Community Education Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v15i1.1186

Representation of Toxic Messages in Windah Basudara YouTube Content


Representasi Pesan Toxic pada Konten Youtube Windah Basudara

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

YouTube Toxic Language Semiotics Content Analysis Digital Communication

Abstract

General Background: YouTube has become a prominent media platform, serving various user needs, including entertainment, information, and profit generation for content creators, commonly known as YouTubers. Specific Background: Among the diverse range of YouTubers, some, like Windah Basudara, have generated controversial content characterized by toxic language and trash talking. Knowledge Gap: Despite the prevalence of toxic messages in online content, there is limited scholarly analysis focusing on how such language is represented and its implications in the context of YouTube. Aims: This study aims to analyze the representation of toxic messages in Windah Basudara's content using Roland Barthes' semiotic analysis framework. Results: Employing a descriptive qualitative approach, data were extracted from video clips featuring Windah Basudara. The analysis revealed that his use of toxic language serves as an emotional outburst, yet the vocabulary often conflicts with societal language ethics. Novelty: This research contributes to the understanding of the semiotic representation of toxicity in digital content, offering insights into the intersection of emotional expression and ethical communication. Implications: The findings underscore the need for critical engagement with language use in online platforms, which may inform future discussions on content moderation and the impact of YouTube creators on audience perceptions.

Highlights: 

  1. Diverse User Engagement: YouTube serves various audiences, including those seeking entertainment and profit-driven content creators.
  2. Controversial Content: Windah Basudara's use of toxic language exemplifies emotional expression but often violates societal language ethics.
  3. Critical Analysis Importance: The study emphasizes the necessity of understanding toxic language representation to guide discussions on content moderation and creator responsibility.

Keywords: YouTube, Toxic Language, Semiotics, Content Analysis, Digital Communication

 

I. Pendahuluan

Youtube ialah platform media sosial yang memungkinkan pengguna untuk mengunggah, memandang, serta berbagi video yang dapat diakses siapa saja [1]. Saat ini, youtube menjadi platform salah satu media yang paling banyak digunakan publik. Bentuk pengguna youtube-pun juga bermacam macam, ada yang menggunakan youtube hanya untuk mencari hiburan dan informasi saja melalui beragam video yang ada di dalamnya, juga ada yang menjadikan youtube sebagai mata pencaharian atau media pencari cuan (uang) [2]. Menurut hasil survey datareportal.com terdapat sebanyak 139,0 juta pengguna youtube di Indonesia pada awal tahun 2024. Sedangkan penduduk Indonesia pada awal tahun 2024 sebanyak 281.603.800 jiwa, maka berarti hampir dari setengah penduduk Indonesia telah mengakses youtube. Hal tersebut dikarenakan Youtube memberikan ruang terhadap penggunanya dalam hal berkarya, sehingga para creator di platform mereka berlomba-lomba untuk membuat konten sekreatif mungkin dengan keunikan mereka masing-masing. Dengan kebijakan seperti itu, terlahirlah banyak youtuber yang mengunggah konten di youtube sesuai dengan passion dan hobi mereka dari yang mendidik sampai yang tidak mendidik semua ada [3].

Pesan merupakan inti dari komunikasi mengenai apa yang disampaikan. Pesan tidak hanya terbatas pada apa yang diungkapkan secara verbal (baik lisan maupun tulisan), tetapi juga mencakup apa yang disampaikan melalui berbagai bentuk nonverbal (tanpa kata) [4]. Menurut Onong Uchjana Effendy, pesan diartikan sebagai terjemahan dari istilah asing "message," yang merujuk pada lambang-lambang bermakna (meaningful symbols), yaitu simbol-simbol yang menyampaikan pikiran atau perasaan dari komunikator . Toxic atau Trash talk ialah motif dari pesan verbal yang secara sadar dilakukan oleh individu untuk alasan personal yang mengandung makna positif maupun negatif terhadap individu lain [5]. Perilaku yang muncul tersebut dapat mengeksplorasi elemen konstektual yang dapat membantu dalam menghambat perilaku toxic, dan sebaliknya dapat mengubah orang lain menjadi toxic pula [6]. Sehingga provokasi yang dilontarkan dalam bentuk trash-talk dapat memunculkan ego dalam diri seseorang untuk membalas perbuatan tersebut [7]. Ejekan dan hinaan dalam trash-talk digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan keunggulan kompetitif [8].

Jenis jenis Trash talking menurut [9] antara lain: a. Kata hewan, sifat negative dari hewan seringkali digunakan oleh youtuber gaming sebagai bentuk penghinaan. contoh anjing, babi, monyet. b. Bagian tubuh manusia, tidak semua bagian tubuh layak disebutkan di depan umum, terutama bagian intim pria dan wanita yang sering digunakan sebagai kata kata kasar. c. Kata sifat, seseorang memilih kata sifat dengan makna negative sebagai umpatan yang dapat menyakiti perasaan orang lain. contoh goblok atau tolol. d. Kata benda, meskipun manusia dapat dengan mudah mengenali berbagai jenis benda, kini banyak yang menggunakan kata benda sebagai umpatan kasar. contoh Tahi. e. Kata kerja, kata kerja yang dimaksud kerap merujuk pada tindakan intimidasi atau penghinaan contoh bacot, ngentot. f. Terhadap keterbatasan seseorang, umpatan yang menargetkan keadaan atau kekurangan seseorang sering digunakan untuk merendahkan contoh cacat, botak. g. Terhadap profesi seseorang, umpatan yang tekait dengan profesi biasanya digunakan untuk merendahkan pekerjaan tertentu teutama profesi yang dianggap rendah atau yang dilarang agama contoh bajingan.

Adapun beberapa indikator yang menyebabkan seseorang berkata toxic menurut [9]: 1. Indikator ketidakpuasan terhadap keadaan, Ketidakpuasan terhadap keadaan biasanya muncul ketika seseorang mengalami situasi yang membuat mereka terganggu atau marah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan terhadap keadaan terjadi ketika pemain merasa tidak suka dan terganggu oleh situasi yang mereka hadapi dalam permainan. 2. Indikator Menantang pemain lain, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "menantang" berasal dari kata "tantang" yang berarti mengajak untuk bertarung, bertanding, atau berperang. Oleh karena itu, menantang pemain lain dapat diartikan sebagai mengundang pemain lain untuk bertarung, berkompetisi, atau berkonflik. 3. Indikator Memprovokasi pemain lain, Memprovokasi pemain lain berarti melakukan tindakan yang bertujuan untuk menghasut atau memancing kemarahan pemain lain. 4. Indikator Terprovokasi pemain lain, Terprovokasi oleh pemain lain berarti terpengaruh atau terpancing untuk marah akibat tindakan provokatif yang dilakukan oleh pemain lain. 5. Indikator Mendominasi Atau Mengalahkan pemain lain, Mendominasi atau mengalahkan pemain lain berarti menguasai permainan. Pemain yang lebih unggul atau lebih kuat akan mengontrol permainan dan dapat mulai menekan pemain yang lebih lemah. 6. Indikator Kekecewaan, Kekecewaan adalah perasaan tidak puas karena sesuatu tidak sesuai dengan harapan atau keinginan. Maka, kekecewaan dapat disimpulkan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap hasil permainan yang tidak memenuhi ekspektasi pemain. 7. Indikator Memotivasi, Motivasi merujuk pada keinginan atau dorongan yang muncul dalam diri seseorang, baik secara sadar atau tidak, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, memberikan motivasi berarti mendorong pemain lain untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.

Salah satu youtuber yang sedang naik daun karena viral dengan trash talknya ialah Windah Basudara. Windah basudara adalah content creator youtube yang berfokus pada gaming dan banyak ditonton orang. Jumlah pengikut channel youtube Windah Basudara berjumlah 13,9 juta subsscribers per Agustus tahun 2024. Kontennya berisi dengan game online dan offline serta bergenre horror, adventure, fantasi, simulator, arcade, dan lainnya. Pada tahun 2021 Windah Basudara telah memperoleh penghargaan “Content Creator Gaming Tervaforit 2021” melalui Indonesia Esport Awards yang dipersembahkan oleh GTV (duniagames.co.id). Dalam kontennya. Windah sering menghibur penontonnya lewat aksi drama lucu yang ia lakukan sehingga penonton tidak merasa bosan dalam mengikuti serangkaian konten miliknya. Namun, kebiasaan jelek yang dilakukan Windah Basudara menuai banyak kritikan dari para fansnya. Windah sering menyebut beberapa perkataan seperti tai, anjing, goblok, bangsat serta diikuti dengan gestur tubuh yang jelek pula seperti mengacungkan jari tengah. Mengingat rata rata fans windah basudara adalah anak di bawah umur bisa saja akan berdampak buruk jika terus menerus dilakukan. Personal brand yang kuat akan menghasilkan dampak positif jika seseorang secara konsisten dilihat oleh orang lain dengan pandangan yang positif. Individu tersebut perlu dikaitkan terhadap nilai atau ide agar diakui publik sebagai sesuatu yang bermanfaat dan bernilai positif [10].

Representasi ialah bagian dari proses di mana ide-ide diproses dan ditukar antar anggota suatu budaya. Proses ini memanfaatkan visualisasi, tanda dan bahasa untuk menggambarkan atau mewakili sesuatu. Representasi kerap kali dipakai dalam kegiatan sehari-hari, misalnya dalam cara kita memahami lingkungan sekitar dan berinteraksi dengan orang lain. Pemahaman ini terbentuk melalui latar belakang, kekhawatiran, kecenderungan, selera, serta pengalaman hidup kita, yang kemudian diartikan pada prinsip serta proses representasi yang bermakna di kehidupan [11]. Representasi dapat dikatakan sebagai kesatuan antara ide dan bahasa yang menggambarkan objek, orang, atau peristiwa nyata menjadi sesuatu yang bersifat fiksi. Ini berarti bahwa representasi adalah cara untuk mengkomunikasikan makna kepada orang lain. Menurut Stuart Hall, ide yang dibentuk oleh representasi diolah melalui bahasa, dan ini tidak hanya melalui ungkapan lisan tetapi juga visual. Sistem representasi mencakup bukan hanya konsep-konsep individual, tetapi cara dalam mengorganisasikan, menyusun ide atau konsep, serta berbagai hubungan yang kompleks di antaranya [12].

Stuart Hall mengidentifikasi tiga bagian dalam konsep representasi: representasi intensional, konstruksionis, dan reflektif. Representasi intensional adalah metode mengungkapkan sesuatu untuk menyampaikan maksud personal dari pembuat ide. Representasi konstruksionis melibatkan proses di mana ide dibentuk kembali “di dalam” dan “melalui” bahasa. Sementara itu, representasi reflektif adalah cara menyampaikan untuk menc erminkan suatu ide [12] . Peneliti memilih memakai pendekatan kedua, yaitu pendekatan konstruksionis, yang melibatkan proses konstruksi melalui bahasa yang dipakai. Dalam pendekatan ini, makna dalam bahasa tidak ditentukan secara langsung oleh pengguna bahasa, melainkan muncul dari interaksi dengan berbagai faktor lain yang memunculkan interpretasi. Dalam representasi konstruksionis ini, terdapat dua metode yaitu pendekatan diskursif dan pendekatan semiotik. Penelitian ini menerapkan representasi konstruksionis dengan pendekatan semiotik untuk menjelaskan bagaimana tanda dan makna terbentuk mel alui medium bahasa [12] .

Pendekatan berikut diterapkan oleh peneliti untuk menganalisis salah satu konten windah basudara yang ditonton sebanyak 4,1 juta viewers dan mendapat like 111 ribu berjudul “Aku Mencoba Horor Kelas Sekolah Yang Sangat Viral Di Tiktok! The Classrooms”. Dalam hal ini, representasi dapat diamati melalui Bahasa yang dapat membentuk bahasa tersebut dan menghasilkan sebuah konsep mitos [11].

Figure 1.Sumber www.youtube.com windah basudara

Roland Barthes pakar semiotic, menegaskan bahwa sistem penanda (signifier) dan petanda (signified), menggambarkan makna denotasi dan konotasi sebagai elemen utama dalam analisisnya [13]. Roland Barthes menekankan sistem interpretasi tanda terdiri dari dua lapisan: lapisan bahasa (language) dan lapisan mitos (myth). Pada tingkat pertama, signifikasi menghasilkan tanda yang bersifat denotatif. Tanda denotative berfungsi sebagai bahan untuk signifikasi pada tingkat kedua, di mana ia merubah tata letak dalam sistem tingkat kedua. Pada tingkat kedua, Barthes menganggap mitos sebagai bahasa atau sistem komunikasi yang menyampaikan pesan. Menurut Barthes, mitos yang ada merupakan perkembangan dari konotasi, yaitu konotasi yang telah lama ada dalam masyarakat. Barthes juga menambahkan bahwa mitos adalah sistem semiologis, yaitu sistem tanda yang dipahami oleh manusia [14].

Adapun peneliti mengangkat beberapa jurnal terdahulu sebagai acuan untuk memperkuat data yang diperoleh. Yang pertama pada tahun 2022 Daniel Sefrandov, Jandy Edipson Luik, dan Astri Yogatama dalam jurnalnya yang berjudul “Penerimaan Citra Windah Basudara Oleh Penonton Pada konten charity di Youtube”. Ditemukan beberapa fakta persepsi audiens mengenai citra Windah Basudara dalam beberapa konten charity nya [15]. Hal senada ditemukan pada jurnal karya Daffy Al Farisi dan Gregorius Genep Sukendro pada tahun 2023 yang berjudul “Analisis Personal Branding di Media Sosial”, (Studi Kasus pada Channel YouTube Windah Basudara). Hasil dari penelitian ini Windah Basudara memiliki konsep personal branding yang kuat dalam membentuk citra sehingga konten yang dibuat selalu ramai penonton [16]. Selanjutnya, pada tahun 2023 Nafis Dwi Hermawan dan Jokhanan Kristiyono juga melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Komunikasi Interaktif Brando Franco dengan penontonnya dalam Live Streaming di Kanal YouTube Windah Basudara”. Dalam jurnal tersebut berhasil membuktikan jika windah adalah sosok yang komunikatif terhadap para subscribernya, sering melakukan komunikasi melalui live chat streaming dengan melemparkan pertanyaan seputar game yang sedang dimainkannya [17]. Di tahun yang sama Yosephine Manullang dan kawan kawan menulis jurnal yang berjudul “Dampak Penggunaan Bahasa Youtuber Gaming Windah Basudara Terhadap Perilaku Anak Dibawah Umur”. Telah ditemukan data jika kebiasaan berkata kotor yang seringkali dilakukan Windah dapat saja ditiru oleh sebagian anak anak dibawah umur yang rata rata adalah penonton dalam channel youtubenya [18]. Tujuan penellitian ini ialah untuk menjabarkan makna pesan toxic menurut sudut pandang semiotic Roland Barthes yang meliputi denotasi, konotasi, mitos. Denotasi berarti makna kasar atau tektual tentang perilaku toxic windah. Konotasi atau kontekstual yang berarti memaknai perilaku toxic windah basudara dalam sudut pandang peneliti dengan segala kajian dan ilmu teoritik yang dipahami. Sedangkan, Mitos ialah kepercayaan masyarakat berdasarkan fakta yang seringkali terjadi.

II. Metode

Penelitian berikut menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif dipilih sebagai pengembangan teori semiotika roland barthes. Tujuan metode kualitatif pada penelitian ini ialah untuk menelisik pemaknaan pesan toxic yang dilakukan windah basudara seara verbal maupun non verbal. Penelitian bersifat deskriptif karena fokus pada penjabaran makna denotatif dan konotatif dari setiap tanda, serta penjelasannya melalui mitos. Teori semiotika Roland Barthes digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi makna denotatif, konotatif, dan mitos. Metode analisis semiotika digunakan agar peneliti dapat menganalisa lebih rinci mengenai Representasi Pesan Toxic Pada Konten Windah Basudara. Subjek penelitian yang akan diteliti yaitu pesan toxic. Untuk objek penelitian yaitu menganalisis konten Windah Basudara dalam akun youtube-nya.

III. Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini, peniliti akan mengkaji beberapa adegan dalam konten windah basudara yang berjudul "Aku Mencoba Horor Kelas Sekolah Yang Sangat Viral Di Tiktok! The Classrooms", dimana setiap adegan yang dipilih memiliki makna tersendiri. Makna tersebut diidentifikasi melalui simbol-simbol yang muncul dalam setiap adegan baik berupa tanda verbal maupun nonverbal. Tanda verbal yang dimaksud adalah ucapan atau dialog yang disampaikan oleh windah sebagai peran penting dalam menyampaikan pesan di video. Setelah mengidentifikasi tanda verbal, peneliti juga menyertakan tanda nonverbal yang diambil dari hampi seluruh aspek adegan seperti bahasa tubuh dan ekspresi yang turut mendukung penyampaian pesan dalam video. Analisis ini akan menerapkan teori representasi dari stuart hall dan analisis semiotika roland barthes, dimana peneliti akan menggunakan pendekatan konstruksionis untuk mngidentififkasi adegan-adegan dalam video. Sementara itu, analisis semiotik akan digunakan untuk menentukan makna denotatif, konotatif dan mitos. Makna denotatif merujuk pada hal yang nyata dan terlihat jelas pada adegan video, konotasi adalah makna tersembunyi dan tersirat, sedangkan mitos ialah keyakinan yang dipegan oleh masyarakat atau suatu pembenaran terhadap nilai tertentu. Adapun beberapa potongan video yang akan di analisis sebagai berikut:

A. Representasi Pesan Toxic Mengacungkan Jari Tengah “fuck”

Figure 2.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotatif

Terlihat pada pemotongan video menit ke 1:00:21 windah basudara mengacungkan jari tengah serta mengatakan “bocil kursi bocil nyalain keran, FUCEK”. Dalam adegan tersebut memperlihatkan seseorang sedang kesal menandakan marah serta megngunakan gesture tubuh untuk meluapkan emosionalnya, adegan itu termasuk ke dalam pesan toxic verbal juga non verbal karena penyampaian lisan diikuti dengan gesture tubuh spesifik.

Konotatif

Fuck memiliki banyak arti seperti merujuk ke seksual, penghinaan atau mengungkapkan perasaan [19]. Penggunaan kata "fuck" mulai tercatat pada abad ke-16 dalam bahasa Inggris, dan pada saat itu sudah dianggap sebagai kata kasar dan tidak pantas digunakan dalam percakapan resmi. Beberapa negara memiliki hukum yang mengatur penggunaan kata-kata kasar dalam percakapan dan media publik, termasuk kata "fuck". Dalam budaya Indonesia ungkapan kata “fuck” sama halnya dengan mencaci atau menghina. Tindakan seperti itu dapat menyebabkan perbedaan makna jika sembarangan dipublish.

B. Representasi Pesan Toxic “Tahi”

Figure 3.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotatif

Selanjutnya pada menit 22:42 momen windah dikagetkan dengan sebuah balon yang menghampiri dia dan tiba tiba meletus, sontak kejadian tersebut membuat dia panik dan mengatakan “balon Tahi”. Dalam adegan tersebut memperlihatkan seseorang dalam ekspresi panik menandakan dia sedang ketakutan, terdesak dan kebingungan untuk mencari jalan keluar, adegan termasuk ke dalam pesan Toxic verbal yang berarti lisan atau tertulis.

Konotatif

Arti kata “Tahi” dalam KBBI merupakan ampas atau sisa makanan yang tidak digunakan tubuh lalu dikeluarkan melalui anus. Sebenarnya perumpamaan kata Taek atau Tahi sah sah saja diucapkan karena kata tersebut tidak termasuk kategori kata kata toxic, yang membuat kata tersebut menjadi toxic ialah penggunaan gaya bahasa serta emosional seseorang. Jika mengatakan kata “Tahi” dituju untuk seseorang maka perumpamaan orang itu sama halnya kotoran makhluk hidup. Perumpamaan ini berlaku untuk nama hewan atau menyinggung fisik mental seseorang.

C. Representasi Pesan Toxic Kata “Babi”

Figure 4.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotatif

Kali ini menit 28:59 windah kesal sebab gagal menyelesaikan misinya pada stage ke 2 tidak lupa dengan pesan toxic yang dia ucapkan “no, satu lagi Babi”, pesan toxic yang dilakukan oleh windah pada potongan video tesebut ialah verbal atau tersampaikan secara jelas dengan lisan. Pada hasil tangkapan layar ini memperlihatkan seseorang sedang kesal karena dia gagal memainkan karakter dalam game dan mati terbunuh oleh monster pada stage tertentu dalam game.

Konotatif

Babi tergolong hewan mamalia yang mempunyai pola hidup yang negatif, yang paling menonjol adalah sifat malasnya. Mempunyai badan yang gemuk dan bau adalah karekteristik babi, perumpamaan kata ini sering diuapkan youtuber gaming sebagai kata untuk menghina, merendahkan, dan memaki. Wujud penyampaian pada pesan toxic ini ialah seseorang menyamakan orang lain dalam bentuk atau sifat sama seperti babi, dan hal ini sangat tidak terpuji karena persepsi seseorang dalam memaknai berbeda-beda ada yang menganggap sekedar gurauan atau dapat menyinggung perasaan seseorang.

D. Representasi Pesan Toxic Kata “Jancok

Figure 5.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotatif

Pada potongan video menit ke 1:20:49 windah merengek dan mengeluh kepada penonton lantaran karena sangat susah menamatkan stage terakhir serta berkata “gaes gua ga sanggup namatin game terviral di tiktok COK”. Di adegan tersebut memperlihatkan seseorang sedang merengek dan memegang kepala menandakan sudah tidak tahan atau lelah untuk melanjutkan sesuatu, potongan video tersebut termasuk ke dalam pesan toxic tertulis atau verbal.

Konotatif

Kata “jancok” sebenarnya berasal dari bahasa belanda "yantye ook," yang berarti "kamu juga" atau "you too". Istilah ini popular di kalangan pemuda indo-belanda di tahun 1930an. Pemuda Surabaya kemudian mengadopsi dan memodifikasinya menjadi "yanty-ok," yang akhirnya mengalami peubahan fonetik menjadi "jancok" atau "dancok". Secara umum, kata “Jancok” memiliki makna yang mirip dengan “sialan” dan digunaka sebagai ungkapa kekesalan dalam bahasa jawa [20]. Ungkapan ini sering diucapkan oleh masyarakat suroboyoan, khususnya di budaya arek. Bagi masyarakat jawa timur, penggunaan kata ini dipercaya dapat mempererat hubungan persaudaraan antar sesama. Penyampaian kata “jancok” mengikuti dasar emosional jadi perlu diperhatikan, karena dengan gaya bahasa yang berbeda dapat memunculkan makna yang berbeda.

E. Representasi Pesan Toxic Kata “Memek”

Figure 6.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotative

Saat intro menit 1:11 disetiap kontennya windah selalu memberikan salam dan menyapa beberapa viewersnya melalui live streaming chat, akan tetapi dia selalu mengatakan kata vulgar (yok kita absen ada mamak, ada mimik, ada mumuk, ada momok, ada Memek). Pada adegan tersebut memperlihatkan seseorang sedang melakukan ritual absen di setiap konten yang dia buat, potongan adegan tersebut termasuk ke dalam verbal toxic sebab makna yang disampaikan tersampaikan dengan jelas.

Konotatif

Kata “Memek” yang dimaksud adalah bagian kemaluan wanita, kata yang berbau vulgar termasuk kata tabu. Tabu bisa berupa perkataan (mengucapkan sesuatu yang dilarang). Secara etimologis, tabu merujuk pada sesuatu yang “dilarang” atau “tidak diizinkan”. Istilah tabu pertama kalu dikenalkan oleh penjelajah asal inggris, kapten james cook pada tahun 1777 [21].

F. Representasi Pesan Toxic Kata “Ngentot”

Figure 7.Sumber www.youtube.com windah basudara

Denotative

Hal yang sama dilakukan windah pada menit ke 1:09:13, dalam potongan video ini windah terlihat panik karena faktor dari video game yang tengah ia mainkan dan mengatakan kata “Buka Ngentot”. Dalam adegan tersebut memperlihatkan seseorang sedang mengekspresikan raut wajah panik karena kesusahan membuka pintu , potongan adegan tersebut termasuk ke dalam pesan toxic verbal yang berarti terucap dan tersampaikan secara jelas.

Konotatif

Arti kata “Ngentot” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “Entot” yang berarti bersetubuh atau bersenggama. Menurut situs menulistigapuluhhari.blogspot.com “Ngentot” berasal dari kata “Kentot” yang berarti Kencan Total. Pada era 1980an para remaja menggunakan istilah “Kentot” untuk menggambarkan situasi dimana mereka baru saja melakukan “hubungan intim” dengan pasangan, pekerja seks atau lainnya. Seiring waktu bahasa ini berkembang dan memiliki perubahan makna menjadi istilah yang digunakan sebagai bentuk caci maki atau humor dengan imbuhan kata “Nge” juga digunakan sebagai istilah dalam “berhubungan intim”. Kata ini termasuk kata vulgar yang tidak pantas untuk diucapkan di tempat umum, apalagi jika sampai terdengar dan ditiru oleh anak anak.

Berdasarkan sudut pandang teori Anderson and Trudgil [22] trash talk dapat dikatakan sebagai kata umpatan, dan dibagi dalam beberapa fungsi yaitu Expletive, Absutive, Auxiliary, dan Humorous. Expletive, Fungsi expletive ini merujuk pada situasi dimana seorang penutur menggunakan kata umpatan dalam ucapannya untuk mengekspresikan emosi atau perasaan yang sedang dialaminya. Penggunaan kata umpatan dalam konteks ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan yang muncul saat penutur mengalami kejadian yang mengejutkan, marah, gembira, antusias serta yang umumnya diucapkan secara reflek. Absutive, Kata umpatan yang digunakan disini umumnya terdiri dari kosa kata yang berkaitan dengan unsur cercaan atau hinaan. Penggunaan jenis fungsi umpatan ini tidak selalu ditujukan kepada orang yang sedang berbicara langsung dengan penutur, melainkan juga bisa ditujukan kepada pihak ketiga yang tidak hadir bersama penutur. Auxiliary, tipe fungsi umpatan ini digunakan oleh penutur ketika ia ingin memberikan penekanan lebih dalam ucapannya. Penekanan ini terlihat pada pilihan penutur untuk menggunakan kata umpatan sebagai pengganti kata tertentu dalam sebuah kalimat. Penggunaan kata umpatan ini juga dipengaruhi oleh beragam perasaan atau emosi penutur, yang tidak terbatas pada emosi negative saja dan tidak selalu ditujukan kepada lawan bicara tetapi bisa juga terkait dengan suatu peristiwa. Humorous, fungsi ini terlihhat dari tujuan penutur yang menggunakan kata-kata umpatan sebagai ungkapan dengan maksud lucu atau jenaka. Meskipun bentuk kosa kata umpatan yang digunakan mungkin serupa dengan yang digunakan dalam fungsi abusive, tujuan penggunaanya berbeda karena fungsi umpatan humorous berfokus pada aspek humor yang ingin disampaikan penutur dalam sebuah percakapan.

Barthes menegaskan mitos bukanlah realitas yang tidak masuk akal atau sulit diungkapkan, melainkan sebuah sistem komunikasi atau pesan yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan justifikasi terhadap nilai-nilai dominan yang berlaku pada waktu tertentu [23]. Mitos terbentuk melalui asumsi yang didasarkan pada pengamatan dangkal. Dalam konteks semiotika, mitos adalah proses pemaknaan yang bersifat permukaan, hanya mewakili atau merepresentasikan apa yang tampak bukan haikat sebenarnya. Penggunaan pesan toxic di dalam masyarakat menjadi salah satu hal sensitif yang perlu dihindari. Mengingat hidup bermasyarakat tidak lepas dari nilai etika berbahasa yang pasti tidak dianjurkan untuk berkata toxic. Etika berbahasa memiliki hubungan yang kuat dengan keberadaan suatu kelompok masyarakat sehingga setiap individu maupun kelompok masyarakat perlu memiliki etika berbahasa, karena orang yang sering berkata toxic dianggap tidak berendidikan. Berdasarkan jurnal milik Daniel Sefrandov, Jandy Edipson Luik, dan Astri Yogatama yang berjudul “Penerimaan Citra Windah Basudara Oleh Penonton Pada konten charity di Youtube” ditemukan data yang mengandung nilai positif maupun negatif terkait pemaknaan pesan toxic. Beberapa komentar dalam live streaming chat pada konten yang menjadi bahan objek penelitian dalam sudut pandang positif menganggap toxic yang diungkapkan Windah ialah hal wajar serta bahasa gaul mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan, dalam sudut pandang negatif beberapa perkataan Windah yang mengandung makna ambigu akan langsung dikomentar oleh viewers dengan mengatakan “jangan toxic bang Windah banyak anak kecil”, oleh karena itu pemaknaan akan sama sama benarnya jika kita memaknai hal tersebut menurut sudut pandang masing masing. Dengan hal itu maka perdebatan mengenai positif atau negatif hal yang wajar dan tidak salah dan juga benar.

Melalui penggunaan bahasa, seseorang dapat mengenali status sosial dan budaya dalam masyarakat tersebut, yang kemudian memudahkan mereka dalam memilih atau menggunakan bahasa secara tepat sesuai dengan konteksnya [24]. Contoh diambil dari satu kata toxic diatas yang familiar yaitu “jancok”. Penggunaan kata “jancok” relatif diucapkan oleh pemuda khususnya di daerah Surabaya, penyampaian kata ini sering dianggap sebuah salam akrab antar pemuda. Namun disisi lain penggunaan kata ini dapat menjadi sebuah umpatan ketika kita salah mengartikan, seperti saat sedang marah secara tidak langsung pemaknaan denotatif dari kata “jancok” akan berubah juga. Pengucapan kata toxic sah sah saja jika dalam ruang lingkup pertemanan atau komunitas yang sudah paham betul tentang gaya bicara satu sama lain contoh dalam komunitas game. Menurut komunitas tersebut, penggunaan kata toxic ialah sebagai pemicu rivalitas, yang membuat emosional dan rasa ingin menang mereka akan muncul ketika memasuki sebuah pertandingan.

IV. Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan kata-kata toxic oleh Windah Basudara, meskipun bertujuan untuk hiburan, memiliki makna tersirat yang tidak bisa diabaikan terhadap penonton, terutama anak-anak dan remaja. Kata-kata seperti "fuck" dan "ngentot," yang sering digunakan dalam konteks gaming atau saat menghadapi momen-momen frustrasi dalam permainan, memiliki makna yang kasar dan ofensif dalam budaya sosial Indonesia. Dalam lingkungan di mana etika berbahasa sangat dijunjung tinggi, penggunaan bahasa semacam ini berisiko memperkuat kebiasaan komunikasi yang tidak pantas. Melalui analisis semiotika, pesan-pesan toxic tersebut mengandung makna denotatif yang secara langsung dapat dipahami sebagai ungkapan kasar atau penghinaan. Namun, dalam konteks yang lebih luas, kata-kata ini memiliki konotasi dan mitos yang berbeda tergantung pada latar belakang dan pemahaman penonton. Mitos yang muncul dari penggunaan bahasa kasar ini adalah bahwa kata-kata berbahaya dapat diterima dalam lingkungan tertentu, terutama dalam lingkungan digital seperti game atau konten hiburan, meskipun faktanya kata-kata ini sebenarnya dapat memperburuk kebiasaan berbahasa yang baik.Walaupun Windah Basudara tidak secara sengaja menormalisasi perilaku berbahaya, penggunaan kata-kata tersebut akhirnya menjadi ciri khasnya sebagai pembuat konten yang humoris dan ekspresif. Hal ini dapat menimbulkan ambiguitas, terutama bagi penonton muda yang mungkin tidak tahu kapan dan di mana bahasa seperti ini dianggap baik atau buruk. Dilarang menggunakan pesan berbahaya di masyarakat. Karena masyarakat memiliki aturan berbahasa, tidak disarankan untuk mengatakan sesuatu yang berbahaya. Bahasa membantu seseorang mengenali status sosial dan budaya mereka dalam masyarakat, yang membantu mereka memilih atau menggunakan bahasa dengan benar untuk konteksnya. Peneliti menyarankan dalam penelitian setelahnya dapat mengkaji tentang pemahaman yang lebih luas terkait pengaruh konten youtube, serta untuk mengatasi hal seperti ini tidak berakibat buruk kepada anak anak, maka orangtua seharusnya lebih memfilter tontonan untuk anaknya dengan cara mengaktifkan kontrol pengawasan orang tua.

Ucapan Terimahkasih

Penulis menghaturkan syukur kepada allah yang maha esa atas kelancaran penelitian ini. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan segala dukungan yang menyangkut tentang penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada diri sendiri karena telah kuat menjalani segala proses. Dan tidak lupa kepada dosen pembimbing saya yang telah membantu dan membimbing dalam proses penulisan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

References