This research aims to find out forms of self-adjustment and factors which underlie the using of veil (cadar). This research uses qualitative method. The research informants in this study are three adult women who are domiciled in Sidoarjo. Determination of the research informants is done by using random sampling. Then, structured interview method is used to collect the data in this research. The result of this research shows that three of informants can perform self-adjustment positively. The positive forms of self-adjustment are be able to face problems directly, be able to solve the problems, be able to do substance (looking for a replacement), be able to understand self-potential, be able to apply learning experience, and be able to act realistic attitude. All of these are supported by the changes of personality and attitude from three informants who grow up more mature and wiser in facing their problems.
Wanita dalam agama Islam disebut dengan muslimah. Muslimah dapat diartikan sebagai wanita yang menganut agama Islam. Sedangkan cadar diartikan sebagai kain penutup kepala atau muka yang digunakan oleh wanita. Pemahaman wanita dalam keputusan untuk menggunakan cadar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti budaya yang ada di keluarga dan lingkungan sekitar atau pemahaman yang didapatkannya di dalam kajian keislaman tentang hukum menutup aurat. Penggunaan cadar yang dilakukan oleh wanita ini masih menjadi perdebatan diantara masyarakat. Karena ada sebagian masyarakat yang menerima keputusan penggunaan cadar, namun tidak sedikit pula masyarakat yang menolak penggunaan cadar tersebut. Penolakan yang dilakukan masyarakat ini terkait erat dengan adanya stigma (pandangan) negatif mengenai wanita bercadar.[1] Salah satu stigma (pandangan) negatif yang diidentikkan dengan wanita bercadar adalah mendapatkan sebutan ninja atau istri teroris.
Cadar dapat menjadi stimulus bagi lingkungan untuk memberikan respon yang bervariatif terhadap penggunanya. Ada lingkungan yang memberikan respon positif, namun tidak sedikit juga lingkungan yang memberikan respon negatif terhadap wanita cadar. Perbedaan respon lingkungan tersebut akan menjadi stimulus bagi wanita bercadar untuk melakukan bentuk- bentuk penyesuaian diri. Perbedaan respon lingkungan ini juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempersulit proses penyesuaian diri. Lingkungan menuntut wanita bercadar untuk dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik. Pada penelitian ini, menggunakan wanita bercadar yang berusia dewasa awal yaitu antara usia 18 tahun hingga 40 tahun.[2]. Individu yang dikategorikan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Apabila individu tersebut gagal dalam membentuk keintiman maka ia akan mengalami isolasi (merasa tersisihkan dari lingkungan, merasa kesepian, menyalahkan diri sendiri karena berbeda dengan orang lain disekitarnya).
Pada usia dewasa awal ini individu cenderung lebih mampu untuk mengatasi keraguan-keraguan di bidang kepercayaan atau agama yang telah dianutnya sejak usia dini. Wanita pada penelitian ini menunjukkan adanya minat agama terhadap anjuran dalam menggunakan cadar. Selain itu, pada usia dewasa awal individu akan memasuki fase awal di perguruan tinggi, dunia kerja dan pernikahan.[3] Pada fase dewasa awal ini, tingkat emosional individu cenderung tidak stabil sehingga meningkatkan kemungkinan munculnya bentuk penyesuaian diri yang salah. Kemudian, dengan adanya perubahan penampilan yang ditunjukkan oleh wanita bercadar maka memerlukan adanya penyesuaian diri yang baik.
Penyesuaian diri didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri, orang lain dan dunianya.[4]. Sedangkan penyesuaian diri diartikan sebagai usaha manusia untuk menguasai tekanan akibat dorongan kebutuhan, usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan tuntutan lingkungan dan usaha menyelaraskan hubungan individu dengan realitas. Schneiders juga memberikan batasan penyesuaian diri sebagai proses yang melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usahanya mengatasi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diperoleh kesesuaian antara tuntutan dari dalam diri dan dari lingkungan.[5].
Selain dikaitkan dengan perkembangan individu, penyesuaian diri yang baik juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang meliputi kondisi jasmani, psikologis, kebutuhan, kematangan, intelektual, emosional, mental dan motiviasi serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu bentuk penyesuaian diri yang dilakukan oleh wanita bercadar yaitu dengan menggunakan masker (terutama bagi wanita yang baru menggunakan cadar). Mereka menggunakan masker ketika berada di lingkungan yang menolak adanya penggunaan cadar. Dengan cara seperti itu, wanita bercadar akan tetap mampu mempertahankan cadarnya dan juga tetap mampu memenuhi tuntutan dari lingkungannya.[5].
Adanya penolakan dan kasus-kasus negatif yang berkembang mengenai wanita bercadar, seharusnya menjadikan penurunan prosentase penggunaan cadar. Tetapi pengamatan di lapangan menunjukkan hasil bahwa masih banyak wanita yang tetap menggunakan cadar, bahkan ada kecenderungan peningkatan dari penggunaan cadar pada beberapa tahun terakhir. Oleh sebab itu, penulis dalam penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam mengenai
Wanita bercadar adalah Wanita yang mengenakan pakaian longgar dan jilbab panjang, serta menggunakan penutup wajah yang menutupi seluruh bagian muka dan hanya menampakkan bagian matanya saja.[6]. Cadar dapat diasumsikan sebagai pelengkap dalam penggunaan jilbab sebagai suatu ciri khas pada wanita yang berguna untuk menutupi bagian wajah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan cadar merupakan kain penutup bagian kepala atau wajah.
Di dalam Islam cadar merupakan kelanjutan dari penggunaan jilbab. Pada pemakai cadar biasanya hanya bagian mata saja yang nampak, mereka memiliki anggapan bahwa telapak tangan juga harus terturup. Ketika memutuskan untuk berjilbab, maka pemakainya akan mengenakan baju panjang dan lebar sehingga tidak membentuk lekuk tubuh, serta biasanya menggunakan pakaian berwarna hitam atau gelap.[7].
Bagi wanita yang menggunakan cadar, hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan sosial yang dilakukannya melalui pemahaman dan penafsiran dari makna cadar bagi dirinya. Dalam menjelaskan tindakan secara keseluruhan, Schutz membagi dalam 2 fase yaitu :
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai interaksi individu terhadap dirinya sendiri dan juga dengan orang lain disekitar lingkungannya. Individu dianggap memiliki penyesuaian diri yang baik apabila mampu mencapai kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya, mampu mengatasi kecemasan, bebas dari simptom negatif (seperti kecemasan, kemurungan, depresi, dan obsesi atau gangguan psikosomatis lain yang dapat menghambat tugas individu), frustrasi dan konflik. Sedangkan individu dikatakan tidak mempunyai penyesuaian diri yang berhasil adalah individu yang tidak mampu menanggulangi masalah yang dihadapi, sehingga dapat menimbulkan respon atau reaksi negatif, tidak terkontrolnya kondisi emosional yang dialamai, dan keadaan yang tidak mendukung. Sedikit banyaknya hambatan yang dialami individu dapat menjadi penentu terhadap penyesuaian diri yang akan dilakukan.[4].
Penyesuaian diri dapat diartikan dalam banyak hal, antara lain usaha individu untuk mengatasi tuntutan dari kebutuhan, usaha menyelaraskan antara pemenuhan kebutuhan diri dengan tuntutan yang diberikan lingkungan, dan usaha menyeimbangakn antara hubungan individu dengan realitas yang ada. Namun Scheider membatasi bahwa penyesuaian diri sebagai proses antara respon mental dan prilaku. Individu dituntut untuk dapat menyeimbangkan antara kebutuhan dalam diri dengan tuntutan lingkungan. Sehingga penyesuaian diri dianggap sebagai proses dinamis yang akan selalu dialami oleh individu.[5].
Sedangkan Sunarto dan Agung Hartono menyebutkan dalam buku perkembangan peserta didik bahwa penyesuaian diri dideskripsikan sebagai :
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi feno menologi. Dalam penelitian ini, informan yang akan digunakan adalah wanita bercadar yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Jumlah informan dalam penelitian ini sejumlah 3 orang dengan kriteria wanita bercadar berusia dewasa awal (18-40 tahun), menggunakan cadar minimal 6 bulan terakhir. Kriteria tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih bervariatif. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purpossive sampling.[9].
Pada penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan yaitu wawancara terstruktur. Wawancara merupakan proses tanya jawab yang melibatkan dua orang guna bertukar ide dan informasi sehingga mendapatkan makna yang sama dalam suatu topik. Adapun aspek-aspek yang akan menjadi dasar dari pedoman wawancara yaitu fakor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang meliputi faktor jasmani, faktor perkembangan dan kematangan, faktor psikologis, faktor lingkungan dan faktor budaya/kultural. Selain itu, aspek lain yang menjadi dasar dari pedowan wawancara adalah bentuk penyesuaian diri positif yang meliputi mampu menghadapi permasalahan secara langsu ng, mampu menemukan cara penyelesaian masalah dengan eksplorasi, melakukan trial and error dalam menyelesaikan masalah, melakukan substansi, menunjukkan potensi dari dalam diri, mampu menggunakan pengalaman belajar, dan menunjukkan sikap realistik. Adapun pedoman wawancara untuk bentuk penyesuaian diri ngatif meliputi reaksi bertahan (rasionalisasi, represi, proyeksi, sour grapes) dan reaksi menyerang (membenarkan diri sendiri, balas dendam, marah secara berlebihan, melarikan diri). Untuk menghasilkan data yang valid, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu pengambilan data tambahan melalui significant others yang merupakan suami dari masing-masing informan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan verifikasi (conclusion drawing). Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data dimulai sejak penulis mengambil data di lapangan. Hasil data di lapangan kemudian direduksi dengan cara merangkum seluruh data yang diperoleh dari catatan lapangan, kemudian disajikan secara singkat atau menggunakan koding, dan terakhir menyimpulkan data penting dalam penelitian serta membuang data yang tidak diperlukan sehingga dihasilkan data yang valid dengan diperkuat oleh bukti-bukti di lapangan.
Nama | Usia | Lama Bercadar | Pekerjaan |
Fa | 24 thn | 1 tahun 6 bulan | Ibu rumah tangga dan penjual onlineshop |
Lu | 26 thn | 7 bulan | Guru |
Ni | 23 thn | 1 tahun | Guru |
Pada aspek menghadapi masalah secara langsung, ketiga informan menunjukkan adanya hasil yang berbeda. Informan pertama menggambarkan ketika terjadi suatu permasalahan, maka informan akan berusaha untuk segera menyelesaikannya. Pada informan pertama cara penyelesaian yang digunakan adalah dengan muhasabah diri dan lebih bersabar. Berbeda dengan informan pertama, informan kedua ketika menghadapi masalah cukup membutuhkan banyak waktu. Hal ini disebabkan karena informan kedua merasa membutuhkan pendapat dari orang lain. Dalam cara penyelesaian masalah pada informan kedua sebelum menggunakan cadar cenderung tergesa -gesa, namun setelah menggunakan cadar informan lebih berhati-hati dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan pada informan ketiga, menggambarkan adanya perbedaan cara penyelesaian masalah dengan informan pertama dan kedua. Pada informan ketiga ini, menunjukkan bahwa informan berusaha untuk segera menyelesaikan masalah secara individu terutama jika permasalahan tersebut merupakan permasalahan pribadi. Selain itu, pada cara penyesuaian diri dengan menghadapi masalah secara langsung, informan ketiga ini memiliki kesamaan dengan informan pertama dan kedua yaitu lebih berhati-hati dalam menyelesaikan masalah.
Pada aspek eksplorasi masalah ketiga informan menunjukkan perbedaan. Pada informan pertama dan kedua menunjukkan hasil yang sama, sedangkan pada informan ketiga menunjukkan adanya perbedaan. Namun secara keseluruhan, ketiga informan memiliki pemahaman yang sama mengenai pemahaman belajar. Ketiga informan menganggap pengalaman membantu informan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pada informan pertama pada aspek eskplorasi masalah cenderung membutuhkan orang lain untuk berdiskusi dalam menyelesaian masalah. Pada informan kedua, juga menunjukkan ketika terjadi permasalahan, informan cenderung berdiskusi dengan orang lain. Namun subjek diskusi antara informan kedua dan pertama berbeda. Informan kedua lebih memilih berdiskusi dengan seseorang yang faham agama, sedangkan informan pertama berdiskusi dengan keluarga (terutama suami). Untuk informan ketiga cenderung menyelesaikan masalah secara individu tanpa melibatkan orang lain. Hal ini berbeda dengan hasil temuan yang didapatkan pada informan pertama dan kedua.
Data hasil wawancara kepada ketiga informan menunjukkan jika informan pertama memiliki penilaian yang berbeda mengenai istilah coba-coba dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan pada informan kedua dan ketiga menunjukkan kemiripan hasil jika keduanya menganggap bahwa tindakan coba-coba diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Informan pertama menilai istilah coba-coba dalam menyelesaikan masalah adalah sesuatu yang kekanak-kanakan. Tetapi pada kenyataannya informan pertama pernah melakukan istilah coba-coba sebelumnya. Pada informan kedua menganggap tidak apa-apa untuk melakukan coba-coba dalam menyelesaikan melakukan istilah coba-coba dalam menyelesaikan masalah. Sama hal nya dengan informan kedua, informan ketiga pun berpendapat jika suatu masalah tidak bisa hanya diselesaikan dengan satu jalan saja. Sehingga informan ketiga melakukan coba-coba dalam menyelesaikan masalah
Pada informan pertama dan informan kedua mampu dalam menunjukkan potensi dari dalam diri. Sedangkan pada informan ketiga cenderung kurang mampu menunjukkan potensi dalam dirinya. Informan pertama menunjukkan jika dirinya mampu untuk mengenali potensi yang ada di dalam dirinya. Informan per tama menganggap bahwa masalah merupakan proses belajar yang harus dilaluinya. Informan kedua menunjukkan hasil penelitian yang hampir sama dengan informan pertama yaitu mempercayai akan potensi dirinya untuk menyelesaikan masalah. Berbeda dengan dua informan sebelumya, informan ketiga cenderung menghindar sebentar (beristirahat) sehingga informan merasa kuran yakin dengan potensi dirinya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Informan pertama kurang mampu menunjukkan sikap realistik dalam menghadapi masalah. Informan pertama cenderung lebih berserah diri kepada Allah untuk menyelesaikan permasalahan. Informan kedua juga menunjukkan sikap yang cenderung sama dengan informan pertama. Sikap yang ditunjukkan informan kedua adalah lebih sabar dan meyakini bahwa Allah tidak akan memberikan masalah melebihi kemampuan dirinya.
Sedangkan sikap yang ditunjukkan informan ketiga cukup berbeda dengan informan pertama dan kedua. Jika informan pertama dan kedua cenderung berserah diri kepada Allah, maka informan ketiga lebih mampu bersikap realistik karena lebih menunjukkan usaha untuk menyelesaikan masalahnya.
Secara keseluruhan ketiga informan tidak menunjukkan adanya bentuk reaksi penyesuaian diri yang dilakukan. Informan pertama menunjukkan jika dia mampu menjelaskan alasan yang baik mengenai keputusannya dalam menggunakan cadar. Pada informan kedua pun juga menunjukkan sikap yang hampir sama dengan informan pertama. Informan kedua menambahkan dalil-dalil yang menurut pendapatnya bisa digunakan untuk memperkuat alasannya dalam menggunakan cadar. Informan ketiga pun memiliki kesamaan dengan informan pertama dan kedua dalam mempertahankan keputusannya untuk menggunakan cadar. Informan ketiga memberikan penjelasan secara perlahan mengenai keputusannya menggunakan cadar agar tidak mengundang emosi dari lingkungan sekitarnya.
Pada aspek melemparkan kesalahan kepada orang lain, informan pertama tidak melemparkan kesalahan yang dilakukan kepada orang lain. Informan pertama menganggap kesalahan yang dilakukannya sebagai bentuk teguran dari Allah. Sedangkan pada informan kedua menunjukkan hasil yang berbeda dengan informan pertama. Pada informan kedua ini, mengatakan jia ia tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dilakukannya. Selain itu juga, informan kedua akan meminta maaf jika melakukan kesalahan. Informan ketiga menunjukkan kesamaan dengan hasil wawancara kepada informan kedua. Pada informan ketiga ini, ia tidak akan melimpahkan kesalahan kepada orang lain, tetapi akan menyelesaikan masalah yang telah dilakukannya.
Pada aspek memutarbalikkan kenyataan, informan pertama tidak melakukan bentuk penyesuaian diri negatif dengan memutarbalikkan kenyataan. Informan pertama ketika terjadi kesalahan akan berusaha untuk mengklarifikasinya. Sedangkan pada informan kedua menunjukkan jika lingkungan memutarbalikkan fakta, maka hal yang dilakukan informan kedua adalah menjelaskan kepada lingkungan tersebut dengan sabar. Berbeda dengan cara yang dilakukan informan pertama dan kedua, pada informan ketiga ini cenderung menghindari lingkungan yang memutar balikkan fakta kepada dirinya.
Informan pertama tidak melakukan pembenaran diri ketika terjadi masalah kecuali dengan beberapa orang terdekatnya. Sedangkan pada informan kedua menunjukkan sikap yang berbeda dengan informan pertama. Pada informan kedua ini, dirinya tidak penah melakukan pembenaran diri ketika terjadi masalah. Pada informan ketiga ini menunjukkan hasil yang hampir sama dengan informan kedua, yaitu informan ketiga juga tidak melakukan pembenaran diri ketika dirinya membuat kesalahan.
Secara keseluruhan faktor yang mempengaruhi bentuk penyesuaian diri pada wanita bercadar dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan dan faktor budaya. Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan dan lingkungan pertemanan yang mendorong informan penelitian untuk memutuskan menggunakan cadar. Pada informan 1 lingkungan keluarga yang mendorong dirinya untuk menggunakan cadar, terutama dari kekaguman informan 1 pada sosok ibunya yang menggunakan cadar. Sedangkan pada informan 2 lingkungan pekerjaan yang mendorongnya untuk menggunakan cadar. Berbeda dengan informan 1 dan informan 2, pada informan 3 keputusan menggunakan cadar dipengaruhi oleh teman-teman di majelis pengajian yang diikutinya.
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka didapatkan kesimpulan bahwa ketiga informan memutuskan menggunakan cadar sebagai bentuk ketaatan terhadap Allah. Cadar bagi ketiga informan bertujuan untuk menutup
cadar pada awalnya mendapatkan pertentangan dari lingkungan, baik dari keluarga maupun lingkungan sosial disekitarnya. Semua pertentangan yang diterima oleh ketiga informan tersebut merupakan konsekuensi dari keputusan untuk menggunakan cadar.
Secara keseluruhan ketiga informan menunjukkan kecenderungan untuk melakukan bentuk penyesuaian diri secara positif. Ketiga informan berusaha untuk bersikap ramah dan baik agar lebih dapat diterima oleh lingkungan. Ketiga informan juga cenderung tidak melakukan bentuk penyesuaian diri negatif, hal ini dikarenakan ketiga informan mampu mengontrol emosi ketika terjadi permasalahan.