Training Materials
DOI: 10.21070/ijccd.v1i1.712

Pengembangan Usaha Ikan Salai Patin Di Desa Pulau Gadang, Riau


Development of Catfish Sali Business in Pulau Gadang Village, Riau

Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Indonesia
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Indonesia
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Indonesia

(*) Corresponding Author

salai catfish meatballs nuggets spaghetti and catfish crackers marketing

Abstract

The service has been carried out in the PKK Women's Group, the residents of Turi Hamlet, Turirejo Village, Kedamean District, Gresik Regency. The service is carried out for 1 month starting from August to September 2017. The aim is to help PKK residents of Dusun Turi especially women in determining the Cost of Goods Sold in Entrepreneurship so that they can calculate all the costs that have been used while running the business and also for know how much the amount of profit and loss during running the business. Small and medium enterprises (UKM) are businesses that start from family or home businesses. By making corn brownies as SMEs, they can earn their own income by utilizing farmers' crops such as corn which can be processed into food, namely corn brownies. By making corn brownies as SMEs, this dedication tries to help PKK residents of Turi Hamlet, especially mothers, in determining the cost of sales that can be applied to corn brownies UKM.

Pendahuluan

Kabupaten Kampar dikenal sebagai penghasil patin terbesar di Propinsi Riau. Sebagai daerah penghasil terbesar tentunya ikan patin didaerah ini sangat mudah didapatkan dan harganya relatif murah, sehingga dapat menjadi potensi dalam pengembangan kegiatan menjadi produk yang banyak variasinya.

Dilihat dari manfaatnya, ikan patin merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein yang baik dikonsumsi oleh segala usia. Ikan patin juga merupakan sumber penting asam lemak omega 3, selenium dan taurin yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel otak terutama bagi balita dan anak anak. Selain itu kandungan vitamin dan mineral yang terdapat pada ikan patin cukup besar bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya.

Menurut Andriani (2014)[1], lemak tak jenuh yang terdapat pada ikan patin sekitar 50% dan dengan jumlah lemak yang seperti itu sangat baik untuk kesehatan yaitu dapat mencegah timbulnya penyakit kardiovaskular. Selain itu kandungan lemak tak jenuh sebesar 8,43% dapat mencegah terjangkit penyakit jantung koroner. Jika di lihat dari rendahnya kadar kolesterol yang terkandung dalam daging ikan patin (21-39mg/100 gram), maka manfaat ikan patin sangatlah bagus bagi yang menjalankan program diet karena bisa mengurangi asupan kolesterol harian di dalam menu makanan.

Pengolahan ikan salai Patin di desa Pulau Gadang masih bersifat tradisional, dengan bahan baku ikan patin segar yang berasal dari hasil budidaya disekitar kabupaten Kampar, dengan cara membeli langsung ke pembudidaya ikan atau kepedagang pengumpul ikan. Proses pengolahan (pengasapan) ikan segar patin menjadi ikan salai patin di desa Pulau Gadang menggunakan metode pengasapan panas langsung, yaitu menggunakan asap dari kayu bakar sebagai sumber panas. Menurut Adawyah (2007)[2], jenis kayu yang digunakan sebagai sumber panas sangat menentukan panas yang akan dihasilkan yang pada gilirannya menentukan mutu ikan salai yang dihasilkan.

Seluruh pemilik usaha salai patin mengaku dalam memasarkan produk ikan salai patin saat ini sedang mengalami kesulitan. Hal ini diduga karena terjadi kelebihan produksi, dimana pengolah-pengolah ikan salai Patin di kabupaten Kampar terus bertambah sementara permintaan dan jangkauan pemasaran masih terbatas. Pengepul kewalahan melayani permintaan dari pembudidaya ikan agar ikan-ikannya segera dipanen (Hasnibar, 2014)[3]. Namun masalahnya disaat hasil produksi akan dipasarkan, pasar tidak mampu menyerapnya (over supply). Hal ini dikarenakan permintaan konsumen akan ikan salai patin masih rendah (terbatas) karena harganya relatif mahal sehingga tidak semua kalangan yang mengkonsumsi ikan salai patin.

Kendala lain yang dihadapi pengolah dalam menjalankan usaha adalah sirkulasi keuangan yang tidak lancar. Biasanya pengolah memberikan ikan hasil olahannya kepada distributor, lalu distributor akan memasarkan ikan salai keberbagai tempat. Distributor akan membayar lunas apabila hasil penjualannya telah habis. Masalah pembayaran yang dilakukan pengumpul pada pengolah selalu mengalami keterlambatan atau tidak sesuai kesepakatan, sehingga pengolah menghadapi masalah keuangan untuk proses produksi pada minggu atau bulan berikutnya.

Menurut Dinas Perikanan Kabupaten Kampar (2013)[4] kendala yang dihadapi oleh pemilik ikan patin bisa ditanggulangi dengan cara meningkatkan daya saing produk olahan ikan salai patin dengan cara memperbaiki pengemasan dan memperhatikan sanitasi agar bisa bersaing di pasar nasional dan pasar ekspor.

Adapun tujuan kegiatan ini adalah Peningkatan kualitas ikan salai patin, baik dari segi hasil produksi, higiens dan daya tahan produk dengan menggunakan rumah pengasapan system tertutup, danya variasi produksi olahan patin, adanya packing/ pengemasan produk yang lebih baik, perubahan strategi pemasaran dan peningkatan pendapatan pengolah ikan salai patin.

Metode

Peningkatan Kapasitas Ipteks dalam Sistem Produksi

Usaha ikan salai patin yang dilakukan para mitra memiliki beberapa kelemahan terutama disebabkan karena keterbatasan peralatan produksi yang ada. Selain itu, kualitas hasil ikan salai patin rendah, dan lingkungan kerja yang tercemar oleh asap serta dapat membahayakan kesehatan mata dan paru-paru para pekerja. Proses produksi ikan salai yang terkesan kurang higienis.Teknologi proses yang akan diterapkan dalam proses pengolahan ikan salai patin mitra adalah :

Pembuatan Alat Pengasapan Ikan

Berbeda dengan alat pengasapan tradisonal yang dimiliki oleh mitra pada awalnya hanya menggunakan metode pengasapan panas langsung dengan menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas. Sedang tawaran Ipteks yang diberikan adalah dengan membuat alat pengasap yang lebih efektif dan efisien (Fauzi dan Muchtar, 2011)[5] .

Tahapan pembuatan alat pengasapan

Rumah asap dibuat dari kayu dan seng dengan ukuranpanjang 120 cm, lebar 100 cm, tinggi 2 m, terdiri atas tigabagian yaitu dapur, rak, dan penutup bagian atas.

Dinding ruang dapur dibuat dari seng dengan bingkai kayu, tinggi dapur 75cm.

Tutup rumah asap berbentuk atap rumah yang pada bagian puncak dibuat celah memanjang untuk keluarnya asap. Atap tambahan diletakkan memanjang di atasnya untukmencegah air hujan.

Figure 1.Rumah Pengasapan

Tempat pengapian dibuat dari drum oli yang sudah dibelah. Drum diberi kaki dan rel untuk memudahkan menambahbahan bakar dan membersihkannya

Di antara tungku atau drum dengan rak diberi pembatasbesi plat yang dilubangi dengan diameter 1 cm-1,5 cm untukmeratakan aliran panas atau asap ke dalam ruang pengasapan.

Figure 2.Tungku Pengapian

Rak terbuat dari bingkai kayu, beralaskan kerai bambu ataurotan dengan tinggi rak 15 cm.

Figure 3.Para-para Tempat Peletakan Ikan

Proses Pengasapan Ikan

Proses pengasapan dimulai dengan tahapan, ikan dibersihkandengan membuang insang dan bagian perutnya, dicuci bersih dan ditiriskan 5-10 menit untuk mengurangikadarair pada ikan. Selanjutnya, ikan disusun dalam rumahasapdi atas rak bertingkat dengan sistem pengasapan tertutup.Selama pengasapan 0-8 jam suhu diatur 65oC, dan 8-12jam suhu 80oC.

Bahan bakar yang digunakan adalah kayu sebagaipemanas awal. Untuk pengasapan selanjutnya digunakan sabutkelapa dan serbuk gergaji.Setelah selesai pengasapan, ikan dibiarkan beberapasaat (diangin-anginkan) agar tidak berjamur. Sebelum ikanhasil pengasapan disimpan, dilakukan uji organoleptik yangmeliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Selanjutnya ikandisimpan dalam suhu kamar dengan dibungkus dalam kardussiap untuk dipasarkan.

Peningkatan Produksi Olahan Ikan patin

Mengingat berlimpahnya bahan baku ikan patin segar di Kabupaten Kampar serta terbatasnya pemasaran ikan salai, maka variasi produk olahan yang akan ditawarkan kepada mitra antara lain pengolahan patin menjadi bakso, nugget, spaghetti dan kerupuk kulit patin.

Perubahan Strategi Pemasaran

Selama ini kekurangan yang dimiliki oleh mitra selain keterbatasan jumlah produkadalah minimnya promosi produk. Ikan salai patin hanya dijual ke pengepul dan pada saat ada pasarmingguan. Hal ini menyebabkan tidak banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan industri ikan salai patin mitra. Strategi pemasaran yang akan dilakukan dari sisi produk adalah denganmenciptakan rasa yang disukai konsumen dan dan menjaga konsistensinya. Dari sisi perluasan pasar dilakukan dengan memperluas daerah penjualan dan lokasi penjualan yang strategis seperti di warung-warung milik masyarakat, pasar mingguan di desa lain dan beberapa mini market.

Agar tampilan produk lebih menarik makan akan dibuat kemasan dan memberi label produk. Metode pelaksanaan yang dilakukan agar solusi yang ditawarkan dapat disalurkandengan baik kepada mitra sesuai yang diharapkan upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada Mitra industri kecil salai patin.

Hasil dan Pembahasan

Peningkatan Kapasitas Ipteks dalam Sistem Produksi Pembuatan Alat Pengasapan Ikan

Berbeda dengan alat pengasapan tradisonal yang dimiliki oleh mitra pada awalnya hanya menggunakan metode pengasapan panas langsung dengan menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas. Sedang tawaran Ipteks yang diberikan adalah dengan membuat alat pengasap yang lebih efektif dan efisien (Fauzi dan Muchtar, 2011)[5] .

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk memanfaatkan ikan patin menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berdaya saing, untuk meningkatkan pendapatan keluarga sebagai usaha mata pencaharian masyarakat, dan mengembangkan produk menjadi produk unggulan yang berbasis ikan patin.

Penggunakan alat pengasapan system tertutup lebih efektif dibandingkan dengan system terbuka/cara konvensional. Hasil analisis ekonomi pengasapan ikan patin menunjukkan bahwa dari bobot basah ikan patin 150 kg diperoleh rendemen bersih sekitar 33% (1/3 bagian) atau 50 kg ikan asap. Adapun perbandingan alat pengasapan terbuka dan tertutup dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Uraian Sistem Terbuka Sistem Tertutup
Bentuk bangunan Tidak kompak, kontruksi terbuka Kompak. Konstruksi tertutup
Kapasitas pengasapan Kecil, hanya satu tempat pengasapan ikan basah 100 kg Besar, mempunyai rak bertingkat ikan basah 30 kg/rak= 150 kg
Bahan bakar Kayu bakar dengan jumlah banyak Kayu bakar jumlah sedikit, sabuk kelapa dan serbuk gergaji
Panas dan asap Kurang terpusat pada ikan, banyak terbuang Terpusat pada ikan dan tidak terbuang
Konstruksi Membutuhkan lahan luas, permanen, ukuran 300cm x 200 cm Tidak membutuhkan lahan luas, bisa dipindahkan, ukuran 120 cm x 100 m
Waktu pembalikan Langsung pada alat, terganggu oleh panas dan asap Bisa diluar alat dan tidak terganggu oleh panas dan asap
Rendemen ikan asap 33% (1/3 basah) 33% (1/3 basah)
Waktu Pengasapan 24 jam 12 jam
Kualitas Warna Rasa Tekstur Aroma KecoklatanSedangKeringKurang Kuning keemasanSedangSedangSedang
Kemampuan alat Dipengaruhi oleh angin dan hujan Tidak dipengaruhi oleh angin dan hujan
Pemeliharaan alat Sulit Mudah
Table 1.Perbandingan alat pengasapan system terbuka dan tertutup

Untuk biaya penjualan ikan salai patin, sebelum dilakukakan kegiatan IbM pengelolaan dan pengembangan usaha ikan salai patin, hasil salai ikan patin dijual langsung ke pengepul dengan harga jual Rp.60.000,-/ kg Setelah dilakukan kegiatan IbM, harga jual ikan salai patin dengan kemasan 250 gr Rp. 20.000,- sehingga harga per kg adalah Rp. 80.000,-. Sehingga terjadi peningkatan pendapatan sebanyak Rp 20.000,- /kg. Jika untuk 1 kali produksi menghasilkan 50 kg ikan salai patin, maka keuntungan yang didapat 1 kali produksi adalah Rp. 1.000.000,-.

Peningkatan Produksi Olahan Ikan patin

Mengingat berlimpahnya bahan baku ikan patin segar di Kabupaten Kampar serta terbatasnya pemasaran ikan salai, maka kegiatan IbM ini juga memberikan pelatihan kepada mitra dalam pegolahan ikan patin menjadi variasi produk olahan ikan pati lainnya, seperti bakso, nugget, kerupuk kulit dan mie/spageti ikan patin.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah dan diskusi, serta dilanjutkan dengan praktek langsung pembuatan produk baru seperti bakso, nugget, spageti dan kerupuk kulit ikan patin.

Berdasarkan kegiatan praktek pembuatan varian ikan patin ini, didapatkan bahwa mitra sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Mitra sangat tertarik untuk menjual produk olahan ini terutama bakso dan nugget. Sedangkan spageti/ mie ikan patin kurang diminati karena daya simpan yang sebentar sehingga dikhawatirkan pemasarannya juga akan mengalami kendala.

Perubahan Strategi Pemasaran

Selama ini kekurangan yang dimiliki oleh mitra selain keterbatasan jumlah produk adalah minimnya promosi produk. Ikan salai patin hanya dijual ke pengepul dan pada saat ada pasar mingguan dengan harga jual Rp. 60.000,- per kg. Hal ini menyebabkan tidak banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan industri ikan salai patin mitra. Strategi pemasaran yang akan dilakukan dari sisi produk adalah dengan menciptakan rasa yang disukai konsumen dan dan menjaga konsistensinya. Dari sisi perluasan pasar dilakukan dengan memperluas daerah penjualan dan lokasi penjualan yang strategis seperti di warung-warung milik masyarakat, pasar mingguan di desa lain dan beberapa mini market.

Agar tampilan produk lebih menarik makan akan dibuat kemasandan memberi label produk.

Peningkatan kualitas tampilan produk dengan kemasan yang menarik.

Tampilan pengemasan menjadi menarik dan simple sehingga memudahkan para pengusaha ikan patin dalam pemasaran di warung/swalayan- swalayan yang ada di Kabupaten Kampar. Adapun peralatan utama yang diperlukan dalam packing/pengemasan ini adalah vacuum sealer dan hand sealer.

Metode pemasaran produk Ikan dengan cara membuat media promosi brosur dan menyebarkannya di wilayah Kabupaten Kampar.

Brosur merupakan salah satu media promosi yang paling efektif yang kami gunakan untuk memasarkan produk olahan ikan patin kedua pengusaha ikan patin ini. Brosur ini disebarkan hampir di sekitar pusat perbelanjaan seperti swalayan-swalayan dan toko-toko di wilayah Kampar sekaligus kami menitipkan produk olahan ikan patin juga di swalayan atau toko yang ada di wilayah Kabupaten Kampar.

Kesimpulan

Antusias yang sangat baik yang ditunjukkan dari kedua pengusaha ikan salai patin terhadap kegiatan IbM ini. Produk olahan variasi ikan patin seperti sphageti mengalami kendala dalam pemasaran dikarenakan daya simpan yang sebentar. Sedangkan untuk produk bakso, nugget dan kerupuk kulit sangat digemari masyarakat. Pembuatan alat dalam usaha peningkatan produksi ikan salai patin yaitu alat pengasapan system tertutup telah berhasil dilakukan. Adapun manfaat alat pengasapan tertutup ini adalah terjadinya peningkatan kualitas serta higienis dari produk yang dihasilkan serta pengurangan pencemaran lingkungan, mempercepat proses pengasapan serta proses pengasapan yang bisa diprediksi, efisiensi pemanfaatan panas dan asap, penghematan bahan bakar (kayu api).

Sebelum kegiatan IbM dilakukan biasanya pengusaha ikan salai patin menjual langsung hasil ikan salai ke pengepul dengan harga Rp. 60.000,- /kg. Sedangkan setelah kegiatan IbM dilakukan pengusaha patin bisa menjual ikan salai seharga Rp. 20.000,- per kemasan 250 gr (1 kg = Rp. 80.000,-). Sehingga terjadi peningkatan pendapatan sebanyak Rp. 20.000,- per kg. Strategi pemasaran dilakukan dengan pembuatan brosur, pengemasan olahan ikan salai yang lebih menarik, serta pemasaran olahan kedelai tersebut diswalayan dan di toko-toko. Perlu sosialisasi lebih intensif mengenai diversifikasi dan manfaat ikan patin agar masyarakat mau mengkonsumsi produk olahan ikan patin. Perlunya pendampingan dalam pengurusan ijin produksi, kualitas produk di Dinas Kesehatan, ijin usaha di Dinas Perindag, bantuan perpajakan, penyiapan audit dan penerapan manajemen terbuka.

Referensi

[1]A. Tuti, “‘Pelatihan Pengolahan Ikan Patin Menjadi Makanan Variatif dan Produktif di Desa Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar’Jurnal Kewirausahaan,” Kampar”Jurnal Kewirausahaan, vol. 13, no. 1, pp. 72–87, 2014.

[2]Adawyah, jenis kayu yang digunakan sebagai sumber panas sangat menentukan panas yang akan dihasilkan yang pada gilirannya menentukan mutu ikan salai yang dihasilkan. 2007.

[3]H. dan B. Hasnibar, Strategi Pemasaran Produk Olahan Ikan Patin (Pangasiussutchi) di Desa Koto Mesjid Kecamatan XIII KotoKampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 2014.

[4]D. P. K. Kampar, “‘Salai Ikan Patin jadi Ikon Riau’Tersedia di: http://dinas.perikanankampar.info/kampar-nyawa-perikanan-budidaya-riau/, diakses tanggal 10 April 2015,” 2015. .

[5]F. dan Ahmad Muchtar, “Pengasapan Ikan Mengunakan Lemari Asap sSkala Rumah Tangga”Jurnal Perikanan dan Kelautan. Hal, 2011.

References

  1. A. Tuti, "Pelatihan Pengolahan Ikan Patin Menjadi Makanan Variatif dan Produktif di Desa Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar’Jurnal Kewirausahaan,” Kampar”Jurnal Kewirausahaan, vol. 13, no. 1, pp. 72–87, 2014. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Menara/article/view/843
  2. Sesni Hasnibar, Hamdi Hamid, and Lamun Bathara, Strategi Pemasaran Produk Olahan Ikan Patin (Pangasiussutchi) di Desa Koto Mesjid Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 2014. https://media.neliti.com/media/publications/189419-ID-none.pdf
  3. D. P. K. Kampar, “‘Salai Ikan Patin jadi Ikon Riau’ Tersedia di: http://dinas.perikanankampar.info/kampar-nyawa-perikanan-budidaya-riau/, diakses tanggal 10 April 2015,” 2015.
  4. Fauzi and Ahmad Muchtar, “Pengasapan Ikan Mengunakan Lemari Asap Skala Rumah Tangga”Jurnal Perikanan dan Kelautan. Hal, 2011. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=31705&val=2272