Cultural Studies and Community Development
DOI: 10.21070/ijccd.v16i1.1149

Accounting Practices Based on Memory in the Tofu and Tempe Business


Praktik Akuntansi Berbasis Ingatan dalam Bisnis Tahu dan Tempe

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Accounting Culture Micro-businesses Tofu Tempe

Abstract

General background accounting is often perceived as merely a set of recording and bookkeeping techniques, limiting its broader scope. Specific background in reality, various factors such as social, economic, cultural, legal, and political elements influence the development of accounting practices in local businesses. Knowledge gap among micro-businesses, like tofu and tempe entrepreneurs in Sepande Village, accounting practices remain underexplored, especially in relation to cultural influences.This research aims to describe the interaction between cultural meanings and accounting practices in the tofu and tempe business. Results the findings reveal that these entrepreneurs do not maintain formal accounting records due to perceived complexity and a lack of necessity. Instead, they rely on memory and experience to manage their finances. Cultural and societal characteristics play a significant role in decision-making, shaping a unique form of accounting that deviates from conventional methods. Novelty this study contributes new insights into how informal accounting practices emerge in a culturally embedded business environment, where memory replaces traditional accounting systems. Implications the results highlight the importance of understanding the cultural context when developing accounting education and systems for micro-businesses, suggesting that a one-size-fits-all approach to accounting may not be effective across different cultural settings.

Highlights: 

  • Entrepreneurs rely on memory for financial management instead of formal records.
  • Cultural characteristics significantly influence business decision-making processes.
  • Informal accounting practices emerge from the unique cultural context of the community.

Keywords: Accounting, Culture, Micro-businesses, Tofu, Tempe

 

Pendahuluan

Keberagaman di Indonesia tidak lepas dari suku, ras, bangsa, agama dan juga budaya yang masing – masing menjadikan perbedaan antara satu dengan yang lain. Terdapat lebih dari 1.340 suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia[1]. Indonesia adalah negara besar dengan jumlah suku dimana dibilang sangat besar dikarenakan Indonesia sendiri adalah negara kepulauan, sehingga jika ditelaah dan diteliti lebih jauh maka Indonesia memiliki berbagai macam suku yang dimana memiliki berbagai macam bahasa dan juga biasanya, setiap suku dan daerah yang ada di Indonesia juga memiliki masing – masing budaya yang dimana dijaga oleh setiap keurunan tersebut yang dimana biasanya masing – masing budaya dijaga oleh keturunan tersebut yang dimana kebudayaan tersebut diwarikan oleh para leluhur nenek moyang dari pada suku tersbut. Budaya yang berkembang dalam suatu daerah merupakan warisan turun temurun dan dilakukan secara terus menerus secara berulang – ulang sehingga menjadikan sebuah prinsip yang membetuk pola kehidupan pada kelompok tersebut. Budaya merupakan keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain [2]. Kebudayaan yang tumbuh dalam masyarakat sering kali membentuk perspektif, perilaku, serta etika dan moral individu. Secara langsung atau tidak langsung, kebudayaan memengaruhi cara setiap orang berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Karena budaya merupakan suatu paket perilaku yang terjadi terus menerus dan tidak memerlukan sistem lain untuk terus berfungsi [3].

Seperti halnya dengan budaya barat dan timur, dimana budaya barat sama dengan individualisme dan matrealisme, sedangkan budaya timur diidentikkan dengan sikap kolektivisme yang biasanya lebih sopan santun dan lebih unggul dari budaya barat. Walaupun tentu saja, penggambaran secara umum seperti ini sering terjadi ke salah pahaman karena tidak semua negara yang memiliki budaya dapat digolongkan dengan sama rata. Ditambah lagi arus informasi yang begitu cepat tersebar dan juga maraknya globalisasi, dimana. Berdasarkan pengertian tersebut menunjukkan bahwa budaya merupakan aspek terpenting dalam masyarakat. Budaya mencerminkan perilaku seseorang dan bagaimana mereka bersikap. Oleh karena itu aspek budaya sangat berperan dalam perkembangan masyarakat. Sama seperti di masyarakat Indonesia, usaha yang dilakukan sering kali dipengaruhi oleh berbagai suku, bangsa, dan adat istiadat yang berbeda-beda di setiap daerah atau kelompok masyarakat. Jika lebih diperhatikan lagi Indonesia dalam menjalankan ushanya masih dipengaruhi oleh adat masing masing dari suku dan bangsa serta kelompok masyarakat. Mindset atau sudut pandang budaya tertentu memiliki tujuan hidup, nilai-nilai, serta prinsip-prinsip yang harus dianut oleh setiap orang yang hidup dalam budaya tersebut.

Aspek budaya yang berkembang di masyarakat umumnya dapat membangun sudut pandang atau cara pandang, peirilaku, hingga eitika dan moral. Keibudayaan baik seicara langsung ataupun tidak langsung dapat meimpeingaruhi pola pikir, karakteir, moral dan norma dalam keihidupan seihari – hari teirmasuk dalam beirusaha. Budaya meinceirminkan norma, nilai, dan peirilaku masyarakat yang meinganut budaya teirseibut. Seilain itu, budaya juga dideifinisikan seibagai “way of lifei of socieity” atau cara hidup di masyarakat [3]. Suku Tionghoa, Aceih, Beitawi, Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa meirupakan contoh nyata dari peingaruh budaya yang diwariskan seicara turun teimurun.

Aspek lain yang perlu diperhatikan yaitu latar belakang budaya baik suku maupun agama, interaksi dan nilai sosial yang terbangun dalam masyarakat, mata pencaharian serta kepemilikan lahan dan tempat tinggal. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh [4] bahwa kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara status sosial dan kebiasaan hidup sehari-hari yang telah membudaya bagi individu atau kelompok, dimana kebiasaan hidup yang membudaya ini disebut dengan culturei activity. Dengan adanya pemahaman aspek sosial, budaya, politik, dan ekonomi merupakan pertimbangan nilai yang tercipta di masyarakat sebagai penentu bentuk akuntansi. Nilai – nilai yang diperoleh memberikan penghargaan terhadap karakteristik yang melekat pada akuntansi. Hal ini dapat membangkitkan kesadaran akan pentingnya akuntansi lokal sebagai faktor waktu tertentu yang membentuk perubahan akuntansi pada kasus tertentu [5].

Budaya sendiri dapat memberikan sudut pandang dan perspektif yang berbeda terhadap penerapan suatu ilmu pengetahuan. Seperti yang dikatakan oleh [6], Nationality atau kebangsaan kerap identik dengan latar belakang yang dimiliki seseorang. Termasuk budaya yang mempengaruhi perilaku baik dalam kehidupan sehari -hari maupun dalam kehidupan berbisnis. Bangsa Indoneisia sendiri Tidak bisa diabaikan bahwa bisnis yang dilakukan juga dipengaruhi oleh suku, bangsa, serta adat istiadat yang melekat pada karakteristik individu. Sebagai contohnya dapat kita lihat perbedaan cara berbisnis orang yang berasal dari daerah tertentu, seperti perbedaan cara berbisnis orang Minang dengan orang Jawa, Etnis Tionghoa dengan etnis Batak.

Kemunculan akuntansi sebagai yang dipraktekkan dalan suatu tempat atau wilayah selalu dikonstruksi dan dikembangkan secara sengaja untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Dalam kenyataanya faktor lingkungan misalnya sosial, budaya, eikonomi dan politis selalu mempengaruhi bentuk praktikum akuntansi yang sedang dijalankan. Sehingga praktek akuntansi akan mengalami sejarah dan perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Menurut [7] untuk dapat mengembangkan suatu struktur dan praktek akuntansi di suatu wilayah atau Negara tertentu tidak cukup hanya dengan belajar akuntansi yang sedang berjalan saja. Di balik praktek akuntansi yang sebenarnya terdapat seperangkat gagasan – gagasan yang melandasi praktek tersebut berupa asumsi dasar, konsep, penjelasan, deskripsi dan penalaran. Akuntansi memiliki istilah an everchanging discipline yang artinya ilmu ini akan memiliki perubahan sesuai dengan masanya [8]. Dengan demikian akuntansi mulai dipandang sebagai suatu entitas yang terus berubah, tidak dipandang sebagai suatu entitas yang statis dan sudah selesai, melainkan sebagai suatu yang mengalami perubahan terus-menerus tergantung lingkungannya [9].

Pemahaman umum tentang akuntansi hanya sebatas pada metode pencatatan dan teknik pencatatan itu muncul dari seni merumuskan bahwa akuntansi mencakup dua hal tersebut. Pada kenyataannya akutansi tidak seperti itu. Menurut [10] terdapat berbagai faktor yang mendukung perkembangan akuntansi diantaranya sosial, budaya ekonomi, hukum dan politik pada lingkungan tempat dimana akuntansi tersebut berkembang. Tidak hanya prktek akuntansi antar Negara saja yang berbeda, praktek akuntansi setiap daerah juga berbeda dikarenakan setiap daerah memiliki budaya masing – masing. Bahwa nilai-nilai budaya dalam akuntansi pada gilirannya dapat memengaruhi sifat bangsa [11]. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa faktor lingkungan dan budaya dapat mempengaruhi bentuk, teknik menghitung dari akuntansi. [12] menjelaskan bahwa akuntansi bukan saja produk dari lingkungan namun akuntansi juga dapat membentuk lingkungan. Hal tersebut berarti setiap lingkungan memiliki versi akuntansi yang dipraktekkan sesuai dengan sistem dan nilai kepercayaan. Di balik praktek akuntansi sebenarnya terdapat seperangkat gagasan-gagasan yang melandasi praktek tersebut berupa asumsi-asumsi dasar, konsep-konsep, penjelasan, deskripsi dan penalaran. Penelitian [13] menyimpulkan bahwa budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu di negara tersebut menggunakan informasi akuntansi.

Perbedaan cara berusaha yang dilakukan oleh suku Jawa, Bugis, Batak, Tionghoa maupun Arab merupakan contoh nyata pengaruh budaya yang diwariskan pada ciri khas masing masing setiap suku atau kelompok. Pengaruh dalam kehidupan berbisnis dengan serta merta turut mempengaruhi perkembangan akuntansi. Mengungkapkan terdapat empat dimensi budaya yang mempengaruhi kegiatan bisnis dan implikasinya terhadap praktek akuntansi yaitu (1) individuialism veirsuis colleictivism, Seberapa besar keinginan seseorang untuk memiliki kebebasan sendiri atau menerima tanggung jawab kelompok (2) Poweir distance, Jarak antara pemimpin dan bawahan yang akan berpengaruh terhadap praktek yang ada (3) Uinceirtainty avoidance, Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. (4) Mascuilinity veirsuis feimininity, Nilai Mascuiline menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang nampak, sedangkan Feiminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis dan peduli pada yang lemah [14].

Menurut [15] Usaha Mikro Kecil Dan Menengah merupakan salah satu jenis usaha milik perorangan, badan usahanya berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Badan usaha ini selain berdiri sendiri dan bukan badan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi langsung maupun tidak langsung. Usaha Mikro Kecil Dan Menengah merupakan istilah umum dari usaha yang dimiliki oleh satu orang atau lebih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang - undang No.20 tahuin 2008. Usaha Mikro Kecil dan Menengah mampu menggali potensi yang tersmbunyi pada suatu daerah dan mengembangkannya sehingga, potensi sumber daya alam dapat dimanfaatkan dengan maksimal dam dapat memberikan manfaat dari daerah [16].

Usaha Mikro Kecil Dan Menengah adalah industri rumahan tentu saja dalam perkembangan bisnisnya akan selalu terbawa dengan lingkungan sekitar yang turut mempengaruhi perilaku usaha. Salah satunya Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berkembang di Kabupaten Sidoarjo sangat beraneka ragam salah satunya yatu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahu dan tempe yang tersebar di beberapa daerah di Sidoarjo. Menurut data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indoneisia jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) industri yang ada di Sidoarjo industri tahu berjumlah 25 unit usaha, sedangkan tempe berjumlah 138 unit usaha. Industri tahu dan tempe merupakan industri rumahan yang banyak diminati oleh masyarakat Karena tahu dan tempe dapat dibuat dengan mudah tanpa harus memiliki keahlian khusus dari seseorang dengan latar belakang ilmu pengetahuan tertentu [17]. Oleh karena itu industri pembuatan tahu dan tempe diminati sebagai peluang usaha bisnis yang mengutungkan, namun disisi lain usaha ini juga seibagai salah satu i peinyuimbang limbah di Indoneisia. Tahui dan teimpei meiruipakan induitri ruimah tangga yang dapat meimbeirikan keiseimpatan beiruisaha yang leibih luias uintuik keilompok masyarakat beirpeindapatan meineingah kei bawah. Hal ini kareina tahui dan teimpei meiruipakan produik induistri yang meimiliki teimpat dihati masyarakat, baik seibagai meinui peileingkap, makanan pokok juiga dapat dinikmati seibagai makna ringan [18].

Salah satu UMKM tahu dan tempe berlokasi di Desa Sepande Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Desa Sepande merupakan Desa yang dikenal sebagai Desa tahu dan tempe dikarenakan kebanyakan masyarakat pada Desa tersebut berprofesi sebagai pengusaha tahu dan tempe. Desa Sepande merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Candi Kabupmeaten Sidoarjo. UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande ini berdiri cukup lama dan pengembangan UMKM ini cukup dikatan baik. Hal ini terbukti dengan keberlangsungan usaha UMKM tahu dan tempe sampai saat ini. Usaha di bidang ini menghasilkan pendapatan yang cukup lumayan karena permintaan masyarakat akan tahu dan tempe masih sangat banyak hingga saat ini.

Sebagian besar para pelaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande merupakan keturunan suku Jawa sehingga mereka menganut prinsip kekeluargaan dalam menjalankan usahanya. Usaha yang berkembang di Suku Jawa sangat mementingkan pencitraan dalam kehidupan sehari – harinya dan menjunjung tinggi kebersamaan dan keakraban keluargaan. Suku Jawa dalam melakukan bisnis memiliki ritme yang lebih lambat dibandingkan suku Tionghoa dan Minang [14]. Sedangkan menurut [19] masyarakat suku Madura, mementingkan gengsi dan gaya hidup berlebihan dalam kehidupan sehari harinya namun juga menjunjung tinggi kebersamaan serta kekeluargaan. Sedangkan [10] cara berbisnis masyarakat gorontalo digerakkan oleh semangat budaya islam yaitu berupakesabaram, kegigihan dan persaudaraan. Hal ini, membuktikan bahawa karakteristik budaya yang berkembang akan berpengaruh kepada karateristik bisnis yang ada.

Sebagian masyarakat lokal di Indonesia membangun suatu usaha dan mengembangkan bisnisnya tidak hanya berlatar belakang kebutuhan ekonomi, tetapi juga perwujudan budaya dan kreatifitas yang diciptakan masyarakat di wilayah tersebut. Begitu juga dengan yang dilakuikan oleih masyarakat Suku Jawa dengan bisnis yang dikembangkannya. Masyarakat suku jawa menjunjung tinggi praktek – praktek bisnis yang dilakukan prinsip – prinsip budaya yang dijunjung tinggi. [20] mengemukakan bahwa tradisi dan kebudayaan Jawa merupakan entitas yang sudah amat tua dan besar pengaruhnya bagi kehidupan bersama dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. Jawa memiliki nilai tertentu sebagai kearifan yang memberi dasar bagi sistem mata pencaharian dalam konteks kehidupan seutuhnya, dan bisnis merupakan salah satu mata pencaharian itu.

Masyarakat Suku jawa juga memiliki karaktristik kekeluargaan, gotong royong, rendah hati, terbuka, berpola pikir kreatif, hidup dinamis, sikap skeptis dan jujur. Karakteristik tersebut merupakan prinsip penting dalam menjalankan usaha mereka. Sejak dulu masyarakat Suku Jawa lebih banyak berprofesi sebagai petani sedangkan yang merantau di perkotaan menjadi seorang karyawan ataupun membentuk suatu usaha. Jika dibandingkan dengan Suku Tionghoa usaha yang dijalankan Suku Jawa memiliki pengelolaan keuangan yang berbeda dalam pencatatan akuntasinya. Suku Tionghoa menyadari bahwa pencatatan akuntansi itu sangat penting dalam berusaha karena dari pencatatan tersebut para pengusaha Tionghoa memperoleh informasi yang dbutuhkan [21]. Sedangkan masyarakat Suku Jawa beranggapan bahwa pencatatan akuntansi hanya digunakan untuk perusahaan yang memiliki skala bisnis yang besar dengan omset jutaan rupiah [22].

Karakteristik ini membuktikan bahwa pelaku UMKM pada Masyarakat suku Jawa memiliki nilai – nilai dan prinsip dalam menjalankan usahanya. Budaya kekeluargaan dan tingginya tingkat kepercayaan, membuat kesadaran pada praktek akuntansi yang diterapkan pada UMKM tahu dan tempe sangat kurang. Dalam kenyataan para pelaku UMKM tidak menyelenggarakan dan menggunakan pencatatan akuntansi dalam mengelola usahanya [23]. UMKM tahu dan tempe hanya fokus pada pencatatan oprasional saja sehingga mengabaikan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangannya. Mereka hanya mencatat jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan saja. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa praktek akuntansi dalam rumah tangga atau pun mikro terbagi menjadi dua yaitu, akuntansi dengan tulisan atau pun akuntansi tanpa tulisan. Tetapi dalam sebagian besar pelaku UMKM suku Jawa cenderung memilih akuntansi tanpa tulisan karena dianggap lebih praktis dan tidak membuiang waktu serta biaya [14]. Beberapa tahun terakhir ini, terdapat peningkatan minat dalam mempelajari akuntansi dari perspektif sosial dan perilaku. Penelitian tentang akuntansi perilaku telah memperkaya disiplin akuntansi itu sendiri dan menunjukkan bahwa akuntansi bukan hanya masalah teknis, tetapi melihat akuntansi lebih luas dari pertimbangan psikologis yang mempengaruhi penyusunan laporan akuntansi hingga pertimbangan peran sosiopolitik akuntansi dalam organisasi dan masyarakat. Budaya lokal suatu daerah memberikan gaya praktek akuntansi yang berbeda. Idei – ide dibalik praktek akuntansi yang dipengaruhi oleh budaya lokal suatu daerah jelas akan berbeda dengan praktek akuntansi yang dipengaruh oleh budaya lokal daerah lain.

Jika digali lebih dalam lagi, pengaruh budaya bisnis akan mempengaruhi bentuk praktek akuntansi yang dilakukan. Hal inilah yang menyebabkan praktek akuntansi mengalami perkembangan yang unik seiring dengan perkembangan nilai-nilai sosial, budaya dan ekonomi. Budaya lokal dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada gaya praktek akuntansi yang berkelanjutan. Ide - ide yang muncul dalam berbisnis tentang praktek akuntansi yang dipengaruhi oleh budaya lokal suatu kelompok jelas akan berbeda dengan praktek akuntansiyang dipengaruhi oleh budaya lokal kelompok lain. Artinya ilmu akuntansi terbentuk dari interaksi sosial yang ada di masyarakat. Menyatakan bahwa akuntansi merupakan bagian dari budaya masyarakat dimana akuntansi dipraktekkan [24]. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa akuntansi sebenarnya adalah produk sosial atau budaya yang tercipta dari konsep pemikiran manusia yang pada dasarnya merupakan hasil kombinasi kreiativitas, rasa dan niat manusia.

Para pelaku UMKM beranggapan bahwa kegiatan akuntansi ini hanya bisa dilakukan oleh orang professional dan orang yang berpendidikan tinggi saja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh [21] menunjukkan bahwa pengusaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM memandang bahwa proses akuntansi dianggap membuang waktu dan juga biaya. Sementara itu dengan adanya pencatatan akuntansi yang baik dan benar para pelaku UMKM dapat mengatahui berapa besaran proporsi yang didapatkan melalui kegiatan pencatatan yang dilakukan. Akuntansi sebagai pertanggung jawaban yang dapat dijadikan tolak ukur oleh para pelaku UMKM untuk memutuskan besaran kewajiban yang harus diperhitungkan. Akuntansi sebagai perhitungan dasar pengambilan keputusan, dimana tanpa disadari walaupun sebagian besar usaha tidak melakukan akuntasi yang sesuai, nyatanya mereka memahami kegiatan tersebut dengan makna yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan interaksi antara makna budaya dalam penerapan akuntansi, pada UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande Kabupaten Sidoarjo dan untuk mengetahui presepsi tentang pentingnya penerapan akuntansi dalam kegiatan usaha.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Etnografi yang rasional dan bertujuan untuk mengeksplorasi lebih hal-hal yang berkaitan dengan praktek akuntansi yang berkembang di masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mempunyai ciri datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya, dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan [25]. Etnografi selalui diidentikkan dengan kerja antropologi, yang mengkaji secara alamiah karakter individu dan masyarakat yang hidup dalam situiasi budaya tertentu [26]. Etnografi adalah ilmu tentang unsur-unsur atau masalah – masalah kebudayaan suku bangsa dan masyarakat penduduk suatu daerah diseluruh dunia secara komprehensif dan tujuan mendapat pengertian tentang sejarah dan proses evolusi serta penyebaran kebudayaan didunia, bahwa pengalaman etnografi sendiri dapat menggambarkan bentuk akuntansi baru yang sedang berkembang [2].

Lokasi dan tempat penelitian sangat diperlukan dalam pengumpulan data serta menggali informasi mengenai objek pada penelitian. Lokasi penelitian yang dijadikan obyek pada penelitian ini yaitu UMKM tahu dan tempe yang berlokasi di Desa Sepande Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timuir. Fokus penelitian ini mengenai inetraksi aspek budaya dalam penerapan akuntansi yang dilakukan oleh pelaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande Kabupaten Sidoarjo.

Sumber data yang digunakan adalah data primer karena diambil secara langsung dari informan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun yang menjadi sumber data adalah peilaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande.

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian kualitatif metode pengumpulan data merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneiliti dalam mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis [27].

Observasi adalah kegiatan pengamatan visual terhadap suatu objek untuk menggali sebuah makna. Yang terpenting dalam kegiatan ini adalah ingatan dan pengandalan dalam mengeksplorasi fenomena yang terjadi. Terdapat 2 jenis observasi yaitui observasi partisipatif dan observasi non partisipatif [28]. Jika seorang peneliti ikut serta dalam kegiatan yang diamatinya maka disebut observasi partisipatif sedangkan obseirvasi non partisipatif peneliti hanya mengamati saja tanpa ikut berperan.

Wawancara merupakan kegiatan bertemunya dua atau lebih orang untuk mendiskusikan tentang suatu topik masalah dengan bertukar informasi melalui kegiatan tanya jawab antara pewawancara dengan informan. Wawancara dilakukan dalam bentuk perteimuan formal, dimana peneiliti sangat diperlukan bertanya untuk menggali informasi yang diperlukan [30]. Dengan melakukan wawancara kita dapat mendapatkan data yang akurat karena langsung diperoleh dari sumber pertama sebagai pelengkap teknik pengumpulan lainnya untuk menguji kevalidan data, wawancara terbagi menjadi dua jenis yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur berisi pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya oleih peneiliti beserta pilihan jawaban sedangkan wawancara tidak terstruktur bentuknya seperti percakapan pada umumnya [28]. Dalam penelitian ini penulis memilih wawancara tidak terstruktur karena ingin lebih dekat dengan subjek wawancara agar informasi yang leibih dalam dapat terungkap tanpa adanya keterikatan dengan pertanyaan tertuilis sebelumnya.

Bentuk dokumentasi yang dapat kita temui antara lain surat-surat, catatan, foto, laporan, data elektronik dan sebagainya. Dalam penelitian ini sumber dokumen yang diperlukan dapat berupa catatan keuangan pelaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande. Peneliti juga akan mendokumentasi kegiatan wawancara untuk membuktikan bahwa semua kegiatan benar benar dilakukan bukan rekayasa.

Pemilihan Informan

Informan penelitian adalah seseorang diluar dari peneliti yang menguasai mengenai tema pada penelitian. Jumlah informan pada penelitian kualitatif biasanya disesuaikan dengan setting serta kebutuhan data yang diperlukan. Dari informan penelitian ini sebuah penelitian dapat menentukan kualitas penelitian karena jawaban dan pendapat yang diberikan adalah data yang sangat diperlukan. Berikut adalah informan penelitian yang akan ditetapkan oleh peneliti :

No Nama Jenis UMKM Alamat
1 Ibu Kholifah Tempe Ds. Sepande Rt 16
2 Ibu Yati Tahu dan Tempe Ds. Sepande Rt 17
3 Ibu Ulfah Tempe Ds. Sepande Rt. 17
4 Bapak Khori Tahu Ds. Sepande Rt 15
5 Bapak Anto Tempe Ds. Sepande Rt 17
Table 1.Informan Penelitian

Dari informan penelitian diatas yang menjadi informan kunci pada penelitian kali ini yaitu : para pelaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande Kabubaten Sidoarjo.

Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses merangkai dan menyajikan data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi secara sistematis menjadi sebuah kesimpulan yang mudah dipahami oleh orang lain [28]. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif artinya hal yang bersifat khusus dikaji menjadi hal yang umum. Analisis yang diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Urutan kerja dari penelitian kualitatif tidak boleh tertukar dan dilakukan secara berurutan. Langkah -langkah yang harus dikerjakan antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

a.Reduksi Data (Data Reduction)

Data kualitatif yang berbentuk narasi tidak dapat dihitung secara statistic. Dalam penelitian kualitatif, peneliti harus mencari kesamaan – kesamaan dn perbrdaannya atas informasi yang diperoleh. Di tahap ini terjadi proses meringkas, mengkode, dan membuat catatan sehingga diperoleh data yang lebih sederhana.

b.Penyajian Data (Data Display)

Kegiatan ini merupakan penyusunan informasi yang memebrkkan peluang untuk ditarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang disajikan dapat dalam bentuk teks, flowchart dan grafik sehingga memudahkan untuk melihat yang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya.

c. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan awal yang terjadi dalam proses reduksi masih bersifat sementara dan akan berubah apabila ditemukan bukti yang kuat pada pengumpulan data berikutnya. Namun apabila simpulan awal sudah memenuhi bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut sudah bersifat kredibel. Kesimpulan merupakan inti dari penelitian yang menggambarkan pendapat pendapat dari proses berpikir kritis. Simpulan yang dibuat harus relevan dengan fokus penelitian, tujuan penelitian dan temuan penelitian yang sudah dilakukan interpretasi dan pembahasan. Simpulan penelitian bukan ringkasan penelitian [28]. Kesimpulan merupakan penemuan baru dari seluruh proses awal hingga akhir yang dapat berupa gambaran objek, hubungan kausal interaktif serta hipotesis maupun teori.

Hasil dan Pembahasan

1. Budaya dan Karakteristik Masyarakat Desa Sepande

Industri tahu dan tempe Desa Sepande, terletak di Jalan Gedung Rahmat, Kelurahan Sepande, Kecamatan Candi Kabubaten Sidoarjo. Masyarakat luar mengenal Desa Sepande sebagi Desa tahu tempe, sejak lama Desa Sepande dikenal dengan julukan Desa tahu tempe, karena hampis seluruh masyarakat Desa Sepande bermata pencaharian sebagai pembuat dan penjual tahu dan tempe. Karena banyaknya masyarakat yang berjulan ttahu dan tempe juga ada yang mengatakan bahwa keberadaan usaha tahu dan tempe ini ada kaitannya dengan awal berdirinya Desa Sepande, bahwa awal berdirinnya usaha tahu dan tempe beriringan dengan di dirikannya Desa Sepande. Kegiatan usaha pembuatan tahu dan tempe sendiri merupakan sebuah bentuk warisan nenek moyang yang mereka lakukan secara turun temurun. Pembuatan tahu dan tempe ini dilakukan dengan sistem kekeluargaan, yang kebanyakan usaha ini dijalankan oleh suami dan istri.

Sebagian besar masyarakat lokal Indonesia membangun dan mengembangkan usahanya tidak hanya dengan latar belakang ekonomi, melainkan juga sebagai pewujudan budaya kreatifitas yang diciptakan oleh masyarakat wilayah itu sendiri begitu pula yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sepande dengan usaha yang digelutinya. Dapat dijumpai beberapa praktek – praktek yang dilakukan berdasarkan prinsip budaya yang dijunjung tinggi.

Inti dari keseluruhan dari penelitian etnografis terletak pada pemahaman makna budaya yang ada di dalamnya. Makna tersebut dapat diidentifikasi melalui berbagai domain atau kategori simbolik yang melingkupi kategori lainnya. Dengan cara ini, makna dari informasi yang diberikan dapat dipahami. Salah satu domain yang cukup penting dapat membantu peneliti menentukan fokus sementara penelitian. Dalam penelitian ini, domain yang teridentifikasi adalah karakteristik masyarakat di Desa Sepande, yang secara umum mencerminkan masyarakat Kabupaten Sidoarjo. Beberapa karakteristik yang sangat menonjol terlihat pada pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande. Karakteristik ini melekat pada setiap individu, mencerminkan cara hidup masyarakat yang ada di dalamnya secara unik.

2. Karakteristik Masyarakat Desa Sepande

Gotong royong, yang merupakan simbol nilai luhur warisan nenek moyang bangsa Indonesia dan diakui memberikan manfaat sosial serta mempererat hubungan antarwarga, kini semakin dianggap tidak sesuai dengan realitas sosial saat ini [29]. Secara turun menurun gotong royong merupakan warisan budaya dari leluhur yang menjadi kepribadian bangsa serta sebagai budaya yang sudah berakar kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Gotong royong ialah adat istiadat berupa tolong menolong antar warga dalam berbagai macam aktivitas hubugan tetangga maupun hubungan keakraban antar warga. Dalam malakukan usaha karakteristik ini muncul dan dapat dibuktikan dengan sikap toleran dan saling membantu antar masyarakat atau tetangga. Sebagai contohnya, hubungan keakraban yang terjadi antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Yati sebagai berikut

“…dulu ada mbak, ada masyarakat sini juga lumayan jauh dari sini rumahnya sudah lumayan rusak dan untuk benerin rumanhya itu ndak ada uang, lalu masyarakat sini mengadakan diskusi dan bantuan iuran seiklasnya untuk bantu benerin rumah itu. Biasanya juga setiap satu bulan sekali masyarakat sini itu ngadain kerja bakti pembersihan lingkungan…”

Sikap saling membantu dan toleransi antar warga atau tetangga terlihat ketika mereka dengan tidak ragu membantu tetangga yang sedang menghadapi kesulitan, meskipun rumah mereka tidak saling berdekatan.

Karakteristik pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande selanjutnya adalah rasa rendah hati dan terbuka, masyarakat Desa Sepande identik dengan sikap ramah, selalu tersenyum dan terbuka. Usaha yang dikembangkan juga tidak luput dari branding kesan ramah yang membuat pelanggan atau pembelinya merasa nyamanPandangan bahwa pelanggan adalah sumber rezeki atau berkah mendorong masyarakat untuk selalu bersikap rendah hati, ramah, dan terbuka terhadap segala masukan. Mereka menyadari bahwa perubahan dapat mempengaruhi baik kehidupan maupun usaha mereka.Tidak hanya pada pelanggan masyarakat juga percaya bahwa dengan adanya keterbukaan terhadap rekan atau lawan dalam usahanya dapat menimbulkan masukan dalam usahanya. Sehingga persaingan yang tercipta antara mereka adalah persaingan secara sehan dan kerja sama yang utuh antara pemilik usaha dengan rekan dalam menjalankan usaha.

Perubahan atau inovasi tidak hanya dipicu oleh faktor eksternal yang memberikan pilihan kepada para

pengusaha tahu dan tempe, tetapi juga berasal dari inisiatif masing-masing pengusaha itu sendiri. Beberapa pengusaha tahu dan tempe memilih untuk tetap mempertahankan produk mereka tanpa perubahan karena mereka merasa nyaman dengan kondisi usaha mereka saat ini di Desa Sepande.

Dalam suatu produk melalui empat fase dalam siklus hidupnya, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kematangan, dan penurunan.) [30]. Saat ini usaha tahu dan tempe di Desa Sepande dalam tahap pertumbuhan dan memulai pada tingkat kematangan. Sudah banyak orang yang mengenal usaha tahu dan tempe di Desa Sepande, yang perlu diperhatikan lagi para pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande harus memiliki inovasi untuk mempertahankan keberadaannya, jika tidak maka usaha tahu dan tempe di Desa Sepande mengalami tingkat decline atau penurunan. Pada kenyataannya masyarakat mempunyai karakteristik yang membuat pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande terus produktif.

Karakteristik lain yang dimiliki oleh pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande adalah kreativitas dan dinamisme. Meskipun mayoritas pengusaha di desa ini hanya memiliki pendidikan SMA/SMK atau setara, sikap terbuka mereka terhadap informasi dan kemajuan zaman telah mendorong perkembangan kreativitas dalam masyarakat. Ini terlihat dari bagaimana usaha tahu dan tempe yang awalnya sederhana kini telah berkembang pesat. Desa Sepande dikenal dengan tahu dan tempenya yang terus berkembang dan bertahan seiring dengan perubahan zaman yang dinamis.

Karakteristik lainnya adalah sikap skeptis, yang mencerminkan masyarakat Desa Sepande yang cenderung tidak percaya pada sesuatu kecuali jika keberhasilannya dapat dibuktikan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ulfa

“… saya mulai julana itu dari tahun 1987 itu pun sudah banyak mbak yang jualan tempe, ada yang sudah dari kecil ibu, bapak mbah itu sudah jualan tempe, jadi usaha tahu dan tempe ini sudah dilakukan secara turun temurun, dulu katanya awalnya hanya beberapa saja, tetapi karena adanya hasil jadi hampir semuanya ikut jualan dan menyebar jadi satu Desa…”

Fakta ini membuktikan bahwa penghindaran ketidakpastian, dimana mereka cenderung ingin mengetahui resikonya terlebih dahulu sebelum memulai usahanya [31].

Karakteristik berikutnya adalah religius merupakan karakteristik masyarakat Desa Sepande yang mayoritas penduduknya merupakan menganut agama islam, nilai – nilai agama juga mempengaruhi dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam etika berdagang masyarakat memegang prinsip bahwa ketika memulai berdagang para orang tua akan mengingatkan bahwa “tuhan tidak tidur”. Ungkapan ini bermakna bahwa masyarakat harus memulai aktivitas berdagangnya dengan memohon apa yang diinginkan. Di lain itu ungkapan itu memiliki makna bahwa masyarakat selalu berhati – hati dalam sebelum berbuat, tuhan selalu mengawasi sehingga masyarakat harus memikirkan apakah tindakan yang dilakukan berpengaruh baik atau buruk bagi dirinya maupun orang lain. Selain itu masyarakat percaya bahwa “Rezeki itu di tangan tuhan, kalua mau berusaha pasti ada jalan”. Hal hal seperti itulah yang menjadi pendorong masyarakat untuk terus berproduksi dan mengembangkan usahanya.

3. Realita praktek akuntansi pada usaha tahu dan tempe Desa sepande

Sebagian besar usaha tahu dan tempe tersebut dapat dikategorikan menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Usaha tahu dan tempe yang berkembang di Desa Sepande, diwarnai dengan adanya budaya yang berkembang di dalam masyarakatnya dan mempengaruhi aspek usaha termasuk dalam praktek akuntansi. Dengan adanya syarat budaya kekeluargaan dan tingginya tingkat kepercayaan membuat kesadaran akan praktek akuntansi kurang di sebagian di sebagian besar para pemilik usaha tahu dan tempe di Desa Sepande. Kenyataan tersebut sangan mencolok ketika peneliti menanyakan praktek akuntansi yang dijalani oleh para pemilik usaha, dan kebanyakan dari mereka tidak ada satu pun informan yang memahami praktek akuntansi yang dimaksudkan oleh peneliti. Sehingga peneliti menjelaskan bagaimana praktek akuntansi yang dimaksud, mulai dari pencatatan transaksi, pengakuan modal dan juga pendapatan yang diperoleh.

Praktek akuntansi pada Usaha Mikro kecil dan Menengah memiliki keunikan dalam yang tidak terdapat dalam praktek akuntansi pada umumnya. Mengenai akuntansi usaha keipik tempe di Kampung Sanan, praktek akuntansi yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara tertulis serta mengumpulkan bukti bukti transaksi, dan juga dengan tidak tertulis yaitu dengan melakukan praktek akuntansi dalam pikiran dan kebiasaan. Praktek tersebut tidak hanya dilakukan dalam rumah tangga saja, namun juga dalam usaha yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Sanan [14].

Para pelaku usaha tahu dan tempe di Desa Sepande sebagian besar dari mereka tidak melakukan praktek akuntansi apapun dalam menjalankan usahanya. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa alasan, contohnya adalah terlalu rumit dalam penggunaannya. Seperti yang diungkapkan Ibu Yati sebagai berikut

“….nda pernah mbak nyatet – nyatet begitu. Soalnya udah kebiasaan ndak pake catatan. Menurut saya tidak telalu penting juga untuk dicatatat, selama tidak ada masalah selama saya tidak mencatat, tetapi ya tergatung keperluan masing – masing juga…”

Peneliti awalnya menganggap bahwa hal ini hanya terjadi pada pelaku usaha skala kecil, di mana produksi masih terbatas dan penjualan hanya kepada pelanggan yang membeli. Namun, ternyata proses pencatatan juga tidak dilakukan oleh pemilik usaha yang lebih besar. Seperti yang diungkapkan Bapak Anto

“….ndak sempet mbak nyatet – nyatet kayak gitu mbak, soalnya udah kebiasaan juga, lagi pula peputaran uangnya juga cepet juga ya mbak, kalau mau nyatet uang yang keluar, sudah ada pemasukan lagi. Terus mau nyatet uang yang masuk sudah habis buat jadi modal lagi, jadinya ndak sempet buat nyatet….”

Dalam kenyataannya, pelaku UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande tidak menyelenggarakan dan menggunakan informasi akuntansi dalam pengelolaan usahanya. Praktek akuntansi dalam rumah tangga maupun usaha mikro terbagi menjadi dua yaitu akuntansi dengan tulisan dan akuntansi tanpa tulisan [14]. Maka hal tersebut menjadi acuan peneliti dalam mengklasifikasikan praktek akuntansi yang ada pada usaha tahu dan tempe di Desa Sepande. Peneliti menemukan bahwa praktek akuntansi tanpa catatan keuangan lebih menonjol dibandingkan dengan praktek akuntansi dengan catatan keuangan.

Ada empat faktor yang menjelaskan mengapa akuntansi tidak ada di UMKM, yaitu: (1) tidak adanya tuntutan dari institusi atau negara mengenai penerapan akuntansi pada usaha mikro, (2) orientasi usaha mikro yang masih berbasis kas, yang membatasi penggunaan akuntansi, (3) budaya masyarakat yang sangat mengutamakan kepercayaan, sehingga membuat akuntansi dianggap kurang penting [2].

Akuntansi yang terdapat di dalam usaha tahu dan tempe di Desa Sepande memang tidak dapat ditemukan secara jelas, jika dilakukan pendekatan secara lebih mendalam keberadaan akuntansi secara sederhana akan bisa dilihat. Keberadaan akuntansi pada usaha mikro dapat muncul dalam bentuk lain seperti akuntansi dalam ingatan [14]. Sebagian besar pengusaha tahu dan tempe di Desa Sepande melakukan praktek akuntansi secara sederhana yang dilakukan tanpa adanya pencatatan keuangan, tetapi pengusahatahu dantempe di Desa Sepande mengingat harga bahan bakunya seperti harga kedelai, ragi, tepung tapoika, karak, dll

Penetapan harga jual dan volume penjualan harian untuk usaha tahu dan tempe di Desa Sepande dipengaruhi oleh tiga faktor utama: (1) total biaya bahan baku, termasuk biaya pembelian persediaan dan tenaga kerja langsung, (2) harga yang disesuaikan dengan permintaan pasar, dan (3) biaya kebutuhan sehari-hari keluarga. Para pemilik usaha tahu dan tempe mempertimbangkan ketiga faktor ini dengan cara yang sederhana.

Dengan latar belakang pendidikan informan yang minim pemahaman tentang penerapan akuntansi secara umum, mereka cenderung mengandalkan ingatan dan kebiasaan dalam praktek akuntansi. Faktor pertama adalah penetapan harga jual yang didasarkan pada total biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Dari lima informan yang diteliti, terungkap bahwa mereka hanya memahami perhitungan total biaya secara umum, tanpa rincian yang mendalam. Mereka dapat menjelaskan dengan jelas jumlah uang yang dikeluarkan untuk bahan baku. Faktor kedua adalah penyesuaian harga dengan permintaan pasar; harga ditentukan berdasarkan selera konsumen untuk menarik lebih banyak pembeli, sehingga konsumen juga berperan dalam menentukan informasi yang dibutuhkan pedagang. Meskipun tidak ada pencatatan yang dilakukan, kebiasaan usaha menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan. Faktor ketiga adalah pengaruh terhadap jumlah produksi yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran keluarga setelah dikurangi harga pokok produksi.

Walaupun pada awalnya informan mengaku tidak melakukan praktek akuntansi, akan tetapi para pengusaha mikro telah melakukan praktek akuntansi dalam bentuk yang sederhana. Praktek akuntansi tidak serta merta dipraktekkan secara sempurna sesuai dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, melainkan secara bertahap [24]. Sehingga ketika suatu perusahaan sudah bertahan sekian tahun lamanya, penyesuaian dalam bidang akuntansi juga akan terjadi. Maka dari itu wajar jika dalam perkembangannya akuntansi yang dipraktekkan oleh para pelaku usaha tahu dan tempe di Desa Sepande masih dalam bentuk sederhana.

Namun, dalam penelitian ini, asimetri informasi di UMKM tahu dan tempe di Desa Sepande jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ruang lingkup usaha dan tingkat keterbukaan yang tinggi dari semua pelaku usaha dalam melaporkan transaksi mereka. Budaya kekeluargaan yang kuat juga seolah menghilangkan prasangka, oleh karena itu jarang ditemukan asimetri informasi. Tidak hanya itu rasa kepercayaan yang lain juga tergambar dari keseharian informan ketika peneliti menanyakan bagaimana informan memasarkan dan menjualnya. Ibu Kholifah mengungkapkan

“…. Saya juga titipkan di toko melijo juga mbak, jadi yang mau membeli bisa langsung ke toko juga, biar orang luar juga bisa beli juga mbak. kami juga saling percaya saja. Saya bilang terserah dijualnya berapa tetapi harga yang saya tetapkan itu Rp. 3.000; saya titipkan biasanya 50 biji tempe. Tetapi kadang mereka jualnya Rp. 4.000; atau lebih, tidak apa – apa biar mereka juga ambil utung sedikit…”

Informasi yang disampaikan menggambarkan bagaimana masyarakat saling percaya dan saling membantu, sehingga kontrol internal utama adalah kepercayaan timbal balik antara pekerja dan pemilik. Budaya kekeluargaan yang kuat tampaknya menghilangkan prasangka, sehingga asimetri informasi jarang terjadi karena tidak ada batasan yang jelas antara komponen usaha, hanya terdapat perbedaan status antara pemilik dan karyawan. Kurangnya kesadaran memang mempengaruhi praktek akuntansi dalam usaha tahu dan tempe di Desa Sepande. Namun, tidak mustahil bagi pelaku UMKM tahu dan tempe di desa tersebut untuk menerapkan praktek akuntansi yang benar jika mereka mendapatkan dorongan untuk menyadari pentingnya hal ini..

4. Pengambilan Keputusan

Informasi ekonomi yang diperoleh dari praktek akuntansi, meskipun dalam bentuk yang paling sederhana, mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pemilik usaha. Akuntansi berfungsi untuk menyediakan informasi mengenai peristiwa masa lalu. Meskipun akuntansi tidak secara langsung mengubah situasi atau peristiwa, ia dapat memengaruhi keputusan yang berdampak pada kebijakan dan konsekuensi di masa depan. Karena pengambilan keputusan dan informasi akuntansi berfokus pada waktu yang berbeda, keputusan diambil dengan menggunakan data akuntansi tertentu yang dilengkapi dengan informasi non-keuangan lainnya. [24].

Keputusan dalam usaha tahu dan tempe, meskipun terbatas, dipengaruhi oleh informasi ekonomi yang ada serta informasi non-keuangan lainnya. Interaksi antar anggota masyarakat juga menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan usaha tersebut. Tradisi memainkan peran signifikan dalam menentukan keputusan yang diambil. Budaya dan karakteristik masyarakat sangat memengaruhi proses pengambilan keputusan, termasuk dalam penetapan harga jual. Harga sering kali dipengaruhi oleh permintaan pembeli dan tingkat persaingan. Usaha mikro merupakan contoh dari persaingan sempurna, di mana jumlah pembeli dan penjual relatif banyak.[32].

Bahkan lokasi usaha tahu dan tempe saling berdekatan, dan karakteristik suasana kekeluargaan juga terasa dalam masyarakat setempat. Hal ini tercermin dalam praktek usaha Ibu Ulfa, yang mencerminkan kedekatan dengan budaya kekeluargaan seperti yang dijelaskan berikut ini..

“…Menurut saya ndak ada persaingan masalah pelanggan sih saya juga ndak rebutan juga, kayak tetangga di sebelah rumah ini mbak, sudah saya anggap seperti saudara sendiri, sama – sama jual tahu dan tempe juga, kita saling membantu saja lah mbak, kayak ada pelanggan yang mau beli di rumah tetapi tempe saya belum matang, pembeli biasanya saya alihkan ke sebelah. Namanya juga usaha ya mbak jadi kita juga saling tolong menolong saja….”

Maka hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun jenis pasar persaingan yang sempurna, tetapi pada prakteknya para pedagang masih memegang teguh rasa persaudaraan. Pengusaha tahu dan temepe di Desa Sepande masih mempunyai rasa kekeluargaan yang kuat

Salah satu makna budaya dalam usaha kekeluargaan, seperti yang dijelaskan oleh Bapak Khori, adalah keyakinan para pengusaha yang berlatar belakang agama Islam bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Dalam wawancara, para informan sering mengungkapkan hal ini..

“…Kita memang mencari untung mbak, untuk kebutuhan keluarga dan harga barang – barang juga semakin hari semakin naik. Tetapi kalau asal kita berusaha pasti Allah sudah memberikan rezekinya masing – masing...”

“…Ya cukup ndak cukup mbak, disyukuri saja, untung segitu juga sudah alhamdulillah sekali mbak, memang rezekinya dikasih segitu, semuanya disyukuri saja…”

Nilai religius yang terdapat dalam praktek akuntansi tradisional mempengaruhi cara praktek tersebut dilakukan. Kreativitas menjadi faktor kunci dalam mempertahankan usaha dan pengambilan keputusan. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan adalah identitas sebagai pengolah tahu dan tempe di Kabupaten Sidoarjo. Meskipun pengetahuan mereka tentang usaha dan pengelolaan terbatas, mereka terus berkembang dengan memanfaatkan pengalaman bertahun-tahun. Oleh karena itu, interaksi antara budaya, usaha, dan praktek akuntansi berkembang secara harmonis dan saling mendukung. Dalam usaha tahu dan tempe di Desa Sepande, praktek akuntansi pasti mempengaruhi pengambilan keputusan. Akuntansi, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar, akan dipengaruhi oleh lingkungan setempat. Dengan demikian, praktek akuntansi yang sederhana pada usaha tahu dan tempe di Desa Sepande mencerminkan kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya.

Simpulan

Setelah memaparkan hasil penelitian dan menganalisis data dari wawancara dengan informan sesuai dengan rumusan penelitian yang te;alahdiajukan peneliti dapat menarik kesimpulan antara lain: doiakui oleh informan bahwa mereka tidak melakukanpraktek akuntansi karena adaya kendala berbagai macam faktor. Antara lain kurangnya akan kesadaran bahwa pentingnya praktek akuntansi pada bisnisnya. Mereka beranggapan bahwa hal tersebut tidak trelalu penting dan sangat merepotkan saja. Tetapi tanpa disadari bahwa mereka telah malakukan praktek akuntansi. Mereka melakukan praktek akuntansi berdasarkan ingatan dan pengalaman sehingga menjadi terbiasa.

Selain itu, tujuan penyajian informasi yang dibutuhkan oleh informan dapat tercapai meskipun dalam bentuk yang sederhana dan tidak sepenuhnya sesuai dengan standar akuntansi umum. Hal ini menggambarkan bentuk praktek akuntansi yang terpengaruh oleh budaya dan karakteristik masyarakat. Mereka tidak berfokus bagaimana mencari laba sebesar – besarnya, namun yang mereka cari ialah bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara mengolah dan menjual, sementara itu walaupun tingkat persaingan yang tinggi, mereka dapat menangani dengan bijak dan mereka percaya bahwa nilai religius akan membantu dalam menjalankan usaha mereka.

Keterbatasan

Batasan penelitian ini adalah ruang lingkup objek penelitian yaitu hanya pengusaha tahu dan tempe, padahal di Desa Sepande banyak masyarakat yang mempunyai atau melakukan pekerjaan lain seperti pedagang bakso, pedagang keliling furniture, pedagang makanan lainnya, demikian hasil dari penelitian tersebut. kesimpulan dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan. .

Saran

Saran bagi peneliti selanjutnya adalah memperluas cakupannya, misalnya tidak hanya pengusaha tahu dan tempe saja tetapi pedagang mikro lainnya seperti pedagang bakso, nasi campur dan lain-lain yang banyak dilakukan oleh masyarakat di Desa Sepande dan dalam prespektif budaya lain yang ada di Indonesia.

References