Cultural and Creative Industries
DOI: 10.21070/ijccd.v14i2.949

Strengthening Puspa Lebo Sidoarjo Development Through Pentahelix Collaboration: A Qualitative Analysis


Penguatan Pengembangan Puspa Lebo Sidoarjo Melalui Kolaborasi Pentahelix: Sebuah Analisis Kualitatif

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Puspa Lebo Sidoarjo Pentahelix Approach Regional Development Collaboration Qualitative Analysis

Abstract

This study analyzes the development of Puspa Lebo Sidoarjo by employing the pentahelix approach, fostering cooperation among government, industry, academia, society, and the media. Using a qualitative approach with in-depth interviews, direct observation, and documentation, the study demonstrates that the pentahelix approach effectively enhances the area's development. The local government provides policy and regulatory support, enabling East Java agribusiness growth, while industry contributes to product development and marketing networks. Academics play a role in product research, development, and human resource improvement. Communities offer support and active involvement in product development and marketing, while the media provides positive coverage and promotions. The implications of this research underscore the significance of collaborative efforts among multiple sectors in regional development, showcasing the potential of the pentahelix model in fostering sustainable growth.

Highlight:

  • Pentahelix Collaboration: The study explores the effectiveness of the pentahelix approach, emphasizing the cooperation between government, industry, academia, society, and the media in advancing the development of Puspa Lebo Sidoarjo.
  • Multisectoral Contributions: The research highlights the significant contributions of different sectors in the development process, including the local government's policy support, industry's involvement in product development and marketing, academics' role in research and human resource improvement, community support, and the media's positive coverage and promotions.
  • Sustainability and Growth: The implications suggest that collaborative efforts among multiple sectors are vital for achieving sustainable regional development, showcasing the potential of the pentahelix model in fostering continued growth in the area.

Keyword: Puspa Lebo Sidoarjo, Pentahelix Approach, Regional Development, Collaboration, Qualitative Analysis

Pendahuluan

Agribisnis adalah sektor penting dalam perekonomian Jawa Timur yang berperan dalam mencukupi kebutuhan pangan, memperkuat ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agribisnis di Jawa Timur melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk petani, pemerintah, pelaku usaha, akademisi, masyarakat, dan lembaga penelitian. Sektor agribisnis ini masuk ke dalam wilayah kerja Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur.

Dalam menjalankan fungsi pemerintahan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur mengoptimalkan kinerjanya dengan membentuk 7 Unit Pelayanan Teknis (UPT). Salah satu diantaranya adalah UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura[1]. Permasalahan dan tantangan yang terjadi pada tingkat nasioanl terkait dengan sub sektor hortikultura saat ini meliputi; 1) Stabilitas Produksi 2) Peningkatan Produktivitas, 3) Angka Kehilangan Hasil masih tinggi, 4) Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP) dan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) secara ramah lingkungan belum diterapkan secara masif, 5) Kontinuitas pasokan produk bermutu rendah, dan 6) Sistem Produksi belum efisien[2].

Konsep pentahelix, yang melibatkan lima pilar utama yaitu pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media, menjadi pendekatan yang relevan dalam mengembangkan agribisnis di Jawa Timur. Pendekatan pentahelix memungkinkan sinergi dan kerjasama antara pemangku kepentingan yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama dalam pengembangan agribisnis[3]. Pemerintah berperan dalam menyusun kebijakan yang mendukung pertumbuhan sektor agribisnis, industri memberikan investasi dan teknologi, akademisi menghasilkan penelitian dan inovasi, masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan pertanian, dan media memberikan informasi yang diperlukan.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Pentahelix sering dilakukan pada bidang pariwisata[4]–[15]. Diantara hasil penelitian pada bidang tersebut adalah model pengelolaan Pentahelix dapat dijadikan acuan dalam pengembangan geoekowisata goa tritis di desa ngestirejo, kecamatan tanjungsari, kabupaten gunungkidul, daerah istimewa yogyakarta, indonesia. Aparat desa dan aparatnya serta masyarakat sekitar sangat antusias untuk ikut serta dalam pembangunan geo-ekowisata di desa mereka. Mereka menyadari bahwa keberadaan geo-ekowisata goa tritis akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda efek di berbagai sektor yang akan mendukung pembangunan ekonomi lokal dan pelestarian alam[15].

Stakeholder Pentahelix perlu memperluas pengetahuan mereka tentang media digital dalam membangun pengembangan sport tourism. Selain itu, perlu menguasai aspek-aspek pemanfaatan media digital untuk usaha wisata olahraga seperti pembuatan dan penggunaan website dan e-commerce untuk wisata olahraga. Konsep penguatan pengembangan sport tourism dengan model pentahelix berbasis inovasi digital menghasilkan model dan strategi pengembangan sport tourism yang perlu dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan pentahelix karena pengembangan sport tourism di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab pemerintah. tanggung jawab semua sektor termasuk akademisi, pelaku bisnis, media dan masyarakat[5].

Selain itu, menyoroti penggunaan metode dalam melihat keterlibatan peran, pola komunikasi, dan pola interaksi antar pemangku kepentingan secara kualitatif memberikan proyeksi yang masuk akal untuk dapat menemukan celah jalinan kolaborasi pentahelix. Sementara itu, untuk mengukur kinerja konsep yang dilakukan oleh elemen pentahelix, pendekatan kuantitatif melalui analisis kuadran dan analisis nilai eigen menyediakan gambaran yang jelas bahwa pelaksanaan faktor-faktor apa yang dirasakan oleh konsumen pariwisata mengenai penerapan konsep dan gagasan kepariwisataan yang telah dicanangkan oleh pemangku kepentingan pentahelix. Tentu saja, pengukuran dan hasil pengujian yang telah digunakan dalam penelitian ini memberikan ukuran yang tepat untuk mengukur efektivitas program kegiatan dan dapat menjadi referensi untuk setiap pentahelix elemen untuk ditingkatkan [10].

Kerja sama antar heliks sangat penting dalam mendukung pariwisata daerah. Pola dari kerjasama yang terjalin selama ini membutuhkan penanganan dari berbagai pihak yang mendukung pelaksanaan kerjasama yang baik. Pola kerjasama, baik dalam segi empat maupun quintuple helix, digunakan dalam organisasi pendidikan dan industri. Dalam penelitian ini Sinergi kolaborasi digunakan untuk mengembangkan pariwisata di daerah. Dalam hal ini daerahnya adalah Batu. Keberadaan Batu sebagai kota wisata sudah lama dikenal oleh masyarakat umum karena sumber daya alam dan budayanya. Banyak orang mengunjungi kota ini untuk jalan-jalan dan menikmati pemandangan yang indah. Kunjungan ini terus meningkat dan berkembang lebih pesat. Oleh karena itu, untuk mengatur perkembangan tersebut, segala aspek yang berkaitan dengan pariwisata harus ditata, seperti mewujudkan kepastian hukum bagi wisatawan, pelaku pariwisata dan masyarakat Batu, melalui sinergi atau kerjasama dalam konsep Pentahelix [9].

Dengan kondisi pengelolaan dan pengembangan destinasi, Mukapayung adalah saat ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat melalui organisasi desa (Bumdes), tanpa melibatkan berbagai elemen seperti dinas pariwisata, bisnis aktor, akademisi, dan peran media massa dan masyarakat pecinta olahraga. Maka sebagai rekomendasi, para keterlibatan berbagai elemen perlu ditingkatkan untuk percepatan dan keberlanjutan wisata mukapayung desa [7] .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konsep Pentahelix telah berjalan dengan baik. Koordinasi dan kolaborasi yang sinergis dari masing-masing elemen Pentahelix mengantarkan Desa Wisata Cibuntu meraih beberapa penghargaan dalam bidang pariwisata.Koordinasi dan kolaborasi yang telah terbangun antara pihak pemerintah, pelaku bisnis pariwisata, komunitas, akademisi,serta media perlu dipertahankan [12].

Dari penelitian dapat diketahui : (1) Pengembangan pariwisata kota Semarang menggunakan model pentahelix, sudah melibatkan akademisi, pemerintah, komunitas, bisnis, dan media massa (2)Temuan lapangan adalah Badan Promosi Pariwisata Kota Semarang (BP2KS) belum optimal dan (3)Kerjasama antar aktor model pentahelix yang ada di kota Semarang dari hasil penelitian belum optimal. Rekomendasi penelitian: dilakukan revisi terhadap perda kepariwisataan kota Semarang yang menyangkut “kerjasama antar aktor, penguatan kapasitas kelembagaan BP2KS, dan peneliti berikutnya disarankan mengambil fokus penelitian dengan lokus yang berbeda atau melakukan perbandingan dengan fokus yang sama [8].

Sedangkan untuk penelitian agribisnis dengan menggunakan pentahelix diantaranya menunjukkan bahwa penerapan pertanian organik belum sepenuhnya diterapkan karena responden masih menggunakan juga pupuk dan pestisida kimia. Integrasi pengembangan agribisnis stroberi yang kuat belum tercipta antar subsistem baik secara vertikal maupun secara. Rekayasa pengembangan agribisnis mengikuti pola kolaborasi Services Rasionalization yaitu meningkatkan peran sektor jasa/penunjang yang terkait dalam subsistem-subsistem agribisnis. Peningkatan peran berupa peningkatan peran akademisi sebagai sektor penarik dan sebagai fasilitator, peran Pemerintah sebagai sektor penunjang, peran media sebagai sektor sumber dan penyebar informasi, peran asosissi petani sebagai sektor penggerak dan sektor bisnis yang terdiri dari semua subsitem agrinisnis selain agriservis sebagai sektor pelaksana. Rekayasa selanjutnya dalam kolaborasi pentahelix dalam pengembangan agribisnis stroberi maka dikemukakan tiga komponen utama yaitu komponen bisnis, komponen akademisi, dan komponen penunjang [3] .

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian deskriptif kualitatif digunakan, dimana dalam pengkajian bertujuan menghimpun data deskriptif lalu selanjutnya dituangkan ke sebuah ulasan dimana informasi dan data yang dirumuskan berupa kalimat dan gambar, dan bukan berwujud angka.

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

Jenis Data Penelitian dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang diobservasi adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata (tulisan), gambar (audio) atau video yang memiliki makna. Data-data tersebut diperoleh dari wawancara, pengamatan, pemotretan, perekaman dan lain-lain. Pada intinya data kualitatif adalah data yang bukan merupakan bilangan angka sehinga tidak dianalisis dengan ilmu statistik (statistika) Dalam penelitian ini, sumber data yang didapat dari:

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang diambil secara langsung dari sumber, baik melalui wawancara langsung dengan personil atau pihak berwenang pada UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang didapat dengan tidak langsung, dapat berupa data yang telah disajikan media perantara atau pihak lain yang kredibel. Pada penelitian berikut, sumber data sekunder didapat dari pengumpulan data dari buku referensi, jurnal media internet, serta datadata yang disediakan oleh pihak terkait.

Hasil dan Pembahasan

UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur (Puspa Lebo Sidoarjo) memiliki misi meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman pangan dan hortikultura yang berdaya saing dan berkelanjutan serta meningkatkan pelayanan agrowisata, laboratorium, Magang dan konsultasi agribisnis bagi masyarakat. Dalam rangka mencapai misi tersebut penggunaan pentahelix menjadi pilihan yang tepat. Adapun peran masing – masing aktor dalam pentahelix adalah sebagai berikut

1. Peran Akademisi

Keberadaan akademisi sangat berperan penting dalam menjalankan fungsi dari Puspa Lebo Sidoarjo. Hal ini terjadi mengingat sumber inovasi seringkali lahir dari akademisi. Adapun kerjasama yang dilakukan dengan perguruan tinggi salah satunya dengan Institut Teknologi Telkom Surabaya.

Dalam rangka optimalisasi Alsintan UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur bersama IT Telkom Surabaya bekerjasama pada program Matching Fund untuk mengembangkan aplikasi Smart Urban Farming, yaitu :

  1. Aplikasi Monitoring dan Prediksi Kebun,
  2. Pengendali Jarak Jauh pada Traktor untuk Meningkatkan Pengolahan Lahan Pertanian (dalam proses),
  3. Pembuatan Granule Pupuk Organik untuk Mengurangi Ketergantungan Petani pada Pupuk Kimia Guna Mendukung Swasembada Pangan (dalam proses),
  4. Intensifikasi Urban Farming dengan Sistem Tumpangsari Budidaya Melon dan Budidaya Ikan dalam Kolam untuk Pemenuhan Unsur Hara Organik (dalam proses).

2. Peran Pebisnis

Sektor bisnis memiliki peran untuk menyediakan bibit dan menampung hasil inovasi dan produksi dari Puspa Lebo Sidoarjo. Pada sektor hulu, mereka bekerjasama dengan penjual bibit untuk mendapatkan bibit yang berkualitas sedangkan pada sektor hilir mereka bekerjasama dengan ritel modern untuk menjual hasil produksinya. Ritel modern dipilih karena hasil produksi UPT ini berkualitas yang sesuai dengan konsep ritel modern yang lebih mengedepankan kualitas produk.

3. Peran Masyarakat

Masyarakat memiliki peran dalam hal penggunaan produk dari Puspa Lebo Sidoarjo. Diantara produknya adalah hasil pertanian serta agrowisata. Untuk dapat menikmati hasil pertanian hasil panen Puspa Lebo Sidoarjo mereka bisa membeli di ritel modern yang bekerjasama dengan Puspa Lebo Sidoarjo. Selain itu, Puspa Lebo Sidoarjo juga menyediakan toko di sekitar kantor mereka untuk dapat mempermudah masyarakat sekitar menikmati hasil panen serta produk olahannya.

Sedangkan untuk agrowisata, mereka bisa langsung datang ke tempat kebun yang menyediakan fasilitas tersebut. Adapun untuk aktivitas agrowisata terdapat pemandu yang akan memberikan penjelasan terkait aktivitas yang ada di kebun tersebut.

4. Peran Pemerintah

Peran pemerintah terutama Puspa Lebo Sidoarjo adalah sebagai Laboratorium bagi para petani yanng membutuhkan pendampingan terkait aktivitas pertanian terutama produk tanaman pangan dan hortikultura. Layanan ini dilakukan sebagai usaha pemerintah untuk dapat meningkatkan hasil produksi agribisnis di Jawa Timur. Pelayanan yang diberikan tidak hanya diberikan pada kantor melainkan juga memungkinkan apabila diperlukan untuk mereka datang ke tempat petani.

Selain itu, untuk memperluas pasar dan memperkenalkan produk agribisnis di Jawa Timur terutama produk Puspa Lebo Sidoarjo, mereka secara aktif ikut dalam pameran produk yang sering dilakukan oleh pemerintah sendiri. Aktivitas ini tidak hanya dilakukan di dalam negeri tetapi juga luar negeri.

5. Peran Media

Media memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan informasi produk dan layanan yang terdapat di Puspa Lebo Sidoarjo. Dengan adanya media, masyarakat mendapatkan informasi yang lebih terkini terlebih di era digital dimana mereka bisa mengakses informasi dengan lebih cepat dan mudah.

Simpulan dan Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan pentahelix dapat memperkuat pengembangan Puspa Lebo Sidoarjo melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media. Pemerintah daerah dapat memberikan dukungan kebijakan dan regulasi yang memfasilitasi perkembangan agribisnis Jawa Timur, sementara industri dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan produk dan jaringan pemasaran. Akademisi dapat memberikan kontribusi dalam penelitian dan pengembangan produk serta pengembangan sumber daya manusia yang handal. Masyarakat dapat memberikan dukungan dan partisipasi dalam pengembangan produk dan pemasaran, sementara media dapat memberikan pemberitaan positif dan promosi.

Dari penelitian yang dilakukan, langkah lanjutan yang bisa ditempuh oleh Puspa Lebo Sidoarjo adalah dengan menjalin kerjasama lebih intensif dengan pihak akademisi agar dapat memberikan masukan akan teknologi terkini dan dapat meningkatkan hasil produksi agribisnis di Jawa Timur.

References

  1. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, “Profil pertanian dan ketahanan pangan jawa timur 2021,” 2021.
  2. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, “Laporan Kinerja 2022 Direktorat Jenderal Hortikultura,” 2022.
  3. A. E. Loho, L. R. Rengkung, J. R. Mandei, P. S. Agribisnis, F. Pertanian, and U. S. Ratulangi, “Rekayasa Pengembangan Agribisnis Stroberi Organik Di Sulawesi Utara Dalam Era Agribisnis 4 . 0,” Agrisosioekonomi J. Transdisiplin Pertan. (Budidaya Tanaman, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan, Sos. dan Ekon., vol. 19, pp. 9–16, 2023.
  4. A. R. Sagala, “Model Pentahelix Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Pantai Silalahi Sebagai Kaldera Geopark Di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi,” pp. 1–23, 2016.
  5. B. E. S. Lagarense, T. Hidayah, and F. Abdillah, “Digital Technology and Pentahelix Role Model for Sport Tourism Event of IVCA 2018 in Bali,” Proceedings - 2018 International Conference on Applied Science and Technology, iCAST 2018. pp. 263–270, 2018. doi: 10.1109/iCAST1.2018.8751618.
  6. J. Magister et al., “Model Pentahelix Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Perlang Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung,” vol. 1, no. 2, pp. 97–107, 2022.
  7. A. Syaifudin, H. Hendarmawan, Z. Harahap, and E. Novianti, “Analysis of the Potential of Mukapayung Village as a Sustainable Tourism Destination Based on Sports Tourism,” Pusaka J. Tour. Hosp. Travel Bus. Event, vol. 4, no. 2, pp. 170–175, 2022, doi: 10.33649/pusaka.v4i2.116.
  8. T. Yuningsih, T. Darmi, and S. Sulandari, “Model Pentahelik Dalam Pengembangan Pariwisata Di Kota Semarang,” JPSI (Journal Public Sect. Innov., vol. 3, no. 2, p. 84, 2019, doi: 10.26740/jpsi.v3n2.p84-93.
  9. W. T. Hardianto, Sumartono, M. R. K. Muluk, and F. Wijaya, “PentaHelix synergy on tourism development in Batu, East Java,” Int. J. Innov. Creat. Chang., vol. 10, no. 6, pp. 137–149, 2019.
  10. N. Chamidah, “Marketing communication and synergy of pentahelix strategy on satisfaction and sustainable tourism,” J. Asian Financ. Econ. Bus., vol. 7, no. 3, pp. 177–190, 2020, doi: 10.13106/jafeb.2020.vol7.no3.177.
  11. R. V. Vani, S. O. Priscilia, and A. Adianto, “Model Pentahelix Dalam Mengembangkan Potensi Wisata di Kota Pekanbaru,” Publikauma J. Adm. Publik Univ. Medan Area, vol. 8, no. 1, pp. 63–70, 2020, doi: 10.31289/publika.v8i1.3361.
  12. P. Pusparani and R. Rianto, “Implementasi Konsep Pentahelix Dalam Pengembangan Desa Wisata Cibuntu,” Sadar Wisata J. Pariwisata, vol. 4, no. 1, pp. 21–27, 2021, doi: 10.32528/sw.v4i1.5389.
  13. M. Hidayat, R. W. A. Rozak, M. D. Kembara, and E. Baihaki, “Pentahelix synergy in realizing ecovillage values in the Cijalingan village community of Cicantayan Sukabumi district,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 683, no. 1, 2021, doi: 10.1088/1755-1315/683/1/012135.
  14. P. Dani Rahu and Suprayitno, “Kolaborasi Model Pentahelix Dalam Pengembangan Desa Wisata Sei Gohong Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya,” J. Ilmu Sos. Polit. dan Pemerintah., vol. 10, no. 1, pp. 13–24, 2021, doi: 10.37304/jispar.v10i1.2286.
  15. I. Rahatmawati, S. Bahagiarti, B. Prastistho, T. Setyaningrum, M. F. Zakaria, and N. Priyandhita, “Pentahelix management model for the development of cave geo-ecotourism in Ngestirejo, Tanjungsari District, Gunungkidul Regency, DIY, Indonesia,” 2021, no. November 2021, p. 050013. doi: 10.1063/5.0065789.