Community Development Report
DOI: 10.21070/ijccd.v16i1.1139

Empowering Women's Business Groups through Microfinance in Village Enterprises


Pemberdayaan Kelompok Usaha Perempuan melalui Pembiayaan Mikro di Badan Usaha Desa

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

microfinance organizational structure community empowerment financial management bureaucratic efficiency

Abstract

Background: Effective management of microfinance institutions is essential for rural economic development. Specific Background: This study examines BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera,” focusing on its application of microfinance principles in financial management. Knowledge Gap: There is limited research on how structured bureaucracies affect the success of microfinance programs in community organizations. Aims: The research evaluates the impact of organizational structure on microfinance initiatives and resource management. Results: Findings show that a clear bureaucratic structure enhances efficiency and role clarity, facilitating successful program implementation. Clear Standard Operating Procedures (SOPs) and task fragmentation are critical for optimal execution. Novelty: This study offers new insights into the link between organizational structure and microfinance effectiveness in community enterprises, enriching the literature on rural empowerment. Implications: The results underscore the importance of strong organizational frameworks to improve resource management and program responsiveness, thereby promoting economic empowerment, especially among women.

Highlights :

 

  • Organizational Efficiency: A clear bureaucratic structure enhances operational effectiveness and role clarity.
  • Critical Procedures: Implementing Standard Operating Procedures (SOPs) is essential for program success.
  • Economic Empowerment: Strong frameworks promote responsiveness and resource management, benefiting community initiatives.

Keywords: microfinance, organizational structure, community empowerment, financial management, bureaucratic efficiency

 

Pendahuluan

Desa, termasuk desa adat atau yang dikenal dengan nama lain, adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dengan batas wilayah tertentu yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengelola urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat. Pengelolaan ini dilakukan berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam kerangka sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam konteks sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia [1]. Masyarakat desa dengan latar belakang yang heterogen memiliki tujuan hidup yang sama, yakni menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Akan tetapi, dari latar belakang setiap keluarga baik dari segi pendidikan, keterampilan tidaklah sama. Sehingga, dengan status sebagai masyarakat desa yang belum terakomodir dalam dunia kerja menjadi tanggung jawab pemerintah desa untuk melakukan pemberdayaan melalui program-program pemberdayaan.

Masyarakat yang diberikan pemberdayaan tidak hanya kaum laki-laki, tetapi juga kaum perempuan. Dimana perempuan yang kehilangan suami sebagai kepala keluarga atau tulang punggung keluarga, atau suami masih ada tetapi dalam keadaan tidak mampu memberdayakan keluarga. Dalam hal ini, perempuan menjadi orang tua tunggal atau berganti peran sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai tulang punggung keluarga. Sehingga Negara secara umum atau pemerintah Desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat berkewajiban memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya secara adil dan merata. Pemberdayaan perempuan adalah suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasaan pembuatan keputusan yang lebih besar dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. [2]

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan semangat baru bagi desa untuk memperkuat diri dengan semangat “Desa Membangun”, yaitu desa ditempatkan sebagai tonggak awal keberhasilan pembangunan secara nasional. Sehingga, penguatan desa tidak lepas dari kekuatan desa dalam penggalian potensi kearifan lokal dan semangat gotong royong warganya. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royong guna mewujudkan keadilan sosial. [3]

Berdasarkan hal tersebut, maka lahirlah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang merupakan perwujudan Pasal 87 UU Nomor 6 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa BUM Desa dibentuk atas dasar semangat kekeluargaan dan kegotongroyangan untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.[4] Tujuan pembentukan BUM Desa untuk: 1) menghindarkan anggota masyarakat desa dari pengaruh pemberian pinjaman uang dengan bunga tinggi yang merugikan masyarakat; 2) meningkatkan peran masyarakat desa dalam mengelola sumber-sumber pendapatan lain yang sah; 3) memelihara dan meningkatkan adat kebiasaan gotong royong masyarakat, gemar menabung secara tertib, teratur, dan berkelanjutan; 4) mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat desa; 5) mendorong berkembangnya usaha sektor informal untuk dapat menyerap tenaga kerja masyarakat di desa; 6) meningkatkan kreativitas berwirausaha anggota masyarakat desa yang berpenghasilan rendah; 7) menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian desa dan pemerataan pendapatan. [5]

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-MPd) Mandiri Perdesaan dimulai pada tahun 2007 dan berakhir pada tahun 2014. Setelah berakhirnya program PNPM-MPd, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) tidak memiliki regulasi yang jelas terkait pengakhiran program. Gubernur Jawa Timur menyatakan bahwa dana Eks PNPM-MPd dikelola oleh 523 UPK dengan jumlah pemanfaat mencapai 72.582 kelompok masyarakat atau kelompok usaha perempuan, serta total aset melebihi 1,6 triliun rupiah. Setelah program berakhir, UPK beroperasi secara mandiri sesuai dengan kearifan lokal di masing-masing kecamatan. Menyadari hal ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil alih peran pembinaan dan pengawasan, yang sebelumnya dilakukan oleh Kemendagri. Melalui serangkaian pembinaan, pelatihan, dan pengawasan, UPK Eks PNPM-MPd didorong untuk mematuhi regulasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Berdasarkan Pasal 73 dari peraturan tersebut, pengelola kegiatan dana bergulir masyarakat eks PNPM-MPd diwajibkan untuk dibentuk menjadi BUM Desa Bersama paling lama dua tahun sejak peraturan tersebut diundangkan. Lebih dari itu, penyelamatan aset PNPM-MPd untuk kesejahteraan masyarakat melalui perguliran pinjaman menjadi prioritas utama, hingga akhirnya usaha Pemerintah Provinsi Jawa Timur direspons oleh Pemerintah Pusat dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. [6].

Berikut adalah data Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Eks PNPM-MPd di Kabupaten Pasuruan dan sudah bertransformasi menjadi BUM Desa Bersama:

NO NAMA BUM DESA BERSAMA KECAMATAN MAD TRANSFORMASI TANGGAL BADAN HUKUM
1 Gempol Sejahtera Gempol 15 – 02 - 2018 14 – 0 2- 2022
2 Winongan Winongan 27 – 02 - 2018 11 – 01 - 2022
3 Wahana Sejahtera Kraton 27 – 02 - 2018 27 – 02 - 2018
4 Mandiri Nguling 27 – 03 - 2018 02 – 02 – 2022
5 Lekok Lekok 16 – 03 - 2018 02 – 02 – 2022
6 Lestari Sukorejo 07 – 01 - 2019 10 – 02 – 2022
7 Lumbang Lumbang 16 – 02 - 2020 07 – 02 – 2022
8 Peches Arum Tosari 14 – 01 - 2021 23 – 05 - 2022
9 Noesantara Bangkir Pasrepan 17 – 02 - 2021 16 – 12 - 2021
10 Arta Makmur Kejayan 24 – 02 - 2021 11 – 06 - 2022
11 Jaya Sejahtera Puspo 24 – 03 - 2021 23 – 10 - 2022
12 Berkah Insan Sentoa Wonoprejo 07 – 04 - 2021 06 – 09 - 2022
13 Dadi Emas Puwodadi 11 – 05 - 2022 24 – 08 - 2022
14 Nongkojajar Makmur Abadi Tutur 12 – 05 - 2022 26 – 09 - 2022
15 Rejoso Bersinar Rejoso 09 – 08 - 2022 13 – 12 - 2022
16 Purwosari Bangga Purwosari 15 – 08 – 2022 30 – 09 - 2022
17 Sedap Malam Rembang 15 – 08 – 2022 12 – 10 - 2022
18 Prigen Mandiri Prigen 29 – 08 – 2022 20 – 03 - 2023
Table 1.Badan Usaha Milik Desa Bersama di Kabupaten Pasuruan

Sesuai Tabel 1 jumlah BUM Desa Bersama di kabupaten pasuruan ada 18 (delapan belas) BUM Desa Bersama yang sudah bertransformasi termasuk BUM Desa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol bertransformasi jauh sebelum PP 11 Tahun 2021 itu terbit yaitu pada 15 Februari 2018 sesuai dengan Peraturan Bersama Kepala Desa (PERMAKADES) Nomor : 01 Tahun 2018 dan setelah terbitnya PP 11 Tahun 2021 di laksanakan Musyawarah Antar Desa (MAD) Perubahan atas PERMAKADES No. 01 Tahun 2018 tentang Badan Usaha Milik Desa Bersama “Gempol sejahtera” menyelaraskan sesuai dengan PP 11 Tahun 2021, hingga Berbadan hukum, sampai saat ini Pelaksana Operasional sudah berjalan sesuai dengan regulasi yang ada, mulai dari pendirian, pelaksanaan sampai pelaporan termasuk juga pengembangan usaha Dana Bergulir Masyarakat (DBM) [7].

Aset atau modal BUM Desa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol dari bantuan langsung masyarakat (BLM) Eks PNPM-MPd, sebesar Rp. 1.232.700,- dan ditambah lagi modal dari Desa-desa pendiri 15 Desa di Kecamanat Gempol besarannya Rp. 2.500.000,- per desa sebagai modal awal untuk penyertaan mendirikan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) Gempol Sejahtera, aset dan modal awal yang cukup untuk menjadi lembaga keuangan mikro yang bisa melakukan pinjaman dana kepada kelompok SPP (Simpan Pinjam Perempuan) untuk masyarakat Kecamatan Gempol sebagai penerima manfaat dari Dana Bergulir Masyarakat (DBM), dalam pengelolaannya sampai tahun 2022 bisa dilihat dari Tabel Alokasi pinjaman SPP di bawah ini :

NO Nama Desa Jumlah Kelompok SPP Jumlah Pemanfaat Alokasi Pinjaman
1 Wonosunyo 116 1176 4.795.300.000,-
2 Sumbersuko 29 197 453.200.000,-
3 Wonosari 23 186 392.000.000,-
4 Kepulungan 42 255 664.100.000,-
5 Randupitu 6 74 59.000.000,-
6 Ngerong 155 839 2.430.900.000,-
7 Karangrejo 111 495 1636.384.000,-
8 Bulusari 91 458 1.744.200.000,-
9 Jerukpurut 17 175 317.000.000,-
10 Watukosek 133 1025 3.709.050.000,-
11 Carat 136 886 3.201.550.000,-
12 Kejapanan 24 199 409.500.000,-
13 Winong 37 416 1.129.050.000,-
14 Legok 167 1422 5.146.450.000,-
15 Gempol 186 1384 5.337.250.000,-
Total 1.273 9.186 31.423.934.000,-
Table 2.Alokasi Pinjaman SPP

Dari Tabel 2 untuk alokasi pinjaman tidak dipungkiri bahwa ada diantara anggota kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang masih terkendala dalam pengembalian modal pinjaman Dana Bergulir Masyarakat, sehingga surplus/ pendapatan BUM Desa Bersama “Gempol Sejahtera” semakin menurun, berikut data suplus/ pendapatan BUMDESMA dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 :

Tahun 2019 2020 2021 2022
Surplus 259.065.736 220.863.817 183.051.792 119.539.563
Table 3.Data Surplus/ Pendapatan Tahun 2019-2022

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa pendapatan Badan Usaha Milik Desa Bersama “Gempol Sejahtera” mengalami penurunan, itu disebabkan pengembalian pinjaman Dana Bergulir Masyarakat dari kelompok usaha perempuan tidak lancar bahkan ada yang macet [8]. Karena usaha anggota kelompok simpan pinjam yang kurang lancar dan peran perempuan dalam rumah tangga memainkan peran yang krusial dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan keluarga. Selain itu, kemampuan dalam mengelola sumber daya seperti makanan, pendidikan, dan perawatan kesehatan cenderung memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi. Di samping manajemen waktu dan sumber daya, dukungan sosial dan pemahaman peran ibu rumah tangga dalam konteks budaya serta sosial juga memiliki peran penting seperti dukungan pasangan maupun keluarga dapat mengurangi tekanan yang dirasakan. Sehingga, peran ibu rumah tangga dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarga, penting untuk memperhatikan manajemen waktu, pengelolaan sumber daya, serta mendukung peran secara sosial dan budaya. Terdapat 3 curahan waktu kerja ibu rumah tangga di antaranya, aktivitas domestik (berkaitan dengan pekerjaan rumah dan keluarga), aktivitas ekonomi produktif (khusus bagi wanita yang memiliki peran ganda), dan aktivitas sosial (seluruh kegiatan di luar rumah yang dilakukan oleh seorang ibu). Ibu yang memiliki peran ganda tentunya memiliki pengaruh yang besar terhadap aspek kehidupan untuk wanita yang memiliki peran ganda, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu, kesiapan mental, kesiapan jasmani, dan kesiapan sosial. Dengan adanya tugas tambahan yang dimiliki seorang ibu sebagai wanita karir, terdapat beberapa urgensi dengan adanya ibu karir. Pertama, pada sisi ekonomi, Ibu karir dapat membantu keuangan yang dimiliki keluarga dalam memenuhi kebutuhan. [9].

Berdasar observasi dilapangan terdapat beberapa masalah dalam Implementasi Program Pembiayaan Keuangan Mikro Kelompok Usaha Perempuan Pada Badan Usaha Milik Desa Bersama Kecamatan Gempol diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, kelompok usaha perempuan yang sudah difasilitasi pembiayaan, tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan modal usahanya. Kedua, kecenderungan Surplus atau pendapatan BUMDESMA “Gempol Sejahtera” semakin tahun semakin menurun, dikarenakan banyaknya tunggakan. Ketiga, platform atau Pagu pinjaman terlalu kecil, untuk penambahan modal atau membuka usaha baru tidak mencukupi kebutuhan kelompok usaha perempuan.

Salah satu masalah dalam pemberdayaan perempuan adalah keterbatasan akses mereka terhadap permodalan di lembaga-lembaga keuangan seperti bank. Meskipun aktivitas mereka terbantu dengan adanya lembaga keuangan mikro seperti koperasi atau LKM yang mengelola dana-dana bantuan pemerintah, seperti PNPM-MPd dan kompensasi BBM, keberadaan LKM di pedesaan masih dirasakan belum maksimal dan optimal dalam hal pengelolaan dan pemanfaatannya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran dalam memanfaatkan LKM, minimnya kesadaran masyarakat, serta kelemahan dalam manajemen yang disebabkan oleh kompetensi pengelola yang tidak relevan. Dari pengamatan, mayoritas pengelola LKM dan koperasi adalah perempuan, begitu pula dengan anggotanya. Di Indonesia, permasalahan yang terjadi terkait lembaga keuangan mikro sangat kompleks dan beragam, yang mencakup berbagai jenis layanan keuangan mikro. Kondisi ini menyulitkan proses pemetaan, pengawasan, dan evaluasi layanan keuangan tersebut. Tumpang tindih aturan, kewenangan, serta cakupan layanan lembaga keuangan mikro yang luas juga menambah kesulitan dalam menerapkan strategi pengembangan yang efektif untuk LKM.[10].

Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan menguraikan Teori implementasi dalam penelitian Implementasi Program Pembiayaan Keuangan Mikro Kelompok Usaha Perempuan Pada Badan Usaha Milik Desa Bersama Kecamatan Gempol, menurut Teori Gorge C. Edward III berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu : Pertama, Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Kedua, Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Ketiga, Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Keempat, Struktur Birokrasi. Struktur organisasi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan berperan penting dalam keberhasilan implementasi. Aspek-aspek struktur organisasi meliputi Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu rumit dan panjang dapat melemahkan pengawasan serta menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang berbelit-belit dan kurang fleksibel. [11]

Berdasarkan analisis masalah di atas, langkah yang paling tepat untuk memberdayakan kaum perempuan di perdesaan adalah melalui penguatan dan optimalisasi peran kelompok perempuan serta lembaga keuangan mikro yang ada di perdesaan. Dengan pertimbangan ini, penulis berkomitmen untuk mengajukan usulan program pengabdian masyarakat dengan judul “Implementasi Program Pembiayaan Keuangan Mikro Kelompok Usaha Perempuan Pada Badan Usaha Milik Desa Bersama Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur”.

Peneliti terdahulu pada Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) Sumbergempol di Kabupaten Tulungagung memiliki beberapa unit usaha yang berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian serta pendapatan masyarakat desa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Strategi Pengelolaan BUMDesMa di Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam menganalisis data, peneliti merujuk pada teori strategi pengelolaan yang mencakup tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BUMDesMa Sumbergempol menerapkan setiap tahapan strategi pengelolaan dengan baik. Namun, meskipun pengelolaan BUMDesMa telah berjalan dengan baik, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi melalui evaluasi yang dilakukan dalam rapat Musyawarah Antar Desa (MAD) yang diadakan setidaknya sekali dalam setahun.[12].

Penelitian sebelumnya yang berfokus pada "Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia" mengungkapkan bahwa lembaga keuangan mikro merupakan salah satu elemen penting dalam proses intermediasi keuangan. Lembaga ini melayani kebutuhan kelompok masyarakat kecil dan menengah, baik untuk tujuan konsumsi maupun produksi, serta berperan dalam menyimpan hasil usaha mereka. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai keberadaan lembaga keuangan mikro di Indonesia serta menelaahnya dari perspektif Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Artikel ini terdiri dari empat bagian utama: (1) konsep dan definisi keuangan mikro, (2) sejarah perkembangan lembaga keuangan mikro di Indonesia, (3) jenis-jenis lembaga keuangan mikro yang ada di Indonesia saat ini, dan (4) analisis terhadap Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa keberagaman jenis lembaga keuangan mikro di Indonesia mencerminkan heterogenitas masyarakatnya. Regulasi dan legalitas yang kuat sangat dibutuhkan untuk memperkuat peran lembaga-lembaga ini. Kajian ini diharapkan dapat memperluas pemahaman mengenai peran penting lembaga keuangan mikro dalam pembangunan dan konsep pengembangannya di masa depan. [13]

Berdasarkan referensi dari penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan signifikan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian ini akan difokuskan pada efektivitas Lembaga Keuangan Mikro BUMDESMA “Gempol Sejahtera” dan pengelolaan Dana Bergulir Masyarakat (DBM) untuk kelompok masyarakat, khususnya perempuan. Penelitian ini melanjutkan program Eks PNPM-MPd dengan menerapkan regulasi baru sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Desa PDTT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami, mendeskripsikan, dan menganalisis efektivitas program pengelolaan Dana Bergulir Masyarakat yang dijalankan oleh BUMDESMA “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan sebagai lembaga keuangan mikro, serta untuk mengevaluasi hasil pemberdayaan terhadap perempuan dari program tersebut.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan di BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” yang berlokasi di Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode ini dipilih untuk menggambarkan penerapan prinsip-prinsip lembaga keuangan mikro dalam pengelolaan keuangan BUMDesa Bersama. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer, yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber, serta data sekunder yang dikumpulkan dari artikel, arsip dokumentasi, dan laporan pengelolaan keuangan yang disusun oleh BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera". Wawancara semi-terstruktur digunakan sebagai teknik utama pengumpulan data, yang memungkinkan adanya diskusi dan pengembangan topik di luar daftar pertanyaan, sesuai dengan kondisi lapangan selama proses pengumpulan data berlangsung. Melalui wawancara semi-terstruktur ini, diharapkan narasumber dapat memberikan jawaban dan mengungkapkan permasalahan secara lebih terbuka. Informan dalam penelitian ini meliputi Manager Tata Usaha, Manager Keuangan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera,” serta kelompok penerima manfaat dari dana bergulir masyarakat. Proses dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan laporan informasi keuangan dan bukti publikasi yang dihasilkan oleh BUMDesa Bersama "Gempol Sejahtera". Laporan yang didokumentasikan mencakup laporan semesteran dan tahunan, laporan laba rugi, laporan konsolidasi, serta laporan tugas dan kepengurusan. Dokumentasi ini bertujuan untuk mendukung pengumpulan data yang berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, serta ketertiban dan disiplin anggaran dalam pengelolaan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera.” [14].

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih informan berdasarkan penilaian terhadap karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan sampel dan tujuan penelitian, yang dikenal dengan metode purposive sampling. Sementara itu, teknik analisis data mengikuti model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Proses analisis data melibatkan langkah-langkah dalam mengorganisir, menganalisis, dan menginterpretasikan data non-numerik untuk kemudian diubah menjadi informasi atau tren yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan penelitian lebih lanjut. Kegiatan proses analisis data dibagi menjadi empat langkah yaitu; 1) Pengumpulan Data, yakni proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau menjaring berbagai fenomena, informasi atau kondisi lokasi penelitian sesuai dengan lingkup penelitian 2) Reduksi data, yakni proses melakukan pemilihan, pemfokusan, pengabstraksian dan transformasi data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan. 3) Penyajian data, yakni pengumpulan data yang tersusun dan memberikan peluang terjadinya penarikan kesimpulan. 4) Penarikan kesimpulan, yakni kegiatan menyimpulkan data yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan pada pendahuluan. [15].

Hasil dan Pembahasan

Badan Usaha Milik Desa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol memiliki kegiatan Program Pembiayaan Keuangan Mikro Kelompok Usaha Perempuan dalam melaksanakan program kegiatan usaha tersebut Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) Kecamatan Gempol. Untuk bisa memahami Implementasi Program Pembiayaan Keuangan Mikro Kelompok Usaha Perempuan Pada Badan Usaha Milik Desa Bersama Kecamatan Gempol, maka peneliti mengambil teori implementasi kebijakan dengan Teori (model) Edward III. Menurut George Edward III terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. [16]

A. Komunikasi

Komunikasi memegang peran vital dalam kehidupan bersama, termasuk dalam konteks komunikasi kebijakan. Masih sering terjadi kebijakan yang diabaikan aspek komunikasi publiknya, yang kemudian mengakibatkan berbagai kesalahpahaman serta penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi para perumus dan pemangku kebijakan untuk menyadari pentingnya memasukkan strategi komunikasi yang efektif sebagai salah satu alat untuk mendukung implementasi kebijakan yang berhasil.[17]. Komunikasi BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera adalah pendekatan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam mensosialisasikan program kegiatan kepada berbagai khalayak sasaran terkait. Strategi komunikasi ini dapat disebut sebagai “guiding principle” atau prinsip-prinsip pemandu yang dijadikan pedoman oleh pelaksana program dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mencapai tujuan sosialisasi yakni untuk memberikan pemahaman kepada perangkat pemerintahan lokal, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, masyarakat pengusaha, media massa serta masyarakat umum sebagai penerima manfaat program. Dalam kegiatan pengelolaan Dana Bergulir Masyarakat BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera, Komunikasi yang efektif berarti bahwa semua anggota kelompok usaha perempuan memahami tata cara mengakses dana, prosedur pengajuan dan pengembalian dana serta manfaat dari program ini. Informasi yang jelas dan konsisten mengurangi risiko miskomunikasi yang dapat merugikan penerima manfaat. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Nasikhin, SE selaku manager tata usaha BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut:

“Komunikasi itu sangat penting. Jika aturan atau kebijakan tidak disampaikan dengan baik, bisa terjadi kesalahpahaman yang akhirnya dalam pelaksanaan tidak bisa efektif dan timbul permasalahan. Dalam BUMDESMA “Gempol Sejahtera”, kami selalu tingkatkan komunikasi yang baik dengan semua pihak itu sudah dilaksanakan mulai progam PNPM-MPd, baik internal BUMDESMA, maupun kepada kelompok masyarakat terutama kelompok usaha perempuan karena menyangkut dengan aturan simpan pinjam masalah keuangan, agar semua memahami tujuan, prosedur, dan tanggung jawab mereka masing-masing dengan jelas” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Berdasarkan hasil wawancara dengan manager tata usaha BUMDESMA "Gempol Sejahtera," komunikasi yang efektif merupakan kunci dalam pelaksanaan kebijakan dan program di BUMDESMA "Gempol Sejahtera." Dengan komunikasi yang baik, terutama dalam hal aturan dan kebijakan terkait simpan pinjam, semua pihak, termasuk kelompok usaha perempuan, dapat memahami tujuan, prosedur, dan tanggung jawab mereka dengan jelas. Hal ini mencegah kesalahpahaman dan memastikan bahwa kebijakan dapat diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan permasalahan. Dengan demikian, penerima manfaat dapat memaksimalkan manfaat dari program yang dijalankan, dan tujuan kebijakan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui program pembiayaan mikro ini dapat tercapai dengan optimal. Pernyataan diatas juga diperkuat apa yang disampaikan oleh Ibu Maulidlotul Dwi Kuniawati, SP selaku manager keuangan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Dalam kegiatan kami selalu terjalin komunikasi, Tanpa adanya komunikasi, program yang sudah dirancang dengan matang bisa saja tidak berjalan sesuai harapan. Kami harus memastikan bahwa setiap informasi terkait kebijakan atau regulasi, terutama yang menyangkut keuangan dan prosedur pinjaman, disampaikan dengan jelas kepada kelompok masyarakat khususnya kelompok usaha perempuan. Kami berusaha untuk selalu menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti. Selain itu, kami juga sering melakukan diskusi baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui telephon atau surat), baik dalam pertemuan resmi maupun dalam pertemuan informal. Hal ini membantu memastikan bahwa semua anggota kelompok memahami tentang aturan dan kebijakan, seperti syarat pengajuan pinjaman dan prosedur pengembalian dana dan ketepatan waktu angsuran anggota ke kelompok serta kelompok kepada kami BUMDESMA” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Dari wawancara yang dilakukan, dapat diketahui bahwa komunikasi yang efektif dan berkelanjutan merupakan elemen penting dalam keberhasilan program di BUMDESMA. Dengan memastikan bahwa setiap informasi terkait kebijakan, terutama mengenai keuangan dan prosedur pinjaman, disampaikan dengan jelas dan dipahami oleh kelompok usaha perempuan, BUMDESMA dapat menghindari kesalahpahaman dan memastikan kepatuhan terhadap aturan. Diskusi yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam pertemuan resmi maupun informal, memastikan bahwa semua anggota kelompok memahami syarat pengajuan, prosedur pengembalian dana, dan pentingnya ketepatan waktu dalam pembayaran angsuran, sehingga program dapat berjalan sesuai harapan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ibu. Suliyati Ketua Kelompok Alamanda 1 & 2 Desa Wonosunyo Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Menurut saya, orang kantor dari BUMDESMA selalu memberikan penjelasan yang dapat di mengerti, mengenai prosedur peminjaman, syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan cara pengembalian dana serta nilai angsuran bulanan, termasuk juga pokok dan jasanya serta lamanya angsuran ada 10 bulan dan 12 bulan. Kami dipandu dengan baik dalam setiap pengajuan proposal, verifikasi dan pencairan dana selalu ada penjelasannya, namum terkadang kami belum paham dan lupa, namanya kami juga orang desa, orang gunung ada saja yang menjadi kesalahpahaman dan orang kantor tidak bosan-bosan untuk menjelaskan, hingga perlu datang lagi ke desa untuk dijelaskan lagi” (Wawancara, 10 Agustus 2024).

Secara keseluruhan, hasil wawancara dari manager tata usaha, manager keuangan dan ketua kelompok usaha diatas menunjukkan bahwa komunikasi yang baik dan terstruktur tidak hanya meningkatkan efektivitas program tetapi juga membangun kepercayaan dan keterlibatan aktif dari anggota kelompok usaha perempuan dalam program pembiayaan keuangan mikro yang dikelola oleh BUMDESMA "Gempol Sejahtera". Berikut merupakan salah satu contoh undangan sosialisasi pemahaman terhadap kelompok usaha perempuan tentang Angsuran Dana Bergulir Masyarakat di BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

Figure 1.Musyawarah Antar Desa (MAD)

Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa komunikasi selalu dilakukan oleh BUMDESMA “Gempol Sejahtera” kepada masyarakat melalui forum Musyawarah Antar Desa (MAD) maupun pertemuan kelompok usaha perempuan dengan sangat efektif, agar tujuan atau aturan kelembagaan bisa dipahami oleh kelompok dan anggota usaha perempuan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam program pembiayaan mikro memiliki pemahaman yang sama mengenai prosedur, hak, dan kewajiban mereka. Sosialisasi yang rutin membantu mengurangi kemungkinan miskomunikasi atau kesalahan dalam pelaksanaan, serta memastikan bahwa semua informasi yang relevan disampaikan dengan jelas dan efektif. Dengan komunikasi yang baik, kelompok usaha perempuan dapat mengakses informasi yang diperlukan untuk memanfaatkan program dengan optimal, meningkatkan partisipasi aktif mereka, dan pada akhirnya mendukung keberhasilan dan keberlanjutan program pembiayaan keuangan mikro.

a. Sumber daya

Sumber daya sangatlah krusial dalam keberhasilan program dan implementasi kebijakan. Yang di maksud sumber daya dalam BUMDesa Bersama adalah sumber daya finansial yang cukup dan tenaga kerja yang terlatih sangat penting. Tanpa dana yang memadai, program mungkin tidak dapat memberikan pinjaman kepada kelompok usaha perempuan, dan tanpa tenaga kerja yang kompeten, pelatihan dan pendampingan yang dibutuhkan tidak akan bisa dilakukan dengan baik. Elemen-elemen sumber daya pada model Edward III ini adalah: 1) staff: staff pelaksana kebijakan publik harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kompetensi memadai; 2) informasi: ada 2 (dua) jenis informasi, yaitu informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, dan informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah; 3) wewenang: adalah otoritas formal atau legitimasi bagi para pelaksana untuk memastikan keterukuran dan kepastian suatu implementasi dari aspek legal formal; 4) fasilitas: berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan harus ada untuk terwujudnya implementasi suatu kebijakan publik [18]. Sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Nasikhin, SE selaku manager tata usaha BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut:

“Sumber daya finansial sangatlah utama untuk keberhasilan program Pembiayaan Keuangan Mikro dalam BUMDESMA. Tanpa dana yang cukup, kami tidak akan bisa menyediakan pinjaman kepada kelompok usaha perempuan yang sangat membutuhkan modal untuk mengembangkan usaha mereka. Ketersediaan dana yang memadai memastikan bahwa setiap kelompok yang memenuhi syarat dapat menerima pinjaman keuangan yang mereka butuhkan. Sumber daya manusia yag ada di BUMDESMA “Gempol Sejahtera” ada empat personil yaitu: 1). Direktur; 2). Manager Tata Usaha; 3). Manager Keuangan dan; 4). Kasir. Tenaga kerja kami cukup terlatih dalam hal ini, karena semenjak adanya PNPM-MPd kami selalu di berikan pelatihan tentang program ini sampai munculnya regulasi baru saat ini. Tenaga kerja kami adalah ujung tombak dalam pelaksanaan program. Dengan tenaga kerja yang kompeten, kami bisa memberikan pelatihan dan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan kelompok usaha perempuan. Pelatihan ini bukan hanya tentang bagaimana mengelola keuangan, tetapi juga tentang pengembangan usaha kelompok, sehingga mereka bisa lebih mandiri dan sukses dalam usahanya mendatang” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa keberhasilan Program Pembiayaan Keuangan Mikro sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya finansial dan sumber daya manusia ada empat orang tenaga kerja yang terlatih. Tanpa kedua elemen ini, program tidak akan dapat mencapai tujuannya dalam memberdayakan ekonomi usaha perempuan secara efektif. Berikut data Sumber Daya Manusia yang aktif dalam pelaksanaan operasional BUMDESMA “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut:

NO NAMA JABATAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI
1 Abdul Khafidz Direktur Bertanggung jawab seluruh operasional kegiatan BUMDESMA; Merencanakan dan mengelola strategi bisnis untuk mencapai tujuan BUMDESMA; Mengawasi operasional dan keuangan untuk memastikan efisiensi dan transparansi; Memimpin dan mengembangkan tim serta mengelola sumber daya manusia; Menyusun kebijakan dan prosedur sesuai peraturan, serta mengimplementasikannya; Membangun hubungan dengan masyarakat dan stakeholder, serta memelihara aset BUMDESMA; Mengambil keputusan strategis untuk mendukung keberlanjutan dan inovasi usaha.
2 Nasikhin, SE Manager Tata Usaha Mengelola administrasi dan dokumentasi kegiatan BUMDESMA; Mengatur korespondensi dan komunikasi internal serta eksternal; Menyusun laporan keuangan dan non-keuangan secara berkala; Memastikan kepatuhan terhadap prosedur dan regulasi yang berlaku; Mengelola arsip dan data penting terkait operasional BUMDESMA.
3 Maulidlotul Dwi Kurniawati, SP Manager Keuangan Mengelola keuangan BUMDESMA, termasuk perencanaan, penganggaran, dan pengeluaran; Menyusun dan menyajikan laporan keuangan secara berkala; Mengawasi arus kas dan memastikan likuiditas perusahaan; Mengelola pembukuan dan pencatatan transaksi keuangan; Memastikan kepatuhan terhadap regulasi keuangan dan standar akuntansi.
4 Putri Hariyati Staff Mendukung administrasi dan operasional sehari-hari BUMDESMA; Mengelola dokumen dan arsip yang terkait dengan kegiatan BUMDESMA; Melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan arahan manajer atau pimpinan; Membantu dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang dijalankan oleh BUMDESMA; Berkoordinasi dengan tim untuk memastikan kelancaran operasional organisasi.
Table 4.Sumber Daya Manusia BUMDESMA “Gempol Sejahtera”

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa setiap individu memiliki peran yang spesifik dan saling melengkapi dalam memastikan keberhasilan operasional dan pengelolaan organisasi. Kolaborasi dan koordinasi yang baik di antara keempat personil ini sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Maulidlotul Dwi Kuniawati, SP selaku manager keuangan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Sebagai lembaga keuangan mikro, kemampuan kami untuk menyediakan pinjaman bergantung sepenuhnya pada perputaran dana yang kami gulirkan. Jika sumber dana kami kuat dan cukup, kami bisa menjangkau lebih banyak kelompok usaha perempuan yang membutuhkan modal diwilayah Kecamatan Gempol. Ketersediaan dana yang memadai juga memungkinkan kami untuk mempertahankan arus kas yang stabil, untuk kebutuhan operasional dan keberlanjutan program agar bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Kami menerapkan prosedur yang ketat dalam pengelolaan dana. Setiap permohonan pinjaman harus melalui proses seleksi dan verifikasi yang teliti untuk memastikan bahwa penerima benar-benar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu, kami selalu berupaya untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada penerima manfaat tentang kewajiban mereka, termasuk jadwal pengembalian dana. Kami juga menggunakan sistem monitoring yang efektif untuk memastikan pengembalian pinjaman berjalan sesuai rencana (tepat waktu) karena di program ini ada yang namanya Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW). Tingkat pengembalian yang tinggi adalah salah satu indikator keberhasilan program ini” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Dari hasil wawancara dengan manager keuangan diatas lebih mengarah kepada sumber daya finansial bahwa keberhasilan BUMDESMA dalam menyediakan pinjaman bergantung pada pengelolaan dana yang kuat dan sistem monitoring yang efektif. Ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan operasional dan memungkinkan jangkauan nasabah yang lebih luas, dan penerapan Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) membantu menjaga tingkat pengembalian yang tinggi, yang menjadi indikator keberhasilan program. Berikut data Realisasi Anggaran Pendapatan dan Operasional BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” sebagai berikut:

NO TAHUN PENDAPATAN DAN BIAYA
PENDAPATAN BIAYA OPERASIONAL
1 2019 501.590.437 242.524.701
2 2020 497.856.304 276.992.488
3 2021 464.477.703 281.425.911
4 2022 345.745.083 226.205.519
Table 5.Realisasi Anggaran BUMDESMA “Gempol Sejahtera”

Dari Tabel 5 dapat diketahui sumber daya finansial menunjukkan bahwa BUMDesa Bersama "Gempol Sejahtera" berhasil mengelola dana dengan baik, seperti yang terlihat dari tingginya tingkat pendapatan pengembalian pinjaman dan efektifitas penggunaan anggaran operasional. Implementasi Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) juga terbukti berperan penting dalam meningkatkan disiplin pembayaran nasabah, yang berdampak positif pada stabilitas keuangan BUMDESMA. Hal ini mencerminkan bahwa strategi pengelolaan dana dan monitoring yang diterapkan telah berjalan efektif, memungkinkan lembaga ini untuk memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat, sekaligus memastikan keberlanjutan program pemberdayaan ekonomi melalui pinjaman mikro. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Kristiani Ketua Anggrek Papua Desa Legok, Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Pinjaman dari BUMDESMA sangat membantu, terutama bagi kami yang membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Sebelumnya, banyak dari anggota kami yang kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank karena syaratnya rumit dan perlunya jaminan. Namun, dengan adanya simpan pinjam dari BUMDESMA, proses peminjaman yang mudah dan tidak memberatkan dalam pengembaliannya. Anggota kelompok kami memiliki berbagai jenis usaha, mulai dari kerajinan tangan, konveksi dan jual makanan. Prosedurnya cukup mudah dipahami. Pihak BUMDESMA selalu memberikan penjelasan yang jelas sebelum kami mengambil pinjaman. Mereka juga transparan tentang keuangan dan pengembalian dana. Kalau ada anggota yang kesulitan mengembalikan pinjaman tepat waktu, BUMDESMA memberikan kebijakan untuk restrukturisasi pembayaran, jadi tidak terlalu memberatkan, kami menjadi anggota juga mendapat pelatihan dan pendampingan, terutama dalam hal manajemen keuangan dan pengembangan usaha. Pembinaan yang dilakukan sangat berguna karena banyak dari kami yang sebelumnya belum biasa mengelola keuangan usaha dengan baik. Pendampingan dari kantor membantu kami dalam merencanakan pengembangan usaha kelompok kami.” (Wawancara, 10 Agustus 2024).

Secara keseluruhan, hasil wawancara dengan manager tata usaha, manager keuangan dan ketua kelompok terkait sumber daya menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya, baik finansial maupun tenaga kerja, sangatlah penting untuk keberhasilan Program Pembiayaan Keuangan Mikro di BUMDESMA “Gempol Sejahtera”. Sumber daya finansial yang memadai memastikan bahwa program dapat menyediakan pinjaman yang dibutuhkan oleh kelompok usaha perempuan untuk mengembangkan bisnisnya. Berikut Aset Dana Bergulir Masyarakat yang ada di BUMDESMA “ Gempol Sejahtera” yang di gulirkan kepada kelompok usaha perempuan yang ada di Kecamatan Gempol, sebagai berikut:

Figure 2.Aset Dana Bergulir BUMDSMA, Tahun 2022

Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa total aset BUMDESMA “Gempol Sejahtera” telah mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 100% dari pengakhiran program PNMP_MPd tahun 2014 terus digulirkan hingga 2022. Pertumbuhan ini mencerminkan keberhasilan pengelolaan yang konsisten dan efektif, serta komitmen yang kuat dalam mengembangkan potensi ekonomi desa secara berkelanjutan. Peningkatan ini juga menunjukkan bahwa program-program yang dijalankan BUMDESMA “Gempol Sejahtera” mampu memberikan dampak positif dan nyata bagi kelompok masyarakat desa, memperkuat fondasi ekonomi lokal menuju masa depan yang lebih sejahtera.

b. Disposisi

Disposisi menyangkut sikap dari pelaksana yang memang harus paralel dan akseptif dengan kebijakan publik itu sendiri. Di dalam BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, pengelola yang memiliki komitmen kuat terhadap pemberdayaan perempuan akan lebih cenderung memastikan program berjalan dengan baik. Disposisi yang positif dari para implementor memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pemberdayaan yang telah ditetapkan. Disposisi tidak hanya berarti mengetahui apa yang harus dilakukan melainkan harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Variabel-variabel disposisi yaitu: 1) pengangkatan birokrasi: pemilihan dan pengangkatan personal pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga; 2) insentif: untuk mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan penting dilakukan, misalnya dengan cara menambah keuntungan, sehingga pelaksana kebijakan melaksanakan kebijakan dengan baik karena kepentingan pribadinya (self- interest) terakomodasi [19]. Terkait dengan variaber desposisi pengangkatan birokrasi dan pemberian insentif sudah dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku, Pemilihan dan pengangkatan personal pelaksana kebijakan dilakukan dengan cermat dengan kehati-hatian, memilih orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk juga dengan pemberian insentif, semua pelaku di berikan insentif, bahkan kelompok usaha perempuan juga di berikan insentif pengembalian tepat waktu (IPTW), sejalan apa yang disampaiakan oleh manager tata usaha BUMDESMA "Gempol Sejahtera" Bapak Nasikhin, SE, sebagai berikut:

“Tentang disposisi dalam konteks implementasi kebijakan menunjukkan bahwa sikap dan perilaku pelaksana operasional sangat penting untuk keberhasilan kegiatan usaha BUMDESMA. Dalam kegiatan pengangkatan birokrasi sangat penting. Pemilihan dan pengangkatan personal pelaksana kebijakan harus dilakukan dengan cermat dengan kehati-hatian, memilih orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Dedikasi ini sangat penting, terutama dalam memastikan kepentingan masyarakat yang dilayani menjadi prioritas utama, karena dedikasi yang tinggi memastikan bahwa pelaksana benar-benar memahami dan mendukung tujuan kebijakan. Ketika pelaksana memiliki komitmen yang kuat terhadap kebijakan dan kepentingan masyarakat, mereka cenderung melaksanakan tugas mereka dengan lebih baik dan penuh tanggung jawab. Salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif yang layak sesuai dengan kemampuan kami. Insentif digunakan untuk memengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan, misalnya dengan memberikan tambahan keuntungan atau penghargaan tertentu (Bonus, termasuk juga kelompok usaha danama bergulir juga ada insentifnya. Dengan cara ini, pelaksana kebijakan akan lebih termotivasi karena kepentingan pribadi mereka juga terakomodasi” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Hasil wawancara dengan manager tata usaha BUMDESMA "Gempol Sejahtera" tentang disposisi dalam konteks implementasi kebijakan menunjukkan bahwa sikap dan perilaku para pelaksana program sangat penting untuk keberhasilan program tersebut. Sekretaris menekankan bahwa para pelaksana tidak hanya harus memahami apa yang harus dilakukan dalam menjalankan kebijakan, tetapi juga harus memiliki sikap yang positif dan komitmen kuat terhadap tujuan program. Pernyataan diatas juga diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Maulidlotul Dwi Kuniawati, SP selaku manager keuangan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Pertimbangan utama adalah komitmen dan kesesuaian nilai-nilai pribadi pelaksana dengan tujuan kebijakan. Kami mencari orang yang tidak hanya memiliki keterampilan, tetapi juga benar-benar peduli terhadap dampak kebijakan tersebut bagi masyarakat. Terkait dengan insentif ada banyak kasus, insentif telah terbukti efektif dalam meningkatkan kinerja. Ketika pelaksana merasa bahwa kerja keras mereka diakui dan dihargai, mereka cenderung bekerja dengan lebih antusias dan fokus pada pencapaian tujuan kebijakan, begitu juga untuk kelompok kita keluarkan insentif, apabila kelompok dalam pengembaliannya tepat waktu” (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Wawancara dengan manager keuangan BUMDESMA "Gempol Sejahtera" menyoroti pentingnya selektivitas dalam pengangkatan personal pelaksana kebijakan serta peran insentif dalam meningkatkan kinerja pelaksana kebijakan. Bendahara menekankan bahwa personal yang dipilih harus memiliki dedikasi yang tinggi terhadap kebijakan yang ada, dengan komitmen dan nilai-nilai pribadi yang sejalan dengan tujuan kebijakan. Dedikasi personal dan insentif yang tepat adalah dua faktor kunci dalam memastikan keberhasilan pelaksanaan kebijakan di BUMDESMA "Gempol Sejahtera". Tanpa kedua faktor ini, pelaksanaan kebijakan mungkin tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ibu. Suliyati Ketua Kelompok Alamanda 1 & 2 Desa Wonosunyo Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Saya melihat bahwa orang-orang kantor BUMDESMA “Gempol Sejahtera” yang dipilih untuk menjalankan simpan pinjam ini memang memiliki dedikasi yang tinggi, mengapa..., pernah anak saya melamar pekerjaan dikantor sana, tetapi tidak di terima, setelah saya lihat yang di terima adalah orang-orang yang sarjana yang mempunyai pengetahuan atau dedikasi yang tinggi dari situ saya bisa legowo karena anak saya hanya lulusan SMA. Selain itu Orang-orang kantor benar-benar peduli dengan kesejahteraan masyarakat, terutama kami kelompok usaha apabila kami membayar tepat waktu ada insentif yang diberikan di setiap tahunnya. Kepentingan kami selalu menjadi perhatikan dan prioritas dalam setiap keputusan yang mereka ambil”. (Wawancara, 10 Agustus 2024).

Dari hasil wawancara dengan manajer tata usaha, manajer keuangan, dan Ketua Kelompok Usaha Perempuan terkait variabel disposisi dalam implementasi Program Pembiayaan Keuangan Mikro oleh BUMDESMA "Gempol Sejahtera," dapat diketahui bahwa disposisi yang baik dari para pelaksana kebijakan, yang mencakup dedikasi tinggi serta pemberian insentif yang memadai, sangat berkontribusi pada efektivitas implementasi program tersebut. Dedikasi para pelaksana memastikan bahwa kebijakan dijalankan dengan penuh komitmen, sementara insentif yang diberikan, terutama insentif pengembalian tepat waktu, berperan penting dalam menjaga motivasi dan disiplin kelompok usaha. Insentif ini, yang selalu diberikan kepada kelompok usaha di akhir tutup buku setelah disepakati dalam forum Musyawarah Antar Desa (MAD) Pertanggungjawaban, tidak hanya mendorong kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan dan partisipasi aktif dari seluruh anggota kelompok, yang pada akhirnya mendukung keberlanjutan dan kesuksesan Program Pembiayaan Keuangan Mikro di BUMDESMA "Gempol Sejahtera" Kecamatan Gempol. Berikut daftar penerima isentif pengembalian tepat waktu (IPTW) yang di berikan kepada kelompok usaha perempuan yang sudah di sepakati dalam forum MAD Pertanggungjawaban atau tutup buku, sebagai beriku:

Figure 3.Daftar Penerima Insentif untuk kelompok usaha di BUMDESMA “Gempol Sejahtera”

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa insentif pengembalian tepat waktu selalu diberikan kepada kelompok usaha yang pengembalian angsurannya tepat waktu sesuai dengan perjanjian kotrak di tiap-tiap kelompok, setelah disampaiak dan disepakati dalam forum Musyawarah Antar Desa (MAD) Pertanggungjawaban boleh dibagikan. Insentif ini tidak hanya berfungsi sebagai penghargaan atas disiplin dan tanggung jawab kelompok dalam mengelola pinjaman, tetapi juga sebagai motivasi untuk terus mempertahankan kinerja yang baik di masa mendatang. Melalui mekanisme ini, BUMDESMA "Gempol Sejahtera" berhasil membangun budaya pengelolaan keuangan yang lebih tertib dan akuntabel di kalangan kelompok usaha perempuan, yang pada gilirannya mendukung keberlanjutan program pembiayaan mikro secara keseluruhan.

c. Struktur birokrasi

Kebijakan publik cenderung merupakan sesuatu yang kompleks sehingga menuntut kerjasama baik dari banyak orang. struktur organisasi yang baik memastikan bahwa semua pihak mengetahui peran dan tanggung jawab mereka, dari manajer hingga pelatih, sehingga tidak ada kebingungan atau konflik yang dapat menghambat pelaksanaan program. Ketika struktur birokasi tidak kondusif pada kebijakan tersedia, maka sumber daya menjadi tidak efektif. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Untuk mendongkrak kinerja struktur birokasi/organisasi ke arah yang lebih baik adalah melalui SOP (standard operating procedure) dan fragmentasi. Salah satu cara melakukan fragmentasi adalah dengan menyebarkan tanggung jawab kegiatan- kegiatan atau aktivitas pegawai di antara beberapa unit kerja [20]. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kami dengan manager tata usaha BUMDESMA "Gempol Sejahtera" Bapak Nasikhin, SE, sebagai berikut:

struktur birokrasi / struktur organisasi dalam BUMDESAMA sudah tersusun dengan baik dan efektif. Kami sebagai pelaksana operasional harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan dari hasil forum Musyawarah Antar Desa (MAD) dengan melakukan koordinasi yang baik di semua tingkatan atau jajaran. Untuk meningkatkan kinerja struktur birokrasi atau organisasi, salah satu langkah yang penting adalah melalui penerapan SOP (Standard Operating Procedure) yang sudah kami susun. Selain itu, penyebaran tanggung jawab di antara beberapa bidang dan unit usaha. Dengan pembagian tugas kegiatan atau aktivitas pegawai dapat diatur dengan lebih baik, sehingga tanggung jawab tidak hanya terpusat pada satu orang, melainkan dibagi secara merata dan efektif di dalam struktur organisasi. (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Wawancara dengan manager tata usaha BUMDESMA "Gempol Sejahtera" menggarisbawahi pentingnya struktur birokrasi yang efektif dalam mendukung pelaksanaan kebijakan publik. Struktur organisasi yang baik dan jelas sangat penting untuk memastikan bahwa setiap anggota memahami peran dan tanggung jawab mereka. Hal ini penting untuk menghindari kebingungan atau konflik yang dapat menghambat keberhasilan program. Ketika struktur birokrasi tidak mendukung kebijakan yang ada, sumber daya manusia dan finansial yang tersedia menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, birokrasi sebagai pelaksana kebijakan harus mampu mendukung keputusan politik dengan melakukan koordinasi yang baik di semua tingkatan. Kinerja birokrasi yang optimal hanya dapat dicapai melalui penerapan Standard Operating Procedures (SOP) yang jelas dan konsisten, serta penerapan fragmentasi yang efektif. Fragmentasi, atau penyebaran tanggung jawab di antara beberapa unit kerja, memungkinkan tugas-tugas dikelola dengan lebih baik, menghindari penumpukan tugas pada satu individu atau unit, dan memastikan bahwa seluruh organisasi berfungsi secara efisien dan efektif. Secara keseluruhan, struktur birokrasi yang kuat dan terorganisir dengan baik merupakan pondasi penting untuk memastikan keberhasilan implementasi kebijakan di BUMDESMA "Gempol Sejahtera". Tanpa struktur yang mendukung, kebijakan yang baik pun mungkin tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Pernyataan diatas juga diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Maulidlotul Dwi Kuniawati, SP selaku manager keuangan BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Struktur organisasi di BUMDESMA sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan. Kami harus memastikan bahwa semua lembaga yang ada, dari Penasehat, Direktur, Pengawas dan manajer-manajer hingga staf administrasi, memahami peran dan tanggung jawab masing-masing. Ini membantu menghindari kebingungan dan konflik yang bisa memperlambat atau menghambat pelaksanaan kegiatan usaha. Struktur yang jelas dan terorganisir memungkinkan setiap orang tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Kami berusaha untuk memperbaiki struktur organisasi dengan menerapkan SOP (Standard Operating Procedure) yang sudah ada, kita perbaiki denga adanya regulasi baru ini dan memastikan setiap unit kerja memahami tanggung jawab mereka. Selain itu, kami juga melakukan fragmentasi tugas untuk memastikan beban kerja tidak terpusat pada satu bagian saja, melainkan tersebar di berbagai unit kerja. Dengan cara ini, kami berharap bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan usaha kami”. (Wawancara, 9 Agustus 2024).

Hasil wawancara dengan Ibu manager keuangan BUMDESMA “Gempol Sejahtera” secara keseluruhan keberhasilan pelaksanaan kebijakan di BUMDESMA sangat bergantung pada struktur birokrasi yang baik, di mana setiap elemen organisasi berfungsi dengan optimal sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang telah ditetapkan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ibu. Kristiani Ketua Anggrek Papua Desa Legok, Kecamatan Gempol, sebagai berikut :

“Struktur organisasi di BUMDESMA sangatlah bagus dan jelas. Setiap anggota mengetahui tugas masing-masing dari karyawan orang kantor, seringkali kita di arahkan kepada pemegang tanggungjawabnya ketika kami menghubungi orang yang bukan pada bidangnya, jadi kami mengerti dan memahami tugas, tanggung jawab mereka, proses pengajuan dan penerimaan pinjaman menjadi lebih lancar. Kami merasa bahwa adanya pembagian tugas yang jelas dan koordinasi yang baik karyawan, bisa membantu kami mendapatkan informasi yang diperlukan tepat sasaran dan memastikan bahwa semua prosedur bisa dipatuhi” (Wawancara, 10 Agustus 2024).

Hasil wawancara dengan manager tata usaha, manager keuangan dan ketua kelompok usaha terkait struktur birokrasi menunjukkan bahwa struktur birokrasi yang jelas dan terorganisir di BUMDESMA”Gempol Sejahtera” sangat penting untuk mendukung pelaksanaan kebijakan publik, khususnya dalam program pembiayaan mikro. Struktur yang baik memastikan bahwa setiap anggota memahami peran dan tanggung jawab mereka, yang menghindarkan kebingungan dan konflik yang bisa menghambat program.

Jika struktur birokrasi tidak kondusif, sumber daya manusia dan finansial yang tersedia bisa menjadi tidak efektif, yang dapat menurunkan kualitas implementasi kebijakan. Oleh karena itu, penerapan SOP yang jelas dan fragmentasi tugas di antara unit kerja menjadi langkah penting untuk memastikan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan. Semua narasumber sepakat bahwa tanpa struktur birokrasi yang kuat, program tidak akan berjalan dengan optimal.

Berikut struktur organisasi BUMDesa Bersama “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol, sesuai dengan regulasi yang ada:

Figure 4.Struktur BUMDESMA “Gempol Sejahtera” Kecamatan Gempol

Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa struktur organisasi di dalam kelembagaan BUMDESMA “Gempol Sejahtera” sudah tertata dengan baik. Setiap peran dan tanggung jawab telah diatur dengan jelas sesuai dengan aturan/ regulasi dan SOP yang ada, mulai dari pengurus inti hingga kelompok Dana Begulir, sehingga meminimalkan potensi kebingungan dan meningkatkan efisiensi operasional. Struktur yang terorganisir ini memastikan bahwa setiap kegiatan dan proses dalam pelaksanaan program dapat berjalan lancar, dengan alur koordinasi yang jelas antara berbagai unit kerja. Selain itu, tata kelola yang baik juga mendukung kemampuan BUMDESMA dalam mengelola sumber daya secara efektif, menjaga akuntabilitas, dan memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara pengurus dan kelompok usaha perempuan. Dengan struktur organisasi yang kuat, BUMDESMA “Gempol Sejahtera” dapat lebih responsif dalam menghadapi tantangan dan lebih efektif dalam mencapai tujuan program pemberdayaan ekonomi perempuan.

Simpulan

Program pembiayaan keuangan mikro yang dijalankan oleh BUMDESMA "Gempol Sejahtera" telah menunjukkan efektivitas yang signifikan dalam pemberdayaan ekonomi perempuan di Kecamatan Gempol. Keberhasilan implementasi program ini dipengaruhi oleh empat variabel utama, yaitu: Komunikasi: BUMDESMA telah berhasil menjaga komunikasi yang jelas, konsisten, dan efektif antara pembuat kebijakan, implementor, dan kelompok sasaran. Komunikasi yang baik memastikan bahwa seluruh pihak memahami tujuan dan prosedur program, sehingga dapat mengurangi risiko distorsi dalam pelaksanaan; Sumber Daya: Ketersediaan sumber daya finansial yang memadai serta tenaga kerja yang kompeten dan terlatih menjadi pilar utama dalam keberhasilan program. Tanpa dukungan sumber daya yang cukup, pelaksanaan program tidak akan berjalan efektif, terutama dalam hal penyaluran dana dan pelatihan bagi kelompok usaha perempuan; Disposisi: Sikap dan karakteristik implementor, seperti dedikasi, komitmen, dan kejujuran, memainkan peran penting dalam memastikan kebijakan dijalankan sesuai dengan tujuan awalnya. Pengangkatan personel yang memiliki dedikasi terhadap kepentingan warga, serta pemberian insentif yang tepat, membantu mendorong implementor untuk melaksanakan kebijakan dengan baik; Struktur Birokrasi: Struktur organisasi yang tertata dengan baik di dalam BUMDESMA memastikan alur koordinasi yang efisien dan peran yang jelas bagi setiap anggota organisasi. Birokrasi yang mendukung dan SOP yang jelas memungkinkan pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif dan minim konflik. Secara keseluruhan, program ini berhasil meningkatkan kapasitas ekonomi dan kemandirian finansial perempuan di Kecamatan Gempol, sekaligus menunjukkan bagaimana keempat variabel tersebut saling berinteraksi untuk menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pengelolaan yang baik dari keempat aspek ini memungkinkan BUMDESMA Gempol Sejahtera untuk mencapai tujuan pemberdayaan ekonomi secara optimal.

References