The general background fluctuation of stock prices is a critical concern for investors, particularly in dynamic economic environments where various indicators can significantly impact financial performance. The specific background of this study focuses on the telecommunications sector, which has been increasingly influenced by economic variables such as the Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earnings Per Share, Rupiah Exchange Rate, and Company Fundamentals. Despite existing research, there is a knowledge gap regarding how these factors collectively influence stock prices in publicly listed telecommunications companies. This study aims to investigate the effects of these economic variables on stock prices from 2020 to 2023, utilizing a quantitative approach with secondary data obtained from annual financial reports of 16 companies. The results demonstrate that all examined variables—Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earnings Per Share, Rupiah Exchange Rate, and Company Fundamentals—significantly affect stock prices. The novelty of this research lies in its comprehensive analysis of the interplay between these economic indicators specifically within the telecommunications sector. The implications of these findings suggest that investors and policymakers should consider these economic factors when making investment decisions, thereby enhancing their financial strategies and contributing to a more robust understanding of stock market dynamics in the telecommunications industry.
Highlights:
Keywords: Inflation, Interest Rate, Earnings Per Share, Exchange Rate, Stock Price
Geliat pertumbuhan berinvestasi di pasar modal dimasa sekarang ini sudah semakin meningkat. Tren berinvestasi sudah mulai berubah seiring dengan semakin dinamis nya instrumen-instrumen investasi yang menjadi pilihan. Salah satu alternatif investasi yang sedang banyak digeluti masyarakat adalah investasi di pasar modal, hal ini dikarenakan semakin mudah dan murahnya untuk seseorang dapat berinvestasi di pasar modal. Pasar modal juga dapat menjadi salah satu indikator perekonomian suatu negara, karena perkembangan pasar modal dapat dijadikan tolak ukur kemajuan suatu negara. Kondisi perekonomian tersebut dapat saja bergejolak disebabkan hal-hal diluar kendali manusia seperti contohnya bencana alam dan pandemi virus covid 19 yang belum lama ini terjadi.
Covid 19 yang menyerang seluruh dunia tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan masyarakat tetapi juga sangat memengaruhi segala sendi kehidupan mulai dari perekonomian, pendidikan dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Pandemi ini memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan pembatasan aktivitas kegiatan masyarakat yang tentu saja akan menghambat jalannya aktivitas perekonomian. Kejadian luar biasa yang muncul diakhir tahun 2019 ini mulai dirasakan dampaknya di Indonesia di awal tahun 2020 dan pembatasan kegiatan masyarakat resmi dicabut di akhir tahun 2022. Akibatknya ekonomi Indonesia sempat mengalami penurunan drastis di awal tahun 2020 [1].
Meskipun di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang terpuruk namun data lain menunjukkan bahwa tren investasi di pasar modal justru mengalami peningkatan. Keberadaan jumlah investor di pasar modal justru mengalami kenaikan sejak awal masa covid-19. Gambar 2 berikut menunjukkan bahwa selama masa pandemi covid-19 dimana keadaan ekonomi sedang tidak stabil namun tren untuk berinvestasi di pasar modal khususnya saham justru semakin meningkat [2].
Harga saham di Indonesia sangatlah berubah-ubah pada waktu tertentu. Perubahan harga saham yang diakibatkan oleh permintaan membuat harga saham dapat meningkat dan menurun sesuai dengan keadaan. Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga saham merupakan nilai dari suatu saham yang mencerminkan kekayaan perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (emiten), dimana fluktuasinya dapat berubah-ubah dalam hitungan menit maupun detik berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar bursa. Sehingga dapat mengakibatkan perusahaan mengalami capital gain maupun capital loss [3]. Selembar kertas yang menjadi tanda kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas adalah pengertian daripada saham. Saham yang beredar di pasar modal membutuhkan suatu sistem penilai sebagai ukuran baik buruknya saham tersebut [4]. Jika permintaan saham meningkat maka akan membuat harga saham juga meningkat begitu juga sebaliknya. Namun harga saham juga kerap dikatakan berubah-ubah dikarenakan adanya inflasi, adanya right issue, dan baik buruknya kinerja keuangan.
Fenomena pergerakan saham pada tahun 2020 berdampak kepada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan lebih volatif dengan jumlah investor pemula justru mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia 29 Desember 2020, investor ritel pemula mencapai 3,87 juta investor, meningkat hingga 56 persen dibanding tahun lalu. Kenaikan signifikan tersebut disebabkan investor tertarik akan profit besar dimana harga saham saat pandemi diobral murah IHSG semua diatas 5000 turun ke 4000 dan mulai membaik akhir 2020. Membeli saham dengan harga murah kemudian menjualnya dengan harga lebih mahal dalam waktu singkat, maka pilihan bermain saham adalah magnet bagi banyak orang [5].
Salah satu aktor indonesia melalui instastory-nya, Rafi Ahmad menginformasikan portofolionya di saham telah menghasilkan keuntungan 20-30 % dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Kisah sukses tersebut tidak sepenuhnya menjadi milik para investor. CNN pada 21 januari 2021 melaporkan bahwa jagat media sosial diramaikan dengan keluhan investor pemula yang rugi dan bertambah rugi akibat modal investasi menggunakan utang [6].
Sillicon Valley Bank (SVB) menyita perhatian publik pada pertengahan maret 2023. Hal itu setelah bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat ini kolaps. Efek dari kolapsnya bank tersebut mengejutkan para investor dengan berita perseroan yang perlu kumpulkan dana USD 2,25 miliar atau sekitar Rp. 33,59 triliun (asumsi kurs Rp. 14.932 per dolar AS) untuk menopang neraca keuangan perseroan. SVB pun menjual portofolio dengan kerugian dan perdagangan saham dihentikan pada jumat pagi, 10 maret 2023 [7].
Ada beberapa factor yang memengaruhi Stock price diantaranya Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate dan Company Fundamentals. Factor yang pertama yaitu Inflation Rate. Inflasi adalah kecenderungan terus-menerus untuk kenaikan harga secara umum. Harga saham akan turun seiring dengan naiknya inflasi. Inflasi yang tinggi akan menaikkan biaya produksi yang dikeluarkan pelaku usaha, menurunkan daya beli masyarakat, dan berdampak pada kegiatan investasi pasar modal [8].
Faktor yang kedua yaitu SBI Interest Rate. Hubungan antara tingkat suku bunga SBI dengan harga saham bersifat negatif menurut teori signalling. Kenaikan tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan tingkat pengangguran merupakan sinyal negatif bagi investor untuk menunda pembelian saham, sehingga menyebabkan nilai saham menurun. Dalam hal ini, pada saat tingkat suku bunga naik, akan menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi, sehingga investor memutuskan investasi di deposito daripada saham, yang kemudian dapat membuat harga saham menurun. Sama halnya dengan kenaikan tingkat inflasi akan menurunkan minat beli masyarakat, sehingga membuat pendapatan perusahaan berkurang yang berdampak pada penurunan harga saham. Begitu pun dengan tingkat pengangguran, jika tingkat pengangguran semakin naik, artinya lebih sedikit orang yang mempunyai pendapatan, sehingga perusahaan memiliki sedikit permintaan pembelian produk, yang akan membuat produktivitas perusahaan menurun dan membuat laba perusahaan menurun, dampaknya harga saham pun turun [9].
Factor yang ketiga yaitu Earning Pershare. Earning per Share (EPS) adalah indikator yang menggambarkan laba yang diperoleh per saham. Perubahan positif atau negatif dalam EPS dari satu tahun ke tahun berikutnya adalah parameter signifikan untuk mengevaluasi sejauh mana kinerja perusahaan memenuhi harapan para pemegang sahamnya [10]. Earning Per Share dapat dihitung dengan membagi laba bersih perusahaan dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi rasio Earning Per Share, semakin besar pula keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham, karena makin besar pula laba yang diperoleh per lembar saham.
Factor yang keempat yaitu Rupiah exchange rate. Nilai tukar (exchange rate) menunjukkan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli atau ditukar dengan satu satuan mata uang lain [11]. Perubahan nilai tukar akan mengubah keseimbangan dari pemenuhan kebutuhan perusahaan dalam beroperasi maupun mengubah keinginan investor dalam berinvestasi. Ketika nilai tukar domestik mengalami depresiasi, nilai indeks di BEI akan menurun, hal ini dikarenakan return yang lebih tinggi di pasar uang dan investor tetap memegang sahamnya, sehingga tidak banyak terjadi penjualan saham, maka hal ini menyebabkan volatilitas harga saham cenderung rendah [12].
Factor yang kelima yaitu Company Fundamentals. Analisis fundamental adalah metode untuk mempertimbangkan berbagai elemen perusahaan, termasuk kinerja perusahaan, analisis persaingan bisnis, analisis industri, analisis ekonomi, dan analisis pasar makro dan mikro. Penelitian ini dipilih karena analisis fundamental menawarkan informasi tentang potensi kinerja pasar modal dan prospek perusahaan di masa depan [13]. Kinerja suatu perusahaan dapat diketahui dari tingkat harga sahamnya, dan aspek fundamental dapat membantu mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko. Analisis fundamental umumnya dilakukan dengan menggali laporan keuangan dengan melibatkan pendapatan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan aspek keuangan lainnya dari perusahaan. Beberapa pakar menyatakan pendapat bahwa teknik fundamental ini bagus digunakan dalam pemilihan suatu saham yang baik untuk berinvestasi dalam jangka panjang [14].
Sudah banyak penelitian yang meneliti tentang Stock price di Indonesia diantaranya penelitian tentang “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Dan Tingkat Pengangguran Pada Harga Saham”. Hasil penelitian menyatakan tingkat inflasi memberi pengaruh signifikan pada harga saham, sedangkan tingkat suku bunga dan tingkat pengangguran tidak memberi pengaruh signifikan pada harga saham. Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa tinggi rendahnya tingkat inflasi dapat memengaruhi naik turunnya harga saham sektor energi, sedangkan tinggi rendahnya tingkat suku bunga dan tingkat pengangguran belum dapat memengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan sektor energi. Investor dapat menggunakan temuan penelitian sebagai referensi sebelum mengambil keputusan investasi, dan juga dapat digunakan oleh perusahaan dalam mempertimbangkan informasi tentang tingkat inflasi sebelum menerapkan kebijakan penjualan saham, serta sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya [15].
Penelitian tentang “Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Tingkat Leverage Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2019-2021”. Hasil penelitian menunjukan bahwa: inflasi berpengaruh terhadap harga saham, leverage tidak berpengaruh terhadap harga saham, dan inflasi dan leverage berpengaruh secara simultan terhadap harga saham [16]. Penelitian tentang “Analisis Pengaruh Inflasi Dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Yang Terdaftar Dalam Indeks LQ-45 Di BEI Periode 2019-2021”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap saham harga [17].
Penelitian tentang “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, Dan Harga Minyak Dunia Terhadap Harga Saham Dengan Risiko Sistematis Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Perusahaan Sub Sektor Logam Dan Sejenisnya Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2016 – 2021)”. Hasil regresi struktur 1 (satu) menunjukkan bahwa variabel suku bunga, inflasi, dan harga minyak berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis. Hasil regresi struktur 2 (dua) menunjukkan bahwa variabel suku bunga, harga minyak, dan risiko sistematis berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham sementara variabel inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan. Hasil analisis jalur dan uji sobel menunjukkan bahwa risiko sistematis mampu memediasi pengaruh suku bunga, inflasi, dan harga minyak terhadap harga saham. Dampaknya ketika suku bunga, inflasi, dan harga minyak dunia meningkat maka risiko pasar yang semakin tinggi akan menurunkan harga saham [18].
Penelitian tentang “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham Sub Sektor Industri Rokok yang Terdaftar Di BEI Periode 2020-2022”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Inflasi dan Suku Bunga berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham sedangkan nilai tukar tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap harga saham. Secara simultan inflasi, suku bunga dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap harga saham sub sektor industri rokok periode 2020 – 2022 [19].
Penelitian tentang “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Suku Bunga Bank Indonesia Terhadap Harga Saham Perusahaan Sub Sektor Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2017-2021”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel independen (Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Suku Bunga Bank Indonesia) tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (harga saham). Sedangkan inflasi, nilai tukar rupiah dan suku bunga Bank Indonesia secara simultan tidak mempengaruhi harga saham perusahaan subsektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017-2021. Dengan koefisien determinasi yang dihasilkan, yaitu hanya 7,8%[20]. Penelitian tentang “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham (Studi Pada Saham Bank Negara Indonesia (Bbni) Tahun 2018-2021)”. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa suku bunga dan inflasi memiliki dampak positif dan signifikan terhadap harga saham. sedangkan variabel nilai tukar rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Secara simultan variabel inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap harga saham Bank Negara Indonesia [21].
Perlu dilakukan adanya penelitian lanjutan yang berguna untuk mengetahui hasil temuan yang jika diterapkan pada kondisi lingkungan dan waktu yang berbeda, karena dalam fenomena di atas dan juga penelitian terdahulu masih menghasilkan temuan yang tidak konsisten. Maka dari itu dalam penelitian ini akan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Stock price dengan menggunakan periode waktu dan obyek yang berbeda dari penelitian sebelumnya, sehingga akan memberikan hasil penelitian yang berbeda pula dengan penelitian terdahulu.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji Pengaruh Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock price. Perlu dilakukan adanya penelitian lanjutan untuk melengkapi penelitian terdahulu mengenai Stock price yang pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan variable Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate , Company Fundamentals dan Stock price.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaannya pada populasi, waktu dan sampel yang digunakan yaitu Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Alasan memilih Perusahaan Telekomunikasi dikarenakan Industri telekomunikasi menjadi sektor yang paling banyak dibutuhkan di masa pandemi covid 19. Hal tersebut dikarenakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengharuskan aktivitas masyarakat beralih dari offline menjadi online, seperti sekolah online dan bekerja dari rumah (WFH). Alhasil, kebutuhan akan jaringan dan konektivitas internet lebih besar dari biasanya. Disamping terjadinya pandemi covid 19 dan dampak yang ditimbulkan, industri telekomunikasi pada era saat ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi suatu negara dan industri-industri lain di berbagai sektor. Industri telekomunikasi menjadi penunjang bagi industri lain dalam hal memudahkan dalam berkomunikasi. Pada saat ini perkembangan industri telekomunikasi sangat menarik atensi para investor untuk menanamkan sahamnya ke dalam industri telekomunikasi. Para investor beranggapan bahwa industri telekomunikasi bisa memberikan keuntungan yang maksiimal di masa depan. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan efek multiplier industri telekomunikasi di Indonesia sangat besar dan menjadi penunjang semua sektor industri diantaranya sektor manufaktur, perdagangan, pendidikan, kesehatan hingga unit usaha kecil yang menjadi penggerak perekonomian masyarakat Indonesia [22].
Keberadaan pandemi covid 19 mengharuskan pemerintah membuat kebijakan PSBB yang menyebabkan masyarakat dibatasi untuk berhubungan tatap muka, sekolah dan kantor dipaksa untuk berhenti beroperasional seperti biasanya dan diganti dengan sistem daring (dalam jaringan) yang berdampak pada permintaan pengguna internet meningkat dan mendorong perusahaan telekomunikasi untuk mengoptimalkan kinerja perusahannya agar para investor tertarik menanamkan sahamnya khususnya pada masa pandemi saat ini dimana banyak harga saham perusahaan yang turun. Disamping itu pada era saat ini industri telekomunikasi juga menjadi bagian penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara, dimana industri telekomunikasi memiliki multiplier efek di berbagai sektor khususnya perekonomian. dengan demikian peneliti menarik kesimpulan untuk meneliti bagaimana kondisi saham perusahaan telekomunikasi dengan melibatkan fundamental perusahaan dan pandemi covid 19 [23].
Hubungan Antar Variabel
1) Pengaruh Inflation Rate Terhadap Stock price
Hubungan teori sinyal dengan inflasi yaitu apabila inflasi semakin tinggi, maka akan menyebabkan harga saham menurun Tentunya ini dapat dijadikan sinyal bagi investor agar tidak menanamkan sahamnya pada perusahaan seperti itu. Dengan adanya sinyal atau informasi tersebut diharapkan akan mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi sehingga nantinya akan berdampak pada saham. Hal ini dapat dijadikan signal bagi para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan yang kondisinya seperti ini. Terlalu tingginya tingkat inflasi bisa menyebabkan harga suatu saham menjadi turun, begitupun yang terjadi sebaliknya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh ([24]) menunjukkan bahwa Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh ([25]) menunjukkan bahwa Inflation Rate tidak berpengaruh Terhadap Stock price
H1 = Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price
2) Pengaruh SBI Interest Rate Terhadap Stock price
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dan harga saham. Bunga yang dinyatakan sebagai persentase dari modal dinamakan tingkat suku bunga. Berarti tingkat bunga adalah persentase pembayaran modal yang dipinjam dari lain pihak. Berdasarkan teori signalling, ketika tingkat suku bunga turun, akan mengakibatkan biaya pinjaman yang lebih kecil, tentunya ini memberi sinyal positif kepada investor agar memilih investasi alternatif saham dengan potensi pengembalian yang lebih tinggi, yang kemudian dapat mendorong kenaikan harga saham. Lain halnya bila ada kenaikan tingkat suku bunga yang akan menyebabkan harga saham turun.
H2 = SBI Interest Rate berpengaruh Terhadap Stock price
3) Pengaruh Earning Pershare Terhadap Stock price
Earning Per Share (EPS) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Pengukuran EPS berdasarkan perbandingan laba bersih dengan jumlah lembar saham yang beredar. Menurut pengertian pengukuran tersebut, semakin besar laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan dan jumlah lembar saham yang diterbitkan mengalami kenaikan, maka diperoleh nilai Earning Per Share (EPS) yang besar juga dan hal tersebut mempengaruhi tingkat keuntungan saham yang akan diberikan perusahaan bagi investor.
Menurut teori sinyal yaitu analisis dari para investor atau pengguna laporan keuangan menetapkan bahwa hasil pengukuran tersebut berdampak memberikan sinyal baik (good news). Pengukuran EPS ini dapat berguna untuk investor dalam memilih saham perusahaan dan mengambil keputusan investasi yang baik. menurut [26] Semakin tinggi atau rendahnya nilai Earning Per Share menunjukkan kapasitas perusahaan semakin baik. Semakin tinggi nilai earning per share (EPS) maka harga saham akan semakin meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh ([27]) menunjukkan bahwa Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price.
H3 = Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price
4) Pengaruh Rupiah exchange rate Terhadap Stock price
Rasio perbandingan antara mata uang lokal dan mata uang asing dikenal sebagai nilai tukar. Meningkatnya aliran modal ke Indonesia akibat apresiasi rupiah terhadap dolar berdampak pada kenaikan harga saham. Perubahan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh investasi yang dilakukan di pasar modal. Indeks harga saham akan naik sebagai respon terhadap kenaikan nilai tukar, begitu pula sebaliknya penurunan nilai tukar akan menyebabkan indeks harga saham turun.
Ketika nilai rupiah mengalami pelemahan hal ini akan menyebabkan harga harga saham mengalami penurunan, akan tetapi akan menarik lebih banyak investor asing yang akan menginvestasikan modalnya di pasar modal indonesia. Dampak merosotnya nilai tukar rupiah terhadap pasar modal memang dimungkinkan, mengingat sebagian besar perusahaan ya ng go‐public di BEI mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing.
H4 = Rupiah exchange rate berpengaruh Terhadap Stock price
5) Pengaruh Company Fundamentals Terhadap Stock price
ROA yaitu jenis dari rasio keuangan yang dipergunakan dalam pengukuran mampu tidaknya perusahaan dalam upaya mendapat profit yang berawal dari kegiatan investasi. [28] mendefinisikan ROA sebagai rasio yang menampilkan hasil atas total assets yang dipergunakan perusahaan. Jika nilai ROA Perusahaan meningkat, maka produktivitas aset akan menjadi semakin baik dalam mendapatkan hasil laba bersih. ROA merupakan indikator penting untuk investor menaruh keputusan investasi, karena dapat menunjukkan kinerja atau performa perusahaan terkait. Apabila perusahaan menunjukkan peningkatan, maka keuntungn perusahaan tersebut pastinya juga ikut meningkat. Apabila keuntungan sudah meingkat maka tingkat ROA perusahaan tersebutpun akan mengalami peningkatan. Ketika perusahaan mempunyai ROA yang besar, hal tersebut bisa menarik perhatian para investor guna melakukan investasi diperusahaan tersebut. Disinilah dampaknya terhadap harga saham dapat tercipta, sebab seberapa banyak permintaan harga saham yang ditawarkan, berimbas pada harga saham suatu perusahaan yang mengalami peningkatan juga. Maka ROA dapat dikatakan sebanding atau berbanding lurus terhadap harga saham.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh ([29]) menunjukkan bahwa Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price.
H5 = Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan data sekunder sebagai sumber data [30]. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan tahunan Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Penelitian ini menganalisa dan menjelaskan Pengaruh Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock price.
A. Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variabel independen dan variabel dependen.
1) Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen (terikat) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Stock price. Harga saham merupakan sebuah acuan keberhasilan suatu perusahaan, apabila perusahaan memiliki harga saham yang tinggi maka dapat dipastikan perusahaan tersebut dalam posisi keuangan yang baik. jika harga saham merupakan harga yang muncul di pasar bursa pada waktu tertentu. Harga saham sifatnya relatif, sehingga perubahan harganya dapat berlangsung dengan cepat dengan waktu yang singkat. Harga saham bisa berubah hanya dalam hitungan detik maupun menit. Hal itu disebabkan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual saham di bursa efek. Data yang diambil untuk harga saham perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public adalah laporan statistik perusahaan dengan menggunakan data akhir periode tahunan (closing price) 2020 sampai dengan 2022 yang mengukur kinerja pergerakan harga saham yang terdaftar di situs resmi Bursa Efek Indonesia .
Harga saham = Closing Price
Sumber : [31]
2) Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals.
a. Inflation Rate
inflasi merupakan proses peningkatan harga yang sedang berlaku di dalam kegiatan ekonomi. lnflasi yaitu kecenderungan naiknya harga yang terjadinya secara umum serta berlangsungnya terus-menerus. Komponen yang musti terpenuhi agar bisa dikatakan sedang terjadi inflasi yaitu;, pertama, naiknya harga; kedua, sifatnya Umum; dan komponen terakhir, kelangsungannya terus-menerus [32]. inflasi ada beberapa golongan yakni sebagai berikut: Inflasi Merayap, merupakan kisaran inflasi dengan presentase dua sampai tiga persen pertahun. Inflasi Sederhana, merupakan inflasi dengan kisaran lima sampai delapan persen pertahun. Hyperinflation, yang digolongkan kedalam inflasi dengan tingkatan presentase yang begitu tinggi sehingga mengakibatkan tingkat harga menjadi lebih tinggi beberapa kali lipat di dalam setahun periode.
Merujuk pada teori dari [33] yang mengemukakan bahwa meningkatnya inflasi bisa melemahkan daya beli atas mata uang Indonesia yang sudah diinvestasikan, atau dengan kata lain daya belinya mengalami penurunan. Inflasi tinggi berdampak pada turunnya pendapatan riil masyarakat yang akan mempengaruhi standar hidup masyarakat. Inflasi yang tidak stabil dapat menyulitkan masyarakat dalam memutuskan konsumsinya, demikian pula dengan kegiatan produksi maupun berinvestasi, alhasil inflasi berpengaruh kepada harga saham.
Sumber : [34]
b. SBI Interest Rate
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan di masa mendatang. [35] menguraikan konsep bunga dengan memberikan interpretasi yang mencakup dua aspek penting. Pertama, bunga dapat dipahami sebagai suatu beban yang harus ditanggung oleh nasabah ketika memiliki simpanan di bank. Dalam konteks ini, bunga menjadi biaya atau pengurangan sebagian keuntungan yang diperoleh nasabah dari simpanannya. Kedua, bunga juga dapat diartikan sebagai ongkos yang harus dibayar oleh nasabah yang meminjam dana kepada pemberi pinjaman. Dengan kata lain, bunga menjadi kompensasi atau imbalan yang harus diberikan oleh peminjam sebagai bagian dari penggunaan modal yang diberikan oleh pemberi pinjaman.
Suku bunga BI adalah suku bunga kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan tersedia untuk umum. Namun, per 19 Agustus 2016, BI rate diubah menjadi BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2020-2023. Informasi tersebut dapat diunduh dari situs resminya.
c. Earning Pershare
Earning per Share merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. Earning per share menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. Makin tinggi nilai Earning Per Share tentu saja akan membuat pemegang saham merasa senang karena semakin besar laba yang akan didapatkannya dan kemungkinan peningkatan deviden yang diterimanya [36]. Earning Per Share juga merupakan rasio keuangan yang membantu pemilik saham dalam mengevaluasi aktivitas dan kebijaksanaan perusahaan yang berpengaruh terhadap harga saham di pasaran. [37] Dengan semakin tingginya nilai Earning per Share, maka keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham juga semakin besar.
Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk mengevaluasi progres operasi perusahaan, menentukan harga saham yang tepat, serta menunjukkan besaran dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham [38]. Earning Per Share adalah rasio keuangan yang paling umum digunakan untuk mengukur kinerja dan pertumbuhan perusahaan. Indikator laba per lembar saham juga sering diperhatikan oleh investor karena ada korelasi yang erat antara pertumbuhan laba dan harga saham. Ketika perusahaan dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi per lembar saham bagi pemegang saham, maka investasi pada perusahaan tersebut menjadi lebih menarik dan menguntungkan. Hal ini berpotensi memberikan dampak positif pada harga saham perusahaan. Rumus untuk menghitung Earning Per Share yaitu =
Earning Per Share=(Laba Bersih)/(Jumlah Saham Beredar )
d. Rupiah Exchange Rate
Semakin tinggi laju inflasi suatu Negara dibandingkan dengan negara lain maka harga barang ekspor suatu Negara akan lebih mahal dan dapat menurunkan ekspor serta pada lanjutnya akan menurunkan nilai tukar suatu Negara. Nilai tukar mеrupakan salah satu hal dalam makro еkonomi yang dihadapi olеh pеrusahaan. Nilai tukar atau Kurs secara umum adalah nilai atau harga mata uang sebuah negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang negara lain . Ilmu nilai tukar merupakan bagian dari ilmu ekonomi moneter yang sangat banyak dibahas dan diteliti oleh berbagai kalangan akademis maupun bisnis dikarenakan sangat signifikan memengaruhi aktivitas ekonomi dan bisnis dalam konteks lokal, nasional, regional, maupun global. Sebagaimana diketahui, nilai tukar memengaruhi perekonomian dan aktivitas bisnis melalui saluran langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, nilai tukar akan memengaruhi perekonomian suatu negara melalui harga barang ekspor dan impor suatu Negara. Sementara secara tidak langsung, nilai tukar dapat memengaruhi perekonomian melalui kegiatan ekspor dan impor suatu negara. [39], tingkat kurs adalah rasio perdagangan dua mata uang.
Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, nilai tukar terhadap Euro, dan lain sebagainya. Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negative [40]. Perubahan nilai tukar akan mengubah keseimbangan dari pemenuhan kebutuhan perusahaan dalam beroperasi maupun mengubah keinginan investor dalam berinvestasi. Ketika nilai tukar domestik mengalami depresiasi, nilai indeks di BEI akan menurun, hal ini dikarenakan return yang lebih tinggi di pasar uang dan investor tetap memegang sahamnya, sehingga tidak banyak terjadi penjualan saham, maka hal ini menyebabkan volatilitas harga saham cenderung rendah.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs jual adalah kurs yang digunakan apabila hendak menukar mata uang domestik dengan mata uang asing. Sementara kurs beli adalah kurs yang digunakan apabila hendak menukarkan mata uang asing dengan mata uang domestik. Kurs tengah perbandingan antara kurs jual dan kurs beli yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
kurs tengah= (kurs jual+kurs beli)/2
e) Company Fundamentals
Faktor fundamental merupakan salah satu dasar analisis keuangan dan investasi yang merujuk pada faktor-faktor yang mendasari kinerja suatu aset keuangan. Faktor fundamental adalah variabel yang digunakan untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan seperti pendapatan, laba bersih, aset, kewajiban dan arus kas [41]. faktor fundamental adalah faktor yang mempengaruhi nilai intrinsik suatu aset keuangan seperti laba, arus kas, tingkat bunga, risiko pasar dan faktor ekonomi lainnya. Beberapa faktor fundamental yang biasanya digunakan di dalam analisis keuangan perusahaan antara lain pendapatan,laba, aset, kewajiban, arus kas dan rasio-rasio keuangan. Penelitian ini menggunakan faktor rasio keuangan didalam menganalisis kinerja perusahaan.
Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Return On Assets (ROA). Return On Asset (ROA) juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menunjukkan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio Return On Asset (ROA) bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkanaktivauntuk menghasilkan laba bersih setelah pajak, yang dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan semakin efektif. Rumus yang digunakan untuk mengukur Return on Asset (ROA) adalah :
ROA= (Laba bersih setelah pajak)/(Total Aset) x 100 %
B. Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan dari Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Dari data-data yang sudah terkumpul akan dapat dibagi menjadi variabel independen dan variabel dependen. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel untuk kemudian dijadikan sebagai tolak ukur pengumpulan data.
Populasi dan Sampel
1) Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari kumpulan elemen yang memiliki sejumlah karakteristik umum, yang terdiri dari bidang-bidang untuk diteliti dan dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan [42]. Dalam penelitian ini data populasi yang digunakan adalah seluruh Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Jumlah Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023 berjumlah 19 perusahaan. Alasan menggunakan tahun 2020 – 2023 dikarenakan ditahun tersebut merupakan 4 tahun terakhir yang terbarukan untuk annual report perusahaan.
2) Sampel
Sampel merupakan suatu sub kelompok dari populasi yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian [43]. Perusahaan yang menjadi sampel dari penelitian ini dipilih menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau karakteristik tertentu.
Kriteria dari pemilihan sampel adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan Telekomunikasi Go Public yang terdaftar di BEI pada periode 2020-2023
2. Menyajikan laporan keuangan lengkap pada tahun penelitian
3. Perusahaan yang tidak suspend pada tahun penelitian
Ada 16 perusahaan yang digunakan sampel , sebagai berikut :
No. | Kriteria Sampel | Jumlah Perusahaan |
---|---|---|
1 | Perusahaan Telekomunikasi Go Public yang terdaftar di BEI pada periode 2020-2023 | 19 |
2 | Perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangan lengkap pada tahun penelitian | (2) |
3 | Perusahaan yang suspend pada tahun penelitian | (1) |
4 | Jumlah perusahaan yang diteliti | 16 |
5 | Jumlah observasi 16 x 4 tahun | 64 |
Dari kriteria yang telah ditetapkan diatas, maka ditentukan daftar perusahaan yang memenuhi kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No | Nama Perusahaan | |
---|---|---|
1 | PT Jasnita Telekomindo Tbk - JAST | |
2 | PT First Media Tbk – KBLV AR Q4 2023 BELUM KELUAR | |
3 | PT Link Net Tbk - LINK | |
4 | PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk - TLKM | |
5 | PT Bali Towerindo Sentra Tbk - BALI | |
6 | PT Bakrie Telecom Tbk – BTEL AR Q3 DAN Q4 BELUM KELUAR | |
7 | PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk - CENT | |
8 | PT XL Axiata Tbk - EXCL | |
9 | PT Smartfren Telecom Tbk - FREN | |
10 | PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk – GHON | |
11 | PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk - GOLD | |
12 | PT Inti Bangun Sejahtera Tbk - IBST | |
13 | PT Indosat Tbk – ISAT SUSPEND 8 JANUARI 2021 | |
14 | PT LCK Global Kedaton Tbk - LCKM | |
15 | PT Protech Mitra Perkasa Tbk - OASA | |
16 | PT Solusi Tunas Pratama Tbk - SUPR | |
17 | PT Tower Bersama Infrastructure Tbk - TBIG | |
18 | PT Sarana Menara Nusantara Tbk - TOWR | |
19 | PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk - MTEL |
Jenis dan Sumber Data
1) Jenis Data
Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif, data kuantitatif adalah data penelitian yang berupa angka yang di analisis dengan menggunakan statistik [44].
2) Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data base pasar modal, di Galeri Bursa Efek Indonesia (BEI) Fakultas Bisnis, Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2020-2023 dan situs resmi BEI
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menjelaskan mengenai bagaimana pengambilan data penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1) Metode Studi Dokumentasi yaitu Metode yang dilakukan dengan cara mendapatkan data berupa laporan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan pada tahun 2020-2023. Data tersebut bisa diperoleh diBursa Efek Indonesia (BEI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2) Metode Studi Pustaka yaitu pengumpulan data sebagai landasan teori serta penelitian terdahulu. Dalam hal ini data diperoleh dari jurnal, artikel, buku-buku, penelitian terdahulu, serta sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.
Teknik Analisis
Analisis data penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan bentuk analisa data yang berupa angka-angka dan dengan menggunakan perhitungan statistik untuk menganalisa suatu hipotesis. Analisa data kuantitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan, kemudian mengolahnya dan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik, dan output analisis lain yang digunakan untuk menarik kesimpulan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Teknik analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan Regresi Linear Berganda yang menjelaskan pengaruh antara variable terikat dengan beberapa variable bebas. Regresi Linear Berganda adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah profitabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya [45].
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science) Versi 27 sebagai alat untuk menganalisis data. Analisis ini diawali dengan statistik deskriptif, dan Uji Asumsi Klasik. Uji asumsi klasik ini terdiri dari Uji Multikolinearitas, Uji Normalitas, Uji Heterokedasitas, Dan Uji Autokorelasi. Selanjutnya data yang terkumpul dilakukan analisis regresi berganda dan uji hipotesis yang berupa koefisien determinasi (R2), Koefisien korelasi (R), dan uji t.
1) Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk dapat menggambarkan berbagai karakteristik data yang berasal dari suatu sampel. Statatistik deskriptif seperti mean, median, modus, presentil, desil, quartile berupa bentuk analisis angka maupun gambar/diagram. Dalam statistik deskriptif ini diolah pervariabel.
2) Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian perlu dilakukan karena dalam menguji model regresi berganda apakah dalam penelitian tersebut variabel pengganggu atau nilai residualnya memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu Uji Kolmogorov Smirnov. Jika signifikannya > 0,05 maka variabel berdistrubusi normal dan sebaliknya jika signifikannya < 0,05 maka variabel tidak terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan jika dalam penelitian dengan model regresi yang dilakukan terjadi korelasi antar variabel bebas (independen). Metode yang digunakan untuk menguji adanya multikoliniearitas ini dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflantion factor (VIF). Batas yang ditentukan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas atau tidak dari nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
c. Uji Heterokedasitas
Model regresi yang baik yaitu yang homokedasitas atau yang tidak terjadi heterokedasitas [46]. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heterokedasitas pada penelitian ini, maka penelitian ini diuji dengan cara melihat grafik scatterplot. Jika dalam pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu secara teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka menandakan telah terjadinya heterokedasitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta terdapat titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 yang ada pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedasitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena disebabkan adanya observasi yang berurutan sepanjang waktu yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu cara untuk dapat mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan Uji Durbin – Watson. Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi yaitu Nilai DW antara 1,55 s.d 2,46 : tidak ada autokorelasi.
3) Pengujian Hipotesis
a. Uji Koefisien Korelasi
Dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi yang menjadi perhatian adalah besarnya nilai R hasil dari SPSS 27. Jika besarnya nilai R mendekati angak 1 berarti variabel independen memiliki pengaruh yang kuat terhadap variabel dependen. Begitu pula sebaliknya, jika besarnya nilai R jauh dari angka 1 berarti pengaruh variabel independennya masih lemah terhadap variabel dependen.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) yaitu koefisien yang menunjukkan presentase pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Presentase tersebut menunjukkan tentang seberapa besar variabel independen yang dapat menjelaskan variabel dependennya. Semakin tinggi koefisien determinasinya atau nilai R2 semakin mendekati 100% maka semakin baik variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya. Hal ini, persamaan regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasikan nilai variabel dependennya.
c. Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil dari analisis korelasi hanya untuk mengetahui seberapa besar tingkat keeratan atau kekuatan hubungan linear berganda antar variabel saja, sedangkan analisis yang digunakan untuk mengetahui kuatnya hubungan linear seberapa (pengaruh) antara variabel adalah analisis regresi. Dimana model yang akan digunakan yaitu sebagai berikut:
Y = α + β₁X₁ + β_2 X_2 + β_3 X_3 +β_4 X_4 +β_5 X_5 + e
Dimana :
Y: Stock price (Y)
α : Konstanta
β : Koefisien regresi dari variabel independen X₁, X₂, X3 ,X4 ,X5
X1 : Inflation Rate
X₂: SBI Interest Rate
X3: Earning Pershare
X4: Rupiah exchange rate
X5: Company Fundamentals
e: Variabel Pengganggu Atau Error
d. Uji t (Uji parsial)
Uji statistik t pada dasarnya memperlihatkan seberapa jauh pengaruh satu variabel atau independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen [45]. Adapun dasar pengambilan kesimpulan pada uji t ialah sebagai berikut:
1) Apabila nilai probabilitas (signifikasi) > 0,05 (α), maka Hipotesis ditolak, artinya variable independen secara parsial (individual) tidak mempengaruhi variable dependen secara signifikan.
2) Apabila nilai probabilitas (signifikasi) <0, 05(α), maka Hipotesis diterima, artinya variable independen secara parsial (individual) mempengaruhi variable dependen secara signifikan
A. Analisis Statistik Deskriptif
Uji statistic deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari suatu data yang dilihat dari jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian. Adapun hasil olahan statistic deskriptif data yang menjadi variabel penelitian dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science ) versi 27 ditunjukkan dalam tabel berikut:
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | |
---|---|---|---|---|---|
Inflation Rate | 64 | 1.68 | 5.51 | 2.9175 | 1.54872 |
SBI Interest Rate | 64 | 3.50 | 6.00 | 4.6875 | 1.08927 |
Earning Pershare | 64 | -184.05 | 440.91 | 55.9364 | 10.14350 |
Rupiah exchange rate | 64 | 10343.60 | 10771.29 | 10565.2350 | 152.70621 |
Company Fundamentals | 64 | -.12 | 9.00 | .1622 | .12344 |
Stock price | 64 | 1.10 | 2950.00 | 366.0473 | 90.27009 |
Valid N (listwise) | 64 |
Berdasarkan hasil perhitungan pada table tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengamatan dalam penelitian ini ada 16 perusahaan Telekomunikasi Go Public yang terdaftar di BEI yang menjadi sample dimana 16 perusahaan tersebut dikalikan periode tahun pengamatan (4 tahun), sehingga observasi dalam penelitian ini sebanyak 64 observasi (16 x 4 = 64). Berdasarkan perolehan data diketahui hasil sebagai berikut :
1) Inflation Rate
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel Inflation Rate memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1.68. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 5.51. Rata-rata Inflation Rate yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 2.9175. artinya secara umum Inflation Rate yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi Inflation Rate adalah sebesar 1.54872 (dibawah rata-rata) artinya Inflation Rate memiliki tingkat variasi data yang rendah.
2) SBI Interest Rate
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel SBI Interest Rate memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 3.50. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 6.00. Rata-rata SBI Interest Rate yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 4.6875. artinya secara umum SBI Interest Rate yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi SBI Interest Rate adalah sebesar 1.08927 (dibawah rata-rata) artinya SBI Interest Rate memiliki tingkat variasi data yang rendah.
3) Earning Pershare
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel Earning Pershare memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar -184.05. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 440.91. Rata-rata Earning Pershare yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 55.9364. artinya secara umum Earning Pershare yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi Earning Pershare adalah sebesar 10.14350 (dibawah rata-rata) artinya Earning Pershare memiliki tingkat variasi data yang rendah.
4) Rupiah Exchange Rate
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel Rupiah Exchange Rate memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 10343.60. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 10771.29. Rata-rata Rupiah Exchange Rate yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 10565.2350. artinya secara umum Rupiah Exchange Rate yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi Rupiah Exchange Rate adalah sebesar 152.70621 (dibawah rata-rata) artinya Rupiah Exchange Rate memiliki tingkat variasi data yang rendah.
5) Company Fundamentals
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel Company Fundamentals memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar -0.12. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 9.00. Rata-rata Company Fundamentals yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 0.1622. artinya secara umum Company Fundamentals yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi Company Fundamentals adalah sebesar 0.12344 (dibawah rata-rata) artinya Company Fundamentals memiliki tingkat variasi data yang rendah.
6) Stock price
Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan variabel Stock price memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1.10. Nilai terbesar (maksimum) sebesar 2950.00. Rata-rata Stock price yang dimiliki 16 perusahaan menunjukkan hasil yang positif sebesar 366.0473. artinya secara umum Stock price yang diterima positif (mengalami kenaikan). Nilai standar deviasi Stock price adalah sebesar 90.27009 (dibawah rata-rata) artinya Stock price memiliki tingkat variasi data yang rendah.
Uji asumsi klasik merupakan tahapan pertama sebelum dilakukan perhitungan regresi untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap dependen.
A. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat variabel dependen dan variabel independen berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Model regresi yang baik adalah berdistribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data, pada penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Menilai nilai signifikansi dalam penelitian harus dapat mengambil kesimpulan untuk menentukan apakah suatu data telah mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika signifikannya > 0,05 maka variabel berdistrubusi normal dan sebaliknya jika signifikannya < 0,05 maka variabel tidak terdistribusi normal (Ghozali, 2016).
Inflation Rate | SBI Interest Rate | ||
---|---|---|---|
N | 64 | 64 | |
Normal Parametersa,b | Mean | 2.9175 | 4.6875 |
Std. Deviation | 1.54872 | 1.08927 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .329 | .305 |
Positive | .329 | .305 | |
Negative | -.212 | -.272 | |
Test Statistic | .329 | .305 | |
Asymp. Sig. (2-tailed)c | .413 | .704 | |
Earning Pershare | Rupiah exchange rate | ||
N | 64 | 64 | |
Normal Parametersa,b | Mean | 55.9364 | 10565.2350 |
Std. Deviation | 110.14350 | 152.70621 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .242 | .250 |
Positive | .242 | .210 | |
Negative | -.205 | .250 | |
Test Statistic | .242 | .250 | |
Asymp. Sig. (2-tailed)c | .960 | .433 | |
Company Fundamentals | Stock price | ||
N | 64 | 64 | |
Normal Parametersa,b | Mean | .1622 | 366.0473 |
Std. Deviation | 1.12344 | 590.27009 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .489 | .268 |
Positive | .489 | .258 | |
Negative | -.401 | -.268 | |
Test Statistic | .489 | .268 | |
Asymp. Sig. (2-tailed)c | .305 | .713 | |
a. Test distribution is Normal. | |||
b. Calculated from data. | |||
c. Lilliefors Significance Correction. | |||
d. Lilliefors' method based on 10000 Monte Carlo samples with starting seed 2000000. |
Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diketahui bahwa angka signifikan setiap variabel menunjukkan angka lebih besar dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas dan dapat di lanjutkan ke pengujian selanjutnya.
B. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2018). Cara melihat ada atau tidaknya multikolinieritas didalam suatu model (Ghozali, 2018) yaitu dapat dilihat pada nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur tingat variabilitas variabel independen yang dipilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cutoff tolerance yang umum digunakan adalah > 10 dan VIP < 10. Jika terjadi hal demikian, berarti tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi.
Model | Collinearity Statistics | ||
---|---|---|---|
Tolerance | VIF | ||
1 | (Constant) | ||
Inflation Rate | .591 | 1.693 | |
SBI Interest Rate | .596 | 1.679 | |
Earning Pershare | .981 | 1.019 | |
Rupiah exchange rate | .977 | 1.023 | |
Company Fundamentals | .953 | 1.049 | |
a. Dependent Variable: Stock price |
Berdasarkan table diatas menunjukkan bahwa hasil uji multikolinieritas, nilai tolerance masing-masing variable-variabel independen >0,10 sedangkan nilai VIF < 10. Dengan demikian, hasil uji multikolinieritas dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi.
C. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi, jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Deteksi adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan dengan melihat nilai dari statistic Durbin Watson (dW) (Ghozali, 2016). Dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Nilai DW < 1,10; ada autokorelasi
2. Nilai DW antara 1,10 s/d 1,54; tanpa kesimpulan
3. Nilai DW antara 1,55 s/d 2,46; tidak ada autokorelasi
4. Nilai DW antara 2,47 s/d 2,90 ; tanpa kesimpulan
5. Nilai DW > 2,91 ; ada autokorelasi
Hasil uji autokorelasi dapat dilihat dalam table berikut:
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
---|---|---|---|---|---|
1 | .752a | .823 | .861 | 608.01973 | 1.756 |
a. Predictors: (Constant), Company Fundamentals, Rupiah exchange rate, Earning Pershare, SBI Interest Rate, Inflation Rate b. Dependent Variable: Stock price |
Berdasarkan hasil uji autokorelasi, nilai Durbin-Watson sebesar 1.756. Sehingga nilai DW antara 1,55 s/d 2,46. Hal ini menunjukkan tidak terjadi autokorelasi.
Dalam rangka menguji Pengaruh Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah Exchange Rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock Price, maka digunakan analisis regresi berganda. Perhitungan dilaksanakan dengan program SPSS versi 27 dan diperoleh hasil sebagai berikut:
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | sg | ||
---|---|---|---|---|---|---|
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 1998.911 | 5327.438 | .375 | .709 | |
Inflation Rate | 6.075 | 64.364 | .016 | 2.094 | .005 | |
SBI Interest Rate | 27.227 | 91.123 | -.050 | 3.299 | .006 | |
Earning Pershare | .687 | .702 | -.128 | 3.978 | .002 | |
Rupiah exchange rate | .140 | .507 | -.036 | 4.276 | .004 | |
Company Fundamentals | 37.763 | 69.830 | -.072 | 4.541 | .001 | |
a. Dependent Variable: Stock price |
Pada table tersebut mengenai hasil pengolahan SPSS, maka dapat dibuat persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 1998.911+ 6.075X_1 + 27.227X_2+ 0.687X_3 + 0.140X4 + 37.763X5
Persamaan regresi linier berganda diatas dapat diartikan bahwa :
1. Konstanta adalah sebesar 1998.911. Hal ini berarti jika tidak dipengaruhi Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals maka besarnya Stock price sebesar 1998.911
2. Koefisien variabel Inflation Rate sebesar 6.075. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan Inflation Rate sebesar satu satuan maka Stock price juga mengalami peningkatan sebesar 6.075 dengan asumsi bahwa faktor lainnya adalah konstan atau tetap.
3. Koefisien variabel SBI Interest Rate sebesar 27.227. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan SBI Interest Rate sebesar satu satuan maka Stock price juga mengalami peningkatan sebesar 27.227 dengan asumsi bahwa faktor lainnya adalah konstan atau tetap.
4. Koefisien variabel Earning Pershare sebesar 0.687. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan Earning Pershare sebesar satu satuan maka Stock price juga mengalami peningkatan sebesar 0.687 dengan asumsi bahwa factor lainnya adalah konstan atau tetap.
5. Koefisien variabel Rupiah Exchange Rate sebesar 0.140. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan Rupiah Exchange Rate sebesar satu satuan maka Stock price juga mengalami peningkatan sebesar 0.140 dengan asumsi bahwa factor lainnya adalah konstan atau tetap.
6. Koefisien variabel Company Fundamentals sebesar 37.763. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan Company Fundamentals sebesar satu satuan maka Stock price juga mengalami peningkatan sebesar 37.763 dengan asumsi bahwa factor lainnya adalah konstan atau tetap.
A. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Uji (R²) digunakan untuk menghitung tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Adapun analisis determinasi berganda adalah alat analisis untuk mengetahui besarnya sumbangan variabel bebas secara simultan (serempak) terhadap naik turunnya variabel terikat. Hasil penghitungan SPSS versi 27 mengenai analisisnya ditujukan oleh tabel di bawah ini :
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
---|---|---|---|---|---|
1 | .752a | .823 | .861 | 608.01973 | 1.756 |
a. Predictors: (Constant), Company Fundamentals, Rupiah exchange rate, Earning Pershare, SBI Interest Rate, Inflation Rate b. Dependent Variable: Stock price |
Pada table diatas diketahui bahwa nilai koefisien korelasi R adalah 0.752 atau mendekati 1. Artinya terdapat hubungan (korelasi) yang kuat antara variabel bebas yang meliputi Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock price.
Adapun analisis determinasi berganda, dari tabel diatas diketahui presentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditujukan oleh nilai R square adalah 0.823 maka koefisien determinasi berganda 0,823 x 100%= 82,3% dan sisanya 100%-82,3%= 17,7%. Hal ini berarti naik turunnya variabel terikat yaitu Stock price dipengaruhi oleh veriabel bebas yaitu Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals sebesar 82,3%. Sedangkan sisanya sebesar 17,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
B. Uji t (Uji parsial)
Pada uji hipotesis ini menggunakan uji t dipergunakan untuk mengukur tingkat pengaruh signifikansi secara parsial antara variabel independen yang meliputi Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock price pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (a=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independent tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b) Jika nilai signifikan < 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independent tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Hasil perhitungan SPSS versi 27 mengenai analisis uji t (uji parsial) ditunjukkan oleh table dibawah ini :
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | sg | ||
---|---|---|---|---|---|---|
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 1998.911 | 5327.438 | .375 | .709 | |
Inflation Rate | 6.075 | 64.364 | .016 | 2.094 | .005 | |
SBI Interest Rate | 27.227 | 91.123 | -.050 | 3.299 | .006 | |
Earning Pershare | .687 | .702 | -.128 | 3.978 | .002 | |
Rupiah exchange rate | .140 | .507 | -.036 | 4.276 | .004 | |
Company Fundamentals | 37.763 | 69.830 | -.072 | 4.541 | .001 | |
a. Dependent Variable: Stock price |
1. Pengujian pada hipotesa Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,005, lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikan 0,005 < 0,05, sehingga H1 yang menyatakan bahwa variabel Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price diterima.
2. Pengujian pada hipotesa SBI Interest Rate berpengaruh Terhadap Stock price menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,006, lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikan 0,006 < 0,05, sehingga H2 yang menyatakan bahwa variabel SBI Interest Rate berpengaruh Terhadap Stock price diterima.
3. Pengujian pada hipotesa Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002, lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikan 0,002 < 0,05, sehingga H3 yang menyatakan bahwa variabel Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price diterima.
4. Pengujian pada hipotesa Rupiah exchange rate berpengaruh Terhadap Stock price menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,004, lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikan 0,004 < 0,05, sehingga H4 yang menyatakan bahwa variabel Rupiah exchange rate berpengaruh Terhadap Stock price diterima.
5. Pengujian pada hipotesa Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,001, lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikan 0,001 < 0,05, sehingga H5 yang menyatakan bahwa variabel Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price diterima.
No | Uraian | Hasil | Keterangan |
---|---|---|---|
1 | H1 = Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price | Diterima | 0,005 < 0,05 |
2 | H2 = SBI Interest Rate berpengaruh Terhadap Stock price | Diterima | 0,006 < 0,05 |
3 | H3 = Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price | Diterima | 0,002 < 0,05 |
4 | H4 = Rupiah exchange rate berpengaruh Terhadap Stock price | Diterima | 0,004 < 0,05 |
5 | H5 = Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price | Diterima | 0,001 < 0,05 |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price. Berdasarkan hasil dari pengujian dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi jumlah Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price maka semakin tinggi Stock price pada perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menyimpulkan bahwa kenyataan empiris menunjukkan pada beberapa emerging stock markets, inflasi berkorelasi dengan tingkat pengembalian investasi pada saham. Mengindikasikan bahwa tingkat inflasi yang tinggi diharapkan tingkat pengembalian investasi pada saham tinggi. Peningkatan harga barang dan bahan baku juga akan membuat biaya produksi tinggi, sehingga akan berpengaruh jumlah permintaan. Penurunan jumlah permintaan ini akan berdampak pada menurunnya laba perusahaan dan berpengaruh pada harga saham perusahaan. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainya. Begitu pula sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor sektor produktif. Inflasi merupakan suatu variabel ekonomi makro yang dapat merugikan suatu perusahaan. Inflasi yang tinggi menjadi momok bagi pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi, yang akan berakibat buruk terhadap harga dan pendapatan. Para pelaku pasar modal lebih memandang inflasi sebagai suatu resiko yang harus dihindari. Pemilik saham dan pelaku pasar modal akan lebih suka melepas saham yang mereka miliki ketika inflasi tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel SBI Interest Rate berpengaruh terhadap Stock price pada perusahaan telekomunikasi yag terdaftar di BEI periode 2020-2023. Hal ini berarti bahwa SBI Interest Rate berdampak positif dan signifikan terhadap Stock price. Hal itu menunjukan bahwa para investor pasar modal memperhatikan pergerakan dari tingkat suku bunga untuk pengambilan keputusan dalam berinvestasi. SBI Interest Rate mempunyai pengaruh terhadap Stock price, hal tersebut sejalan dengan teori-teori yang dijelaskan sebelumnya yaitu suku bunga mempunyai pengaruh terhadap Stock price. Jika terjadi kenaikan pada suku bunga para investor akan lebih memilih untuk mengalihkan dana nya ke instrumen keuangan yang lainnya. Perubahan dari adanya peningkatan atau penurunan suku bunga akan berpengaruh terbalik terhadap harga saham, cateris paribus. Cateris Paribus artinya jika suku bunga mengalami peningkatan maka harga saham akan mengalami penurunan dan sebaliknya.
tingkat suku bunga berefek pada harga saham. Ini dikarenakan kebanyakan investor di Indonesia mengerjakan transaksi dengan kurun waktu sedikit, maka investor condong melakukan taking profit dengan antisipasi memperoleh keuntungan atau laba (capital gain) yang besar di pasar modal. Menurut Bank Indonesia dengan menjaga BI rate yakni 5.5% hingga penghujung tahun 2022. Disatu sisi, BI melihat bahwasannya tingkatan suku bunga yang diterapkan tetap dengan usaha mengatur permohonan domestik serta impor agar mengurangi defisit transaksi bergerak ke tingkatan yang bertambah sehat. Kurangnya defisit transaksi bergerak ini untuk putarannya menyusutkan permohonan valas domestik. Dengan kata lain, BI pula melihat bahwasannya tingkatan suku bunga yang diterapkan telah kompetitif agar mengundur persediaan valas terlebih dari laluan input modal asing. Penggabungan tersebut diharapkan bisa menurunkan desakan depresiasi rupiah yang berlebih–lebihan, sejurus dengan bertambahnya ketidaktentuan di trade finansial global.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa Earning Pershare berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Earning Pershare merupakan rasio yang berguna dalam pengukuran tingkat keberhasilan manajemen dalam mendapatkan keuntungan pemegang sahamnya. Hasil uji regresi menunjukkan hasil signifikan pada variabel Earning Pershare terhadap Stock price.
Kinerja suatu perusahaan yang mencapai target atau melebihi menjadi sebuah rapor bagus apalagi pada saat itu harga sahamnya memiliki EPS yang juga menarik. Hal itu menajadi dua poin baik dalam keputusan berinvestasi ataupun menambah jumlah saham. Kepada pemegang saham dan juga dapat mempengaruhi kenaikan nilai saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan [47].
Menurut teori sinyal oleh [48], menjelaskan bahwa informasi keuangan EPS yang didapatkan dari laporan keuangan perusahaan berpengaruh terhadap naik turunnya harga saham. Rasio EPS yang tercermin dari laporan keuangan menunjukkan bahwa besarnya pendapatan per lembar saham yang akan diterima oleh investor. EPS yang semakin besar akan menunjukkan semakin besar pula pendapatan yang akan diterima oleh para investor.
EPS yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk membagikan dividennya dan investor akan semakin percaya bahwa perusahaan mampu untuk memenuhi return yang diharapkan. Investor akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan yang memiliki nilai EPS lebih besar sehingga akan terjadi peningkatan terhadap saham perusahaan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rupiah exchange rate secara parsial berpengaruh terhadap Stock price pada perusahaan telekomunikasi yan terdaftar di BEI periode 2020-2023. ketika nilai mata uang suatu negara naik atau terapresiasi maka secara langsung akan berdampak pada membaiknya perekonomian negara begitu juga sebaliknya. Sehingga secara langsung kinerja pasar saham di pengaruhi nilai tukar rupiah. dikarenakan nilai tukar rupiah dari tahun ke tahun rata rata mengalami pelemahan atau terdepresiasi oleh US Dollar dan secara otomatis akan mempengaruhi harga saham.
pada kondisi pandemi covid-19, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak manggunakan mata uang rupiah daripada mata uang asing dan perusahaan yang digunakan merupakan perusahaan sektor makanan dan minuman bukan sektor ekspor maupun impor sehingga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan. Padahal nilai tukar adalah nilai harga mata uang domestik terhadap mata uang asing merupakan salah satu leading indikator makroekonomi ini memiliki peran yang sangat besar karena menjadi sebuah nilai pada pasaran internasional sehingga fluktuasinya mampu memberikan dampak yang besar bagi perekonomian domestik. Setiap peningkatan nilai mata uang negara secara langsung mempengaruhi peningkatan ekonomi negara, terlepas dari masalah ekspor.
Kondisi ini akan berpengaruh juga pada peningkatan kepercayaan investor terutama pada pasar saham. Sehingga secara langsung kinerja pasar saham akan naik. Bagi perusahaan yang aktif melakukan kegiatan ekspor dan impor kestabilan nilai tukar dollar terhadap rupiah menjadi hal yang penting. Salah satu faktor yang melancarkan kegiatan ekspor impor adalah adanya mata uang sebagai alat transaksi. Nilai tukar rupiah merupakan variabel makro ekonomi yang turut mempengaruhi volatilitas harga saham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price. Dalam penelitian ini Company Fundamentals di ukur dengan rumus Return On Assets (ROA). ROA ialah ukuran atau rasio yang dimanfaatkan demi menaksir bagaimana kinerja perusahaan pada saat memperoleh profit memakai jumlah aktiva. Perusahaan yang mempunyai kinerja yang tinggi dalam memperoleh laba dengan memanfaatkan asetnya maka akan mendorong penanam modal untuk berinvestasi pada perusahaannya yang akhirnya akan meninggikan harga saham. Bersumber dari agency theory bahwa shareholders (principal) serta manajemen (agent) menyandang kebutuhan yang berlainan. Oleh karena itu, principal telah memerintahkan dan mengasihkan kewajiban terhadap manajemen selama perusahaan di operasikan dan memberikan informasi terkait dengan kinerja perusahaan.
Sesuai dengan signaling theory bahwa pihak pengirim yaitu manajemen perusahaan akan menyampaikan sinyal-sinyal positif atau negatif terkait dengan informasi kinerja perusahaan yang dimana informasi ini hendak dimanfaatkan bagi pihak penerima buat dipertimbangkan ketika mengambil keputusan berinvestasi serta akhirnya akan meninggikan harga saham. Tingginya nilai ROA ini mencerminkan bahwa manajemen perusahaan baik yang kemudian menyebabkan aset perusahaan tinggi sehingga dapat mendorong demi pembelian saham perusahaan yang dapat meninggikan harga saham.
dengan melihat laba perusahaan yang semakin tinggi, pembagian deviden kepada investor semakin besar. Kenaikan rasio ROA ini menjadi sinyal bagi presepsi positif investor dalam menilai sebuah perusahaan, sehingga rasio ini mempengaruhi harga saham secara signifikan. Sejalan dengan Signaling Theory, dimana prospek keuangan yang baik nantinya akan mengirim sinyal kepada pengguna laporan keuangan termasuk investor. Informasi ini nantinya dapat digunakan menjadi hal yang dipertimbangkan investor dalam pertimbangan keputusan investasi, ketika suatu perusahaan memiliki prospek nilai Return on Asset yang baik dengan keuntungan yang menjanjikan, maka hal ini akan meningkatkan permintaan dan pembelian terhadap saham perusahaan.
Penutup
Penelitian ini meneliti tentang Pengaruh Inflation Rate, SBI Interest Rate, Earning Pershare, Rupiah exchange rate Dan Company Fundamentals Terhadap Stock price. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS 27. Data sampel penelitian ini sebanyak 16 perusahaan Telekomunikasi Yang Go Public pada periode 2020-2023. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Inflation Rate berpengaruh Terhadap Stock price
2. SBI Interest Rate berpengaruh Terhadap Stock price
3. Earning Pershare berpengaruh Terhadap Stock price
4. Rupiah exchange rate berpengaruh Terhadap Stock price
5. Company Fundamentals berpengaruh Terhadap Stock price
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah
1. Penelitian ini hanya menggunakan 5 variabel Independen dan 1 variabel dependen
2. Penelitian ini hanya mengambil 4 periode saja dari tahun 2020-2023, dan
3. Penelitian ini hanya menggunakan objek 1 negara yaitu Indonesia
4. Hanya mengguji hubungan variabel independent terhadap variabel dependent
Saran
Adapun saran yang dapat di berikan oleh peneliti :
Untuk penelitian dimasa mendatang
1. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan menggunakan variabel independen lain yang mungkin mempengaruhi Stock price, misalkan: Tingkat Pengangguran, Tingkat Leverage, ROA, Harga Minyak Dunia, Harga CPO, Right Issue, Makro Ekonomi, Volume Transaksi dan lain-lain.
2. Memperpanjang periode penelitian sehingga dapat melihat kecenderungan yang terjadi dalam jangka panjang sehingga menggambarkan kondisi yang sesungguhnya terjadi.
3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan objek lebih dari 1 negara
4. Penelitian selanjutnya dapat Menambahkan variabel moderasi maupun mediasi