This study is in the background by the existence of School Well-Being Problems in Vocational Students. This study aims to determine the relationship between Social Maturity and School Well-Being of Class X and XI Students in November 10, Sidoarjo Vocational High School. This research is a correlational quantitative study. This study uses a sample of 186 students consisting of classes X and XI. The sampling technique used is Statified Random Sampling. Data collection techniques in this study used 2 scales, the first was the social maturity scale and the School Well-Being scale. The results showed that the correlation coefficient was 0.993 with a significance level of p = 0.000 where p was smaller than 0.05. The results show that the hypothesis in this study is accepted. There is a relationship between social maturity with school well- being in class X and XI students in November 10, Sidoarjo Vocational High School.
Sekolah adalah salah satu elemen yang sangat penting untuk proses perkembangan pendidikan individu. Salah satu aspek yang sangat penting bagi remaja untuk perkembangan karirnya adalah pendidikan (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Garis pemisah antara awal dan akhir masa remaja sekitar umur 17 tahun, dimana usia tersebut rata rata setiap remaja memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).[1]
Sekolah Menengah Kejuruan adalah pendidikan yang mengutamakan perkembangan kemampuan siswanya untuk melakukan suatu pekerjaan. Sebelum memasuki lapangan kerja siswa di sekolah di berikan tugas agar siswa tersebut dapat menjalankan tugas saat memasuki lapangan kerja. Pemberian tugas pada siswa baik individu maupun kelompok harus di perhatikan keseimbangannya, tugas yang diberikan kepada siswa di harapkan mampu mengembangkan kesejahteraan siswa di sekolah.
Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, menunjukan bahwa siswa kelas X dan XI di SMK 10 Nopember Sidoarjo, mengeluh atas tugas yang di berikan oleh guru. Siswa sering bosan saat belajar di kelas dan siswa lebih suka mengerjakan tugas individu daripada tugas kelompok, hal ini menunjukan bahwa siswa mempunyai kesejahteraan yang rendah di sekolah.Kesejahteraan siswa di sekolah umumnya di kenal dengan school well-being.
School well-being adalah sebuah keadaan sekolah yang memuaskan kebutuhan dasar siswanya di sekolah, meliputi aspek having, loving, being dan health. Having atau kondisi sekolah adalah pengukuran obyektif siswa tentang lingkungan sekitar, meliputi lingkungan, mata pelajaran, hukuman dan pelayanan. Loving adalah pengukuran obyektif siswa tentang hubungan dengan orang lain, dimana siswa dapat bekerja sama dengan temannya maupun guru di sekolahnya. Being atau pemenuhan diri adalah cara sekolah memberikan pemenuhan diri pada siswanya, hal ini di tandai dengan adanya kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuannya di sekolah dan siswa dapat mengekpresikan kreativitasnya di sekolah. Health adalah status kesehatan siswa di sekolah meliputi kesehatan fisik maupun mentalnya.[2]
Kesejahteraan siswa di sekolah biasanya di tandai dengan adanya perilaku positif seperti mempunyai hubungan interpesonal yang baik, dapat bekerjasama dengan baik, serta tidak adanya kesehatan mental maupun fisik pada siswa, [3]. Rasa sejahtera siswa yang tinggi memiliki keterkaitan dengan peningkatan hasil akademik siswa, kehadiran siswa di sekolah, perilaku prososial siswa, keamanan sekolah, serta kesehatan mental seorang siswa. Hal tersebut menunjukkan jika upaya peningkatan kesejahteraan siswa merupakan faktor yang sangat penting untuk diwujudkan pihak sekolah. School well-being mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah hubungan sosial dan peran sosial.[4]. Siswa yang mempunyai hubungan sosial dan peran sosial yang baik maka bisa di katakan siswa tersebut mempunyai kematangan sosial yang baik. [5] dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa peran sosial remaja memainkan peran pentingdalam mendukung penyesuaian remaja terkait tugas-tugas sekolahnya. Berdasarkanpenelitian tersebut, maka penyesuaian sosial merupakan prediktor yang tepat dalammempengaruhi school well-being siswa. Siswa yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya akan menjadi siswa yang gembira, semangat, sehat, termotivasi, dan percaya diri. Siswa yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya akan terlihat tidak bahagia, minder, kurang percaya diri, dan anti sosial, karena kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya merupakan salah satu komponen yang mendukung kematangan sosial seseorang [6]
Kematangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam menilai dan menyesuaikan dengan baik dan cepat terhadap orang di sekitarnya. [7] menyatakan bahwa kematangan sosial mempunyai tiga aspek, di antaranya terdapat aspek tapping agressive and deliquent behaviour atau kemampuan menahan dan mengendalikan tingkah laku yang bersifat menyakiti orang lain, bisa dilihat dari perilaku seperti tidak mencuri, tidak menipu orang lain, dapat bersosialisasi dan tidak bergantung pada orang lain. Aspek yang kedua adalah cooperation atau kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan dapat mematuhi norma sosial yang ada di sekitarnya, seperti dapat menghargai pendapat orang lain, disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku. Aspek yang ketiga adalah aspek asertiveness, yaitu kemampuan seseorang dalam menyampaikan pendapat atau keinginan kepeda seseorang tanpa harus menyakiti perasaanya, seperti bersikap sopan terhadap guru jika sedang berdiskusi, tidak melakukan bullying kepada teman yang sedang mengalami kesulitan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kematangan sosial dan school well-being pada siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, karena bertujuan untuk mengukur hubungan antara satu variabel berkaitan dengan variabel lain [8]. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI di SMK 10 Nopember Sidoarjo yang berjumlah 400 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan Statified Random Sampling dan menggunakan tabel Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 5% sehingga di peroleh sampel sebanyak 186 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan 2 skala yaitu skala kematangan sosial yang disusun oleh peneliti dan nilai validitasnya bergerak dari 0,277 sampai 0,652, dengan nilai reliabiltas sebesar 0.880. Skala school well-being yang di susun oleh Nurcahyaningsari, mempunyai nilai validitas yang bergerak dari 0,275 sampai 0,624 dengan nilai reliabiltas sebesar 0,865 [9]. Uji validitas menggunakan validitas isi karena bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur layak digunakan [10]. Validitas isi ini juga menggunakan pertimbangan professional judgment untuk menentukan kesesuaian aitem-aitem dengan kaidah penyusunan skala. Teknik korelasi menggunakan product moment pearson dengan bantuan program spss 24 for windows.
Berdasarkan hasil uji analisa korelasi korelasi spearman dengan bantuan spss 24 for windows, hasil menunjukan koefisien korelasi sebesar 0.993 dengan taraf signifikansi p = 0.000 dimana p lebih kecil dari 0.05. hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini di terima bahwa ada hubungan antara kematangan sosial dengan school well-being siswa kelas X dan XI di SMK 10 Nopember Sidoarjo artinya, semakin tinggi kematangan sosial siswa semakin tinggi school well-being siswa begitu pun sebaliknya, semakin rendah kematangan sosial siswa semakin rendah school well-being siswa. Peneliti merubah uji korelasi dari product moment pearson ke spearman karena di ketahui bahwa data distribusinya tidak normal.
Correlations | ||||
kematan gan_sosi al | School_ well_bei ng | |||
Spearman' s rho | kematangan_sosial | CorrelationCoefficient | 1,000 | ,993** |
Sig. (2-tailed) | . | ,000 | ||
N | 186 | 186 | ||
School_well_being | CorrelationCoefficient | ,993** | 1,000 | |
Sig. (2-tailed) | ,000 | . | ||
N | 186 | 186 |
Hasil Table 1 mendukung pendapat dari [1] yang menyatakan bahwa jika seseorang mempunyai kematangan sosial yang rendah akan menimbulkan perasaan kurang percaya diri, perasaan tidak bahagia, dan ketidaksetujuan sosial, begitu pun sebaliknya, jika seseorang mempunyai kematangan sosial yang tinggi, maka orang tersebut berhasil menjalankan tugas tugas yang sesuai dengan perkembangannya, hal ini akan menimbulkan perasaan bahagia, percaya diri dan prososial. Hasil survey kesehatan yang dilakukan di California Hanson, oleh [11] Siswa dengan prestasi akademik yang rendah di karenakan kurang mendapatkan dukungan dukungan sosial di sekolahnya, ketertarikannya dengan sekolahnya sangat rendah, dan juga tidak terjaminnya kesehatan siswanya. Loving memberikan kenyamanan dan keamanan siswanya ketika berada di sekolah. Loving akan membantu siswa dalam masalah kesehatan fisik maupun mentalnya ketika berada di sekolah. Siswa yang mempunyai kesehatan yang baik akan dapat menjalankan proses belajar mengajar dengan baik. Aspek being juga aspek yang penting untuk kesejahteraan siswa di sekolahnya, Being yang kurang baik dari sekolah akan menyebabkan siswa mempunyai pemenuhan diri yang kurang dan itu akan membuat siswa kurang tertarik untuk sekolah. Oleh karena itu, sekolah perlu memberikan kesempatan untuk setiap siswa dalam mengekpresikan kreatifitasnya dan mengembangkan kemampuan siswa tersebut. Dengan ini maka siswa akan merasakan nyaman ketika berada di sekolah, karena siswa merasa dirinya di hargai di sekolah, hal ini akan membuat siswa mudah dalam melakukan tugas-tugas dalam perkembangannya..
Kesimpulan dari analisa penelitian di atas di simpulkan bahwa hipotesis yang di ajukan peneliti di terima. Artinya ada hubungan antara kematangan sosial dengan school well-being siswa kelas X dan XI di SMK 10 Nopember Sidoarjo. Hasil analisis data menunjukan koifisien korelasi sebesar 0.993 dengan taraf signifikan p= 0.000 dimana p lebih kecil dari pada 0.05. Dimana semakin tinggi tingkat kematangan sosial maka akan semakin tinggi school well-being siswa di sekolah, begitu pun sebaliknya semakin rendah tingkat kematangan sosial semakin rendah pula school well-being siswa di sekolah. Diharapkan siswa mampu meningkatkan kualitas kematangan sosial dengan cara membangun kerja sama yang baik dengan siswa maupun guru di sekolahnya agar kesejahteraan siswa di sekolahnya bisa meningkat. Selain itu siswa harus lebih giat dalam mengerjakan tugas kelompok karena itu bisa membuat siswa lebih baik dalam bekerja sama. Diharapkan bagi guru dan pihak sekolah agar lebih meningkatkan pemenuhan diri siswa dengan cara membenahi dan melengkapi fasilitas sekolah, pelayanan sekolah dan sarana pemenuhan diri bagi siswa di sekolah. agar siswa merasa lebih nyaman berada di sekolah. selain itu di harapkan guru tetap mempertahankan hubungan dan kerja sama yang baik dengan siswa di sekolah.
.