Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v14i3.942

Community Service Reports: Animal Health Education, Service, and Prevention of Helminthiasis in Livestock Based on Herbal Areca catechu in Desa Bodag, Kare, Madiun


Pengabdian Kepada Masyarakat: Penyuluhan Kesehatan Hewan, Pelayanan, dan Pencegahan Kecacingan pada ternak Berbasis Herbal Areca catechu di Desa Bodag, Kare, Madiun

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Indonesia
Department of Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya, Surabaya, Indonesia
Indonesia
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Indonesia

(*) Corresponding Author

Livestock Management Areca Nut Anthelmintic Agent Helminthiasis Prevention Community Education

Abstract

Desa Bodag, Madiun, has a large livestock population. The increase in the livestock population needs to be compensated by good management. Furthermore, this village has much areca nut (Areca catechu) production that needs to be put to good use. This community service aimed to educate, give service and promote the increase of utilization of areca nut as an anthelmintic agent in livestock. The community service was conducted in three ways: animal health education, animal health service, and educate regarding the utilization of areca nut as an anthelminthic agent. Based on the community service that has been conducted, there is 48 livestock in a single area of a farmer, consisting of 56.25% goats and 43.75% cattle. A lot of them were suffering from diseases, including helminthiasis. Based on the data, community education was performed to educate farmers about good animal health management and helminthiasis prevention using areca nuts. Animal health service was also performed in this society to mitigate livestock diseases. The community of Desa Bodag shows enthusiasm during all the community services programs, and they follow all the guidance. It is also concluded that community service in Desa Bodag has been successfully implemented. 

Highlights : 

  • Implementation of areca nuts as a natural anthelmintic agent, enhancing sustainable livestock health management.
  • Focused community education on animal health and disease prevention, particularly targeting helminthiasis in livestock.
  • Successful community engagement and adoption of new practices, demonstrating effective community service outcomes in Desa Bodag.

Keywords : Livestock Management, Areca Nut, Anthelmintic Agent, Helminthiasis Prevention, Community Education

Pendahuluan

Desa Bodag merupakan desa yang terletak di kaki Gunung Wilis. Desa Bodag memiliki populasi penduduk 2978 orang. Perbatasan Desa Bodag meliputi bagian utara: Desa Bolo, bagian selatan Hutan Kab. Ponorogo, bagian timur Desa Kepel, dan bagian barat Desa Meruak. Penduduk Desa Bodag memiliki penghasilan utama dari sektor pertanian dan peternakan. Berkembangnya sector peternakan di Desa Bodag tidak diimbangi dengan manajemen kesehatan hewan yang baik.

Salah satu bukti managemen yang kurang baik ialah rendahnya tingkat kesejahteraan peternak kambing dan tingginya kasus kecacingan yang terjadi di Desa Bodag. Jenis kasus kecacingan yang timbul pada kambing disebabkan oleh berbagai jenis nematoda, cestode, dan treamatoda [1]. Dampak kecacingan yang terjadi pada ternak kambing di Desa Bodag ialah kekurusan kronis, infertilitas, diare, penurunan produksi susu [2]. Bahkan beberapa jenis cacing yang terjadi pada kambing dilaporkan dapat menimbulkan kejadian zoonosis [3]. Permasalahan kecacingan diperberat dengan kurangnya pengetahuan masyarakat akan cara pengobatan penyakit cacingan menyebabkan penyakit ini berkembang tak terkendali.

Pengobatan kecacingan yang akan diterapkan di Desa Bodag menggunakan biji pinang (Arechacatechu) [4]. Hal ini dilatarbelakangi atas banyaknya pohon pinang di wilayah Desa Bodag yang belum dimanfaatkan. Padahal, biji pinang dapat berpotensi sebagai sumber anthelmintic (anti cacing). Pengembangan biji pinang sebagai obat cacing dapat dilakukan dengan metode sederhana yaitu dengan pembuatan infusa atau perebusan. Pemanfaatan biji pinang juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan peternak melalui pengambangan usaha baru sekaligus mengatasi permasalahan kecacingan yang timbul di desa tersebut.

Metode

Pengabdian masyarakat ini dilakukan di Desa Bodag, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Pengabdian dilakukan tanggal 13 – 14 Juni 2023. Pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap survei lokasi, persiapan infusa biji pinang, penyuluhan kesehatan hewan, dan pelayanan kesehatan hewan serta pencegahan kecacingan berbasis herbal biji pinang.

Pembuatan infusa dilakukan dengan pengeringan biji pinang (Arecacatechu) di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Pembuatan infusa dilakukan dengan perbandingan biji pinang kering : pelarut air (1 : 10). Infusa direbus dan dididihkan selama 15 menit [5]. Hasil infusa selanjutnya didinginkan dan dikemas ke dalam botol cokelat gelap serta dilabel. Prosedur persiapan infusa biji pinang hingga pengemasan dapat dilihat pada Gambar 1A – D.

Figure 1.Proses persiapan hingga pengemasan infusa biji pinang. Biji pinang kering yang akan diproses sebagai infusa (A); proses penimbangan biji pinang (B); proses perebusan infusa biji pinang (C); proses pengemasan infusa biji pinang (D); hasil kemasan infusa biji pinang (E); mahasiswa FKH UWKS yang menjadi anggota Tim Pengabdi yang berpartisipasi dalam proses pembuatan infusa biji pinang (F).

Pada tahap selanjutnya dilakukan penyuluhan tentang managemen kesehatan hewan yang baik. Selanjutnya untuk permasalahan yang dialami oleh masyarakat ekonomi tidak produktif yaitu masalah kecacingan pada ternak yang mempengaruhi penurunan produksi. Langkah pelaksanaan pengabdian yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan pelayanan kesehatan hewan dengan pengobatan sesuai kasus penyakit dan pelayanan kesehatan untuk pencegahan kecacingan dengan obat herbal berbasis biji pinang. Selain itu masyarakat juga akan dilatih untuk membuat infusa herbal biji pinang untuk mengatasi kecacingan yang dialami oleh ternak kambing warga Desa Bodag.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil survei lapangan

Hasil survei lapangan didapatkan bahwa terdapat 4 Kelompok Ternak dengan jumlah populasi 215 ekor. Kelompok ternak yang dijadikan sasaran kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ialah Kelompok Ternak Bodag dengan jumlah populasi ternak sebanyak 47 ekor.Populasi tersebut terdiri atas ternak sapi dan kambing (Gambar 2).

Figure 2.Persentase populasi ternak di Kelompok Ternak Desa Bodag, Kec. Kare, Kab. Madiun.

Permasalahan ternak yang dialami oleh peternak di Desa Bodag dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan managemen dan penyakit. Permasalahan managemen di antaranya yaitu desain kandang, pembuangan limbah ternnak, desain alas, dan sulitnya pakan ternak musiman. Permasalahan penyakit yang saat ini dialami yaitu LumpySkinDisease Virus (LSDV), FootandMouthDisease Virus (FMDV), myasis, dan helminthiasis (kecacingan). Berdasarkan temuan adanya kejadian kecacingan pada ternak kambing tersebut, maka Desa Bodag selaras dengan tema dan tujuan Pengabdian kepada Masyarakat dari Tim Pengabdi. Temuan Tim Pengabdi didapatkan bahwa kejadian helminthiasis terjadi tidak hanya pada kambing, namun juga pada sapi. Sehingga, pada pelaksanaan selanjutnya dilakukan pula pelayanan kesehatan hewan dan pencegahan kecacingan yang ditujukan pada ternak kambing sekaligus sapi.

B. Penyuluhan kesehatan hewan

Penyuluhan kesehatan hewan dilakukan pada hari Rabu, 14 Juni 2023. Penyuluhan bertempat di Balai Desa Bodag, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Adapun topik penyuluhan yang diberikan ialah “Penyuluhan, Pelayanan Kesehatan, dan Pencegahan Kecacingan Berbasis Herbal Arecacathecupada Kambing di Desa Bodag, Kec. Kare, Kab. Madiun”(Gambar 3A). Kegiatan penyuluhan tersebut berlangsung tiga jam dan dihadiri oleh Kepala Desa Bodag, Sekretaris Desa, dan para warga dari kelompok ternak. Pada kegiatan penyuluhan tersebut disampaikan terkait beberapa aspek managemen dan pencegahan kecacingan pada ternak kambing. Selain itu, diberikan demonstrasi mengenai contoh sederhana yang mempermudah peternak untuk mengidentifikasi kejadian kecacingan dari ternak mereka.

Terdapat beberapa jenis kecacingan yang mungkin timbul pada ternak kambing yaitu disebabkan oleh Strongyloidesspp., Capillariaspp., Trichurissp., Paramphistomumspp., Monieziaspp., Strongylussp [6].Dampak kecacingan yang terjadi pada kambing cukup signifikan tergantung dari jenis agen yang menginfestasi yaitu kekurusan kronis, penurunan produksi daging, penurunan produksi susu, dampak ekonomi, risiko mortalitas dan peningkatan risiko morbiditas. Pemahaman tentang kecacingan pada ternak diharapkan dapat membuat masyarakat lebih peka terhadap kejadian kecacingan.

Selain itu, peternak juga diedukasi dengan penggunaan bahan herbal sebagai penanganan kecacingan. Penanganan herbal yang dilakukan dengan menggunakan biji pinang. Pada kegiatan penyuluhan tersebut, masyarakat juga mendapatkan informasi tentang prosedur pembuatan infusa anti kecacingan berbasis herbal biji pinang. Selain mereka mendapatkan sampel infusa yang diberikan secara gratis, berikut dengan biji pinang kering yang belum diolah (Gambar 3). Pemberian sampel infusa dan biji pinang kering tersebut diharapkan dapat membuat peternak dapat mempersiapkan infusa biji pinang untuk penanganan kecacingan secara mandiri dan berkelanjutan, setelah semua kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat tim kami berakhir.

Figure 3.Kegiatan penyuluhan dan pembagian infusa dan biji pinang kering kepada peternak. Judul materi penyuluhan yang disampaikan oleh Tim Pengabdi (A); presensi kehadiran warga sekaligus pembagian infusa biji pinang sebagai cinderamata oleh mahasiswa yang menjadi anggota Tim Pengabdi (B); penyuluhan kesehatan hewan dan aplikasi serta simulasi pembuatan infusa biji pinang oleh Tim Pengabdi (C); pemberian cinderamata berupa infusa biji pinang secara simbolis dan tali asih berupa plakat ucapan terima kasih kepada Kepala Desa Bodag dari Tim Pengabdi atas terlaksananya kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat di Desa Bodag (D).

C . Pelayanan kesehatan hewan dan pencegahan kecacingan berbasis herbal biji pinang

Sebagaimana temuan yang diperoleh dalam survei lapangan. Maka, kegiatan pelayanan kesehatan hewan dilakukan tidak hanya pada ternak kambing melainkan juga ternak sapi. Adapun beberapa kegiatan pelayanan kesehatan hewan yang dilakukan ialah pemberian terapi sesuai dengan penyakit yang terjadi pada ternak, pembagian obat cacing paten untuk kasus kecacingan, dan pembagian infusa biji pinang sebagai pencegahan kecacingan. Terapi yang dilakukan disesuaikan dengan permasalahan penyakit yang saat ini dialami yaitu LumpySkinDisease Virus (LSDV), FootandMouthDisease Virus (FMDV), myasis, dan helminthiasis (kecacingan).

Pada penanganan LSDV dilakukan pemberian terapi berupa ivermectin (Gambar 4A). LSDV merupakan penyakit yang disebabkan oleh agen virus. Virus penyebab LSDV ialah Capripoxvirus. Virus ini dapat ditemukan berkembang pada kambing dan sapi. Pemberian terapi pada LSDV menggunakan ivermectin dilakukan dengan tujuan inhibisi attachmentdan penetrasi virus ke dalam sel inang. Menurut Toker etal., [7] menjelaskan bahwa penggunaan ivermectin dalam penanganan LSDV merupakan prosedur yang baik mengatasi kejadian infeksi LSD pada tahap inisiasi virus di stadium awal. Ivermectin sebagai obat antiparasit juga dilaporkan memiliki efikasi terhadap pseudorabies yang mampu menghambat sintesis DNA gyrase [8]. Bahkan, ivermectin juga dilaporkan menjadi obat yang telah disetujui oleh FDA sebagai obat untuk mitigasi COVID-19 [9]. Akan tetapi riset lebih lanjut tentang penggunaan ivermectin dalan penanganan LSDV masih belum banyak dilakukan. Sehingga, masih dibutuhkan data lebih lanjut mengenai keamanan dan efikasi pemakaian ivermectin.

Selain penggunaan ivermectin sebagai terapi LSDV, juga dilakukan pengobatan dengan menggunakan vitamin A, D, E, dan K. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang esensial bagi ternak. Vitamin A memiliki efek yang baik pada perkembangan masa otot dan peningkatan ketahanan tubuh ternak sapi. Hal ini karena kelarutannya dalam lemak membantu perbaikan sel sistem integument [10]. Peran vitamin D dalam penanganan LSDV berfungsi sebagai peningkat metabolisme ekstraskeletal yang mendukung perbaikan jaringan otot, sehingga menurunkan risiko perkembangan lesi pada kulit. Sehingga, diduga bahwa pemakaian vitamin D turut menekan pathogenesis akibat LSDV [11]. Serupa dengan vitamin A, vitamin E merupakan vitamin yang juga berperan sebagai antioksidan. Vitamin E juga dikenal sebagai α-tocopherolyang membantu meningkatkan perbaikan sistem imun dan penurunan pathogenesis penyakit virus dan penyakit sistem integument [12]. Vitamin K merupakan vitamin yang berperan dalam mendukung mekanisme koagulasi akibat perdarahan. Kombinasi vitamin A, D, E, dan K diarapkan menjadi terapi suportif yang baik dalam mengatasi LSDV di Desa Bodag.

Penanganan kasus FMD yang timbul pada ternak sapi di Desa Bodag dilakukan dengan pemberian injeksi vaksin FMD. Vaksin FMD diberikan pada ternak yang terjangkit dan ternak yang sehat. Hal ini diasumsikan bahwa dengan pemberian vaksinasi maka dapat memicu pembentukan antibodi spesifik pada hewan terjangkit dan hewan sehat [13]. Sehingga, hal ini memungkinkan terbentuknya kekebalan populasi. Program vaksinasi juga diketahui dapat menekan angka kejadian, risiko gejala klinis berat, serta pembatasan penularan FMD pada ternak sapi. Program pemerintah ini selaras dengan penelitian Muleme etal., [14] yang menyatakan bahwa vaksinasi FMD di Uganda dapat menekan angka kejadian dan penularan FMD pada ternak.

Khusus pada kejadian kecacingan penanganan dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan pemberian injeksi ivermectin (Gambar 4B – C) dan infusa biji pinang. Ivermectin diberikan pada kasus kecacingan karena ivermectin merupakan obat broadspectrumecto-endoparasite. Menurut Martin etal., [15] menyatakan bahwa ivermectin memiliki mekanisme kerja yang luas yang mampu menghambat berbagai reseptor yang terdapat dalam tubuh cacing. Beberapa reseptor yang dapat dihambat oleh ivermectin pada tubuh cacing yaitu AVR-15b pada Haemonchuscontortus, GluCls pada Ascarissuum, inhibisis ES pada Brugiyamalayi, NHR8, inhibisi Cl dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ivermectin menjadi drugofchoicepenanganan kecacingan pada ternak. Namun, efikasi pengobatan dapat ditingkatkan dengan kombinasi obat yang bersifat sinergis.

Kombinasi pengobatan kecacingan dilakukan atas pertimbangan lamanya waktu terapi dan jangka pemantauan terapi yang panjang sesuai dengan siklus hidup cacing. Sehingga, kombinasi dengan herbal dapat dilakukan. Kombinasi terapi sering herbal dengan obat sintesis seringkali dilakukan pada penanganan kejadian penyakit akibat bakteri [16]. Namun, terapi kombinasi obat sintesis dan herbal untuk kejadian kecacingan masih jarang dilakukan. Sehingga, kombinasi ini merupakan kombinasi pertama dengan penggunaan injeksi ivermectin dan aplikasi infusa biji pinang secara per oral. Pemakaian biji pinang sebagai kombinasi karena biji pinang mengandung tannin terkondensasi yang bermanfaat untuk membunuh stadium cacing dewasa [4].

Pemberian infusa biji pinang dalam program pengobatan penyakit cacingan pada ternak kambing di Desa Bodag Kab. Madiun dilakukan setelah berbagai macam riset efektifitas biji pinang [17]. Menurut Peng etal., [18] tumbuhan pinang adalah obat tradisional yang sudah terkenal sejak dahulu di dengan berbagai manfaat bagi kesehatan. Biji buah pinang sendiri mengandung senyawa alkaloid, seperti arekolin, arekolidine, arekain, guvalokin, dan isoguvacine [19]. Diketahui ekstrak etanol dari biji buah pinang memiliki kandungan tanin terkondensasi, tanin terhidrolisis, flavan, dan senyawa fenolik, juga terdapat minyak menguap dan tidak menguap, serta garam [20]. Arekolin sendiri memiliki fungsi sebagai obat cacing dan juga dapat sebagai penenang [21].

Lebih lanjut, kegiatan ini juga dihadiri oleh Tim Kesehatan Hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternnakan Kabupaten Madiun (Gambar 4D). Hal ini juga menunjukkan jika kegiatan ini tidak hanya mendukung sisioekonomi peternak di Desa Bodag, melainkan juga mendukung program Pemerintah dalam mendukung swasembada daging Indonesia.

Figure 4.Kegiatan pelayanan kesehatan hewan. Injeksi ivermectin pada ternak sapi terdiagnosa LSDV (A); pemberian injeksi obat cacing pada kambing yang mengalami kecacingan (B, C); Tim Pengabdi dengan Tim Keswan dari Dinas Ketahanan Pangan dan peternakan Kabupaten Madiun (D).

Berdasarkan hasil pelayanan kesehatan hewan yang telah dilakukan juga diperoleh bahwa prevalensi kejadian penyakit di Desa Bodag terjadi sangat variatif. Kejadian penyakit tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu kejadian penyakit pada ternak sapi dan kambing. Pada ternak sapi, sebanyak 8/21 (38,09%) ekor merupakan sapi sehat, 15/21 (71,42%) ekor mengalami LSDV, 2/21 (9,52%) ekor mengalami kecacingan, dan 2/21 (9,52%) ekor mengalami FMD. Terdapat 2/21 (9,52%) ekor sapi yang mengalami superinfeksi berupa infeksi LSDV dan kecacingan, serta 1 (4,76%) ekor sapi mengalami LSDV dan FMD. Pada kelompok kambing, ditemukan sebanyak 6/27 (22,22%) ekor kambing merupakan kambing sehat dan 21/27 (77,77%) ekor kambing mengalami kecacingan (Gambar 5). Selama kegiatan pengabdian, LSDV didiagnosis berdasarkan lesi nuduli kehitaman pada kulit sapi yang tersebar di seluruh tubuh. FMD diidentifikasi dari adanya ulserasi dan lepuh pada mulut dan kuku. Kecacingan pada kambing dan sapi diperlihatkan dengan gejala diare dan anamnesis dengan pemilik. Sedangkan, diagnosis sapi dan kambing sehat dilakukan dengan tidak adanya tanda – tanda sakit pada hewan ternak.

Figure 5.Rekapitulasi ternak sapi dan kambing sakit dari kegiatan pelayanan kesehatan hewan.

Simpulan

Sebagaimana hasil pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan menunjukkan bahwa masih terdapat managemen kesehatan hewan yang kurang intensif di Desa Bodag. Melihat antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini memberikan optimisme akan perbaikan managemen di masa yang akan datang. Masyarakat yang dapat teredukasi dengan baik selama kegiatan pengabdian ini berlangsung diharapkan dapat mendukung Swasembada Daging Indonesia.

Ucapan Terima Kasih

Tim Pengabdi mengucapkan terima kasih atas dukungan pendanaan dari Hibah Internal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, sehingga pengabdian kepada masyarakat ini dapat terlaksana. Seluruh mahasiswa yang membantu kegiatan pengabdian ini juga diucapkan terima kasih. Tim Pengabdi juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Keswan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Kabupaten Madiun atas semua dukungannya.

References

  1. N. Income et al., "Helminth Infections in Cattle and Goats in Kanchanaburi, Thailand, with Focus on Strongyle Nematode Infections," Vet. Sci., vol. 8, no. 12, p. 324, 2021.
  2. A. K. Dixit, G. Das, and R. P. S. Baghel, "Gastrointestinal helminthosis: prevalence and associated determinants in goats of Jabalpur, India," J. Parasit. Dis., vol. 41, no. 2, pp. 414–416, 2017.
  3. M. T. Rahman et al., "Zoonotic Diseases: Etiology, Impact, and Control," Microorganisms, vol. 8, no. 9, p. 1405, 2020.
  4. W. W. Mubarokah, W. Nurcahyo, J. Prastowo, and K. Kurniasih, "In vitro and in vivo Areca catechu crude aqueous extract as an anthelmintic against Ascaridia galli infection in chickens," Vet. World, vol. 12, no. 6, pp. 877–882, 2019.
  5. P. Ferreira-Santos et al., "Chemical Characterization of Sambucus nigra L. Flowers Aqueous Extract and Its Biological Implications," Biomolecules, vol. 11, no. 8, p. 1222, 2021.
  6. F. A. Zainalabidin et al., "The prevalence of parasitic infestation of small ruminant farms in Perak, Malaysia," Tropical Life Sci. Res., vol. 26, no. 1, pp. 1–8, 2015.
  7. E. B. Toker, O. Ates, and K. Yeşilbağ, "Inhibition of bovine and ovine capripoxviruses (Lumpy skin disease virus and Sheeppox virus) by ivermectin occurs at different stages of propagation in vitro," Virus Res., vol. 310, p. 198671, 2022.
  8. C. Lv et al., "Ivermectin inhibits DNA polymerase UL42 of pseudorabies virus entrance into the nucleus and proliferation of the virus in vitro and vivo," Antiviral Res., vol. 159, pp. 55–62, 2018.
  9. L. Caly et al., "The FDA-approved drug ivermectin inhibits the replication of SARS-CoV-2 in vitro," Antiviral Res., vol. 178, p. 104787, 2020.
  10. W. Li et al., "Effects of vitamin A on intramuscular fat development in beef cattle: A meta-analysis," Frontiers Vet. Sci., vol. 10, p. 1105754, 2023.
  11. E. A. Hurst, N. Z. Homer, and R. J. Mellanby, "Vitamin D Metabolism and Profiling in Veterinary Species," Metabolites, vol. 10, no. 9, p. 371, 2020.
  12. E. D. Lewis, S. N. Meydani, and D. Wu, "Regulatory role of vitamin E in the immune system and inflammation," IUBMB Life, vol. 71, no. 4, pp. 487–494, 2019.
  13. T. Willems et al., "FMD vaccine matching: Inter laboratory study for improved understanding of r1 values," J. Virol. Methods, vol. 276, p. 113786, 2020.
  14. M. Muleme et al., "Effectiveness of vaccines and vaccination programs for the control of foot-and-mouth disease in Uganda, 2001-2010," Trop. Anim. Health Prod., vol. 45, no. 1, pp. 35–43, 2013.
  15. R. J. Martin, A. P. Robertson, and S. Choudhary, "Ivermectin: An Anthelmintic, an Insecticide, and Much More," Trends Parasitol., vol. 37, no. 1, pp. 48–64, 2021.
  16. A. Rahayu et al., "Effects of Sauropus androgynus extract and its combination with ampicillin against Methicillin-resistant Staphylococcus aureus: An in vitro study," Inter J. One H., vol. 6, no. 2, pp. 128-133, 2019.
  17. W. Mubarokah, K. Kurniasih, W. Nurcahyo, and J.
  18. Prastowo, "Pengaruh Infusa Biji Buah Pinang (Areca catechu) Terhadap Tingkat Kematian dan Morfometri Cacing Dewasa Ascaridia galli Secara In Vitro," Jurnal Sain Veteriner, vol. 37, pp. 166, 2019.
  19. W. Peng et al., "Areca catechu L. (Arecaceae): a review of its traditional uses, botany, phytochemistry, pharmacology and toxicology," J. Ethnopharmacol., vol. 164, pp. 340-56, 2015.
  20. X. Chen, Y. He, and Y. Deng, "Chemical composition, pharmacological, and toxicological effects of betel nut," Evid. Based Complement Alternat. Med., vol. 2021, p. 1808081, 2021.
  21. B. Salehi et al., "Areca catechu - from farm to food and biomedical applications," Phytother. Res., vol. 34, no. 9, pp. 2140-2158, 2020.
  22. Y. J. Liu, W. Peng, M. B. Hu, M. Xu, and C. J. Wu, "The pharmacology, toxicology and potential applications of arecoline: a review," Pharm. Biol., vol. 54, no. 11, pp. 2753-2760, 2016.