Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v11i0.808

Analysis of the Village Financial Information System on Village Fund Management Accountability


Analisis Sistem Informasi Keuangan Desa Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Accountability Siskeudes Village Funds Minister of Home Affairs Regulation No. 20 Years

Abstract

The existence of a regional autonomy policy makes the Village Government faced with demands to be independent in managing the resources and potentials that exist in the Village, but this is also a gap for fraud in village financial management. Then the existence of the Village Financial System application launched by the Central Government is expected to be able to realize accountability for financial reports in the Village, so that the problem raised by the researcher is the application of the Village Financial System to the accountability of village fund management. The research method used is a qualitative method with an interpretive approach where data collection is in the form of primary data, namely by participatory observation and open interviews and secondary data sources through documents related to research. The results of the study show that the existence of the Siskeudes application facilitates the performance of village officials in managing village finances, although its application does not fully refer to Permendagri No. 20 of 2018. However, accountability in managing village funds can be realized and is one tool to minimize fraud.

Pendahuluan

Desa umumnya digambarkan dengan wilayah yang belum beranjak dari profil lama yang kurang memadai dalam hal ekonomi maupun infrastruktur serta masih terikat dengan tradisi lama, namun desa juga dikenal dengan kaya akan sumber daya alam. Banyak pihak yang beranggapan jikalau desa memiliki peran yang cukup besar yang berkaitan dengan kota, pemerintah sendiri memprioritaskan desa sebagai ujung tombak pembangunan [1]. Dalam pemerintahannya, desa diberikan kewenangan dalam mengurus, mengatur, dan mengelola sumber daya serta potensi yang ada di desa, termasuk dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat yang disalurkan berkala melalui APBD Kabupaten/Kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, kepentingan pembangunan desa serta pemberdayaan masyarakat, yang mana hal ini telah tercantum pada Bab 1 Pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2016 mengenai Dana Desa yang Bersumber dari APBN. [2]

Pemerintahan desa merupakan susunan yang berisi Kepala Desa sebagai pimpinan yang kemudian tugasnya dibantu oleh para staf pemerintah desa yang sedang bertugas sebagaimana unsur penyelenggara Pemerintahan Desa guna mengelola wilayah tingkat desa serta mengurusi segala urusan masyarakat didalamnya [3]. Hal tersebut sesuai dengan Undang – Undang No 6 Tahun 2014 bab 1 pasal 1 (1) tentang desa yang menyebutkan bahwa “Desa merupakan satuan lembaga pemerintahan dalam ruang lingkup masyarakat yang mempunyai batas wilayah dan berhak menyelenggarakan suatu program pemerintahannya, mengatur, mengurus serta mengelola kebutuhan dan kepentingan kelompok masyarakat berdasarkan budaya serta adat – istiadat serta prakarsa masyarakat yang dihormati dan diakui dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” [4]

Dalam kebijakan daerah otonom yang memiliki arti bahwa Pemerintah Desa diwajibkan untuk mandiri dalam hal mengelola sumber daya serta potensi yang ada di desa, termasuk di dalamnya ada dana desa. Dana desa yang telah diterima desa kemudian dikelola oleh pemerintah desa agar lebih leluasa dalam pengelolaan sumber daya serta potensi yang dimiliki desa serta untuk mencapai tujuan desa yang telah direncanakan bersama [5]. Dalam kegiatannya Pengelolaan Keuangan Desa telah diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018, yang mana pada Pasal 1 Ayat (6) bahwasanya Pengelolaanvkeuanganvdesa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan serta pertanggungjawaban keuangan desa dengan asas – asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran sesuai Permendagri No. 20 Tahun 2018 Pasal 2 Ayat (1) [6].

Diungkapkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa salah satu ancaman mendasar dalam hal anggaran desa merupakan korupsi. ICW menegaskan bahwa hal ini muncul dikarenakan oleh berbagai faktor seperti pengelolaan anggaran yang tidak dibarengi dengan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, lalu kurang adanya partisipasi masyarakat dalam hal perencanaan dan pengawasan anggaran desa, ketidak optimalan lembaga - lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), keterbatasan kapasitas pengetahuan kepala desa dan perangkat desa dalam pertanggung jawaban atas korupsi sektor tersebut serta biaya politik pemilihan kepada desa yang tinggi [7]. Kurangnya pemahaman perangkat desa serta kurang adanya transparansi kepada masyarakat dalam mengakses informasi dapat mengakibatkan terlambatnya pembuatan RAK Desa sehingga menjadi kendala dalam pengelolaan dana desa [8]. Selain keterlambatan pengalokasian dana desa maupun salah saji pelaporan pertanggungjawaban, ada juga fenomena lain seperti masalah ketidakmampuan menyelesaikan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dengan adanya pemasangan info grafik perencanaan pembangunan desa yang tidak dibarengi dengan papan informasi mengenai realisasi penggunaan anggaran, yang mana hal ini menjadi indikasi adanya ketidak transparanan dalam pengelolaan keuangan desa.

Guna mewujudnya sistem pemerintah yang mampu mencapai good government governance diperlukan adanya tolak ukur berupa akuntabilitas serta transparansi. Akuntabilitas merupakan kemampuan pemerintah desa dalam mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan masalah kegiatan pembangunan desa, maksudnya disini adalah kemampuan mempertanggungjawabkan serta mengatasi kendala apabila ada hambatan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa dengan Pendapatan Asli Desa, Alokasi Dana Desa, serta Dana Desa sekaligus elemen lain yang ada di dalamnya [9]. Sedangkan untuk Transparansi ialah bentuk keterbukaan informasi yang diberikan oleh pihak pemerintahan kepada pihak yang memerlukan informasi yang bersinggungan dengan aktivitas sumber_daya publik. Bentuk transparansi seperti_halnya pengungkapan informasi keuangan desa dan aksesibilitas informasi keuangan desa kepada masyarakat agar mampu membaca dan memahami fungsi anggaran dalam konteks rencana jangka panjang desa. Transparansi sangat diperlukan agar pengetahuan masyarakat lebih memadai tentang proses penyusunan dan penetapan pos – pos anggaran akan mendorong kinerja dan control public terhadap pelaksanaan pembangunan. [10]

Dalam hal ini, pemerintah pusat memberikan suatu sistem keuangan khusus yaitu Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang berguna untuk memberikan bantuan dalam hal mempermudah mempertanggung jawabkan laporan keuangan desa serta meningkatkan kualitas tata kelola keuangan pemerintah desa. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2015 dalam penerapan_teknologi informasi_berupa aplikasi yang_berkonsep akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan_keuangan desa. Selain sebagai sarana pengawasan, tujuan lain dari diterapkannya aplikasi Siskeudes adalah untuk memudahkan dalam pelaporan keuangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan dan laporan pertanggungjawaban keuangan desa. BPKP telah merancang fitur-fitur dalam aplikasi Siskeudes secara integrasi, sederhana dan user friendly sehingga pengguna mudah dalam mengoperasikannya. Pengawasan terhadap pengelolaan dana desa mencakup dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan sampai pertanggungjawaban keuangan desa.

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk menganalisis penerapan sistem keuangan desa terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa di Desa Wilayut apakah penggunaannya telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018. Peneliti mengambil Pemerintahan Desa Wilayut, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo sebagai subjek penelitian dikarenakan daerah tersebut belum_pernah terlibat suatu masalah_pengelolaan keuangan_desa sehingga peneliti tertarik ingin_mengetahui_akuntabilitas Pemerintah Desa Wilayut dalam pengelolaan keuangan_desa.

Penelitian tentang aplikasi Siskeudes mulai bermunculan seiring dengan diterapkannya aplikasi Siskeudes pada tahun 2015 di Indonesia. Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu terkait dengan Sistem Keuangan Desa terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa di Indonesia :

  1. Wardani & Andriyani, 2017 mengatakan bahwasanya implementasi sistem informasi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas dana desa.
  2. Rosalina, 2022 menyatakan bahwa implementasi siskeudes terkendala oleh usia, pendidikan, pengetahuan, serta kemampuan aparat desa dalam memahami dan beradaptasi dengan sistem tersebut.
  3. Wahyudi et al., 2018 yang mengatakan bahwa kemauan untuk belajar tentang aplikasi Siskeudes serta pengetahuan berpengaruh terhadap manajerial perangkat desa
  4. Masruhin & Kaukab, 2019 menyatakan bahwa kemampuan dan pengetahuan harus dimiliki oleh aparatur desa, karena perannya yang saling berkaitan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dalam mengelola dana desa.
  5. Gayatri, 2019 menyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi masyarakat maka semakin tinggi akuntabilitas pengelolaan dana desa.
  6. Mufti Arief Arfiansyah, 2020 menarik kesimpulan bahwa Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap akuntabilitas penge- lolaan dana desa.
  7. M. Sapril Sardi et al., 2018 menyatakan bahwa penerapan aplikasi SISKEUDES meningkatkan kualitas Akuntabilitas Keuangan Desa.
  8. Desy Nur Pratiwi & Yuwita Pravasanti, 2020 menyatakan bahwa hasil pengujian inisecara parsial menunjukan bahwa persepsi kegunaan (perceived usefulness) dan minat (Behavioral Intention to Use) berpengaruh terhadap penggunaan aplikasi Siskeudes.
  9. Rita Martini et al., 2019 mengatakan bahwa lemahnya sumber daya manusia dan terbatasnya fasilitas yang memadai dapat menghambat penerapan Siskeudes dalam pengelolaan keuangan yang efisien serta efektif.

Teori Keagenan (Agemcy Theory)

Teori ini mengisyaratkan adanya hubungan sesuai perjanjian antara pihak principal dengan pihak agent pada suatu konsep. Yang artinya ialah adanya pemberian kekuasaan dari pihak yang berwenang, yang mana principal memiliki kapasitas sebagai pengambil keputusan, terhadap pihak agent dalam melakukan seluruh kegiatan maupun mengelola suatu entitas atas nama principal [11]. Sehingga pada pengimplementasiannya, dalam pemerintahan desa, teori agensi menjelaskan bahwa warga desa memiliki posisi sebagai principal yang mana pemberian kepercayaan dalam pengelolaan kekayaan milik desa kepada aparat desa yang posisinya sebagai agen demi kemakmuran warga desa. Maka dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori agensi yaitu adanya pemberian kepercayaan dari pihak principal (masyarakat) terhadap agent (aparat pemerintah desa) pada kegiatan penggunaan siskeudes dalam pengelolaan dana desa, yang mana diharuskan adanya kemudahan serta transparansi dalam mengakses informasi tersebut.

Teori TAM (Technology Acceptance Model)

Technology Acceptance Models merupakan salah satu teori mengenai penggunaan sistem teknologi informasi yang sering digunakan untuk menjelaskan penerimaan individu terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi mampu mengurangi kerugian organisasi yang memanfaatkan sistem informasi. Salah satu teori yang dikembangkan untuk terkait pemanfaatan teknologi dan sistem informasi adalah Technology Acceptance Models (TAM). Technology Acceptance Models (TAM) merupakan salah satu model adaptasi untuk mengukur tingkat penerimaan pengguna atas teknologi [12]. TAM juga menjelaskan keterkaitan antara pemanfaatan teknologi oleh individu dipengaruhi tingkat behavioral intention individu itu sendiri. Model ini menggambarkan penerimaan teknologi informasi yang menitikberatkan pada faktor kebermanfaatan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use), yang akan menentukan sikap dan kecenderungan perilaku pengguna terhadap penggunaan teknologi. [13]

Desa

Dalam Undang-Undang No.L06KTahunA2014Epasal 1 menyatakan bahwa “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sehingga dapat diartikan bahwa desa ialah suatu area yang berisikan penduduk dengan status masyarakat hukum dan memilki kewenangan mengurus pemerintahannya sendiri sesuai sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa ialah kumpulan dari pemukiman kecil atau biasa disebut dengan kampung pada wilayah pedalaman Indonesia, yang mana pembagian wilayah tersebut berada dibawah kecamatan dengan dipimpin oleh seorang kepala desa. Desa adalah sekelompok rumah diluar kota yang didalamnya terdapat satu kesatuan kampong dan dusun [14]. Dengan kewenangan mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri sesuai kondisi serta sosial budaya yang ada, sehinggal muncul lah konsep demokratisasi yang mana artinya bahwa BPD yang terdiri atas ketua Rukun Warga (RW), pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama atau tokoh masyarakat lainnya serta Lembaga Kemasyarakatan selaku mitra pemerintah desa menjadi wadah bagi aspirasi masyarakat yang didukung oleh Pemerintahan Desa.

Dana Desa

Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN mengatakan bahwa asal Dana Desa ialah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang akan didistribusikan ke APBDes pada masing – masing desaUyang mana melalui Anggaran PendapatanOdan BelanjaCIDaerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Kemudian menurut UU No. 06 Tahun 2014 tentang Desa pasal 72 mengatakan bahwa besarnya alokasi anggaran yang turun ke desa senilai 10% (sepuluh perseratus) dari dan diluar dana Transfer Daerah. Sehingga dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pembangunan desa, maka pengalokasian anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dihitung berdasar jumlah desa serta beberapa aspek yang perlu diperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Sistem Keuangan Desa

Aplikasi tata kelola keuangan desa disiapkan dalam rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang mana hal tersebut guna memenuhi rekomendasi KPK-RI dalam menyusun sistem keuangan desa bersama dengan Kementerian Dalam Negeri serta jawaban atas Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015. Aplikasi tersebut resmi launching pada 13 Juli 2015 setelah mengalami keberhasilan sebagai proyek percontohan di lingkungan BPKP pada bulan Mei 2015. Setelah resmi launching, aplikasi tersebut sepenuhnya diambil alih oleh Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP Pusat di Jakarta, yang sebelumnya telah melewati tahapan Quality Assurance oleh Tim yang telah ditunjuk.

Aplikasi Sistem Keuangan Desa memiliki Fitur-fitur yang dirancang menjadi userfriendly sehingga dapat mempermudah pengguna, sehingga meskipun sesederhana mungkin namun laporan yang dihasilkan tetap informatif dan akuntabel. Sistematika proses penginputan pada Siskeudes sekali sesuai transaksi, yang dilakukan oleh Operator Siskeudes atau Kaur Keuangan Desa yang kemudian akan menghasilkan ouput berupa laporan – laporan seuai dengan data input yang dilakukan pada Siskeudes.

Pengelolaan Keuangan Desa

Pengelolaan Pengelolaan keuangan desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 mengatakan bahwa keuangan desa harus dikelola berdasarkan asas pengelolaan keuangan yaitu transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran. Pada UU No 06 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Sehingga pengelolaan keuangan yang baik sangat diperlukan dalam mengatur hak dan kewajiban yang menghasilkan pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pengelolaan keuangan desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Metode

A. Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti memakai jenis penelitian berupa penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang memiliki landasan pada filsafat postpositivisme, yang mana hal ini berperan pada penelitian yang digunakan pada kondisi obyek yang alamia. Secara umum pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi [15]. Interpretative melihat fakta sebagai sesutau yag unik, tidak kaku, memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Perilaku dan pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara. [16]

Penelitian ini mendeskripsikan antara akuntabilitas pengelolaan dana desa di Desa Wilayut dengan menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang telah berbasis teknologi informasi dengan tahapan pengelolaan keuangan desa berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Kemudian untuk data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diambil melalui wawancara dan observasi. Teknik wawancara yang dipakai yaitu wawancara tak berstruktur (unstructured interview) dengan pihak informan yaitu Sekretaris Desa Wilayut, Kaur Keuangan Desa Wilayut, dan Operator Siskeudes Desa Wilayut. Lalu untuk teknik observasi yang dipakai ialah observasi partisipasi, yang mana peneliti akan datang langsung dengan maksud mengamati secara langsung mengenai penerapan aplikasi Siskeudes. Sedangkan data sekunder berupa data yang telah terdokumentasi baik yang dipublikasi maupun tidak seperti sejarah singkat, struktur organisasi, laporan keuangan mapunPlaporanOyangAbersumber dariOlembagaMterkait yangZrelevan denganKkebutuhanLdata dalamOpenelitian.

B. Ruang Lingkup Penelitian dan Teknik Analisis Data

Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah pada kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan dana desa dan penggunaan aplikasi Sistem Keuangan Desa pada pemerintahan desa wilayut yang merupakan bagian dari wilayah kecamatan sukodono.

Teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, triangulasi, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

A. Praktik Aplikasi Siskeudes di Desa Wilayut

Pengelolaan keuangan desa memiliki beberapa tahapan yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 20 Tahun 2018 yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap penatausahaan, tahap pelaporan dan tahap pertanggungjawaban. Pada Siskeudes untuk tahap perencanaan berupa penginputan data RPJM Desa, RKP Desa dan Restra Desa. Lalu tahap pelaksanaan termasuk di dalamnya submenu penganggaran dan submenu penatausahaan. Sedangkan untuk tahap penatausahaan, tahap pelaporan dan tahap pertanggungjawaban sudah secara otomatis berupa laporan yang dihasilkan oleh aplikasi Siskeudes. Sehingga pengelolaan keuangan desa yang menggunakan aplikasi Siskeudes merupakan pelaksanaan penginputan data yang kemudian akan menghasilkan laporan – laporan dalam pelaksanaan penyusunan pengelolaan keuangan desa. Untuk Pemerintah Desa Wilayut sendiri telah menggunakan Sistem Keuangan Desa 2022 atau versi V2.0.R2.0.4.

Selanjutnya dijelaskan proses pengelolaan keuangan desa dengan menggunakan Aplikasi Sistem Keuangan Desa 2022 :

  1. Diawali dengan membuka aplikasi Siskeudes lalu mengisi user ID, password, dan tahun anggaran.
  2. Dimulai dengan tahap pengelolaan keuangan desa pertama dengan mengklik data entri kemudian pilih submenu perencanaan. Pengisian data perencanaan selalu dilakukan pada awal tahun anggaran dan dilakukan sekali selama satu tahun anggaran.
  3. Di dalam submenu perencanaan, Bendahara Desa diwajibkan mengisi data Renstra Desa dan RPJM Desa
  4. Pertama diklik adalah Data Umum Desa.LMenu Isian Data Umum Desa digunakan untuk melakukan penginputan data pemerintah desa seperti nama dan uraian jabatan kepala desa, nama dan uraian jabatan sekretaris desa, nama dan jabatan kepala urusan keuangan serta status APBDes. Kemudian pada Menu Visi Misi berisi tab visi, misi, tujuan, dan sasaran Desa.
  5. Kemudian Bendahara Desa memasukkan data RPJM Desa. Yang didalamnya ada 4 tab yaitu, tab bidang, tab sub bidang, tab kegiatan, tab dana indikatif.
  6. Lalu apabila Bendahara Desa telah memasukkan semua data perencanaan, selanjutnya Bendahara Desa memasukkan Isian Data Anggaran. Yakni dimulai dengan mengklik isian data anggaran pada sub menu penganggaran.
  7. Pada Isian Data Anggaran, Bendahara Desa mengisi pada menu kegiatan, pendapatan, belanja, pembiayaan 1 dan pembiayaan 2.

Pada menu kegiatan Bendahara melakukan penginputan data sesuai dengan bidang, sub bidang dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Yang mana pada kegiatan ini terdapat 5 bidang yaitu, bidang penyelenggaraan pemerintah desa, bidang pelaksanaan pembangunan desa, bidang pembinaan kemasyarakatan, bidang pemberdayaan masyarakat, serta bidang penanggulangan bencana darurat dan mendesak desa.

Untuk pengisian Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut cukup dengan mengklik “Kegiatan” pada “Isian Data Anggaran”. Yang nantinya akan muncul 4 tab yaitu Bidang, Sub Bidang, Kegiatan dan Paket Kegiatan. Kaur Keuangan atau Bendahara Desa tinggal memasukkan data sesuai tab dan bidang yang sudah tersedia.

Untuk tab Paket Kegiatan tidak diisi (kosongan) dikarenakan pada tab Kegiatan sudah dijelaskan secara rinci. Kemudian mengisi Menu Pendapatan yang digunakan untuk melakukan penginputan data rencana anggaran pendapatan pemerintah Desa. Untuk pengisian Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut cukup dengan mengklik “Pendapatan” pada “Isian Data Anggaran”. Yang kemudian akan muncul 2 tab yaitu tab RAP dan RAP Rinci. Kaur Keuangan atau Bendahara Desa tinggal memasukkan data sesuai tab yang sudah tersedia.

Selanjutnya pada Menu belanja dilakukan pengisian data anggaran belanja desa. Untuk pengisian Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut cukup dengan mengklik “Belanja” pada “Isian Data Anggaran”. Yang nantinya akan muncul 4 tab yaitu Bidang, Kegiatan, RAB dan RAB Rinci. Penginputan data belanja dilakukan sesuai dengan bidang dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Yang terakhir yaitu Menu Pembiayaan pada Penganggaran, yang mana pada menu ini terbagi menjadi Menu Pembiyaan 1 dan Menu Pembiyaan 2. Untuk pengisian Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut cukup dengan mengklik “Pembiayaan 1” pada “Isian Data Anggaran”. Yang kemudian akan muncul 2 tab yaitu tab RAP dan RAP Rinci, Kaur Keuangan atau Bendahara Desa tinggal memasukkan data sesuai tab yang tersedia.

Menu Pembiayaan 1 dipakai saat melakukan penginputan data penerimaan pembayaran seperti Silpa Tahun lalu, sedangkan Menu Pembiayaan 2 dipakai untuk penginputan data pengeluaran biaya. Kemudian Kaur Keuangan atau Bendahara Desa mengisi Pembiayaan 1 dan 2 sesuai dengan data dan tab pada Siskeudes.

  1. Selanjutnya Bendahara Desa memasukkan data pada Peraturan APBDes dengan mengklik isian data anggaran pada sub menu penganggaran.
  2. Selanjutnya masuk ke submenu penatausahaan. Bendahara Desa memasukkan data penerimaan desa untuk menginput data pendapatan yang diterima oleh desa.

Penerimaan Tunai

Menu penerimaan tunai digunakan untuk mencatat penerimaan desa yang diterima secara tunai oleh Bendahara Desa seperti pendapatan sewa tanah kas desa dan pendapatan asli desa aslinya. Untuk mencatat penerimaan tunai desa.

Penerimaan Bank

Menu penerimaan bank digunakan untuk mencatat penerimaan desa yang diterima melalui transfer bank atau yang masuk ke Rekening Kas Desa. Penerimaan desa yang diterima melalui RKD diantaranya pendapatan transfer dari Dana Desa, pendapatan transfer dari Alokasi Dana Desa dan pendapatan bagi hasil pajak.

  1. Menginput data belanja desa, Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut memasukkan data pada submenu penatausahaan kemudian dilanjutkan dengan mengklik SPP Pelaksana Kegiatan, yaitu mengisi pada bagian “SPP Definitif”. Pada opsi tersebut terdapat 3 tab yaitu, SPP, Rincian SPP dan Bukti Pengeluaran.
  2. Kemudian pada Sub Menu Penatausahaan terdapat opsi Pencairan SPP yang mana pada hal tersebut Bendahara Desa dapat melihat bukti Pencairan SPP
  3. Kemudian pada Sub Menu Penatausahaan terdapat opsi Penyetoran Pajak yang mana pada hal tersebut Bendahara Desa dapat melihat rincian bukti Penyetoran Pajak.
  4. Lalu yang terakhir, adanya menu laporan apabila ingin melihat hasil penginputan yang berupa laporan keuangan yang telah disusun oleh aplikasi Siskeudes.

B. Penggunaan Aplikasi Siskeudes di Desa Wilayut

Supplementary Files

Gambar 1. Hasil penelitian pada Siskeudes di Desa Wilayut.

Adanya ketidaksesuaian tersebut dilatarbelakangi oleh kurangnya kecakapan serta kurang terlatihnya operator siskeudes dalam menjalankan aplikasi siskeudes, hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Bapak Aprian Istiono, S.Psi selaku Kaur Keuangan atau Bendahara Desa sekaligus Operator Siskeudes Desa Wilayut :

Harusnya kan ya yang lulusan akuntansi atau yang mengerti masalah keuangan yang megang, namun untunge senior – seniorku di Sukodono ini proaktif sama orang – orang baru. Kalo untuk sosialisasi yang dilakukan DPM selaku dinas yang mendampingi desa dan juga kecamatan, sampai saat ini bulan 4 untuk Bendahara baru nggak ada atau belum ada.

Lalu untuk kendala dalam tahap pelaksanaan hal tersebut dikarenakan penggunaan SPP Defenitif yang mengharuskan adanya bukti penerimaan barang maupun jasa, yang artinya pada saat SPP dibuat berarti sudah ada SPJ yang berupa kwitansi dan bukti – bukti lainnya. Sehingga bisa dikatakan adanya proses “nalangi” dalam tahap ini apabila dalam melakukan skala prioritas desa, namun apabila dana tersebut tidak mencukupi maka program kerja tersebut harus ditunda terlebih dahulu. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Bapak Aprian Istiono, S.Psi selaku Kaur Keuangan atau Bendahara Desa sekaligus Operator Siskeudes Desa Wilayut :

“Karena sesuai prinsip SPP Definitif, jadi harus mencari talangan dulu. Talangan dari mana? Yawes dicarikan uang entah itu anggaran SiLpa atau dana lainnya, tapi penggunaan tetap per pagu. Namun apabila benar – benar dana tidak ada ya tid ak dijalankan atau ditunda dulu .”

Tahapan pengelolaan keuangan desa di Desa Wilayut sepenuhnya telah terakomodir melalui aplikasi Siskeudes. Merujuk dari teori TAM, maka aplikasi Siskeudes yang diimplementasikan dalam pengelolaan keuangan di Desa Wilayut mudah digunakan serta memiliki manfaat bagi para penggunanya, salah satunya meningkatkan efektivitas dan efisiensi dengan mampu mempersingkat periode waktu pelaporan dan pertanggungjawaban realisasi anggaran dana desa. Hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dijalankan oleh [17] yang mengatakan bahwasannya implementasi sistem informasi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas dana desa. Namun meski demikian di dalam implementasinya masih terdapat beberapa kendala, seperti dari sisi pengguna yang kesulitan melakukan pengaplikasian karena belum menguasai aplikasi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [18] yang menyatakan bahwa implementasi Siskeudes terkendala oleh usia, pendidikan, pengetahuan, serta kemampuan aparat desa dalam memahami dan beradaptasi dengan sistem tersebut. Sejalan pula dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [19] yang menyatakan bahwa untuk menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas dibutuhkan sumber daya manusia yang juga berkualitas.

Kemudian di lain sisi, penggunaan aplikasi Siskeudes memberikan kemudahan terhadap pemerintah desa dalam melakukan pelaporan maupun pertanggung jawaban publik sebagai bentuk asas pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel terhadap masyarakat yang merujuk pada teori agensi dimana aparat desa diberi kepercayaan oleh masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa. Sehingga perangkat desa memiliki tanggung jawab serta akuntabilitas dalam melaporkan kegiatan maupun program desa terhadap publik [20]. Meskipun adanya kendala seperti kurang cakapnya aparatur desa dalam penggunaan aplikasi Sistem Informasi Keuangan Desa, namun masih adanya kemauan untuk mempelajari aplikasi Siskeudes. Hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh [21] yang mengatakan bahwa kemauan untuk belajar tentang aplikasi Siskeudes serta pengetahuan berpengaruh terhadap manajerial perangkat desa. Sehingga kemampuan dan pengetahuan harus dimiliki oleh aparatur desa, karena perannya yang saling berkaitan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dalam mengelola dana desa [22]. Selain itu pengimplementasian aplikasi Siskeudes dapat menjadi salah satu strategi anti fraud dalam pengelolaan dana desa. Perhitungan transaksi yang akan di input ke dalam siskeudes juga sudah dilakukan secara otomatis. Hal ini mengurangi potensi terjadinya fraud seperti markup harga melalui perubahan transaksi atau dokumen tertentu. Fraud yang mampu diminimalisir dengan baik akan membantu pemerintah mempertahankan akuntabilitas publik.

C. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Desa Wilayut

Pada tahap perencanaan pengelolaan dana desa diawali dengan penyusunan kegiatan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang dihadiri oleh perangkat desa dan BPD, serta juga harus melibatkan masyarakat dalam penentuan serta pengambilan keputusan agar benar – benar menampung segala kebutuhan serta aspirasi masyarakat desa. Perencanaan dimulai dengan penyusunan Rencana Kegiatan Pemerintahan Desa (RKP), lalu penyusunan Peraturan Desa (Perdes) yang dilakukan oleh Kepala Desa dan BPD yang kemudian akan disampaikan kepada Bupati melalui Camat. Pada proses perencanaan ini dipegang oleh Sekretaris Desa Wilayut, dalam Musrenbangdes meliputi Pemerintah Desa, BPD, dan Unsur Masyarakat Desa dalam pembahasan rancangan RKP desa dengan menampung usulan masyarakat. Sehingga pada tahap ini dapat dikatakan akuntabel karena melibatkan masyarakat.

Pada pelaksanaan program dana desa sepenuhnya diambil alih oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa. Jadi setelah ditentukannya kegiatan prioritas desa lalu dibentuk TPK yang akan bergerak sesuai kegiatan yang telah ditentukan. Pada tahap pelaksaan akan diabil alih oleh tim TPK, yang berisi oleh Unsur Pemerintah Desa dan Unsur Lembaga Kemasyarakatan Desa. Pada tahap pelaksaan Desa Wilayut dikatakan akuntabel karena menjalankan program pembangunan sesuai dengan usulan masyarakat Desa Wilayut, dengan mendahulukan skala prioritas pembangunan. Lalu dalam pelaksanaannya pula unsur Masyarakat Desa juga dilibatkan sehingga dapat mengetahui dan mengikuti proses pelaksaannya dengan baik.

Pada tahap penatausahaan, Kaur Keuangan atau Bendahara Desa mengatakan jika proses kegiatannya yaitu pencatatan laporan keuangan baik secara pemasukan maupun pengeluaran pada pelaksanaan skala prioritas pembangunan desa dibantu oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), yang mana hal ini dilakukan juga tak jauh dari penggunaan Siskeudes. Pada tahap penatausahaan diambil alih oleh Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut yang dibantu dengan Tim TPK. Hal tersebut dikarenakan proses penatausahaan program pembangunan ditangani oleh Tim TPK, sehingga Kaur Keuangan atau Bendahara Desa tinggal menerima dan menginput SPP yang telah disetujui Kepala Desa melalui verifikasi Sekretaris Desa dan memasukkan datanya pada aplikasi Siskeudes.

Pada tahap pelaporan dan pertanggungjawaban dilakukannya dengan pembuatan Surat Pertanggungjaaban (SPJ) oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Yang mana berisi proses penggunaan dana untuk pembangunan desa, akan ditindaklanjuti oleh Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut. Pada tahap pelaporan, Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut sangat berperan aktif dan meneliti setiap ada pengeluaran saat dana desa sudah cair. Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Wilayut pula yang akan melaporkan laporan kepada Kepala Desa dan Kecamatan. Untuk bentuk pertanggungjawaban dalam pengelolaan dana desa berupa pembuatan SPJ serta rincian pengelolaan dana desa berupa banner yang dapat dilihat oleh masyarakat desa. Sehingga hal tersebut menjelaskan bahwa tahap pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan dana desa akuntabel, karena dapat mempertanggungjawabkan kegiatan yang telah dilaksanakan dengan sangat baik serta masyarakat Desa Wilayut dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah melalui banner.

Merujuk dari Teori TAM penggunaan aplikasi Siskeudes pada Desa Wilayut sangat bermanfaat bagi aparatur desa karena dapat membantu pekerjaan dengan mempersingkat periode waktu pelaporan dan pertanggungjawaban realisasi anggaran dana desa, sehingga masyarakat desa bisa dengan cepat mengetahui informasi tentang pengelolaan dana desa. Maka pemanfaatan teknologi informasi yang semakin baik dapat meningkatkan kinerja pemerintahan desa juga [21]. Pemanfaatan teknologi yang baik akan mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap masyarakat desa agar terciptanya keakuratan dan ketepatan informasi [20].

Kemudian apabila merujuk pada Teori Agency (Agency Theory) pada tahapannya Pemerintah Desa Wilayut mengikutsertakan Warga Desa Wilayut dalam pemberian aspirasi pembangunan Desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [23] yang menyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi masyarakat maka semakin tinggi akuntabilitas pengelolaan dana desa. Kemudian dengan adanya pembuatan laporan realisasi dan SPJ telah mengimplementasikan prinsip transparansi dan akuntabilitas [24]. Warga desa juga diberikan informasi mengenai pengelolaan dana desa melalui banner yang telah disediakan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [20] yang menyatakan bahwa tanggungjawab dan akuntabilitas perangkat desa wajib melaporkan kegiatan atau program. Pemerintah Desa memiliki kewajiban menyajikan informasi (akuntabilitas) terhadap warga desa sehingga dapat digambarkan sebagai suatu hubungan keagenan.

Kesimpulan

Penggunaan aplikasi Siskeudes di Desa Wilayut belum benar –benar sesuai dengan Permendagri No 20 Tahun 2018, hal tersebut dikarenakan kurang cakapnya sdm yang dimiliki pemerintah desa wilayut dalam menggunakan aplikasi siskeudes. Kemudian kendala lain yaitu berupa penggunaan spp defenitif yang membuat adanya proses “nalangi” dalam pelaksanaan skala prioritas pembangunan yang dapat mengakibatkan terhambatnya program kerja desa apabila membutuhkan dana yang besar. Pengelolaan dana desa di desa wilayut sudah sesuai regulasi dan bersifat akuntabel. Hal tersebut dapat dilihat dari sejak awal tahapannya mengikutsertakan masyarakat desa. Kemudian Pemerintah Desa Wilayut mampu mengungkapkan pelaporan dan pertanggungjawabannya dengan baik.

References

  1. M. Sofiyanto, R. M. Mardani, and M. G. Salim, “Pengelolaan Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang,” J. Ris. Manaj., no. November 2016, pp. 124–135, 2017, [Online]. Available: http://riset.unisma.ac.id/index.php/jrm/issue/view/85.
  2. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.” [Online]. Available: www.peraturan.go.id.
  3. Desi Nurmalasari, “Analisi Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Pada Pengelolaan Dana Desa Dadapan Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008,” Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2020.
  4. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jakarta.
  5. Nurul Hidayati, “Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Sidorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Tahun 2015,” Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2016.
  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Jakarta, 2018.
  7. Indonesia Corruption Watch, “Outlook Dana Desa 2018 Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik,” Jakarta, 2018. [Online]. Available: Indonesia Corruption Watch.
  8. D. N. Pratiwi and Y. A. Pravasanti, “Analisis Penggunaan Siskeudes dalam Pengelolaan Dana Desa,” J. Akunt. dan Pajak, vol. 20, no. 2, pp. 217–223, 2020, doi: 10.29040/jap.v20i2.770.
  9. P. A. D. R. Dewi and I Putu Julianto, “Pengaruh Penerapan Sistem Informais Keungan Desa Dan Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas Dana Desa,” J. Akunt. Profesi, vol. 11, no. 2, pp. 281–292, 2020.
  10. I. M. Y. D. Putra and Ni Ketut Rasmini, “Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi Masyarakat Pada Efektivitas Pengelolaan Dana Desa,” J. Akunt., vol. 28, no. 1, pp. 132–158, 2019, doi: https://doi.org/10.24843/EJA.2019.v28.iO1.p06.
  11. M. C. Jensen and C. W. Smith, Jr., “The Theory of Corporate Finance: A Historical Overview,” SSRN Electron. J., pp. 2–20, 1984, doi: 10.2139/ssrn.244161.
  12. S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia /S. Wojowasito. Jakarta: Jakarta : Ichtiar Baru-Van Hoeve, 2001.
  13. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 3rd ed. Bandung: ALFABETA, cv, 2017.
  14. D. K. Wardani and I. Andriyani, “Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Keandalan Pelaporan Keuangan Pemerintahan Desa Di Kabupaten Klaten,” J. Akunt., vol. 5, no. 2, pp. 88–98, 2017, doi: 10.24964/ja.v5i2.270.
  15. R. Damayanti, P. P. S. Putri, and A. N. S. Hapsari, “Evaluasi Sistem Keuangan Desa dengan Technology Acceptance Model,” J. Akunt., vol. 14, no. 1, pp. 71–81, 2022, doi: 10.28932/jam.v14i1.4019.
  16. O. R. Puspasari and D. Purnama, “Implementasi Sistem Keuangan Desa dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Desa di Kabupaten Kuningan,” J. Kaji. Akunt., vol. 2, no. 2, pp. 145–159, 2018, doi: 10.33603/jka.v2i2.1719.
  17. M. N. Aziiz and S. D. Prastiti, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Dana Desa,” J. Akunt. Aktual, vol. 6, no. 2, pp. 280–344, 2019, [Online]. Available: http://journal2.um.ac.id/index.php/jaa.
  18. Yennisa, S. Wahyuningsih, and D. S. Budiarto, “Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas dana desa pada Kecamatan Gamping,” J. Bisnis dan Ekon., vol. 10, no. 1, p. 56, 2020.
  19. A. Masruhin and M. E. Kaukab, “Pengaruh Kompetensi Aparatur, Komitmen Organisasi, Partisipasi Masyarakat, Dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Pengelolaan Dana Desa (Studi Empiris Pada Perangkat Desa Di Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo),” J. Econ. Bus. Eng., vol. 1, no. 1, pp. 118–130, 2019.
  20. N. K. A. J. P. Dewi and G. Gayatri, “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa,” E-Jurnal Akunt., vol. 26, p. 1269, 2019, doi: 10.24843/eja.2019.v26.i02.p16.
  21. A. Setiawan, M. Haboddin, and N. F. Wilujeng, “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Desa Budugsidorejo Kabupaten Jombang Tahun 2015,” Polit. Indones. Indones. Polit. Sci. Rev., vol. 2, no. 1, p. 1, 2017, doi: 10.15294/jpi.v2i1.8483.