Cultural and Creative Industries
DOI: 10.21070/ijccd.v14i2.982

Enhancing Understanding of Ethical Product Photography: Mitigating Ambiguity in Online Commerce


Meningkatkan Pemahaman tentang Fotografi Produk yang Beretika: Mengurangi Ambiguitas dalam Perdagangan Online

Universitas Mercu Buana, Jakarta
Indonesia
Universitas Mercu Buana, Jakarta
Indonesia
Universitas Mercu Buana, Jakarta
Indonesia

(*) Corresponding Author

Online Commerce Product Photography Ethical Practices Transparency Islamic Economic Ethics

Abstract

In the realm of online commerce, product photography serves as a vital means of introduction and presentation for sellers, significantly impacting the purchasing decisions of potential buyers. High-quality and ethically crafted product photos are not only beneficial to sellers but also uphold principles of transparency and fairness in accordance with Islamic economic ethics. This community engagement initiative aimed to enhance foundational knowledge regarding ethical product photography, ultimately ensuring that product images accurately represent the goods being sold, thus avoiding potential misunderstandings that may arise from misleading visuals in advertisements. The methodology involved educating participants about the concept of "gharar" (ambiguity) as it pertains to product images used in advertising. The findings indicate that participants gained a better understanding of both photography techniques and the ethical implications of ambiguity, thereby contributing to more honest and transparent online trading practices. This research underscores the importance of aligning e-commerce practices with ethical principles and highlights the potential for improved consumer trust and satisfaction in online marketplaces.

Highlight:

  • Impact of Product Photography: Product images play a crucial role in online commerce, influencing the purchasing decisions of potential buyers and serving as a key introduction for sellers.
  • Ethical Considerations: High-quality and ethically crafted product photos not only benefit sellers but also adhere to principles of transparency and fairness, aligning with Islamic economic ethics.
  • Community Engagement for Ethical Photography: This initiative aims to educate participants on the importance of ethical product photography, ensuring accurate representation of goods and preventing potential misunderstandings from misleading visuals in advertisements.
 

Keyword: Online Commerce, Product Photography, Ethical Practices, Transparency, Islamic Economic Ethics

Pendahuluan

Keberadaan UMKM pada dekade ini terus pada kondisi dengan jumlah yang terus berkembang di berbagai daerah di negeri ini, sehingga penulis melihat perlu kiranya untuk berkontribusi dengan memberikan pengetahuan kepada para pelaku UMKM dalam membantu pemerintah dalam percepatan penguatan ekonomi, dalam aspek ekonomi rumah tangga [1]. Menyeimbangi pengetahuan tentang metode komersial bagi UMKM, perlu kiranya diimbangi juga bagi UMKM adalah pemahaman mendasar terkait penyediaan barang dagangan yang halalan thoyiban, yang dimulai dari tampilan hasil pengambilan gambar potret sebagai iklan yang benar.

Mayoritas UMKM pada era ini, mengupayakan manfaat keberadaan internet sebagai media promosi, setidaknya memanfaatkan media sosial [2]. Pelatihan pada tridarma kampus telah banyak dilakukan seperti agenda membantu UMKM dalam pemasaran di Medsos [3] juga dengan tujuan agar dapat menjadi kegiatan operasional pemasaran yang baik bagi UMKM [2], yang memberi arahan agar dapat mempengaruhi calon pembeli untuk berbelanja [4]. Pengabdian masyarakat juga dilakukan pada segmen atau pada lokasi yang spesifik seperti pada satu daerah di Jatim [5].

Usaha UMKM relatif luas, dengan dominasi pada bidang makanan, tak terkecuali makanan dengan label kedaerahan seperti warteg [6].

Iklan pada perdagangan online, umumnya dengan menggunakan media photo, dimana tampilan pada iklan di poto akan dapat menarik calon pembeli untuk tertarik berbelanja barang atau jasa yang disediakan oleh pedagangnya.

Pengabdian masyarakat dengan tema atau tujuan mempelajari seluk beluk pengambilan photo juga photo editing telah banyak dilakukan sebagaimana dimanfaatkan untuk memperbaharui bagian dari kebutuhan visualisasi saat ini [7]. Lebih spesifik lagi, pelatihan tehnik lampu juga pernah dilaksanakan pada pegabdian masyarakat [8]. Juga pembelajaran pemanfaatan aplikasi multimedia [7], lebih dalam atau jauh lagi, pembelajaran penggunaan dan penerapan animaker dalam penciptaan iklan yang menarik bagi produk UMKM berbasis animasi juga sudah dilakukan sebagai tugas tridarma sebelumnya oleh Pratiwi, et al [9], dan pemanfaatannya pada media promosi [10].

Lalu, harus diperhatikan bahwa aspek gharar dalam kaidah fikih muamalah harus dipatuhi oleh para pedagang, khususnya pedagang online, gharar dapat terjadi saat photo sangat menarik sementara kondisi barangnya adalah jauh dari gambaran, seperti ukuran, warna, berat, dan sebangsanya, pengabdian masyarakat sebelumnya terkait gharar juga telah dilakukan juga oleh Saratian, et.al, [11] di suatu Kecamatan di Jakarta Barat, dengan topik penjelasan yang mendasar mengenai ”Maghrib”, atau kependekan dari ”Maysir, Gharar dan Riba”, tetapi pemberian pemahaman mengarah ke aspek pembiayaan.

Berbeda dengan tehnik photo, pengabdian masyarakat itu agar tidak hanya pengajaran terkait cara memperoleh modal saja, tetapi juga pelatihan pemahaman dasar syariah [12], yang juga penulis sebelumnya memberikan pelatihan mengenai proses sertifikasi halal [13].

Beberapa permasalahan dikutip sebagai temuan oleh Muhammad dan Maulidiyah [14], seperti kasus pembeli yang merasa sangat dikerjai saat setelah makan di sebuah warung lesehan khas Jawa Timuran di kota Bahari Jawa Tengah saat melakukan pembayaran; juga kisah pembeli yang merasa terpedaya pada saat diberikan tagihan setelah makan di rumah makan di suatu kota, di Sumatra Utara; juga kutipan tentang pembeli yang tertipu pada rumah makan di daerah wisata pantai ujung pulau Jawa, bagian Barat; antara lain yang ditulis pada artikel penelitiannya dengan menyebut lebih spesifik kota dan tempatnya, dituliskan yang menjadi salah satu hal yang menjadi penyebab pelanggaran gharar antara lain, penjual akan tertarik untuk bertanya-tanya berbagai informasi tentang barang yang mereka jual; harga bahan pokok atau harga bahan pembantu berubah-ubah sehingga harga jual juga berubah, seperti harga ini lagi naik, harga kirim naik dan lainnya; umumnya penjual selalu berasumsi bahwa pembeli sudah harus memahami harga mereka diawal, tanpa ada daftar harga yang informatif. Penulis juga mencoba untuk berpendapat bahwa kondisi-kondisi seperti itu disebabkan karena kurangnya pemahaman penjual terhadap konsep jual beli yang memenuhi kaidah syariah, sehingga mencoba dengan ide-ide yang menguntukan pihaknya saja. Penulis kerap mengusulkan agar adanya keikutsertaan dari banyak khalayal yang bisa membantu memberikan pemahaman ini, dan kondisi ini merupakan gap pengabdian yang diambil oleh penulis guna hajat hidup yang sesuai syariah.

Permasalahan atas salah satu sebab gharar yang dilihat oleh penulis antara lain adalah, akan pentingnya penguasaan tehnik dasar dalam kaidah memotret, dan menggunakan hasil pemotretannya, tidak hanya penggunaan opsi otomatis yang tersedia pada kamera saja, tetapi juga pemahaman resolusi besarnya file (piksel), penggunaan jarak pengambilan objek seperti halnya tele dan mikro, termasuk bukaan lensa kamera (apperture), maksimalisasi penggunaan cahaya yang tepat (flash), juga pemahaman akan penggunaan kecepatan proses pengambilan gambar (iso), dan pemakaian filter, dan lain sebagainya.

Keberadaan alat memotret dapat berfungsi sebagai kamera penuh atau yang ada hampir selalu digenggam pada aplikasi smart handphone, kebanyakan kamera yang ada saat ini, baik dapat membuat gambarsesuai dengan keinginan sangkeinginan pemilik barang dagangan atau produk, melalui keahlian sang juru gambar, yaitu dengan tehnik sedemikian rupa atau dengan menggunakan aplikasi komputer atau aplikasi di handphone, yang banyak diantaranya berupa aplikasi gratis atau freeware. Namun, perlu dipastikan secara mendasar, bahwa photo yang dibuat dan dijadikan alat komersil sudah harus benar-benar mewakili kondisi barang yang dijual, agar pada saat transaksi penjualan, tidak hanya bertujuan mencari untung belaka, tetapi juga harus terhindar dari ketentuan gharar yang dapat diartikan sebagai keadaan yang bisa sangat merugikan pembeli [15], photo yang digunakan sebagai iklan justru semestinya menjadi awal yang menjadikan penjualan menjadi berkah.

Penulis berkeyakinan, sangat perlu juga untuk dipahami untuk pemotretan hal-hal yang dasar seperti beberapa dimensi pencahayaan (lighting), latar belakang gambar (background), kabur (blur), aspek bergerak (panning), bahwa selain pentingnya penguasaan penggunaan kamera, bokeh, model portrait dan landscape, full body, half body, dan close up. Penataan gambar kurva S, garis vertikal, horisontal. Juga pengaturan objek bergerak, objek gelap, dan terakhir adalah satuan ukuran pembanding.

Pembelajaran membuat photo secara khusus yang berbeda sebagai agenda abdimas telah juga dilakukan, seperti memotret wayang golek [16], memotret cemilan sebagai produk [17], pelatihan memotret wide suatu daerah sebagai tujuan wisata [18], yang semua bertujuan untuk menampilkan visual yang baik [19].

Metode Pelaksanaan

Pengabdian Kepada Masyarakat ini telah dilakukan di lingkungan terdekat dari kampus, yaitu wilayah Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Waktu pelaksanaan pada bulan April 2023.

Khalayak masyarakat sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyarakat lingkungan kampus, lebih khususnya adalah pelaku usaha dengan skala mikro kecil menengah, tidak membedakan wanita dan pria, tua atau muda, yang berdomisili di Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat dengan total peserta yang telah hadir sebanyak 30 orang. Peserta yang dituju adalah pedagang di bidang makanan, dimana pembelinya harus yakin bahwa produk yang dibeli adalah halal, baik zatnya juga proses pembuatannya.

Program pengabdian kepada masyarakat ini menjadikan masyarakat sebagai mitra yang ditawarkan beberapa metoda pendekatan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada masyarakat mitra sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam yang dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan photo iklan dalam menjual produk yang memenuhi ketentuan gharar yaitu dengan melakukan pemahaman dasar fotografi Untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Figure 1.Photo Bersama para peserta

Tahapan kegiatan

Kegiatan Pelaksanaan Program Kemitraan Masyarakat yaitu sosialisasi berupa penyampaian tehnik pembelajaran pengambilan photo yang baik untuk dapat dimanfaatkan oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dengan menggunakan metode berupa ceramah dan presentasi yang bersifat memberi pemahaman dari sumber pemahaman akan berkahnya gambar produk dan proses. Kemudian juga praktek pelaksanaanya, dan menganalisa beberapa contoh photo di internet.

Alat yang digunakan berupa presentasi tentang jenis-jenis kamera dan model gambar yang ada pada internet. Karena terbatasnya waktu yang tersedia untuk peneliti membahas mengenai gadget, maka pembahasan hanya menampilkan photo gadget saja. Para peserta dijelaskan mengenai model-model kamera yang umum digunakan, seperti hape yang berjenis smart-phone, dimana saat ini hampir semua orang biasa sudah menggunakannya, bahkan tidak pernah lepas dari genggamannya, sehingga tiap ada kesempatan melihat sesuatu yang menarik, langsung saja cekrak-cekrek, dengan tujuan beragam, seperti untuk disimpan atau dokumentasi, dibagikan ke teman kerabat, atau untuk barang bukti, sehingga dapat disimpulkan bahwa memotret itu mudah. Gadget kedua yang ditampilkan untuk pembahasan adalah kamera poket, berbeda dengan handphone, kamera jenis ini tidak dimiliki oleh semua orang, tetapi pada era sebelum maraknya hape, kamera jenis ini relatif banyak diketahui dan dimiliki oleh beberapa peserta PKM, hal ini diketahui melalui tanya jawab saat pelaksanaan, dan diantara mereka pernah menggunakannya, walaupun tidak memiliki. Pada sesi penjelasan tentang gadget, penulis juga menjelaskan tentang keberadaan kamera DSLR, model kamera ini telah juga banyak diketahui oleh para peserta, tetapi bagi mereka hanya sekedar tahu, diantaranya menyampaikan bahwa kamera tsb hampir selalu dilihat saat acara kondangan, diantaranya bilang berat, dan mahal. Terakhir adalah gambar kamera mirrorless, penjelasan tentang kamera ini sekedarnya saja, mengingat hitungan satu-dua-tiga sudah dianggap cukup oleh penulis.

Setelah penjelasan dengan singkat tentang kamera seperti tertulis diatas, penulis menjelaskan tentang hasil jepretan dari empat kamera-kamera yang ditampilkan, secara tampilan dasar, atau nampak kasatmata, orang akan melihat isi atau kontent yang ada pada gambar atau poto yang ada, penjelasan ini dikaitkan dengan tampilan pada gambar-gambar di bawah, seperti gambar aneka donat, lalu gambar yang tidak fokus karena menampilak objek lebih dari satu seperti piring, meja kursi. Pada pembahasan mengenai gambar, penulis tidak menjelaskan mengenai piksel dan besarnya file photo yang dihasilkan oleh pemotretan dengan kamera yang beda. Secara otomatis, bila tidak diatur dibagian setting tiap gadget, besaran file hasil motret dari hape akan relatif kecil, dan besaran pada DLSR akan sangat besar, hal ini akan berdampak pada tampilan yang akan dilihat oleh calon pelanggan. Kembali kepada tujuan pengabdian masyarakat ini, pembahasan dikembalikan kepada tema gharar. Sehingga dapat disimpulkan, apapun gadgetnya, pengambil gambar harus memahami fitur-fitur pada gadget sehingga hasil akhir dapat disesuaikan dengan tujuan, dan jangan dilupakan syarat dan ketentuan tentang gharar.

Figure 2.Pemberian penjelasan tentang kamera

Terkait dengan pembahasan dan analisa hasil jepretan atau analisa photo, penulis mengambil gambar secara acak di bentara internet. Penulis memilih donat sebagai bahasan, salah satu alasan adalah, donat sudah diketahui secara luas oleh para peserta, donat tersedia di berbagai daerah lingkungan penyelenggaraan pengabdian masyarakat, seperti jajanan anak sekolah, jajanan mahasiswa, makanan selingan, makanan sarapan pagi, teman ngopi bahkan dijadikan untuk oleh-oleh atau buah tangan. Kemudian, alasan berikutnya adalah, donat merupakan suatu jenis makanan yang dapat dengan mudah dibeli di lingkungan pelaksanaan pengabdian masyarakat, sebut saja di depan sekolah dengan pedangang gerobak dorong, lalu di minimarket, juga di beberapa toko kueh dan roti dan di toko-toko khusus donat dengan merk nasional dan internasional. Ukuran donat juga umum, walaupun ada yang dinamakan donat jumbo, tetapi umumnya sebesar diameter sepuluh senti dan donat mini dengan diameter setengahnya. Terakhir adalah kemasan dan merk, dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini, penulis tidak membahas analisa terkait hal ini, hanya disinggung sedikit saja, bahwa kemasan penjualan donat beragam, seperti bungkus plastik polos yang sederhana, kardus dengan gambar yang menarik dan bahan yang berharga, juga disertai merk yang ditonjolkan, namun kesemua bungkus kemasan itu bukan tujuan pelanggan membeli donat, melainkan untuk dimakan, sehingga yang penting adalah membahas gambar donatnya, ketimbang membahas bungkusnya. Bagaimana dengan rasanya ?, keterbatasan photo produk adalah, tidak bisa menggambarkan rasa dan aroma, hanya bisa mewaliki analisa pandangan mata saja.

Analisa gambar photo yang dibahas ada tiga jenis, pertama adalah hal-hal yang menurut analisa penulis menampakkan ketidak fokusan isi gambar atau materi, gambar pertama menunjukkan objek yang tidak fokus, posisi gambar diantara objek lain yang merupakan latar belakang objek, sehingga pelanggan bisa terkecoh dengannya, seperti kursi, meja, piring, dan donat sebagai materi atau objek inti tidak boleh disandingkan dengan kueh lain. Analisa gambar kedua, penulis menyampaikan sedikit tentang pengetahuan masak modern, terkait dengah higienis, makanan tidak boleh di tempatkan di lantai, walaupun tujuan gambar adalah untuk menunjukkan proses pembuatan, tetapi harus diperhatikan ketentuan akan itu, penulis meminta UMKM untuk mempertimbangkan hal itu. Dan terakhir adalah contoh photo yang memenuhi kaidah gharar, selain gambar produk beupa donat, gambar disertai dengan tulisan yang menerangkan tentang isi dan rasa, lalu dimensi donat, ukuran lingkaran dan berat satuan.

Figure 3.Pemberian penjelasan tentang kamera dan Analisa gambar

Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini juga telah dimuat di situs berita pada internet, dengan link :“https://www.majalahglobalreview.com/pengabdian-masyarakat-fakultas-ekonomi-dan-bisnis-universitas-mercu-buana/”.

Hasil dan Luaran

Temuan saat interaksi dengan para peserta, keberadaan gadget dan kamera merupakan barang yang tidak asing bagi mereka, namun walaupun keberadaan teknis dan manfaat secara optimal belum mereka fahami, sehingga pemaparan akan hal itu menjadi sebuah penambahan pengetahuan yang berarti. Kemudian pembahasan hasil jepretan juga menjadi sangat penting, seperti hikmah dari sebuah istilah berupa ‘apapun alatnya yang penting hasilnya’. Kebanyakan diantara peserta tidak mengkaitkan fitur gadget atau kamera karena salah satu kemungkinan yang menjadi sebab adalah mereka fokus pada produk dagangannya. Dan yang paling penting dari pandangan penulis adalah, pemahaman mengenai gharar, sebagai umat muslim yang amanah, jangan fokus pada kegiatan operasional muamalahnya saja, tetapi harus tertanam dengan mantap ketentuan syariah yang kaffah, apapun kegiatannya, dasar-dasar syariat harus disertakan.

Hasil dari pelatihan dasar photography ini, antara lain para peserta menjadi lebih faham akan beberapa hal sesuai tujuan pengabdian Masyarakat, antara lain : 1). Pentingnya mengatur gadget atau kamera yang digunakan dalam tujuan pembuatan iklan, untuk mendapat hasil yang baik, pemilik produk harus faham tentang fitur-fitur yang ada di kamera, baik di hape atau di kamera sungguhan 2). Photo pada iklan merupakan salah satu pintu bagi para calon pembeli, pembeli harus mendapatkan informasi yang lengkap dari gambar yang disediakan 3). Photo harus mewakili kondisi barang yang dijual, agar lebih mudah diverifikasi, agar diberikan indikator spesifikasi barang yang dijual, salah satunya dengan menuliskannya secara jelas atau ada bandingan objek yang umum 4). Berdagang bukan hanya mencari keuntungan, tetapi yang lebih penting lagi adalah mencari barokah. Pemahaman akan barokah, baik bisa menjadi luas, bisa juga dibatasi dengan penjelasan atas hasil olahan otomatis dari pengambilan potho yang digunakan untuk berdagang secara online.

Kesimpulan

Photo pada masa ini digunakan dengan mudah oleh banyak kalangan, salah satu kondisi yang ada adalah tersedianya kamera pada handpone. Walaupun nampak sama, tetap harus dilakukan pengaturan yang optimal dalam pengambilan gambar, ditambah, penggunaan aplikasi editing gambar juga diperlukan. Akan tetapi, satu hal yang sangat penting harus diperhatikan adalah, gambar pada photo harus benar-benar mewakili kondisi produk atau barang dagangan yang dijual, sehingga pada kegiatan muamalah perdagangan ini, transaksi tidak gharar yang menjadikan transaksi yang penuh berkah.

Keberadaan teknologi dan kebutuhan ekonomi lebih cepat dipahami oleh khalayak ramai, tetapi ketentuan syariah jangan ditinggalkan, teknologi memotret sudah dengan mudah diperoleh dan digunakan. Kebutuhan ekonomi membuat banyak khalayak menjadi kreatif, tetapi tidak boleh melupakan syariat yang menjadi syarat dalam mendapat barokah.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini bersifat terbatas, secara kuantitas hanya dihadiri oleh peserta dengan jumlah relatif kecil. Kegiatan pengabdian masyarakat ini sudah juga ditayangkan di kanal youtube yang bisa diakses dengan mudah melalui penggunaan hape yang selalu digenggam oleh khalayak ramai. Kegiatan pengabdian masyarakat ini terbatas hanya membahas sisi photonya saja.

Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Kelurahan Joglo, Jakarta Barat dan beserta para pejabat jajarannya dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini. Terimakasih juga disampaikan kepada para peserta yang telah hadir menjadi bagian dari acara pengabdian kepada masyarakat ini.

References

  1. Dep Keu RI, “Advertorial RAPBN 2021,” 2021. [Online]. Available: https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/uu-apbn-dan-nota-keuangan/uu-apbn-dan-nota-keuangan-2021/
  2. A. Wardhana, “Social Media Marketing pada UMKM,” in Enterpreneurship and Small Business, no. February, 2022, pp. 189–203.
  3. D. Nugraheny et al., “Pendampingan dan Pelatihan Cara Pengambilan Foto Produk UMKM untuk Pemasaran di Media Sosial,” KACANEGARA J. Pengabdi. pada Masy., vol. 5, no. 1, pp. 23–30, 2022, doi: 10.28989/kacanegara.v5i1.1017.
  4. O. R. P. Ningrum and J. T. Atmodjo, “Pengaruh Periklanan Tokopedia Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa Mercu Buana Jakarta,” J. Visi Komun., vol. 20, no. 02, p. 294, 2021, doi: 10.22441/visikom.v20i02.14512.
  5. W. Widhianingsih, N. Ariyanti, R. T. Zahro, and W. Aida, “Pelatihan Branding Serta Pemasaran Produk di Marketplace untuk Pemilik UMKM Daerah Candipari,” in SENARA UMSIDA, 2022, vol. 1, no. 1, pp. 1488–1492.
  6. J. Tri and S. Dida, “Makanan dan Budaya Makan; Usaha Makanan Etnik ‘Warung Tegal’ Pada Masyarakat Multikultur Jakarta,” J. Visi Komun., vol. 18, no. 02, pp. 1–17, 2019.
  7. W. Gunawan, Y. Devianto, S. Dwiasnati, and H. D. Wijaya, “Pemanfaatan Aplikasi Cam Multimedia pada Teknik Photo Editing untuk UMKM Kelurahan Palmerah, DKI Jakarta,” J. Pengabdi. Pada Masy., vol. 6, no. 4, pp. 1081–1088, 2021, doi: 10.30653/002.202164.865.
  8. W. Murwonugroho and S. Atwinita, “Pelatihan Penguatan Teknik Dasar Fotografi dan Teknik Lampu Studio pada Sesi Pemotretan Model,” J. PKM Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 03, no. 01, pp. 114–122, 2020, doi: 10.30998/jurnalpkm.v3i1.5334.
  9. D. Pratiwi, A. Zuhdi, R. Shofiati, R. R. Pratama, and H. A. Wijaya, “Penerapan Animaker dalam Pembuatan Iklan Produk UMKM berbasis Animasi,” J. Abdimas BSI J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 4, no. 1, pp. 138–147, 2021, doi: 10.31294/jabdimas.v4i1.8809.
  10. R. Nurfitri and A. Rahmansyah, “Perancangan Media Promosi dalam Media Sosial Menggunakan Fotografi Untuk Pour And Peace,” in Procedia of Social Sciences and Humanities, 1st SENARA 2022, 2022, vol. 1, no. 1, pp. 343–348.
  11. E. T. P. Saratian, M. Soelton, M. Mugiono, and M. Muhtadin, “Knowledge of ‘Maghrib’ (Maysir, Gharar and Riba) for the Halal Transaction of the Community,” ICCD Green Dev. Ind. Comunity 4.0, vol. 2, no. 1, pp. 33–37, 2019, doi: 10.33068/iccd.vol2.iss1.198.
  12. I. Siswanti and A. M. N. Widigdo, “Literasi Keuangan Syariah Bagi UMKM, Sebuah Solusi Memperoleh Modal,” J. Abdimas Perbanas, vol. 3, no. 1, pp. 39–44, 2022.
  13. M. T. L. Buana and M. Nashar, “Pengenalan Proses Sertifikasi Halal sebagai Suatu Standar Pada Barang Dagangan,” J. Pemberdaya. Masy. Univ. Al Azhar Indones., vol. 4, no. 3, pp. 128–132, 2022.
  14. W. Mohammad and N. R. Maulidiyah, “Gharar Harga pada Industri Mikro dan Kecil Makanan di Jakarta Timur, Bekasi dan Gresik,” J. Syntax Transform., vol. 2, no. 8, pp. 1206–1214, 2021.
  15. Aksawasanti, “Gharar: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Akad,” Syariati J. Stud. Al-Quran dan Huk., vol. V, no. 1, 2019.
  16. S. Sidhartani, D. Pratama, A. Z. M. Raden, and M. I. Qeis, “Pelatihan Foto Produk UMKM Wayang Golek Sebagai Upaya Promosi Pasca Pandemi Covid-19,” Dharma Raflesia J. Ilm. Pengemb. dan Penerapan IPTEKS, vol. 18, no. 2, pp. 180–189, 2020, doi: 10.33369/dr.v18i2.13522.
  17. R. P. Ratnaningtyas, “Pelatihan Foto Produk bagi Aswan Snack,” Bubungan Tinggi J. Pengabdi. Masy., vol. 4, no. 2, p. 497, 2022, doi: 10.20527/btjpm.v4i2.5186.
  18. S. I. Khasanah, J. Istiyanto, S. N. Muhammad, W. B. A. Shevalinzi, and A. Nurdin, “Pelatihan Dan Pendampingan Fotografi Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Dokumentasi Di Desa Wisata Ngerangan,” JUKESHUM J. Pengabdi. Masy., vol. 2, no. 1, pp. 9–17, 2022, doi: 10.51771/jukeshum.v2i1.223.
  19. W. Murwonugroho, “Pelatihan Fotografi Dasar Sebagai Media Visual Promosi Wisata Indonesia Timur,” J. AKAL Abdimas dan Kearifan Lokal, vol. 1, no. 1, pp. 18–28, 2020, doi: 10.25105/akal.v1i1.7747.