Village Development Articles
DOI: 10.21070/ijccd.v1i2.714

Pengembangan Kapasitas Ekonomi Berbasis Masyarakat Di Desa Wisata Cibuntu, Indonesia


Community-Based Economic Capacity Development in Cibuntu Tourism Village, Indonesia

Universitas Agung Podomoro
Indonesia
Universitas Bunda Mulya
Indonesia

(*) Corresponding Author

the increase economic model community based on tourism

Abstract

The process of planning and decision making in the development program for this is oftenly done by top-down. Most often society is not given a choice and an opportunity to provide input. Sometimes government assistance creates dependency, which in turn would create trouble than help. The purpose of this study was to illustrate the potential of tourism and economic potential in the Cibuntu village as well as to determine the model to improve the local economy based on tourism. Samples are some families in the Cibuntu village. The results of this study indicate that the tourismĀ  and economic potential are very diverse and can support tourism activities and for the community-based model of economic improvement which can be implemented is culinary-based, homestay based and craft-based.

Pendahuluan

Desa Cibuntu Kabupaten Kuninga Jawa Barat, merupakan desa yang memiliki keuntungan dibanding dengan desa-desa lainnya. Desa ini adalah desa terakhir yang mengarah ke kaki Gunung Ciremai, sehingga berudara dingin dengan pemandangan alam yang indah dan asri. Akses menuju desa merupakan satu-satunya akses sehingga desa ini merupakan cluster di lereng Ciremai. Luas Wilayah Cibuntu adalah 1.048.741 Ha, terdiri dari 2 dusun 5 RT dan 2 RW dengan jumlah penduduk kurang lebih 1000 orang terdiri dari 260 KK.

Desa Cibuntu memiliki situs-situs yang konon merupakan tempat-tempat napak tilas para wali ketika akan menuju ke Gunung Ciremai serta situs prasejarah yang diperkirakan sudah ada sejak zaman batu. Situasi masyarakat Desa Cibuntu juga memiliki keunikan dimana seluruh anggota masyarakat memiliki keterkaitan kerabat satu dengan lainnya. Sistem kekerabatan yang erat masih terjaga oleh sebab seluruh anggota masih teguh memilihara adat istiadat dengan kuwu sebagai penjaga hubungan tersebut. Pola kekerabatan inilah yang dijadikan dasar hubungan kemasyarakat termasuk kepada pendatang sehingga penduduk desa menganggap pendatang seperti saudara yang pulang kampung.

Sejalan dengan demikian, maka Desa Cibuntu harus bisa diarahkan kepada pengembangan Desa Wisata yang didasari dengan pendekatan sustainable tourism development, village tourism, dan ecotourism. Ketiga hal tersebut merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian, pemodelan desa wisata harus terus dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah.

Akan tetapi, kondisi potensi pariwisata yang ada di Desa Cibuntu belum dikelola secara maksimal, hal ini lebih disebabkan oleh kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti akan arti penting pariwisata terutama desa wisata. Disamping itu pula belum adanya arahan pengembangan serta strategi pengembangan kegiatan pariwisata yang berbasis kepada kearipan lokal masyarakat Desa Wisata. Kenyataan ini dapat terihat di Desa Cibuntu dimana potensi-potensi pariwisata yang ada dibiarkan begitu saja dan hanya dijadikan sebagai simbol-simbol sejarah dan hanya untuk kepentingan masyarakat Desa Cibuntu saja.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kyu-Seob Choi (1989), bahwa pengembangan wisata desa terdiri atas basic target dan basic strategi [1] . Adapun basic target dari pengembangan desa wisata adalah growth of farm incomes, conservation of rural environment, better use of rural resource, recreation space and facilities dan tourism with nature study, especially for children. Sedangkan basic strategy dalam pengembangan Desa Wisata adalah institutional approach, location of tourist area, management and organitation, marketing, advertising, dan administration.

Berdasakan latar belakang tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana Model Peningkatan Ekonomi Berbasis Masyarakat Di Desa Wisata Cibuntu?, sedangkan tujuan dalam penlitian ini adalah untuk mengetahui Model Peningkatan Ekonomi Berbasis Masyarakat Di Desa Wisata Cibuntu, Kuningan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telaj dilakukan oleh Kyu-Seob Choi (1989) yang melakukan penelitian mengenai wisata perdesaan, pada penelitian tersebut dihasilkan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perdesaan, maka pengembangan kawasan perdesaan menuju kawasan wisata setidaknya harus dinilai berdasarkan: 1) Growt Farm Income, 2) Conservation of Rural Environment, 3) Better Use Rural Resources, 4) Recreation Space and Facilities, 5) Tourism With Nature Study, Especially for Children [1] .

Metode

Rancangan/Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dimana metode deskriptif menurut Kusmayadi (2000:29), adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan atau melukiskan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat [2]

Variabel dan Pengukurannya

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2010:31) sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya [3] . Selain itu variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Nazir, 2003) [4] .

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah strategi pengembangan daerah tujuan wisata. Variabel tersebut terdidi dari 5 (lima) sub variabel yang nantinya akan diteliti dengan pengukuran secara nominal.

Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Growth Farm Income, merupakan strategi pengembangan pariwisata perdesaan yang memperhatikan adanya peningkatan pendapatan petani dengan dilakukan berbagai aktivitas kepariwisataan

b. Conservation of Rural Environment, merupakan strategi pengembangan pariwisata perdesaan yang memperhatikan adanya keberlanjutan serta keterpeliharaannya sumber daya yang ada disekitar atau lingkungan kawasan wisata.

c . Better Use of Rural Resources, merupakan strategi pengembangan pariwisata perdesaan yang memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya-sumber daya yang ada di kawasan wisata pedesaan tersebut.

d . Recreation spaces and Facilities, merupakan strategi pengembangan pariwisata perdesaan yang memperhatikan keberadaan fasilitas rekreasi serta pemanfaatan ruang untuk kegiatan aktivitas wisata

e . Tourism With Nature study, especially for children, merupakan konsep pengembangan pariwisata perdesaan yang mengedepankan pendidikan terutama pada anak-anak untuk memebrikan nilia-nilai luhur kehipudan serta tata nilai sosial masyarakat perdesaan.

Prosedur Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Cibuntu yang berjumlah 968 warga. Namun untuk memudahkan dalam penelitian ini maka dibutuhkan sample. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah mengunakan purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010) [3] . Dengan latar belakang bahwa sampling yang di ambil adalah masyarakat yang memiliki peran penting dalam menentukan pengembangan desa wisata dan juga para pemangku kebijakan yang ada di daerah tersebut, adapun jumlah sample atau nara sumber yang dibutuhkan sebanyak 10-15 orang yang terdari dari; a) aparat desa, b) tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, c) akademisi, d) wisatawan, e) lembaga keswadayaan masyarakat, dan f) pemerintah daerah.

Teknik Pengumpulan Data

Guna menjaring berbagai macam aspirasi dan kebutuhan dasar dari kalangan masyarakat tersebut dalam pengembangan desa wisata maka dibutuhkan forum yang dapat memfasilitasi kebutuhan dasar masyarakat tersbut. Akhir-akhir ini, kelompok diskusi terbatas (atau dikenal sebagai focus group discussion/FGD) banyak dipakai dalam penelitian sosial. Metode ini dipakai untuk melengkapi penelitian yang kuantitatif seperti survey. Lewat FGD akan dapat dideteksi beberapa informasi, seperti; dapat mengetahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat pelaku baik secara perorangan maupun kelompok.

Metoda Analisis Data

Metode analisis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Importance Performance Analysis (IPA). Metode analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) [5] . Importance Performance Analysis (IPA) secara konsep merupakan suatu model multi-atribut. Tehnik ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan konsumen dalam hal ini wisatawan. Dengan menggunakan mean, median atau pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja atribut dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah; kemudian dengan memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja (Crompton dan Duray, 1985). Skor mean kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk memplotkan atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Figure 1.Importance Performance (IP) Model Mattilla dan James, 1977

Keterangan:

a) Kuadaran First Priority (FP): Merupakan prioritas kepentingan utama dalam pengembangan Desa Cibuntu sebagai Desa Wisata berbasis masyarakat akan tetapi memiliki tingkat kebutuhan yang rendah.

b) Kuadran Keep It (KI) : Menunjukkan dimana tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan dalam pengembangan Desa Cibuntu sebagai Desa Wisata berbasis masyarakt juga tinggi sehingga faktor-faktor yang terdapat pada kuadran ini harus dapat terus dipertahankan.

c) Kuadran Second Priority (SP): Merupakan prioritas kedua dimana pengembangan Desa Cibuntu sebagai Desa Wisata berbasis masyarakat memiliki tingkat kinerja kebutuhan tinggi namun tingkat kepentingannya rendah.

d) Kuadran Leave It (IT) : Menunjukkan dimana tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan dari pengembangan Desa Cibuntu sebagai Desa Wisata berbasis masyarakat dalam kuadran yang rendah, sehingga faktor-faktor yang terdapat dalam kuadaran tersebut diabaikan atau tidak dipertahankan.

Hasil dan Pembahasan

Aspirasi Masyarakat dalam Penerapan Konsep Desa Wisata Cibuntu

Hasil aspirasi Warga Mengenai Potensi Desa Cibuntu yang dapat dijadikan Potensi Wisata adalah sebagai berikut:

No Aspirasi Warga No Aspirasi Warga
1 Air Terjun 20 Situs Purbakala
2 Persawahan 21 Situs Budaya
3 Peternakan 22 Kesenian Daerah
4 Kehutanan 23 Seni Budaya
5 Berpengetahuan 24 Panorama Gunung
6 Sadar Wisata 25 Kebun Bambu
4 Kesenian Sunda Calung 26 Alam Yang Indah Dan Sejuk
5 Kuliner 27 Pemerintahan
6 Menata Budaya / Situs-situs 28 Alam Gunung Ciremai
7 Kesenian Ogel (Reog) 29 Wilayah
8 Ternak Kambing 30 Arkeologi & Geologi
9 Tanaman Boled Manohara 31 Budaya
10 Pertanian 32 Air Mineral
11 Kampung Kambing 33 Panorama Alam
12 Ubi Manohara 34 Anak Asli Desa
13 Kandang Kambing 35 Keramah Tamahan Penduduk
14 Situs 36 Keramahan Masyarakat
15 Seni Tradisional 37 Situs-situs Sejarah
16 Kesenian 38 Peninggalan Purbakala
17 Lomba Kicau Burung 39 Pendapatan
18 Berburu Sinyal
19 Budaya Tinggi
Table 1.Aspirasi Warga Desa Tentang Potensi Desa

”Desa Cibuntu merupakan desa yang mempunyai keunikan tersendiri, selain sebagai desa yang terakhri di Kecamatan Pasawahan yang berdekatan langsung dengan TNGC, desa ini juga memliki potensi wisata yang berbeda dengan desa yang lain di Kabupaten Kuningan. Potensi tersebut antara lain keramahan penduduk, air terjun, situ bersejarah, keunikan kandang kambing, pertanian, budaya, makanan dan lain-lain”.

Sebagai tokoh masyarakat dan sekaligus pemimpin di Desa Cibuntu, Pak Lurah tahu benar mengenai kondisi dari lingkungan pedesaannya. Pendapat dari Pak Lurah Desa Cibuntu juga mendapat penguatan dari Bapak Jojo yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Desa Cibuntu, beliau mengatakan:

”Meskipun Desa Cibuntu merupakan desa yang paling ujung, namun aksesibilitas menuju ke desa kami sangat mudah dan tidak terlalu jauh dengan pusat kota, baik cirebon maupun kuningan, jika kita naik kereta dari Jakarta ke Cirebon bida ditempuh dengan waktu sekitar 3 Jam, dan dari Cirebon ke Desa Cibuntu dapat ditempuh dengan waktu 30 menit sampai 1 Jam. Kondisi jalan pun sudah bagus sampai ke Desa Cibuntu”.

Bila dilihat secara keseluruhan, memang bisa dikatakan bahwa masyarakat Desa Cibuntu telah siap untuk menjadikan desanya sebagai daerah tujuan wisata dalam hal ini Desa Wisata. Kondisi ini terlihat dari kesiapan warga desa yang menginginkan desanya menjadi Desa Wisata. Persiapan-persiapan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah menyiapkan tempat menginap (homestay) yang layak dan bersih. Kondisi ini dibenarkan oleh ketua Ibu-ibu PKK Desa Cibuntu yang mengatakan bahwa:

”ibu-ibu di desa telah siap dan akan selalu siap jika saja desa kami akan dijadikan sebagai desa wisata, mulai sekarang ibu-ibu akan membenahi rumahnya agar selalu bersih, terutama di kamar tidur dan MCKnya, ibu-ibu desa juga yakin bahwa dengan adanya desa wisata wisata akan menambah saudara dan yang paling penting adalah akan meningkatkan pendapatan rumah tangga”.

Potensi Wisata yang Bisa Dikembangkan di Desa Cibuntu

Berdasarkan hasil FGD maka ini masyarakat telah mengelompokkan aspek-aspek yang dapat dikembangkan yakni:

Aspek Pertanian

Pada aspek pertanian, masyarakat berpendapat bawa terdapat beberapa kegiatan dalam lingkup pertanian yang dapat dikembangkan sekaligus dapat dijadikan sebagai atraksi wisata. Seperti diketahui bahwa mata pencaharian utama penduduk Desa Cibuntu adalah pertanian, sehingga hampir seluruh penduduk di desa tersebut tergantung kepada hasil pertanian. Hanya saja untuk mendapatkan uang hasil produksi maka petani akan menunggu sampai panen tiba, itupun jika semuanya berjalan lancar tanpa ada gangguan bencana alam, kekeringan maupun hama.

Dengan adanya pendekatan desa wisata, maka segala aktivitas pertanian yang ada di Desa Cibuntu dapat dijadikan sebagai atraksi wisata. Atraksi wisata tersebut bisa juga dijadikan sebagai media pendidikan bagi masyarakat, terutama anak-anak sekolah untuk lebih memahami makni dari petani serta industri pertanian. Oleh karena itu usulan dari masyarakat peserta FGD harus bisa dimanfaatkan sebagai kegiatan atraksi wisata sepert (pemberian pupuk, pranatamangsa, sarana produksi, teknologi pertanian baik tradisional maupun modern dan lain sebagainya).

Pemanfaatan lahan pertanian serta melaksanakan kegiatan pertanian dengan pendekatann atraksi wisata akan memberikan dampak yang positif bagai peningkatan pendapatan masyarakat desa. Masyarakat desa tidak lagi harus menunggu panen untuk memperoleh hasil produksi, melain masyarakat desa akan dapat memberikan atau menyewakan lahannya untuk dijadikan sebagai tempat dalam melaksanakan kegiatan wisata desa.

Hal ini juga disampaikan oleh sesepuh desa yakni Bapak Amangkurat yang menyatakan bahwa;

”Masyarakat desa pada saat ini memang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian, sehingga pendapatan rumah tangganya pun tergantung dari hasil panen, namum dengan adanya pengembangan Desa Cibuntu menjadi Desa Wisata akan dipastikan terdapat peningkatan pendapatan petani tanpa harus petani tersebut menunggu panen”.

Dari pendapat tersebut, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat telah siap, jika desanya dijadikan sebagai Desa Wisata, karena dengan adanya desa wisata maka akan memberikan dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat desa.

Model Peningkatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Pariwisata

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Importance Perfermance Analysis terlihat bahwa model peningkatan ekonomi masyarakat berbasis pariwisata terlihat pada gambar berikut:

Figure 2.Hasil Analysis IPA

Berdasarkan gambar tersebut maka terlihat bahwa hanya pada kuadrant first priority (kuadrant I), keep it (kuadrant II), dan second priority (kuadrant IV), dengan penjabaran sebagai berikut:

a. Kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant first priority (kuadrant I)

1) Aneka makanan dan minuman berbasis bahan dasar local

2) Aktivitas pertanian

3) Peningkatan makanan khas desa sebagai atraksi wisata

4) Aneka kerajinan khas

5) Peningkatan rumah inap (homestay)

b. Kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant keep it (kuadrant II)

1) Aneka kesenian khas masyarakat desa

2) Kampung Tour

3) Forest Study

4) Tracking, Jogging and Cycling

5) Study Sejarah Desa

c. Kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant second priority (kuadrant IV)

1) Konsolidasi warga

2) Rapat warga mengenai kepariwisataan

3) Studi Banding

Berdasarkan hasil diskusi dengan warga serta hasil analisis tersebut maka aktivitas yang dapat dilakukan adalah pada aktivitas yang terdapat di kuadrant I (first priority). Adapun konsep kegiatan untuk first priority tersebut adalah sebagai berikut:

Latar Belakang Masakan dan makanan atau yang sering disebut kuliner, merupakan salah satu faktor penting yang ada di desa wisata. Dalam lingkup kepariwwisataan terutama di desa wisata, kuliner memiliki peran penting dan dapat dijadikan sebagai atraksi wisata dan sekaligus dapat dijadikan buah tangan atau oleh-oleh bagi wisatawan
Potensi Beragamnya aneka kunliner yang terdapat di Desa Cibuntu, diantaranya:KremesPepes ikanKripik ubiBuah-buah lokalMinuman khas desa (jasreh dan bandrek)Dll
Permasalahan Sampai saat ini masih banyak kuliner khas desa yang belum tergali, disamping itu kuliner yang sudah ada belum terpelihara dengan baik Masih sedikitnya variasi olahan makanan yang berbahan dasar khas desa CibuntuKuliner khas desa pada saat ini sudah ada akan tetapi belum diproduksi secara massal karena belum dicipatakannya pasar
Tujuan Melestarikan kuliner lokal Mengukuhkan jati diri desa terutama bidang kulinerMembangun rasa cinta kepada kuliner desa (lokal)Wisatawan dapat langsung terlibat dalam berbagi aktivitas dalam pembuatan kuliner khas desaAndanya tranfer pengetahuan mengenai kuliner desaMemberikan peluang usaha kepada masyarakat Desa Cibuntu
Sasaran Wisatawan (lokal atau mancanegara)Siswa-siswa Para PegawaiOrganisasi-organisasi lainnya/komunitas
Kegiatan/atraksi Membuat berbagai macam makanan dan minuman khas desa dengan bahan baku localPembuatan makanan khas desa sebagai atraksi bagi wisatawan
Table 2.Aktivitas Peningkatan Ekonomi Berbasis Kuliner

Latar Belakang Dengan banyaknya potensi wisata serta banyaknya tingkat kunjungan maka dibutuhkan tempat untuk menginap. Hanya saja pada saat ini belum terdapat tempat menginap yang memadai yang dapat dijadikan untuk tempat menginap
Potensi Rumah penduduk yang banyak dan layak
Permasalahan Belum ada rumah yang dapat dijadikan sebagai homestasyBelum ada standarisasi homestayBelum ada pelatihan untuk mengelola homestay
Tujuan Memberikan peluang usaha kepada masyarakat Desa Cibuntu pada bidang homestayMeningkatkan kapasitas pengetahuan masyarakat Desa Cibuntu
Sasaran Wisatawan (lokal atau mancanegara)Siswa-siswa Para PegawaiOrganisasi-organisasi lainnya/komunitas
Kegiatan/atraksi Memasak makanan dan masakan khas desa Melakukan kegiatan sebagai masyarakat desa
Table 3.Aktivitas Peningkatan Ekonomi Berbasis Homestay
Latar Belakang Kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh masyarakat Desa CibuntuBanyak hasil alam yang dapat dijadikan aneka macam kerajinan
Potensi Masyarakat yang mempu membuat aneka kerajinanSumberdaya alam yang memadai dan potensial (bambu, kayu dsb)
Permasalahan Belum ada kerajinan khas dari Desa CibuntuBanyak wisatawan yang membutuhkan aneka kerajinan khas desa
Tujuan Meningkatkan pendapatan masyarakat desaMemberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berperan aktiv dalam membuat aneka kerajinanAdanya tranformasi pengetahuan mengenai pembuatan kerajnianMemberikan peluang usaha kepada masyarakat Desa Cibuntu dari sisi pertanian
Sasaran Wisatawan (lokal atau mancanegara)Siswa-siswa Para PegawaiOrganisasi-organisasi lainnya/komunitas
Kegiatan/atraksi Pembuatan aneka kerajinan
Table 4.Aktivitas Peningkatan Ekonomi Berbasis Kerajinan Khas Desa

Kesimpulan

a. Potensi yang dimiliki oleh Desa Cibuntu sangat beragam, baik itu potensi sumberdaya alam (Panorama Gunung Ceremai, Air Terjun, Perkebunan, Pesawahan, Perkebunan dan lain-lain), potensi sumberdaya budaya (kehidupan masyarakat desa, seni tari dan kesenian khas sunda dan lain-lain) serta potensi kulinernya (makanan serta minuman khas Desa Cibuntu), sehingga dengan memadukan keseluruhan potensi tersebut maka akan tercipta sebuah Desa Wisata di Desa Cibuntu Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Berdasarkan potensi-potensi tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan yang dapat mendorong terciptanya desa wisata. Oleh karena hal-hal yang dapat dilakukan dalam menciptakan Desa Wisata di Desa Cibuntu perlu skala prioritas dan juga ada yang perlu dipertahankan sehingga dalam pengembagannya tepat sasaran dan dapat dilakukan secara berkesimbangan. Adapun pola penerapan Desa Wisata di Desa Cibuntu adalah sebagai berikut: Kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant first priority (kuadrant I) : aneka makanan dan minuman berbasis bahan dasar local, aktivitas pertanian, peningkatan makanan khas desa sebagai atraksi wisata, aneka kerajinan khas, peningkatan rumah inap (homestay), kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant keep it (kuadrant II): Aneka kesenian khas masyarakat desa, Kampung Tour, Forest Study, Tracking, Jogging and Cycling, Study Sejarah Desa dan kegiatan yang dapat dilakukan pada kuadrant second priority (kuadrant IV): konsolidasi warga, Rapat warga mengenai kepariwisataan, Studi Banding.

Referensi

[1]K.-S. Choi, “RURAL TOURISM IN KOREA,” Rural Tourism In Korea, 1989. [Online]. Available: http://www.fftc.agnet.org/htmlarea_file/library/20110726130549/eb455a.pdf.

[2]Kusmayadi, Metodologi Penelitian dalam Bidang Pariwisata. Gramedia Pustaka Utama. Indonesia, 2000.

[3]R. &D. A. Jakarta, Sugiyono Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan. 2010.

[4]M. P. Nazir, Metodelogi Penelitian Salemba Empat. Jakarta, 2003.

[5]M. dan James, “Importanat Performant Analysis,” J. Mark. Am. Mark. Assoc., vol. 41, p. 3, 1997.

References

  1. K.-S. Choi, “RURAL TOURISM IN KOREA,” Rural Tourism In Korea, 1989. [Online]. Available: http://www.fftc.agnet.org/htmlarea_file/library/20110726130549/eb455a.pdf.
  2. Kusmayadi, Metodologi Penelitian dalam Bidang Pariwisata. Gramedia Pustaka Utama. Indonesia, 2000.
  3. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  4. M. P. Nazir, Metodelogi Penelitian Salemba Empat. Jakarta, 2003.
  5. M. James, “Importanat Performant Analysis,” J. Mark. Am. Mark. Assoc., vol. 41, p. 3, 1997.