dalam membangun sumber daya manusia yang kompeten dan meraih kesuksesan bersama.
Karyawan dari setiap generasi umumnya memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Generasi Baby Boomer, yang lahir antara tahun 1946 hingga 1964 [3], terbiasa berkomunikasi secara langsung dan formal, sementara Generasi Milenial, yang lahir antara tahun 1980 hingga 1995 [4], lebih sering menggunakan pesan singkat dan media sosial. Peisrbedaan ini dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan komunikasi di antara karyawan, mengurangi efektivitas komunikasi dalam organisasi. Istilah "Gap Generation” mengacu pada perbedaan pandangan antar generasi yang berbeda dan nilai-nilai yang mereka anut [5].
Generasi Baby Boomer tumbuh dalam era perkembangan teknologi, televisi, dan sistem pendidikan yang tradisional. Karakteristik utama Baby Boomer adalah kemampuan adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang pesat saat itu, meskipun mereka mengenal dan tumbuh dengan sistem pendidikan yang lebih tradisional. Mereka dikenal sebagai generasi yang memiliki orientasi kerja yang kuat, mandiri, dan cenderung rajin.
Generasi X, yang lahir antara tahun 1965 hingga 1980 [6], tumbuh dalam kondisi keluarga yang tidak stabil dan cenderung skeptis terhadap otoritas, meskipun secara kronologis terhubung dengan Baby Boomers. Generasi ini lebih mencari keseimbangan antara kehidupan pribadi dan independensi dalam pekerjaan.
Generasi Y atau Milenial, lahir antara tahun 1980 hingga 1995, tumbuh seiring dengan perkembangan internet dan cenderung terbuka terhadap perubahan dan inovasi. Mereka mencari pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai mereka dan dikenal sebagai "digital native" karena kemampuan mereka membangun hubungan sosial global (Faiza dalam Anggita, 2022).
Generasi Z, yang lahir dari tahun 1997 hingga 2000-an [8], merupakan mahir dalam penggunaan media sosial. Generasi ini rentan terhadap depresi dan tantangan mental lainnya, namun memiliki keterampilan multitasking yang baik. Meskipun cenderung kurang fokus dalam jangka pendek, mereka mampu menyerap informasi dengan cepat dan efisien [6].
Komunikasi di dalam ruang lingkup professional dapat dikategorikan kedalam komunikasi organisasi. Pace dan Faules menjelaskan dalam bukunya bahwa komunikasi organisasi dapat dikatakan sebagai penafsiran sebuah pesan, komunikasi organisasi juga diartikan sebagai cara seseorang memahami interaksi yang terjalin dalam organisasi untuk meningkatkan efektifitas dalam sebuah pekerjaan diperlukan komunikasi yang baik antara atasan kepada staf dan seterusnya [9]. Joseph A. Devito juga mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan penerimaan pesan formal dan informal dalam suatu organisasi. Redding dan Sanborn menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan organisasi yang kompleks. Di sisi lain, Khan dan Cass menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah aliran informasi, pertukaran informasi, dan transmisi makna dalam suatu organisasi [10]. Komunikasi organisasi, dalam konsepnya yang sederhana, dapat diartikan sebagai sebuah jaringan interaksi yang terstruktur dalam suatu sistem. Tujuannya adalah untuk mengalirkan informasi antara individu atau kelompok-kelompok di dalam organisasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang diterima dapat digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. [11].
Komunikasi organisasi melibatkan interaksi antar anggota organisasi serta dengan pihak eksternal. Komunikasi internal ini mencakup pertukaran informasi antara atasan dan bawahan, serta antar rekan kerja yang berada pada tingkat hierarki yang sama di dalam organisasi [12]. Dalam struktur organisasi, baik di sektor pemerintahan maupun swasta, terdapat berbagai tingkatan jabatan yang menghasilkan perbedaan dalam hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Dalam konteks penelitian ini, fokus utama akan ditujukan pada komunikasi internal dalam bentuk dua dimensi utama, yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal mencakup aliran informasi dari atasan ke bawahan dan sebaliknya, sedangkan komunikasi horizontal melibatkan interaksi antar rekan kerja yang berada pada tingkat hierarki yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kedua dimensi komunikasi ini berfungsi dalam organisasi, khususnya dalam menghadapi tantangan kesenjangan generasi di DPD Golkar Sidoarjo. Dengan memahami dan menganalisis dinamika komunikasi vertikal dan horizontal, penelitian ini berusaha memberikan wawasan mengenai bagaimana strategi komunikasi yang tepat dapat memfasilitasi kolaborasi lintas generasi dan mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien.
Oleh karena itu, komunikasi di dalam organisasi tidak hanya terjadi antara anggota dengan status atau jabatan yang sama, tetapi juga antara pemimpin dan bawahan yang berbeda fungsi dan kedudukannya. Menurut Effendy (1993:18), komunikasi internal dalam organisasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu komunikasi vertikal (vertical communication), komunikasi horizontal (horizontal communication) dan komunikasi diagonal (diagonal communication), selain itu, Romli (2011) juga menjelaskan bahwa komunikasi internal dalam organisasi memiliki dua dimensi utama, yaitu komunikasi vertikal, yang mengalir dari manajemen atas ke bawah dan sebaliknya, serta komunikasi horizontal, yang terjadi di antara rekan kerja dalam departemen atau unit yang sama. Dua dimensi ini berperan penting dalam memfasilitasi aliran informasi yang tepat dan efektif di seluruh struktur organisasi, memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien.
Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang dilakukan dari atas ke bawah (downward communication) dan komunikasi dari bawah ke atas (upward communication). Komunikasi vertikal adalah komunikasi dua arah secara timbal balik [13]. Hal ini dikarenakan apabila komunikasi dilakukan dari atas ke bawah saja organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, dan saran dari karyawan sehingga sebuah keputusan atau kebijakan dapat diambil. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) menurut Pace dan Faules 1998;184 merupakan komunikasi yang bersumber dari manajemen ke karyawan atau staf biasa. Informasi yang diberikan biasanya terkait dengan instruksi pekerjaan, dasar - dasar dalam menjalankan tugas, evaluasi kinerja staf dan informasi lain seputar organisasi atau perusahaan.
Komunikasi dari bawah ke atas (Upward Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh karyawan dengan status jabatan lebih rendah kepada atasan. Esensi dari komunikasi ke atas adalah mengarahkan permohonan atau komentar kepada individu yang memiliki otoritas yang lebih besar, lebih tinggi.Komunikasi ini penting karena atasan perlu untuk menerima informasi dari bawahannya terkait dengan progress pekerjaan yang sedang dilakukan, persoalan mengenai hambatan kerja, serta saran atau gagasan untuk perbaikan sebuah sistem.
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, seperti komunikasi antar sesama karyawan dengan status jabatan yang sama. Komunikasi ini kerap dilakukan di dalam organisasi dalam situasi yang tidak formal. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang cenderung dilakukan dalam situasi formal, komunikasi horizontal dilakukan pada saat situasi santai seperti saat istirahat [14]. Dalam kerja tim komunikasi horizontal merupakan hal yang sangat mempengaruhi kerjasama. Tanpa adanya komunikasi horizontal akan sulit bagi tim atau kelompok untuk menyelesaikan target dan mencapai tujuan. Bentuk komunikasi horizontal bersifat koordinatif dan merupakan hasil dari spesialisasi organisasi, sehingga komunikasi horizontal dirancang untuk mempermudah koordinasi dalam penanganan masalah.
Ucong Uchjana Efendi dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 2007 mengemukakan bahwa strategi komunikasi berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan [15]. Strategi komunikasi biasanya merujuk pada rencana yang terstruktur untuk menyampaikan pesan-pesan organisasi kepada karyawan atau pihak-pihak terkait lainnya dengan cara yang efektif. Proses ini meliputi pemilihan metode komunikasi yang paling sesuai, penentuan pesan yang tepat, serta mendengarkan umpan balik untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dan mendukung tujuan organisasi. Dengan kata lain, strategi komunikasi adalah rencana terperinci untuk mengatur penyampaian pesan-pesan organisasi, yang mencakup identifikasi audiens yang akan menerima pesan, perancangan pesan yang tepat, pemilihan metode komunikasi yang optimal, dan penilaian efektivitas komunikasi tersebut [16].
Effendi menjelaskan bahwasanya strategi komunikasi memiliki beberapa fungsi baik secara makro (planned multimedia strategy) dan mikro (single communication strategy) yaitu menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal. Dan menjembatani “kesenjangan budaya” akibat kemudahan yang dioperasionalkan oleh media massa. Strategi komunikasi merupakan sebuah hal penting dalam proses komunikasi [17]. Dimana strategi komunikasi dilakukan untuk mensukseskan informasi agar pesan tersebut dapat tersampaikan sesuai dengan tujuan awal pesan dikirim tetapi juga untuk mengatasi tantangan komunikasi lintas generasi atau budaya dalam konteks organisasi.
DPD Golkar Sidoarjo merupakan sebuah lembaga politik yang memiliki nama cukup besar di Indonesia, sebagai salah satu penggerak sistem demokrasi, Golkar tentunya memiliki visi misi untuk menyampaikan pesan – pesan politik kepada masyarakat, baik di daerah Ibukota hingga daerah Pinggiran. DPD Golkar Sidoarjo merupakan sebuah lembaga perwakilan daerah yang beranggotakan 10 staf tetap yang berasal dari generasi yang berbeda yaitu generasi baby boomers, generasi X, generasi Y dan generasi Z. Berdasarkan pada data tersebut terlihat bahwa DPD Golkar Sidoarjo menghadapi tantangan dalam hal perbedaan persepsi, gaya bahasa, dan mis-komunikasi di antara anggotanya yang berasal dari generasi yang berbeda. Namun, penting untuk dicatat bahwa ini bukanlah sebuah kegagalan mutlak, melainkan sebuah tantangan atau masalah yang harus diselesaikan. DPD Golkar Sidoarjo sebagai lembaga politik dengan reputasi besar di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah ini guna memastikan komunikasi organisasi berjalan lancar dan efektif.
Di era digital yang serba cepat, komunikasi organisasi seringkali terjebak dalam permasalahan pesan instan dan telepon. Sebagai contoh konkret, di DPD Partai Golkar Sidoarjo, informasi penting seringkali disampaikan melalui WhatsApp atau panggilan telepon oleh ketua DPD Golkar Sidoarjo kepada Kepala Rumah Tangga sebelum akhirnya diteruskan kepada anggota staf lainnya. Meskipun proses ini terlihat efisien, setiap generasi memiliki preferensi komunikasi yang unik dan berbeda satu sama lain, yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian dalam pemahaman pesan, selain itu komunikasi menjadi kurang efektif bagi sebagian staf.
Ketika informasi berpindah tangan melalui pihak ketiga dan berbagai aplikasi pendukung, tantangan untuk menjaga integritas pesan semakin besar, mencerminkan kesenjangan komunikasi dalam struktur organisasi yang kompleks. Dinamika ini menjadi fokus penting dalam penelitian untuk memahami dan mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi organisasi di DPD Golkar Sidoarjo.
Peneliti memilih sepuluh penelitian yang relevan berdasarkan topik dan permasalahan penelitian serta hasilnya. Kesepuluh penelitian ini menjadi referensi utama bagi peneliti dalam memahami pengaruh komunikasi organisasi dalam sebuah perusahaan atau organisasi.
Salah satu dari penelitian yang relevan adalah studi oleh [18] berjudul "Tantangan Komunikasi Antar Generasi dalam Lingkungan Kerja Organisasi Modern," disoroti bahwa di tempat kerja yang melibatkan berbagai generasi, tantangan komunikasi timbul dari perbedaan dalam penggunaan teknologi, gaya komunikasi, dan nilai-nilai. Variasi dalam literasi teknologi dan pendekatan komunikasi antar generasi dapat menghambat pertukaran informasi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan inklusif guna membangun budaya kerja yang menerima keberagaman generasi dan memanfaatkannya secara efektif.
Penelitian yang dilakukan oleh [19] dengan judul “We aren't your reincarnation!” bertujuan untuk memeriksa bagaimana generasi X, Y, dan Z menilai sumber-sumber motivasi di tempat kerja di sektor jasa di Kanada. Studi ini menemukan bahwa generasi yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda terhadap motivasi di tempat kerja. Namun demikian, penelitian ini juga menunjukkan bahwa variasi dalam penilaian tersebut mungkin juga dipengaruhi oleh faktor usia atau status kelompok yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh [20] berjudul “Analisis Strategi Komunikasi Organisasi Nonprofit dalam Sosialisasi Perubahan Visi dan Misi Organisasi”, fokus utama adalah untuk mengkaji bagaimana strategi komunikasi diterapkan dalam memperkenalkan perubahan visi dan misi di organisasi nirlaba yang dikenal sebagai "Gerakan TurunTangan". Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi melibatkan dua aktivitas utama, yaitu FGD Online dan Gathering Nasional di Makassar. Proses sosialisasi utama dilakukan melalui media online dan pertemuan tatap muka dengan anggota organisasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh [21] dengan judul “Strategi Komunikasi Internal dalam Perubahan Organisasi di Masa Transisi Tahun 2019-2020” bertujuan untuk menilai bagaimana komunikasi internal antara manajemen dan anggota dilakukan selama proses perubahan organisasi pada periode transisi tersebut. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi komunikasi internal meliputi: penyampaian pesan yang memotivasi anggota melalui informasi mengenai perubahan, pemilihan komunikator berdasarkan pemahaman informasi, posisi jabatan, dan kedekatan dengan penerima pesan, penggunaan media komunikasi yang dikenal baik oleh anggota, serta dampak yang terlihat dalam bentuk peningkatan pemahaman dan perilaku anggota yang mendorong mereka untuk bertindak.
Penelitian yang dilakukan oleh [11] dengan judul “Strategi Komunikasi Organisasi Dalam Membangun Semangat Kerja Pegawai Pusdiklat Tenaga Administrasi Kementerian Agama RI” memanfaatkan konsep komunikasi organisasi, strategi komunikasi, dan pendekatan konstruktivisme. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi strategi komunikasi organisasi yang diterapkan untuk meningkatkan semangat kerja pegawai selama pandemi Covid-19 di Pusdiklat Kementerian Agama. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pusdiklat Kementerian Agama menerapkan strategi komunikasi dengan fokus pada penyebaran pesan yang dilakukan secara bersamaan dan bertahap, tergantung pada jenis informasi yang disampaikan: informasi umum disebarluaskan secara bersamaan, sedangkan informasi yang lebih spesifik disampaikan secara bertahap dengan detail yang mendalam.
Penelitian oleh dengan judul “Analisis Pola Komunikasi Organisasi dalam Kesenjangan Generasi di PT Pertamina Bina Medika IHC” bertujuan untuk mengidentifikasi pola komunikasi yang digunakan untuk menangani kesenjangan generasi di perusahaan tersebut. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi yang diterapkan melibatkan pola komunikasi roda dan pola komunikasi Y, di mana pimpinan memegang peran utama dalam pengambilan keputusan. Meskipun terdapat perbedaan dalam pola pikir, kepribadian, kebiasaan, dan perilaku antara generasi, kesenjangan usia tidak menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Semua pekerja, baik dari Generasi X maupun Generasi Z, saling belajar dan beradaptasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan mencapai target perusahaan.
Penelitian oleh [23] yang berjudul “Analisis Strategi Komunikasi Dalam Membangun Hubungan Interpersonal Yang Efektif” bertujuan untuk menganalisis strategi komunikasi yang efektif dalam membangun hubungan interpersonal. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa strategi komunikasi yang baik dapat mendukung individu dalam menciptakan hubungan interpersonal yang berhasil. Beberapa strategi komunikasi yang terbukti efektif termasuk komunikasi yang terbuka dan jujur, empatik, aktif, serta positif.
Peneitian oleh [24] yang berjudul “Analisis Strategi Komunikasi Dalam Pengembangan Organisasi” bertujuan untuk mengkaji dan menemukan konsep komunikasi serta strategi pembangunan dalam pengembangan Organisasi Pesantren, salah satu ormas keagamaan di Indonesia yang berkembang pesat dan sudah tersebar di seluruh nusantara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor pendukung dalam konsep komunikasi dan strategi pengembangan organisasi, yaitu penerapan nilai-nilai dan konsep agama sebagai pedoman dalam mengatur semua kegiatan organisasi, dan penggunaan manajemen komando dengan pendekatan “imamah jama'ah” sebagai strategi komunikasi dalam pengembangan organisasi.
Penelitian dilakukan oleh [25] berjudul “Strategi Komunikasi Organisasi Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan RRI Palembang” bertujuan untuk menganalisis strategi komunikasi organisasi yang digunakan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di RRI Palembang. Penelitian ini mengeksplorasi cara pimpinan mengaplikasikan teori perencanaan strategi komunikasi yang dikembangkan oleh Wilson dan Ogden. Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa pimpinan RRI Palembang menggunakan riset untuk memahami situasi dan mengontrol laporan rapat kinerja karyawan. Selain itu, mereka juga melakukan perencanaan aksi dengan pendekatan komunikasi yang memahami karakteristik individual karyawan sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi mereka.
Penelitian oleh [26] berjudul “Analisis Strategi Komunikasi Organisasi Tirtonegoro Foundation Dalam Meningkatkan Minat Literasi Budaya Di Kota Samarinda” Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi strategi komunikasi Yayasan Tirtonegoro Foundation dalam meningkatkan literasi di Samarinda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang efektif harus fleksibel sesuai situasi. Yayasan ini menggunakan indikator komunikasi dari Harold Lasswell dan model dari Philip Lesly, dengan fokus pada pesan yang sesuai visi yayasan dan penggunaan media seperti sosial media dan website untuk menjangkau komunitas literasi dan pemerintah. Tujuannya adalah menciptakan sinergitas antar pelaku literasi di Samarinda.
Perbedaan utama antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada objek, tujuan, metodologi, hasil, dan relevansi teoretis dari masing-masing penelitian tersebut. Penelitian ini tidak hanya memiliki pendekatan yang unik dalam menelaah strategi komunikasi organisasi, tetapi juga menawarkan perspektif baru dalam menghadapi gap generasi di lingkungan DPD Golkar Sidoarjo. Selain itu, penelitian ini belum pernah dibahas sebelumnya oleh institusi lain maupun mahasiswa lain, sehingga memberikan kontribusi orisinal dan signifikan terhadap literatur yang ada.Dalam konteks organisasi modern, kesenjangan generasi menjadi tantangan yang semakin nyata, organisasi tentu memiliki nilai, preferensi, dan gaya komunikasi yang beragam, yang dapat mengakibatkan miskomunikasi dan konflik internal, Pertanyaan utama yang muncul adalah, “bagaimana strategi komunikasi organisasi dapat diimplementasikan untuk mengatasi kesenjangan generasi dalam organisasi?” Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana strategi komunikasi organisasi efektif dapat memfasilitasi kolaborasi lintas generasi di dalam lingkungan DPD Golkar Sidoarjo. Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan wawasan baru mengenai praktik komunikasi organisasi dan menawarkan solusi praktis untuk mengoptimalkan interaksi antar generasi dalam lingkungan kerja yang lebih inklusif dan harmonis, yang mampu mendukung pertumbuhan inovasi.
Penelitian ini akan dilakukan di DPD Golkar Sidoarjo, yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani No. 17, Rw I, Sidokumpul, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61219. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dalam paradigma teori komunikasi organisasi. Pendekatan kualitatif adalah metode untuk menginterpretasikan fenomena atau gejala, dengan fokus pada tindakan individu dan produk-produk mereka. Metode ini digunakan untuk mempelajari kondisi alami objek dan menekankan pada makna daripada generalisasi. Penelitian ini berfokus pada dimensi komunikasi organisasi, termasuk komunikasi vertikal dan horizontal, serta keterbukaan dan umpan balik dalam komunikasi internal.
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi non-partisipan terhadap staf DPD Golkar Sidoarjo. Wawancara dilakukan dengan empat informan yang mewakili berbagai generasi: Ibu Ida Sawitri (Baby Boomers) - Staff Arsip; Bapak Sugiatno (Generasi X) - Pengemudi Ambulans dan Staf Humas; Ibu Rika Kurniawati (Generasi Y) - Kepala Rumah Tangga (Kepala Staff Sekertariat); dan Bapak Yhuki Adam Adam (Generasi Z) - Staf MPO (Media dan Pemimpin Opini Publik).
Wawancara bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi staf terhadap strategi komunikasi dan efektivitasnya dalam mengatasi kesenjangan generasi di DPD Golkar Sidoarjo. Observasi non-partisipan dilakukan untuk memantau interaksi komunikasi sehari-hari di tempat kerja. Validasi temuan dilakukan melalui triangulasi sumber dan metode: triangulasi sumber membandingkan data dari informan yang berbeda untuk memastikan konsistensi, sementara triangulasi metode memverifikasi data dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara dan observasi).
Studi ini menggunakan konsep-konsep komunikasi vertikal dan horizontal serta teori komunikasi organisasi untuk menganalisis data. Fokus utamanya adalah memahami bagaimana strategi komunikasi organisasi mengatasi perbedaan generasi. Tujuannya adalah memberikan wawasan mendalam tentang strategi komunikasi organisasi untuk mengatasi perbedaan generasi dan menghasilkan rekomendasi strategis untuk implementasi dalam praktik manajemen sumber daya manusia.
Pada bagian ini membahas hasil penelitian mengenai analisis strategi komunikasi dalam menghadapi gap generation di DPD Golkar Sidoarjo. Penelitian ini berfokus pada bagaimana DPD Golkar Sidoarjo mengatasi perbedaan antar generasi melalui strategi komunikasi organisasi. Untuk memahami persoalan ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan empat informan dari berbagai generasi yang memiliki peran berbeda di dalam organisasi. Hasil penelitian ini berdasarkan pada jawaban empat informan yang memberikan wawasan mendalam tentang strategi komunikasi yang diterapkan di DPD Golkar Sidoarjo. Informan pertama, [1] Ibu Rika Kurniawati, mewakili generasi Y, menjabat sebagai pengurus rumah tangga dan manajer di DPD Golkar Sidoarjo. Informan kedua adalah [2] Ibu Ida Sawitri, merupakan staf kearsipan DPD Golkar Sidoarjo dan mewakili generasi baby boomer. Informan ketiga, [3] saudara Yhuki Adam, merupakan generasi Z yang berusia 25 tahun dan menjabat sebagai staf MPO (Media Penggiringan Opini) di DPD Golkar Sidoarjo. Informan terakhir adalah [4] Bapak Sugianto, sebagai driver ambulance (Layanan Masyarakat) mewakili generasi X.
Tanggapan serta pandangan para informan mengenai strategi komunikasi yang digunakan oleh DPD Golkar Sidoarjo dalam menangani masalah gap generation dalam organisasi sangat beragam. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam pemilihan kata dan pengolahan nada bicara, seluruh informan sepakat bahwa profesionalisme dalam berkomunikasi adalah kunci utama untuk mengatasi masalah Gap Generation. Mereka menekankan pentingnya menggunakan pendekatan yang profesional dan menghormati perbedaan antar generasi dalam setiap interaksi. Tanggapan dan pandangan para informan tentang apakah komunikasi organisasi punya korelasi terhadap penyelesaian serta meminimalisir dampak gap generation, semuanya menyatakan sependapat bahwa komunikasi mampu menjadi solusi bagi permasalahan seputar pekerjaan dan permasalahan yang menyangkut gap generation didalam suatu organisasi atau perusahaan. Berikut ini adalah kumpulan jawaban dari berbagai pihak informan terkait dengan cara mereka berkomunikasi di dalam lembaga DPD Golkar Sidoarjo.
Pada penelitian ini terdapat pengelompokan dua tipe komunikasi berdasarkan komunikasi yang digunakan, yaitu komunikasi vertikal yang berisikan komunikasi dari atasan ke bawahan (Downward Communicaion)di mana didalamnya meliputi cara komunikasi yang digunakan oleh manajemen atau atasan kepada staf atau bawahan, dan komunikasi dari bawahan ke atasan atas dan komunikasi dari bawahan ke atasan (Upward Communication),. Kemudian, komunikasi horizontal yang meliputi interaksi yang terjadi antara staf dengan kedudukan yang setara.
A. Komunikasi Vertikal
Instruksi Kerja Instruksi kerja merupakan sebuah dokumen atau narasi yang menjelaskan sebuah instruksi untuk aktivitas, didalamnya mengandung unsur yang terdiri dari judul unit kerja, serta aktivitas dan kualifikasi dalam pekerjaan yang akan dikerjakan [27]. Pada bagian ini, peneliti membahas mengenai proses penyampaian instruksi kerja kepada bawahan, serta perbedaan pendekatannya antara staf yang lebih tua dan yang lebih muda.
Menurut informan [1] Bu Rika Kurniawati, yang menjabat sebagai Kepala Rumah Tangga di DPD Golkar Sidoarjo, instruksi diberikan dari Pak Adam Rusydi, selaku Kepala, kemudian disampaikan terlebih dahulu kepada Bu Rika. Kemudian, instruksi tersebut akan diteruskan kepada staf yang bersangkutan. Namun, dalam situasi mendesak, Pak Adam akan langsung mengkomunikasikan instruksi kepada staf yang terlibat. Instruksi yang diberikan 90% berkaitan dengan DPD Golkar Sidoarjo mulai dari agenda rapat hingga pertemuan
“Instruksi biasanya dari beliau ke saya, lalu saya teruskan ke teman-teman sesuai aturan. Namun, jika ada hal yang mendesak, Pak Adam bisa langsung memberikan instruksi kepada staf yang dibutuhkan. sekitar 90% terkait kegiatan DPD. Semua agenda kegiatan DPD, mulai dari rapat hingga pertemuan.”
[1] Bu Rika juga menjelaskan bahwa untuk staf yang lebih tua, instruksi biasanya disampaikan secara formal dengan penjelasan yang detail. Sebaliknya, untuk staf yang lebih muda, instruksi cenderung disampaikan secara langsung dan singkat.
"Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam cara instruksi disampaikan antara staf yang lebih tua dan yang lebih muda, namun, mungkin untuk staf seperti Bu Ida yang kurang familiar dengan teknologi, instruksi cenderung lebih disesuaikan secara manual. Sedangkan untuk staf yang lebih muda, seperti Mas Sony, instruksi biasanya lebih langsung dan to the point."
Instruksi yang diberikan oleh [1] Ibu Rika selaku Kepala Rumah Tangga dapat diterima dengan baik oleh staf di DPD Golkar Sidoarjo. Hal ini dapat dilihat dari keselarasan tanggapan yang diberikan oleh informan [2] Ibu Ida Sawitri, [3] Saudara Yhuki Adam, dan [4] Bapak Sugianto terkait dengan instruksi yang mereka terima dari atasan, yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memverifikasi atau mengoreksi informasi yang diberikan oleh informan [1] Bu Rika dalam wawancara.
[2] Ibu Ida Sawitri menjelaskan bahwa instruksi yang ia terima selalu sesuai dengan job description-nya, sehingga ia tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas.
"Instruksi yang diberikan selalu jelas dan sesuai dengan tugas saya, jadi saya tidak pernah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan,"
[3] Saudara Yhuki Adam, selaku staf MPO, menjelaskan bahwa ia kerap menerima instruksi kerja terkait dengan desain, pembuatan konten, dan kegiatan lain. Dan ia juga menegaskan bahwa instruksi yang diterima selalu jelas dan memadai dan jelas.
"Instruksi kerja biasanya mengenai desain pembuatan konten dan peliputan kegiatan ketua di luar lingkup area kantor,"
[4] Bapak Sugianto menjelaskan bahwa instruksi yang ia terima disampaikan melalui broadcast WhatsApp atau pesan WhatsApp pribadi. Hal ini disebabkan oleh perannya sebagai staf Humas sekaligus driver ambulance Golkar.
"Biasanya melalui pesan broadcast WA, kalau saya disini kebetulan yang megang ambulans, jadi rata-rata pekerjaan yang berhubungan dengan ambulance,"
Pengelolaan instruksi kerja di DPD Golkar Sidoarjo menunjukkan adanya proses yang terstruktur, di mana instruksi dari Kepala disampaikan terlebih dahulu kepada Kepala Rumah Tangga, [1] Bu Rika Kurniawati, sebelum diteruskan kepada staf yang bersangkutan. Ini mencerminkan koordinasi yang baik dalam memastikan bahwa pesan dari atasan sampai dengan jelas ke setiap anggota tim. Dalam situasi mendesak, fleksibilitas diperlihatkan dengan Kepala langsung berkomunikasi dengan staf terkait, menunjukkan adaptasi terhadap kebutuhan situasional yang mendesak.
Menurut analisis peneliti terhadap data mengenai instruksi kerja di DPD Golkar Sidoarjo, prosesnya terstruktur sebagai berikut: instruksi disampaikan dari Kepala kepada Ibu Rika Kurniawati, Kepala Rumah Tangga, yang kemudian meneruskannya kepada staf. Dalam situasi mendesak, Kepala dapat berkomunikasi langsung dengan staf. Staf yang lebih tua menerima instruksi formal, sementara staf yang lebih muda menerima instruksi yang singkat dan langsung. Meskipun ada perbedaan ini, instruksi disampaikan secara konsisten. Tanggapan positif dari Ibu Ida Sawitri, Bapak Yhuki Adam, dan Bapak Sugianto menunjukkan bahwa proses ini efektif dan memenuhi kebutuhan staf.
Umpan Balik dan Verifikasi Umpan balik dan verifikasi bertujuan untuk memastikan pemahaman staf terhadap instruksi kerja yang diberikan. Umpan balik positif dan konstruktif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Menurut penelitian terbaru [28], umpan balik yang tepat waktu mendukung proses pembelajaran dan pengembangan individu, serta meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Proses ini melibatkan pemeriksaan silang dan evaluasi hasil kerja untuk mengidentifikasi kesalahan atau ketidaksesuaian. Selain itu, umpan balik juga penting saat staf menghadapi kesalahpahaman terhadap instruksi, sehingga dapat segera dikoreksi. Pada bagian ini, peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana langkah verifikasi yang dilakukan oleh Ibu Rika Kurniawati sebagai kepala rumah tangga di DPD Golkar Sidoarjo setelah memberikan instruksi kepada staf. Selain itu, peneliti juga tertarik untuk mengetahui bagaimana feedback yang diberikan oleh staf setelah menerima instruksi, termasuk apakah mereka mengkomunikasikan kesulitan yang mereka hadapi dalam menjalankan instruksi tersebut.
[1] Ibu Rika Kurniawati menjelaskan lebih lanjut, pelaksanaan cross-check biasanya dilakukan setelah instruksi diberikan, terutama saat mendekati tenggat waktu. Proses ini membantu memastikan bahwa semua tugas telah diselesaikan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan memenuhi standar yang diharapkan. Dengan adanya cross-check, kesalahan dapat ditemukan lebih awal dan diperbaiki sebelum pekerjaan akhir diserahkan.
"Cross-check dilakukan untuk memastikan pemahaman yang baik terhadap instruksi yang diterima oleh staf. Saya biasanya memastikan dengan memeriksa ulang pekerjaan mereka. Saya meminta mereka membuat flyer atau materi lainnya dan mendekati tenggat waktu, saya lakukan cross-check untuk memastikan semuanya sesuai." Keterangan yang diberikan oleh
[1] Bu Rika, selaku Kepala Rumah Tangga di DPD Golkar Sidoarjo, sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan lain, yakni [2] Bu Ida Sawitri , [3] Saudara Yhuki Adam, dan [4] Bapak Sugianto. Mereka semua menyatakan bahwa setelah menerima instruksi dari atasan, mereka memberikan umpan balik yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan serta konteks pekerjaan mereka.
[2] Bu Ida mengungkapkan bahwa ia memberikan feedback dalam bentuk laporan setelah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
“Jika saya sudah melaksanakan instruksi, saya tinggal melaporkan bahwa tugas tersebut sudah dikerjakan.”
[3] Saudara Yhuki menambahkan bahwa instruksi yang diberikan berkaitan dengan desain dan pembuatan konten, dan ia juga memberikan umpan balik berupa laporan secara rutin untuk memastikan konten sesuai harapan.
“Saya biasanya laporan ke Bu Rika terkait dengan konten yang sedang saya kerjakan, karena takutnya ada revisi.” Sementara itu,
Sementara itu,[4] Pak Sugianto menyebutkan bahwa ia menerima instruksi melalui pesan WhatsApp dan memberikan umpan balik langsung yang memudahkan koordinasi tugas yang bersifat mobile.
“Saya memberikan feedback dengan ya mengabari, karena saya menerima instruksi tidak hanya dari kepala melainkan dari masyarakat langsung”
Selanjutnya, peneliti menggali bagaimana staf di DPD Golkar Sidoarjo mengkomunikasikan tantangan yang mereka hadapi saat melaksanakan instruksi yang diberikan.
[2] Ibu Ida Sawitri mengemukakan bahwa hingga saat ini belum pernah menghadapi kesulitan dalam menjalankan instruksi yang diberikan, karena dirasa instruksi tersebut sudah sangat jelas.
“Tidak pernah, karena instruksi yang diberikan selalu jelas. Misalnya, jika diperintahkan untuk dikirimkan secara pribadi, berarti saya harus japri.”
[3] Saudara Yhuki Adam mengungkapkan bahwa ketika menghadapi kesulitan dalam menjalankan instruksi yang diterima, ia akan meminta bantuan dari beberapa staf senior di divisi yang sama untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Biasanya saya langsung minta tolong beberapa yang lebih senior seperti Mas Arfan atau Mbak Rika untuk membantu menyelesaikan masalah”
[4] Bapak Suugianto menjelaskan bahwa ia juga tidak mengalami kesulitan dalam mengeksekusi instruksi yang terkait dengan kegiatannya sehari-hari sebagai pengemudi ambulans, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Ida Sawitri."
“Rata-rata yang berhubungan dengan ambulans, InsyaAllah sudah sangat paham. Misalnya untuk orang sakit atau meninggal, saya sudah tahu pekerjaannya.”
Analisis data menunjukkan bahwa umpan balik dan verifikasi berperan penting dalam memastikan pemahaman staf terhadap instruksi kerja di DPD Golkar Sidoarjo. Umpan balik yang positif dan konstruktif berdampak signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan, sesuai dengan penelitian terbaru. Langkah verifikasi oleh Ibu Rika Kurniawati menunjukkan kehati-hatian dalam memastikan tugas dilaksanakan dengan baik, dengan proses cross-check yang membantu mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan sebelum pekerjaan selesai. Staf seperti Ibu Ida Sawitri, Bapak Yhuki Adam, dan Bapak Sugianto memberikan umpan balik yang relevan, serta komunikasi yang jelas terkait permasalahan yang mereka hadapi, mencerminkan efektivitas strategi komunikasi dan proses verifikasi di organisasi.
Interaksi Komunikasi Terbuka Komunikasi terbuka berkaitan dengan pengakuan pimpinan dan partisipasi aktif pegawai dalam meningkatkan kinerja organisasi. Dalam konteks ini, komunikasi yang transparan dan jujur antara pimpinan dan staf berperan penting dalam membentuk lingkungan kerja yang positif dan produktif [29]. Keterbukaan dalam menyampaikan pendapat, berdiskusi, serta mengembangkan ide-ide dalam proses kerja menjadi elemen kunci untuk mencapai tujuan bersama Di dalam ruang lingkup DPD Golkar Sidoarjo.
[1] Ibu Rika Kurniawati menjelaskan bahwa dia mengadopsi gaya dan bahasa yang lebih formal ketika berkomunikasi dengan staf yang lebih senior, sementara dengan staf yang lebih junior, dia cenderung berkomunikasi dengan lebih santai.
“Ya, memang ada perbedaan dalam berkomunikasi. Dengan karyawan yang lebih muda, saya lebih santai, sedangkan dengan yang lebih tua, saya lebih formal.”
Dalam konteks diskusi, menurut [1] Ibu Rika Kurniawati, staf di DPD Golkar Sidoarjo sering diajak untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi terkait proyek besar atau program baru yang membutuhkan koordinasi yang baik. Respon positif terhadap kegiatan berdiskusi dan berbagi ide juga terlihat dari semua anggota staf DPD Golkar Sidoarjo.
“Saya sering mengajak staf untuk berdiskusi, terutama saat akan memulai proyek baru atau ada masalah yang perlu diselesaikan bersama. Terutama untuk proyek besar atau yang membutuhkan koordinasi banyak pihak. Kami diskusikan dulu langkah-langkah yang akan diambil. Respon yang saya terima juga sama, mereka menanggapi dengan baik dan turut aktif dalam berdiskusi”
Pemberian ide, dan saran di lingkungan DPD Golkar Sidoarjo, menurut informan [2] Ibu Ida Sawitri, [3] Saudara Yhuki Adam, dan [4] Bapak Sugianto mengemukakan pandangan yang konsisten dengan yang diuraikan oleh [1] Ibu Rika Kurniawati.
[2] Ibu Ida Sawitri mengkonfirmasi bahwa dia aktif terlibat diskusi dalam menangani masalah yang terkait dengan tugas kesekretariatan sesuai dengan tanggung jawabnya.
"Pasti ya, terutama terkait masalah di kesekretariatan. Masalah yang berhubungan dengan tugas di kesekretariatan sesuai dengan porsi pekerjaan saya."
[2] Ibu Ida Sawitri juga menambahkan bahwa dia sering berbagi ide dan memberi saran, khususnya terkait dengan acara dan kegiatan yang direncanakan, dimana ide-ide tersebut langsung disampaikan dalam forum diskusi.
“Sering berbagi ide - ide terutama terkait dengan acara dan kegiatan yang akan dilakukan, ide langsung disampaikan ke dalam forum”
[3] Saudara Yhuki Adam menguraikan bahwa topik yang sering didiskusikan adalah mengenai konten, penjadwalan partisipasi staf dalam tugas lapangan, dan kondisi tim.
“Pekerjaan yang biasanya didiskusikan adalah perihal konten, penjadwalan siapa yang ikut bertugas menemani ketua di lapangan, dan kondisi tim.”
[3] Saudara Yhuki Adam menambahkan bahwa ia seringkali memberi ide atau saran dalam pembuatan konten yang ditujukan untuk anak-anak muda, namun konten tersebut tetap memuat unsur yang merepresentasikan partai Golkar.
“Sering. Misalnya, ide untuk membuat konten untuk anak-anak muda tetapi tetap ada unsur partai Golkar”
[4] Bapak Sugianto menjelaskan diskusi yang ia lakukan dengan atasan adalah terkait dengan perawatan ambulance, ia juga memberikan saran - saran terkait dengan kekurangan ambulance.
“Diskusi biasanya masalah servis ambulans, seperti maintenance atau perawatan mobil ambulans. Karena mobil ini tidak hanya dipakai lokal, tetapi juga keluar kota .Saran biasanya terkait ambulans, misalnya ada kekurangan, saya sampaikan. Misalnya mobil ini butuh ini, butuh itu”
Bu Rika Kurniawati di DPD Golkar Sidoarjo menerapkan pendekatan komunikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan staf. Gaya formal digunakan untuk staf senior, sementara pendekatan lebih santai untuk staf muda, membangun hubungan yang produktif. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan lingkungan kerja inklusif, tetapi juga memfasilitasi komunikasi yang jelas di seluruh struktur organisasi.
Memulai diskusi sebelum proyek besar atau menangani masalah kompleks menunjukkan komitmen untuk melibatkan staf dalam pengambilan keputusan. Respons positif dari staf seperti Ibu Ida Sawitri, Bapak Yhuki Adam, dan Bapak Sugianto menegaskan bahwa mereka menghargai keikutsertaan dalam diskusi dan aktif memberikan kontribusi. Ini mencerminkan budaya kolaboratif yang kuat di DPD Golkar Sidoarjo.
Dengan platform diskusi terbuka, staf didorong untuk berbagi pandangan, terutama terkait dengan konten, jadwal kegiatan, dan pemeliharaan fasilitas. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap pelayanan berkualitas. Pendekatan komunikasi ini berhasil membangun kontinuitas dan kualitas kerja di organisasi mereka.
Penghargaan dan Apresiasi Dalam konteks organisasi seperti DPD Golkar Sidoarjo, penilaian dan penghargaan memiliki peran sentral dalam meningkatkan kualitas kinerja anggota dan pengurus, serta memperkuat efektivitas kinerja di dalamnya.Diskusi mengenai penghargaan dan kritik menjadi sangat penting untuk mengevaluasi berbagai aspek yang [30] berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi. [1] Ibu Rika Kurniawati menjelaskan sebagai atasan ia pernah memberikan kritik kepada staf di DPD Golkar Sidoarjo.
[1] Ibu Rika Kurniawati mengungkapkan bahwa dalam memberikan kritik kepada mereka yang lebih tua, kritik disampaikan dengan hati-hati dan sopan. Namun, kepada staf yang lebih muda, kritik disampaikan dengan lebih santai dan langsung pada pokok permasalahan.
“Untuk yang lebih tua, kritik saya menyampaikan dengan hati-hati dan lebih sopan. Sedangkan kepada staf yang usianya lebih muda, saya sampaikan dengan santai dan lebih to the point,”
Dalam praktiknya, peneliti bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana argumen yang disampaikan oleh Ibu Rika Kurniawati sejalan dengan pengalaman staf di DPD Golkar Sidoarjo dalam menerima kritik.
[2] Ibu Ida Sawitri tidak pernah menerima kritik langsung, melainkan lebih sering mendapatkan saran terkait pekerjaan.
“Tidak pernah menerima kritikan langsung, lebih sering berupa saran yang berhubungan dengan pekerjaan”
[3] Saudara Yhuki Adam menjelaskan ia pernah beberapa kali menerima kritikan terkait dengan masalah pekerjaan.
“Pernah, biasanya terkait evaluasi pekerjaan.”
[3] Saudara Yhuki adam juga menambahkan respon terhadap kritik yang ia terima adalah dengan mengecek dan evaluasi mandiri terkait ide konten yang ia buat kemudian mencari referensi lain.
“Pertama saya mengecek apakah ide saya memang kurang bagus, lalu mencari referensi lain untuk memperbaiki ide tersebut.”
[4] Pak Sugiatno menjelaskan bahwa ia belum pernah menerima kritikan dari rekan kerja maupun atasan.
“Sepertinya tidak pernah, saya kerja enjoy saja.”
Mengenai penghargaan atau pujian atas kinerja yang memuaskan, hal ini mencakup bagaimana penghargaan tersebut diberikan kepada staf. Menurut [1] Bu Rika Kurniawati, menjelaskan bahwa tidak terdapat sistem penghargaan secara formal atau material yang diterapkan dalam lingkungan kerja DPD Golkar Sidoarjo. Sebagai gantinya, apresiasi disampaikan melalui ucapan terima kasih yang tulus kepada staf yang telah menunjukkan kinerja yang baik.
“Pujian saya sampaikan secara umum di grup, tanpa membedakan usia”
Keterangan ini seolah ditegaskan oleh pernyataan informan lain terkait dengan penghargaan pada staf di DPD Golkar Sidoarjo.
[2] Bu Ida mengungkapkan bahwa ia sering kali menerima ucapan terima kasih langsung dari atasan setelah menyelesaikan tugas yang diberikan.
“Pasti pernah,, seringkali dalam bentuk apresiasi atau ucapan terima kasih.”
[3] Saudara Yhuki menambahkan bahwa apresiasi diberikan secara langsung secara personal,
“pernah, seringkali dalam bentuk apresiasi ucapan terima kasih.”
[4] Bapak Sugianto menyebutkan bahwa pujian dan apresiasi seringkali disampaikan secara lisan langsung maupun melalui pesan di platform grup WhatsApp.
“Pujian biasanya saya terima melalui whatsapp, karena kerjanya remote ya istilahnya, atau dari masyarakat yang menggunakan jasa ambulance”
Komunikasi terbuka sangat penting untuk meningkatkan kinerja organisasi dan menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif. Di DPD Golkar Sidoarjo, pendekatan komunikasi, seperti perbedaan gaya komunikasi antara staf senior dan junior yang dijelaskan oleh Ibu Rika Kurniawati, bersama dengan partisipasi aktif staf dalam diskusi dan berbagi ide, mencerminkan keterlibatan tim yang kuat. Keterlibatan aktif dalam diskusi, seperti yang disoroti oleh Ibu Ida Sawitri, Bapak Yhuki Adam, dan Bapak Sugianto, memperkuat koordinasi dan efektivitas dalam mengelola proyek dan kegiatan organisasi. Secara keseluruhan, komunikasi terbuka di DPD Golkar Sidoarjo mendukung pencapaian tujuan bersama dan meningkatkan kinerja organisasi.
B. Komunikasi Horizontal
Komunikasi Interpersonal Hubungan interpersonal dalam sebuah organisasi sangat penting untuk membentuk iklim kerja yang kondusif. Hubungan interpersonal dan dukungan organisasi yang dirasakan memiliki pengaruh besar terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan [31]. Komunikasi interpersonal mempengaruhi kinerja kerja, dimana aspek-aspek komunikasi interpersonal (seperti kedekatan, saling menghormati, keterhubungan, dan pengendalian) berdampak pada kinerja kerja (yang meliputi jumlah pekerjaan individu, kualitas pekerjaan, ketepatan waktu, disiplin dalam menjalankan tugas, dan kemampuan bekerja sama dalam tim [32]. Pada bagian ini peneliti ingin melihat bagaimana cara staf berkomunikasi dengan staf lain dalam ruang lingkup DPD Golkar Sidoarjo.
[1] Ibu Rika Kurniawati menjelaskan bahwa dia berkomunikasi dengan sesama rekan kerja dengan memberikan pendekatan yang berbeda.
“Ya, ada perbedaan. Dengan staf lain yang lebih muda, saya lebih santai, sedangkan dengan yang lebih tua, saya lebih formal.”
Berbeda dengan keterangan yang diberikan oleh [2] Ibu Ida Sawitri, ia menjelaskan bahwa dirinya berkomunikasi secara profesional tanpa memandang usia atau posisi, baik kepada atasan maupun staf lain. Baginya yang terpenting adalah memastikan penggunaan etika dalam setiap interaksi.
"Tidak ada perbedaan signifikan, menurut saya sama saja karena keduanya adalah atasan saya. hanya ada etika yang harus dijaga. Etika komunikasi tetap diterapkan.”
[3] Saudara Yhuki Adam menyatakan preferensi yang berbeda ketika berbicara dengan lawan bicara yang lebih tua atau lebih muda. Ia juga menuturkan bahwa komunikasi yang dilakukan kerap melalui whatsapp. dibandingkan secara langsung.
“Ada bedanya kepada yang lebih tua, bahasa lebih halus dan santun. Kepada yang lebih muda, lebih santai dan seperti teman biasa. Dan komunikasi sering melalui WA personal, jika tidak ada balasan baru ke WA grup. Kita juga sering bertemu langsung untuk membahas konten dengan santai.”
[4] Bapak Sugianto menjelaskan bahwa ia merasa nyaman dalam berkomunikasi dengan staf lain meskipun memiliki perbedaan usia.
“Komunikasi biasa saja, tidak ada canggung. Saya merasa paling tua secara usia, tetapi secara organisasi paling muda. Jadi komunikasi dengan teman-teman seperti Mas Arfan atau Mas Dono yang seumuran anak saya biasa saja.”
Kerja Sama Kerja sama dalam tim sangat penting untuk membangun dukungan antar anggota tim, memperkuat hubungan yang baik, serta menciptakan solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi. Keterampilan dalam komunikasi horizontal juga diperlukan untuk memastikan bahwa informasi dan ide-ide dapat mengalir dengan lancar di antara semua anggota tim, sehingga memperkuat kolaborasi dan efektivitas dalam mencapai tujuan bersama.
[3] Saudara Yhuki Adam menjelaskan bahwa ia berkomunikasi dengan rekan sesama MPO untuk meminta bantuan saat mengalami kesulitan saat membuat konten. dan juga berbagi ide
“saya mengajak teman-teman seperti Rizki untuk menyelesaikan masalah bersama mengenai konten yang diinginkan oleh ketua dan bagaimana pembuatan konten ke depannya dengan tim.”
[4] Bapak Sugianto menjelaskan bahwa ia biasanya berbagi ide dengan rekannya yaitu untuk membahas rencana kegiatan sosial yang akan dilakukan.
“Paling sering dengan Pak Marwito, karena dia juga sebagai PK di daerah Gedangan. Kita sering berdiskusi tentang kegiatan sosial.”
Data tersebut menyoroti kerja tim yang efektif dan komunikasi horizontal di DPD Golkar Sidoarjo. Bapak Yhuki Adam aktif mencari kolaborasi dan berbagi ide dalam pembuatan konten dengan rekan-rekan MPO, sementara Bapak Sugianto secara rutin membahas kegiatan sosial dengan seorang rekan. Praktik-praktik ini meningkatkan pemecahan masalah dan pertukaran ide, memperkuat hubungan tim yang kuat, serta mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan data yang disajikan, penelitian ini menunjukkan bahwa DPD Golkar Sidoarjo telah mengimplementasikan komunikasi vertikal dan horizontal secara efektif, sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi organisasional yang diuraikan oleh Faules dan Pace (1998:184). Dalam komunikasi vertikal dari atasan kepada bawahan berbentuk instruksi dari manajemen, seperti yang diberikan oleh Ketua DPD Adam Rusydi, disampaikan dengan jelas oleh Kepala Rumah Tangga, Rika Kurniawati, kepada staf. Terdapat juga keterbukaan dalam mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan instruksi tersebut, dan staf menerima penilaian dan apresiasi atas kinerja mereka.
Komunikasi vertikal dari bawahan ke atasan juga sama efektifnya yaitu staf menyampaikan kemajuan kerja, kendala, dan saran kepada atasan, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dan responsif. Komunikasi horizontal, yang melibatkan pertukaran informasi antara rekan sejawat, seperti yang ditunjukkan oleh Bapak Yhuki Adam dan Bapak Sugiatno, membantu dalam koordinasi tugas, berbagi ide, dan merencanakan kegiatan bersama, sehingga memperkuat kerja tim dan efektivitas dalam mencapai tujuan.
Meskipun terdapat variasi dalam pendekatan berdasarkan generasi dan posisi, prinsip-prinsip komunikasi vertikal dan horizontal telah diterapkan dengan baik di DPD Golkar Sidoarjo. Pendekatan ini membantu mencegah masalah signifikan terkait perbedaan generasi dan menjaga profesionalisme. Penelitian ini menekankan pentingnya profesionalisme dan menghormati perbedaan generasi untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam organisasi.
Strategi komunikasi yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan generasi di DPD Golkar Sidoarjo menunjukkan keberhasilan dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan antargenerasi. Penggunaan komunikasi vertikal dan horizontal, yang sensitif terhadap preferensi generasi yang berbeda, tercermin dalam penyampaian instruksi kerja yang disesuaikan dengan gaya komunikasi masing-masing generasi dan umpan balik yang terstruktur. Komunikasi terbuka antara pimpinan dan staf dalam mendiskusikan ide dan mengembangkan solusi penting dalam membentuk budaya kerja yang kolaboratif dan responsif.
Penelitian sebelumnya oleh [33] yang berjudul “Analisis Pengaruh Kesenjangan Generasi terhadap Kualitas Kerja Karyawan di dalam Perusahaan” menyimpulkan bahwa dampak kesenjangan generasi terhadap kinerja karyawan minim jika komunikasi dan etika profesional diprioritaskan. Temuan ini mendukung hasil di DPD Golkar Sidoarjo, di mana pendekatan komunikasi yang adaptif terhadap perbedaan generasi secara efektif mengelola kesenjangan generasi, memupuk lingkungan kerja inklusif, dan meningkatkan produktivitas serta harmoni dalam organisasi.
Data juga menyoroti kerja tim yang efektif dan komunikasi horizontal di DPD Golkar Sidoarjo. Bapak Yhuki Adam aktif mencari kolaborasi dan berbagi ide untuk pembuatan konten dengan rekan-rekan MPO, sementara Bapak Sugianto secara rutin membahas kegiatan sosial dengan seorang rekan. Praktik-praktik ini meningkatkan pemecahan masalah dan pertukaran ide, memperkuat hubungan tim yang kuat, dan berkontribusi dalam mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang diterapkan oleh DPD Golkar Sidoarjo mampu mengatasi perbedaan generasi di dalam organisasi. Komunikasi vertikal, yang meliputi instruksi kerja dan umpan balik, terbukti efektif dalam memfasilitasi pemahaman yang baik antara atasan dan bawahan dari berbagai generasi. Instruksi kerja disampaikan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan generasi. Generasi yang lebih muda menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang mendalam terhadap generasi yang lebih tua dalam interaksi mereka, meskipun memiliki posisi atau status yang lebih tinggi. Mereka mengakui dan menghargai pengalaman kerja serta kebijaksanaan yang dimiliki oleh generasi senior. Dalam setiap komunikasi dan keputusan, generasi muda berusaha untuk mengedepankan sikap sopan dan pengertian, mengakui nilai-nilai dan kontribusi generasi yang lebih tua. Mereka tidak hanya bertindak dengan penuh pertimbangan, tetapi juga berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang saling mendukung dan memupuk kolaborasi, memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang usia atau jabatan, merasa dihargai dan dihormati.
Selain itu, komunikasi horizontal, baik secara pribadi maupun dalam kerja tim, juga terbukti menciptakan suasana kerja yang harmonis dan produktif. Staf mampu beradaptasi dengan gaya komunikasi yang berbeda antar generasi, yang membantu memperkuat kerja sama tim. Semua pihak sepakat bahwa sikap profesional dan terbuka terhadap perbedaan generasi adalah kunci untuk mengurangi potensi konflik.
Secara keseluruhan, komunikasi yang efektif ternyata sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan kinerja staf di DPD Golkar Sidoarjo, meskipun ada perbedaan generasi. Strategi komunikasi yang diterapkan telah berhasil mengelola tantangan ini dan mendorong terciptanya budaya kerja yang lebih inklusif dan kolaboratif.