Community Development Report
DOI: 10.21070/ijccd.v15i3.1072

Microbial Quality of Kupang Paste Products from Different Producers


Kualitas Mikrobial Produk Pasta Kupang dari Produsen yang Berbeda

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Indonesia

(*) Corresponding Author

Kupang Shrimp Paste Microbiological Analysis Quality Standards Storage

Abstract

General Background the utilization of local ingredients, such as kupang, is integral to the culinary practices in Balongdowo Village, Sidoarjo Regency. Specific Background shrimp paste, a prominent product derived from kupang, is valued in the market, yet its quality raises concerns among consumers and producers. Knowledge Gap despite its economic significance, limited research has been conducted on the microbiological quality of kupang-based products, particularly during storage. Aims this study aims to evaluate the microbiological analysis of two kupang petis products from different producers in Balongdowo Village during ambient temperature storage. Results employing descriptive analysis across five storage treatments (P0: fresh, P1: 1 week, P2: 2 weeks, P3: 3 weeks, P4: 4 weeks), findings indicated that total plate count (TPC) in P0 treatment met national quality standards (SNI 2718.1: 2013), while yeast mold levels exceeded permissible limits. Notably, the TPC of sample B (1.6 x 10³) was lower than that of sample A (2.2 x 10³) in the fresh condition (P0). Novelty this research provides a comprehensive analysis of the microbiological quality of kupang petis, filling a significant gap in the literature. Implications the results underscore the necessity for rigorous quality control measures in the production and storage of shrimp paste to ensure consumer safety and compliance with health standards.

Highlights:

  • Microbiological quality assessment of kupang petis during storage.
  • TPC values in fresh condition meet national standards.
  • Yeast mold levels exceed permissible limits in stored samples.

Keywords: Kupang, Shrimp Paste, Microbiological Analysis, Quality Standards, Storage

Pendahuluan

Pengembangan pangan tradisional mempunyai peran penting dalam memperkaya variasi pangan serta meningkatkan pendapatan dan gizi masyarakat. Di Desa Balongdowo, Kabupaten Sidoarjo, pengolahan bahan pangan lokal seperti kupang telah menjadi industri rumah tangga yang mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari. Kupang, sebagai salah satu bahan makanan utama, umum digunakan dalam hidangan tradisional dan disukai oleh masyarakat lokal maupun masyarakat yang berasal dari luar daerah tersebut [1]. Kupang dapat diolah menjadi berbagai makanan, salah satunya adalah produk seperti petis kupang, yang memiliki nilai jual signifikan.

Kualitas petis yang dihasilkan harus sesuai dengan SNI 2718.1:2013 dicantumkan bahwa kadar air petis harus sekitar 30-50% [2]. Pada penelitian sebelumnya oleh Haqi, dari 7 sampelnya petis kupang yang terdapat di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dihasilkan kadar air tertinggi yaitu 79,97 % dan kadar air optimal 41,63 % [3]. Nilai kadar air yang melebihi batas yang ditentukan oleh standar mutu petis SNI 2718.1: 2013, dapat meningkatkan resiko kontaminasi mikroba dan menurunkan kualitas produk [4].

Daya tahan petis dipengaruhi oleh kondisi dan lama penyimpanan karena terdapat aktivitas mikroorganisme yang berlangsung selama penyimpanan [5]. Penyimpanan petis kupang dapat dilakukan pada suhu dingin ataupun suhu ruang. Namun pada suhu ruang dapat beresiko terkontaminasi oleh mikroba apabila dalam kondisi terbuka. Petis kupang yang disimpan pada suhu rendah, biasanya di bawah 4 oC untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi [6]. Praktik dan pemahaman produsen petis kupang yang minim tentang pengolahan yang tepat dan sanitasi yang baik menjadi penyebab utama masalah ini. Selain itu, penyimpanan yang tidak tepat pada suhu ruang juga dapat mempercepat kerusakan produk dan risiko kontaminasi [7]. Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan dapat terjadi akibat mengonsumsi petis kupang yang terinfeksi, karena mengandung bakteri. Beberapa jenis bakteri kontaminan pada bahan pangan yang dapat menginfeksi manusia salah satunya adalah Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus [8].

Karena produk makanan yang tertelan berdampak pada sumber daya manusia dan kesehatan, kualitas dan keamanan produk olahan ikan menjadi sangat penting [9]. Tes nomor plat total (ALT), yang mengevaluasi tingkat kebersihan suatu makanan, adalah salah satu metode untuk mengevaluasi kualitasnya.[10]. Syarat kualitas petis di Indonesia telah tercamtum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 2718.1:2013), dengan pemeriksaan cemaran mikrobiologi meliputi uji pemeriksaan Total Plate Count (TPC) dengan batas maksimal 5,0 x 103 koloni/g, uji pemeriksaan Total angka Kapang dan Khamir dengan batas maksimum 5,0 x 103, uji pemeriksaan bakteri Salmonella sp. dengan standar Negatif dan uji pemeriksaan bakteri Staphylococcus aureus dengan batas maksimal 1 x 103 koloni/g.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Haqi mengenai karakteristik petis kupang, kualitas yang ditemukan beragam dari kadar air tertinggi dan terendah. Hal ini kemungkinan akan menimbulkan perbedaan juga pada jumlah mikroba yang akan ditemukan dan menyangkut daya simpannya. Oleh karena itu, penting dilakukan analisis mikrobiologi untuk mengetahui mutu dari petis kupang berdasarkan lama waktu penyimpanan.

Metode

A. Waktu dan Tempat

Penelitiannya dilangsungkan 4 bulan, yaitu mulainya bulan Juni hingga September 2023 di Desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Uji kualitas mikrobiologi dilangsungkan di Laboratorium Mikrobiologi PT. Eloda Mitra Sidoarjo yang beralamat di Komp. Industri dan Pergudangan Sinar Buduran 1 Blok B1-B6 Banjarsari, Kec. Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Bahan utama yang digunakan adalah sampel petis kupang dari 2 produsen berbeda yang tinggal di Desa Balongdowo.

B. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan untuk analisa mikrobiologi adalah tabung reaksi merek Iwaki, rak tabung reaksi, erlenmeyer 250 ml merek Schoot Duran, gelas ukur, pengaduk kaca, cawan petri merek Thermo Scientific, pipet volume 1 mL merek Iwaki, pipet volume 10 mL merek Iwaki, bunsen, korek api, label, stomacher merek Interscience, vortex merek INTLab, autoklaf merek Korimat, LAF (Laminar Air Flow) merek Speg Air Tech, plastik steril, ose, timbangannya analitik, dan inkubator brend Binder.

Bahan yang dipakai yakni sampelnya petis kupang yang masih bari daripada 2 penghasil petis berbeda yang tinggal di desa Balongdowo. Bahan-bahan yang digunakan analisa mikrobiologi adalah media BPW (Beef Peptone Water) sebagai bahan pengencer, sarana PCA (Plate Count Agar) untuk analisa TPC, media BPA (Baird Parker agar) untuk analisa bakteri Staphylococcus aureus, Brain Heart Infusion Broth (BHIB), Coagulase plasma (Rabbit) dengan EDTA 0,1 %, pereaksi katalase (3% H2O2), media TSA miring, Egg yolk tellurite emulsion, media Muller-Kauffmann Tetrathionate-Novobiocin (MKTTn) Broth, media Rambach Agar untuk analisa bakteri Salmonella sp., media Malt Extract agar untuk analisa angka lempeng total Kapang dan Khamir, alkohol 70%, spiritus, aquades, kapas, dan kertas coklat.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan analisis secara deskriptis dengan 5 perlakuan penyimpanan yaitu P0 (Segar/baru), P1 (1 minggu penyimpanan), P2 (2 minggu penyimpanan), P3 (3 minggu penyimpanan), dan P4 (4 minggu penyimpanan). Masing-masing perlakuan dibalikkan banyaknya 3 kali sampai terdapat 30 unit percobaannya.

D. Variable Pengawasan

Variable pengamatan yang dilakukan pada penelitiannya yaitu uji mikrobiologi meliputi uji Angka Lempeng Total (ALT) metode pour plate media PCA [11], uji bakteri Staphylococcus aureus media BPA [12], uji bakteri Salmonella sp. media Rambach Agar [13], dan uji angka total Kapang dan Khamir metode pour plate [14].

E. Analisis Data

Analisis deskriptif digunakan untuk mengevaluasi data dan mengkarakterisasi profil mikrobiologi petis kupang. Untuk memudahkan pembacaan, penelitian disajikan dalam Standart Plate Counts (SPC) dan bentuk tabel. SPC adalah teknik yang mengurangi kemungkinan kesalahan dalam proses analisis dengan menghasilkan temuan jumlah mikrobiologis dalam kisaran 25–250 CFU (Colony Forming Unit)/ml dari pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4. Setiap variabel yang dapat mempengaruhi hasil ditentukan dengan menggunakan kisaran 25–250 koloni sebagai porosnya.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dengan menyiapkan produk petis kupang dengan kode A dan B. Melakukan pengujian mikrobiologi pada petis kupang segar. Setelah itu petis kupang disimpan pada suhu ruang dengan wadah terbuka selama 1minggu, 2 minngu, 3 minggu dan minggu. Setiap minggu dilakukan pengujian mikrobiologi berupa uji TPC, angka total Kapang dan Khamir, uji bakteri Salmonella sp. , dan uji bakteri Staphylococcus aureus.

Untuk melakukan pengujian TPC (Total Plate Count), harus disiapkan empat tabung reaksi dengan media BPW (Buffered Peptone Water) sembilan mililiter dan Erlenmeyer dengan dua ratus lima puluh mililiter media yang sama. Setelah ditimbang sebanyak 25 gram, sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril dengan media BPW (Buffered Peptone Water) sebanyak 225 ml dan dihomogenisasi dengan bellyer hingga menghasilkan pengenceran 10-1. Untuk memperoleh pengenceran 10-2 dan seterusnya, sampel dengan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan pengenceran sebanyak 9 ml. Cawan petri steril diisi dengan 1 mililiter pengencer, yang dipipet dari masing-masing tabung. Isi setiap cawan petri dengan 15–20 ml media PCA dengan suhu 45–50 °C. Setelah cawan petri dikocok untuk memastikan homogenitas sampel dan media PCA, dibiarkan mengeras. Balikkan cawan Petri dan inkubasi selama dua hari berturut-turut pada suhu 35°C.

Prosedur uji angka total Kapang dan Khamir preparasi sampel sama dengan sebelumnya hanya berbeda pada media dan suhu inkubasi. Setelah preparasi sampel masing-masing cawan petri ditambah media Malt extract agar dengan suhu 45o-50o C sebanyak 15-20 ml. Cawan petri digoyangkan agar sampel dan media homogen, lalu dibiarkan hingga padat. Cawan petri dibungkus dengan kertas lalu diinkubasi pada suhu 25oC selama 5 hari dengan posisi cawan petri terbalik.

Protokol uji bakteri untuk Salmonella sp. 225 mililiter medium BPW (Buffered Peptone Water) dan Kaldu Muller-Kauffmann Tetrathionate-Novobiocin (MKTTn) disiapkan dalam satu tabung reaksi. Setelah sampel ditimbang dua puluh lima gram, dimasukkan ke dalam kantong plastik steril dengan media BPW (Buffered Peptone Water) 225 mililiter dan dihomogenisasi dengan bellyer hingga menghasilkan pengenceran 10-1. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, lalu dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi berisi media Muller-Kauffmann Tetrathionate-Novobiocin (MKTTn) Broth dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Ambil sampel menggunakan jarum ose yang sudah dibakar atau disteril lalu goreskan pada media Rambach agar lalu inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dengan posisi cawan petri terbalik. Amati koloni yang tumbuh, koloni bakteri Salmonella sp. ditandai dengan koloni berwarna merah.

Prosedur uji bakteri Staphylococcus aureus dengan cara menyiapkan secukupnya cawan petri steril, 250 ml media BPA dengan suhu 45o-50o C dan suplemen Egg yolk tellurite emulsion.Lalu dipipet sebanyak 12,5 ml suplemen Egg yolk tellurite emulsion dimasukkan dalam media BPA dan digoyangkan hingga homogen. Selanjutnya, pindahkan 15-20 ml ke dalam cawan petri steril dan biarkan hingga memadat. Isi labu Erlenmeyer dengan media BPW (Buffered Peptone Water) sebanyak 225 mililiter. Untuk mendapatkan pengenceran 10-1, sampel ditimbang dua puluh lima gram, dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, kemudian diberi media BPW (Buffered Peptone Water) sebanyak 225 ml. Sampel kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan alat bellyer. Sampel pengenceran dipipet masing-masing pada 0,4 ml, 0,3 ml, dan 0,3 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam media BPA padat, dibentangkan rata dengan batang L, dan diinkubasi selama dua periode 24 jam berturut-turut pada suhu 37 oC tanpa dibalik. Jika ada koloni yang cembung, bulat, halus, atau halus, dan memiliki warna mulai dari abu-abu hingga hitam pekat, dikelilingi oleh zona buram yang mungkin memiliki zona luar cerah atau tidak... Seluruhnya terang di sekitar perimeter koloni putih. Ketika disentuh dengan tes identifikasi, koloni tersebut memiliki konsistensi yang mirip dengan mentega atau lemak.

Figure 1.Diagram Alir Prosedur Penelitian Petis Kupang

Hasil dan Pembahasan

A. Uji Angka Lempeng Total/Total Plate Count (ALT/TPC)

Penghitungan jumlah koloni bakteri dilakukan melalui metode uji TPC (Total Plate Count), yang menunjukkan jumlah mikroba dalam produk petis kupang. TPC digunakan untuk menunjukkan jumlah mikroba dalam produk dan memberikan gambaran mengenai kualitas, masa simpan, tingkat kontaminasi, dan status higienis selama proses produksi. Penyakit pangan lebih mungkin terjadi ketika suatu produk makanan memiliki TPC yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Makanan dapat disimpan lebih lama jika TPC-nya lebih rendah[15].

Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan menggunakan colony counter dan mengikuti standar yang ditetapkan, seperti yang diatur oleh SNI 2897:2008, bahwa cawan petri yang dihitung harus memiliki jumlah koloni antara 25 hingga 250 untuk tiap seri pengencerannya, tetapi gelas petris yang megandung koloni menebar (spreader colonies). Berdasarkan hasil pengamatan SPC (Standard Plate Count) pada sampel kupang masing-masing produk dan perlakuan ditunjukkan di dalam Tabel 1.

Lama Penyimpanan Petis A Keterangan Petis B Keterangan
0 minggu 2,2 x 103 Tidak melebihi batas maksimum 1,6 x 103 Tidak melebihi batas maksimum
1 minggu 8,1 x 105 Melebihi batas maksimum 7,2 x 105 Melebihi batas maksimum
2 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
3 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
4 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
Table 1.Rata-rata nilai hasil TPC (CFU/ml) dua produk petis kupang selama penyimpanan pada suhu ruang

Keterangan: Batas Maksimum (Standar Mutu Petis SNI 2718:2013) Total Plate Count (TPC) 5,0 x 103.

Pada perlakuan kondisi segar (0 hari), sampel petis kupang B memiliki jumlah koloni yang lebih sedikit dibandingkan sampel petis kupang A dengan selisih koloni 0,6 x 103 CFU/ml. Berbeda dengan perlakuan kondisi segar, pada perlakuan pengamatan setelah 1 hingga 4 minggu, kedua jenis sampel petis kupang menunjukkan peningkatan jumlah koloni hingga mencapai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hal ini menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu ruang di wadah penyimpanan terbuka dan rentang waktu pengamatan yang terus bertambah dapat meningkatkan jumlah koloni bahkan mencapai kondisi yang terlalu banyak untuk dihitung.

Tabel 1. Menunjukkan bahwa kedua petis dari produsen di Desa Balongdowo Sidoarjo tidak layak dikonsumsi setelah penyimpanan 1 hingga 4 minggu karena jumlah koloni bakteri yang melebihi Standar Mutu Petis (SNI 2718.1: 2013). Banyaknya mikroorganisme yang ada sejak awal atau pengolahan bahan baku yang tidak tepat dapat mengakibatkan timbulnya koloni bakteri yang melebihi standar SNI. Hal ini dapat berdampak pada jumlah total mikroba yang dapat menyebabkan kontaminasi mikroba pada produk perikanan [16]. Makanan dengan kandungan air yang tinggi dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan kontaminasi bakteri. Cara mikroorganisme ini disimpan selama proses penjualan produk mungkin berdampak pada perkembangannya [17].

Figure 2.

Keterangan: Foto Sampel petis kupang selama penyimpanan 0 minggu hingga 4 minggu

B . Uji Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus adalah salah satu penyebab timbulnya penyakit melalui makanan dengan tanda-tanda yang dapat dikenali, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa benjolan merah pada kulit yang berisi nanah dan terasa nyeri seperti bisul (furunkel) yang ringan hingga fatal pada kulit [18]. Berlandaskan SNI 2897 : 2008, pentaksiran total koloninya atas tiap pengencerannya tetapi cangkir petri yang berisikan koloni menebar (spreader colonies)– adalah cangkir yang memiliki total koloninya 25 sampai 250.

Sampel Penyimpanan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Hasil
Petis A 0 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
1 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
2 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
3 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
4 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
Petis B 0 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
1 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
2 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
3 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
4 minggu <10 <10 <10 Dibawah batas maksimum
Table 2.Rata-rata nilai hasil uji bakteri Staphylococcus aureus (koloni/gr) dua produk petis kupang selama penyimpanan pada suhu ruang

Keterangan: standar maksimum 1 x 103 koloni/gr

Pada Tabel 2. Kedua produk petis kupang dari kondisi segar (P0) hingga penyimpanan selama 4 minggu dalam wadah terbuka dan suhu ruang, jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus secara konsisten adalah kurang dari 10. Ini menunjukkan bahwa produk segar dapat bertahan selama 4 minggu tanpa pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus yang signifikan dan tidak cenderung menyebabkan penyakit pada konsumen. Hal ini disebabkan oleh metode pengolahan yang digunakan dalam pembuatan petis kupang, yang kemungkinan telah mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Proses perebusan atau pemanasan yang digunakan dalam pengolahan petis kupang dapat membunuh bakteri yang ada, termasuk Staphylococcus aureus, sehingga jumlahnya sangat sedikit bahkan pada tahap pengenceran pertama (10-1).

C . Uji Bakteri Salmonella sp.

Salmonella adalah penyebab utama keracunan makanan yang umumnya memengaruhi organ pencernaan [19]. Untuk meningkatkan kualitas pangan dan menjaga kesehatan konsumen, dilakukan uji bakteri Salmonella sp pada petis kupang A dan B.

Sampel Penyimpanan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Hasil
Petis A 0 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
1 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
2 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
3 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
4 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
Petis B 0 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
1 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
2 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
3 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
4 minggu Negatif Negatif Negatif Sesuai standar
Table 3.Rata-rata nilai hasil uji bakteri Salmonella sp. (per 25 gr) dua produk petis kupang selama penyimpanan pada suhu ruang

Keterangan: standar mutu Salmonella sp. pada petis adalah Negatif

Hasil Tabel 3. menunjukkan hasil negatif pada kedua produk petis kupang, baik saat segar maupun setelah penyimpanan selama 4 minggu yang berarti petis kupang tersebut aman dari cemaran bakteri Salmonella sp. Untuk membuat petis kupang, campurkan tepung tapioka, gula pasir, dan sisa air rebusan kerang, lalu rebus hingga kental [20]. Merebus dengan suhu yang cukup tinggi dapat menghancurkan mikroorganisme dan berdampak pada kualitas pangan [21]. Lokasi produksi yang tidak sehat, standar sanitasi yang tidak memadai, dan kurangnya pemahaman tentang penanganan dan pemrosesan produk dan peralatan yang benar, semuanya dapat berkontribusi terhadap keberadaan bakteri dalam produk perikanan [22].

D. Uji Total Angka Kapang dan Khamir

Pengujian kapang dan khamir adalah salah satu metode (SNI ISO 21527-2:2012) untuk mengukur jumlah koloni mikroorganisme tersebut dalam suatu produk pangan. Pertumbuhan kapang dan khamir ini dapat merusak kualitas makanan. Apabila pertumbuhannya melewati batas standar yang telah ditetapkan, maka dapat dianggap bahwa kualitas bahan tersebut telah terganggu [23].

Kapang dan khamir merupakan jenis mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok fungi. Organisme ini pada umumnya ditemukan di lingkungan sekitar manusia dan dapat tumbuh pada berbagai jenis bahan organik, termasuk makanan. Nilai hasil pengujian kapang dan khamir terhadap petis kupang menunjukkan bahwa produk tersebut telah terkontaminasi adanya fungi karena melebihi batas maksimum Standar Mutu Petis SNI 2718.1: 2013 (Tabel 2).

Lama Penyimpanan Petis A Keterangan Petis B Keterangan
0 minggu 7,7 x 105 Melebihi batas maksimum 6,8 x 105 Melebihi batas maksimum
1 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
2 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
3 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
4 minggu TBUD Melebihi batas maksimum TBUD Melebihi batas maksimum
Table 4.Rata-rata hasil uji total angka kapang dan khamir dua produk petis kupang selama penyimpanan pada suhu ruang

Keterangan : Batas Maksimum (Standar Mutu Petis SNI 2718:2013) Total Angka Kapang dan Khamir 5,0 x 103.

Pada Tabel 4. diketahui bahwa hasil analisis mikrobiologi kapang Khamir pada petis kupang A dan B mengalami peningkatan selama masa penyimpanan suhu ruang. Perihalnya selaras melalui penelitian Linda Hapsari yang menunjukkan bahwa jumlah koloni kapang semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini terjadi karena aktivitas air (aw) petis meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan; jamur membutuhkan 14–15% air, sedangkan ragi membutuhkan 88–94%.[24]. Penyimpanan petis kupang dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, di mana suhu tinggi dan kelembaban yang berlebihan dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan pembusukan produk. Penelitian menunjukkan bahwa suhu udara dalam ruangan cenderung stabil selama penyimpanan petis kupang, berkisar antara 26 - 29,9 oC, dengan kelembaban relatif sekitar 66 - 69%. Kondisi ini dapat dianggap terlalu lembab, yang dapat memicu pertumbuhan jamur.

Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan petis kupang pada suhu ruangan dapat memicu pertumbuhan koloni bakteri, kapang dan khamir karena kondisi lingkungan yang lembab [25]. Hal ini terbukti berkaitan dengan hasil pengukuran suhu udara di lokasi penelitian yaitu 26 – 29,9 OC dan kelembaban relatif 66 – 69%. Pada umumnya, kapang tingkat rendah-tinggi dapat tumbuh pada kelembaban relatif 90% [26] bahkan 65% [27] dengan suhu 25 – 30OC [28]. Penyimpanan dalam jangka waktu lama juga meningkatkan kemungkinan pertumbuhan kapang dan khamir karena efektivitas pengawet alami mungkin berkurang seiring waktu [29]. Oleh karena itu, tindakan pencegahan seperti penggunaan wadah tertutup, penyimpanan dalam lemari pendingin, dan penambahan bahan pengawet alami seperti garam dapat membantu menjaga kualitas petis kupang [30].

Kesimpulan

Analisis mikrobiologi terhadap dua produk petis kupang dari Desa Balongdowo, Candi, Sidoarjo, menunjukkan temuan penting terkait kualitasnya selama penyimpanan pada suhu ruang. Hasil uji TPC (Total Plate Count) menunjukkan bahwa meskipun sampel petis kupang B segar memiliki jumlah koloni mikroba yang lebih rendah (1,6 x 10³ CFU/ml) dibandingkan petis kupang A (2,2 x 10³ CFU/ml), keduanya melebihi standar kualitas (SNI 2718.1: 2013) setelah satu minggu penyimpanan sehingga tidak layak dikonsumsi. Bakteri Staphylococcus aureus tetap berada di bawah batas maksimum (<10 CFU/ml) selama penyimpanan, menandakan risiko yang rendah bagi konsumen. Uji Salmonella sp. juga menunjukkan hasil negatif pada kedua produk, sehingga aman dari kontaminasi bakteri ini. Namun, angka kapang dan khamir meningkat secara signifikan seiring waktu, melebihi batas maksimum yang ditentukan, selaras dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan pertumbuhan jamur dipengaruhi oleh durasi penyimpanan. Temuan ini menegaskan pentingnya praktik penyimpanan yang lebih baik, seperti penggunaan wadah tertutup, penyimpanan dalam suhu dingin, atau penambahan pengawet alami untuk menjaga kualitas produk. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengeksplorasi teknik pengawetan inovatif dan menguji efektivitasnya dalam memperpanjang masa simpan petis kupang tanpa mengorbankan keamanan atau kualitas sensori.

References

  1. D. Ardhianto, R. Yudhastuti, and R. Adriyani, "Studi Kualitas Bakteriologis Pada Petis Udang Dan Ikan Produksi Surabaya Dan Sidoarjo," 2002.
  2. SNI 2897:2008, "Standar Mutu Petis," Badan Standarisasi Nasional.
  3. H. Salsabil, "Karakteristik Kimia, Fisik, dan Organoleptik Berbagai Produk Petis Kupang di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo," Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2023.
  4. P. Purnomo, T. Joko, and N. A. Y. Dewanti, "Hubungan Tingkat Pengetahuan Hygiene Dengan Keberadaan Escherichia Coli Pada Jamu Tradisional (Beras Kencur) Di Mangkang Semarang," Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 4, no. 5, pp. 109-118, 2016.
  5. A. Andreas, "Karakteristik Mikrobiologi Petis Rempah dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda," Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2022.
  6. M. N. Fitriyana, R. Hestiningsih, and D. Sutiningsih, "Survei Jumlah Total Kuman dan Keberadaan Vibrio cholerae pada Petis yang Dijual Pedagang Tahu Petis di Kecamatan Tembalang Kota Semarang," Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 3, no. 1, pp. 152-161, 2015.
  7. R. Rosida, "Kontaminasi Mikroba pada Terasi yang Beredar di Pasar Wilayah Surabaya Timur," Similarity and Peer Review, 2013.
  8. R. Adawiyah, S. Widyastuti, and W. Werdiningsih, "Pengaruh Pengemasan Vakum terhadap Kualitas Mikrobiologis Ayam Bakar Asap Selama Penyimpanan," Pro Food, vol. 2, no. 2, pp. 152-157, 2017.
  9. N. Amir, M. Metusalach, and F. Fahrul, "Mutu dan Kemanan pangan Produk Ikan Asap di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan," Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, vol. 11, no. 2, pp. 15-21, 2018.
  10. M. Huda and S. Ikerismawati, "Analisis Angka Lempeng Total Ikan Terasak (Escualosa thoracata) Asin Kering Industri Rumah Tangga di Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan," LEMPUK, vol. 1, no. 1, pp. 22-26, 2022.
  11. SNI 2897:2008, "Uji Angka Lempeng Total (ALT)," pp. 2-5.
  12. SNI 2897:2008, "Uji Bakteri Staphylococcus aureus," pp. 12-14.
  13. ISO 6579:2002, "Uji Bakteri Salmonella sp."
  14. SNI ISO 21527-2:2012, "Uji Angka Total Kapang dan Khamir."
  15. M. Poesponegoro, "Pokok-pokok dalam Analisa Mikrobiologi Pangan," Jkti, vol. 7, no. 1-2, pp. 45-51, 1997.
  16. S. Sukmawati, "Total Microbial Plates on Beef and Beef Offal," Bioscience, vol. 2, no. 1, pp. 22-28, 2018.
  17. O. Nawansih, S. Rizal, A. Rangga, and E. Ayu, "Uji Mutu dan Keamanan Ikan Asin Kering (Teri dan Sepat) di Pasar Kota Bandar Lampung," in Prosiding Seminar Nasional PATPI, vol. 1, pp. 74-83, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, 2017.
  18. N. Khairunnisa et al., "Efektifitas Ekstrak Daun Kemangi & Ekstrak Daun Sirih Merah sebagai Anti Mikroba Staphylococcus aureus Penyebab Furunkle," Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran, vol. 3, no. 2, pp. 106-111, 2023.
  19. E. R. Ekawati and F. D. Martanda, "Identifikasi Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus serta hitung jumlah total bakteri pada margarin," Jurnal SainHealth, vol. 3, no. 2, pp. 17-21, 2019.
  20. A. Sulestiani et al., "Wirausaha Kupang," Unitomo Press, Surabaya, 2021.
  21. D. Dedin, "Pengembangan Teknologi Pengolahan Kupang dan Alat Pengering Berbasis Sistem Kepakaran Upaya Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Produk dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Balongdowo kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo," UPN Veteran Press, Surabaya, 2013.
  22. A. M. Putri and P. Kurnia, "Identifikasi Keberadaan Bakteri Coliform dan Total Mikroba dalam Es Dung-Dung di Sekitar Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta," Media Gizi Indonesia, vol. 13, no. 1, p. 41, 2018.
  23. M. D. Meylisa, "Uji angka kapang khamir dan angka lempeng total pada jamu gendong temulawak di pasar Tarumanegara Magelang," Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, 2016.
  24. K. Pratiwi, "Modul Mikrobiologi Pangan," Bandung, 2017.
  25. D. Artanti and F. Azizah, "Pemeriksaan jumlah kapang sebagai indikator kualitas terasi di pasar tambaksari surabaya," The Journal of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, vol. 2, no. 2, pp. 56-64, 2019.
  26. E. Wulandari, "Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Streptococcus di Udara pada Rumah Susun Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang Tahun 2013," Unnes Journal of Public Health, vol. 2, no. 4, pp. 1-9, 2013.
  27. T. M. Wijesuriya et al., "Aspergillus species: An emerging pathogen in onychomycosis among diabetics," Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, vol. 19, no. 6, pp. 811-816, 2015.
  28. Z. Lin, "Study on the influence of mildew on the structure and composition of polycarboxylic acid superplasticizer," Journal of Physics: Conference Series, vol. 2539, no. 1, p. 012008, 2023.
  29. S. Sjarif, "Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Alami Terhadap Cemaran Mikroba Pada Pasta Tomat," Jurnal Penelitian Teknologi Industri, vol. 11, no. 2, pp. 71-82, 2020.
  30. P. Sari, "Pengaruh Jenis Kemasan Berbeda Terhadap Kualitas Petis Udang Rebon (Acetes Erythraeus) Selama Penyimpanan Suhu Kamar," Universitas Riau, 2021.