Kirana Hati Bunda Special School (SLB) is the only special school in Trawas District. This school has 19 students with special needs who come from several villages in Trawas District. The village fully bears operational costs, so the development of SLB has been quite slow. Due to limited funds, teachers are often unable to attend training to add skills and knowledge to the teaching and learning process. Teachers still have difficulties in compiling learning programs according to the different needs of students, innovating, and being creative in developing new learning media. Therefore, this program will provide training and assistance in planning, implementing, and evaluating learning for SLB Kirana Hati Bunda students. In addition, to meet the needs of teaching aids, learning applications will be made, training on application use and assistance in using multimedia learning applications with hand gesture recognition. Based on student learning results, it was found that the multimedia hand gesture recognition learning application made students more enthusiastic in learning, did not get bored of repeating exercises and the results were better when learning was done repeatedly. From two practice sessions on the same material there was a significant increase in scores
Sekolah Luar Biasa (SLB) Kirana Hati Bunda adalah satu-satunya sekolah untuk anak disabilitas di Kecamatan Trawas, Mojokerto. Sekolah ini didirikan pada bulan November 2017 dan di awal pendirian terdapat dua warga Tamiajeng yang sudah lulus S1 kependidikan sebagai pengajarnya. Kedua pengajar juga merangkap sebagai petugas administrasi. Saat itu telah ada lima orang pengajar di SLB Kirana Hati Bunda. Semua pengeluaran untuk operasional sekolah dibiayai oleh desa melalui dana desa, sehingga perkembangan pengadaan prasarana dan pengajar SLB berjalan dengan lambat. Padahal pengajar memegang peranan penting dalam mengembangkan bakat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) [1].
Saat ini jumlah siswa SLB Kirana Hati Bunda ada 19 anak yang terdiri dari 8 siswa TK, 10 siswa SD, dan 1 siswa SMA. Jenis kebutuhan khusus siswa meliputi 2 siswa tunarungu, 1 siswa tuna netra, 8 siswa tunagrahita, 2 siswa tunadaksa sedang, 1 siswa kesulitan belajar, dan 5 siswa autis. Semua siswa merupakan warga dari Kecamatan Trawas. Kemampuan siswa saat ini meliputi: (1) kemampuan membaca, untuk siswa kelas rendah belum mampu mengenal huruf abjad, siswa belum mampu membedakan huruf yang bentuknya hampir sama (misal b dan d), dan membedakan huruf kapital/huruf abjad; (2) kemampuan berhitung: siswa belum mampu mengenal angka satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, belum mampu membilang angka dengan benar, membedakan angka dan siswa kelas tinggi belum mampu melakukan operasi hitung bilangan bulat; (3) kemampuan mematuhi instruksi: konsentrasi siswa mudah teralihkan dan siswa belum mampu memahami makna instruksi yang diberikan guru; (4) kemampuan motoric (gerak): kemampuan motorik halus dan kasar masih kurang dan beberapa siswa masih mengalami kesulitan dalam kegiatan naik turun tangga secara mandiri.
Pada proses pembelajaran, setiap pertemuan tatap muka sudah dilengkapi dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), namun pengajar masih kesulitan untuk mengimplementasikan dalam proses belajar mengajar. Pengajar masih belum mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan siswa karena masih berfokus pada menyiapkan sarana pembelajaran, padahal hal ini sangat penting untuk tumbuh kembang siswa berkebutuhan khusus [2]. Proses pembelajaran dilengkapi dengan Alat Pembelajaran Edukatif (APE) yang jumlahnya masih terbatas. Setiap hari pengajar akan membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) secara manual di buku masing-masing siswa sesuai dengan topik pembelajaran. Pengajar masihGambar 1 menunjukkan beberapa LKS yang dibuat pengajar. Pembuatan LKS sangat memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pada proses pembelajaran, konsentrasi siswa mudah sekali teralihkan sehingga materi yang diberikan agak lambat diterima siswa. Pengajar juga memerlukan banyak waktu dalam menyiapkan LKS untuk setiap siswa dan belum bisa menggunakan APE sebagai media penunjang pembelajaran karena jumlah dan jenisnya yang terbatas serta fokusnya masih menyiapkan LKS. Padahal penggunaan APE di pembelajaran siswa ABK sangat diperlukan [3], [4], [5], [6]. Salah satu solusi untuk membuat siswa SLB bisa berkonsentrasi belajar adalah dengan mengajak siswa belajar melalui permainan [7], [8], [9]. Permainan multimedia menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa [10], [11], [12], [13]. Melalui permainan dalam bentuk multimedia, siswa merasa seperti bermain sehingga kegiatan menjadi menyenangkan dan siswa lebih antusias dalam pembelajaran. Pada program ini dibuat aplikasi pembelajaran multimedia, sebagai APE, untuk pengenalan warna, huruf, anggota tubuh dan berhitung. Aplikasi pembelajaran multimedia ini menggunakan gesture tangan untuk mengoperasikan sehingga siswa diajak belajar sambil melatih motorik mereka. Pada beberapa materi, pengajar tidak perlu menyiapkan LKS karena siswa dapat belajar secara langsung melalui aplikasi. Hand gesture recognition adalah pengendalian peralatan menggunakan pengenalan gesture tangan bertujuan untuk mempermudah user saat berinteraksi dengan mesin. Cara ini sangat membantu untuk user yang mengalami keterbatasan fisik dan anak usia dini, dimana mereka terbiasa menggunakan gesture tangan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya [14]
Pada pelaksanaan kegiatan pengabdian di SLB Kirana Hati Bunda digunakan metode fasilitasi dan partisipasi. Metode fasilitasi [15] dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat sesuatu lebih mudah. Termasuk didalam kegiatan fasilitasi adalah membantu atau membimbing orang-orang dalam proses perubahan sehingga mencapai tujuan atau hasil tertentu yang diinginkannya dalam suasana menyenangkan. Pelatihan dan pendampingan pada kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan menggunakan metode fasilitasi. Setelah aplikasi pembelajaran multimedia selesai dibuat, pengajar dilatih untuk bisa mengoperasikan aplikasi dan merangkum hasil belajar siswa. Dalam hal ini pengajar tidak perlu menyiapkan LKS di buku masing-masing siswa dan hasil belajar sudah langsung terekap di sistem.
Partisipasi secara umum dimaknai sebagai keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Keterlibatan tersebut umumnya didorong oleh suatu kesadaran dan kesukarelaan untuk ikut memperbaiki keadaan. Partisipasi masyarakat tersebut cukup luas cakupannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan hasil [16]. Pengajar dan siswa SLB berperan aktif pada kegiatan pembelajaran menggunakan aplikasi multimedia ini. Pengajar berperan aktif sejak penentuan materi yang akan dibuat aplikasi multimedianya, memberi masukan dari aplikasi yang dibuat, sebagai peserta dalam pelatihan pengunaan aplikasi, dan sebagai pengajar dalam penggunaan aplikasi untuk siswa. Siswa berpartisipasi sebagai pihak yang menggunakan aplikasi.
Pelaksanaan penerapan aplikasi pembelajaran multimedia dimulai dari pemetaan materi pembelajaran, pemetaan kemampuan siswa, pemetaan kebutuhan pengajar SLB untuk APE, kemungkinan pembelajaran berbasis multimedia, materi-materi yang memungkinkan untuk dibuat dalam multimedia, pembuatan aplikasi pembelajaran, verifikasi dan validasi aplikasi, Training of Trainer (ToT) pengajar, dan pendampingan. Semua kegiatan melibatkan tim sebagai fasilitator, pengajar dan siswa sebagai partisipan.
Aplikasi pembelajaran multimedia pertama yang diberikan berjudul “Take 9-Apples”. Tujuan pembelajaran adalah mengambil apel sesuai warna. Terdapat 9 buah apel di layar monitor yang harus diambil. Pemain harus mengambil apel dengan menggunakan tangan mereka. Di depan layar monitor terdapat web-cam yang akan menangkap gerakan tangan pemain. Jadi kamera berfungsi untuk mendeteksi gesture tangan pemain yang berada di depan komputer. Diagram kerja permainan ini dijelasakan pada Gambar 2.
Berdasarkan kajian kurikulum KTSP dan Merdeka Belajar pada bagian Program Pengembangan Anak didapatkan aspek kogitif dan aspek motorik yang berkaitan erat dengan tema pengabdian ini. Aspek kognitif yang diambil disesuaikan dengan aspek perkembangan anak yang umumnya dipengaruhi oleh usia. Prinsip multimedia pembelajaran yang diterapkan berdasarkan aspek kognitif yang sesuai dengan anak. Taksonomi Bloom digunakan untuk menganalisa pemilihan tingkat kesulitan materi sesuai jenjang perkembangan anak. Aspek motorik yang diambil dari gestur tangan dan aspek kognitif bertema matematika akan disajikan secara berurutan dari tingkatan rendah ke tingkat yang lebih tinggi menggunakan metode waterfall, seperti perumpamaan aliran air dari posisi tinggi ke rendah. Pada implementasi game pemain menggunakan gestur tangan sebagai kendali permainan seperti pada Gambar 3 yaitu membuka telapak tangan, menggerakan, menggengam, dan memindahkan buah apel yang dipilih untuk dijatuhkan ke dalam keranjang. Pada game ini posisi keranjang dinamis dapat bergerak ke kanan dan kiri bergantian.
Pengujian aplikasi pembelajaran dilakukan dengan menggerakan tangan, mengenal anggota tubuh, belajar mengenal abjad dan belajar untuk menghitung banyaknya benda dengan analogi timbangan. Dengan menerapkan System Development Life Cycle (SDLC) diterapkan dengan menggunakan model waterfall, yaitu model sistematis dan berurutan mulai dari pemetaan kebutuhan sistem, analisis, desain, pengkodean, uji verifikasi dan validasi, serta penyimpanan. Model ini disebut waterfall karena setiap stage yang dilalui harus menunggu selesainya stage sebelumnya dan dijalankan secara berurutan.
Pada tampilan aplikasi pembelajaran, tampilan gesture tangan hanya menempati kurang dari 10% dari seluruh gambar sedangkan sisanya berupa latar belakang, wajah, dan anggota tubuh lainnya. Pengendalian peralatan menggunakan gesture tangan (hand gesture recognition) dapat mempermudah pengguna saat berinteraksi dengan mesin, terutama bagi pengguna yang mengalami disabilitas atau katerbatasan fisik atau difabel. Lebih khusus pada kegiatan ini hand gesture diterapkan pada proses pembelajaran ABK. Pada Gambar 4 ditampilkan tangkapan layar permainan dimana terdapat 9 apel yang siap diambil dan dijatuhkan ke dalam keranjang yang senantiasa bergerak ke kanan dan ke kiri bergantian.
Pelatihan penggunaan aplikasi pembelajaran multimedia pertama kali diberikan kepada pengajar SLB Kirana Hati Bunda. Setiap pengajar dilatih untuk dapat menggunakan aplikasi dengan benar, mengoperasikan perangkat pendukung dan bagaimana cara mengatur sistem untuk penyimpanan nilai secara otomatis. Dari kelima pengajar, hanya tiga orang yang berhasil melakukan penyimpanan nilai ujicoba aplikasi. Dari tiga pengajar, hanya dua orang yang ingat untuk menyimpan hasil ujicoba level 1, sedangkan penyimpanan hasil ujicoba level 2 dilakukan oleh semua pengajar. Gambar 5 menunjukkan hasil ujicoba salah satu pengajar untuk pembelajaran level 1, yaitu menjatuhkan apel agar masuk ke dalam keranjang. Semakin tinggi posisi apel maka nilainya semakin tinggi.
Hasil pada Gambar 5 menunjukkan bahwa dari dua kali ujicoba/sesi yang dilakukan oleh seorang pengajar diperoleh hasil pada sesi 1 total nilai yang diperoleh adalah 450 dan sesi 2 diperoleh total poin 850. Sumbu mendatar menunjukkan apel pertama sampai ke-9 yang dijatuhkan, dan sumbu tegak menunjukkan nilai yang dihasilkan saat menjatuhkan apel. Nilai nol artinya apel yang jatuh tidak berhasil masuk ke keranjang. Dari dua sesi ini terlihat adanya peningkatan hasil apabila permainan dilakukan berulang.
Setelah pengajar menguasai materi dan cara pengoperasian aplikasi pembelajaran di setiap level, maka selanjutnya pengajar harus bisa mengajarkan materi tersebut ke siswa. Sebagai langkah awal pembelajaran multimedia ini, pembelajaran hanya diberikan pada anak yang agak besar. Dari 19 siswa SLB, sebagai permulaan pembelajaran menggunakan aplikasi multimedia, hanya 8 siswa yang agak besar diperkenalkan aplikasi ini. Pengajar berpendapat metode pembelajaran dengan menggunakan multimedia masih baru bagi mereka. Apabila anak yang agak besar sudah menunjukkan dampak positif pada pemahaman anak, maka selanjutnya anak yang lebih kecil akan diajari juga. Jadi seluruh anak akan mendapatkan metode ini namun pelaksanaannya bertahap. Pada tahap awal ini terdapat 3 siswa yang masih perlu pendamping untuk belajar menggunakan aplikasi ini dan 5 siswa yang dapat menggunakan secara mandiri. Ketiga siswa yang memerlukan pendamping adalah dua siswa kelas 1 dan satu siswa kelas 3. Sedangkan kelima siswa yang dapat menggunakan aplikasi secara mandiri terdiri dari satu siswa kelas 3, satu siswa kelas 4, satu siswa kelas 5, satu siswa kelas 6, dan satu siswa SMA. Untuk melihat tingkat pemahaman siswa, dilakukan dua sesi pembelajaran yang dilakukan pada hari yang berbeda. Hasil dua sesi pembelajaran siswa yang dilakukan secara mandiri dapat dilihat pada Tabel 1.
No | Nama | Kelas | Hasil Sesi 1 | Hasil Sesi 2 |
1 | Nano | 3 | 10,10,0,0,10,10,10,10,10,70 | 10,10,10,10,10,10,10,10,10,90 |
2 | Dina | 4 | 0,0,0,0,0,0,0,80,80,160 | 80,80,70,0,60,80,70,50,30,520 |
3 | Salwa | 5 | 0, 0,0,10,10,10,10,0,10,50 | 20,10,30,30,10,10,10,0,50,170 |
4 | Dion | 6 | 0,10,0,10,10,10,10,0,10,60 | 90,0,60,70,0,100,70,30,40,460 |
5 | Vina | 10 | 0,0,0,70,0,0,0,0,20,90 | 10,0,10,50,30,10,0,70,70,250 |
Aplikasi level 1 adalah aplikasi menjatuhkan apel dengan menggunakan gerakan tangan mereka. Apel yang jatuh dan masuk keranjang akan mendapatkan nilai. Semakin tinggi posisi apel dijatuhkan maka nilainya semakin tinggi. Jika apel jatuh dan tidak masuk keranjang, maka tidak mendapatkan nilai. Pada pembelajaran ini siswa harus menjatuhkan apel yang warnanya sesuai dengan permintaan pengajar. Saat dilakukan kegiatan pembelajaran ini, terlihat siswa antusias dalam mengikutinya. Hal ini terlihat dari permintaan siswa untuk melakukan aktivitas lebih satu kali, sehingga pengajar memutuskan dalam satu sesi pembelajaran siswa dapat mencoba 3-4 kali. Hasil yang dicatat pada Tabel 1 merupakan hasil terbaik siswa dengan mencoba 3-4 kali. Dari dua sesi pembelajaran terlihat bahwa hasil pada sesi 2 nilai semua siswa naik. Kenaikannya beragam mulai dari 26,8% sampai 666,7%.
Hasil pembelajaran siswa yang diperoleh sesuai dengan beberapa penelitian yang telah ditelaah sebelumnya. Terlihat bahwa melalui permainan siswa jadi lebih antusias dalam berlatih, ingin mencoba berlatih terus sampai diperoleh hasil yang lebih baik, konsentrasinya lebih terjaga, dan melalui perbelajaran menggunakan aplikasi multimedia hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Siswa menjadi tidak sabar untuk belajar dan berlatih materi berikutnya.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diketahui bahwa aplikasi pembelajaran multimedia yang menggunakan hand gesture membuat siswa menjadi lebih antusias dalam menerima materi dan berlatih. Siswa ingin mencoba aplikasi pembelajaran berkali-kali sampai mendapatkan hasil yang lebih baik. Melalui aplikasi pembelajaran ini konsentrasi siswa dalam berlatih juga semakin baik. Hasil belajar juga meningkat. Pengajar juga bisa berkosentrasi untuk mengembangkan metode pembelajaran karena tidak hanya berfokus menuliskan lembar kerja siswa di masing-masing buku siswa. Melalui aplikasi hand gesture ini pengajar dapat menggabungkan aspek kognitif dan motorik saat pembelajaran berlangsung. Pengajar tidak kesulitan untuk menarik perhatian siswa dalam belajar memahami materi dan berlatih.