Community Development Report
DOI: 10.21070/ijccd.v15i3.1106

Navigating Implementation Challenges of Stunting Solutions in Indonesia's Health Programs


Menelusuri Tantangan Implementasi Solusi Stunting dalam Program Kesehatan di Indonesia

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Stunting Klurak Village Public Health Program Implementation Edward III Theory

Abstract

General Background: Indonesia faces a significant public health issue with fifth-highest stunting prevalence among toddlers, especially in East Java, and local efforts are being implemented to reduce rates. Specific Background: Klurak village government's stunting prevention programs, involving Posyandu cadres and midwives, face challenges due to communication, resources, disposition, and bureaucratic structure, as per Edward III's implementation theory. Knowledge Gap: While stunting programs are in place, the extent to which these programs effectively address local needs and barriers, particularly through an administrative lens, remains underexplored. Aims: This study aims to analyze the implementation of stunting prevention programs in Klurak Village using Edward III’s four-indicator framework and identify the key sectors hindering or supporting effective implementation. Results: Findings suggest that the stunting prevention program is moderately effective. Communication among village stakeholders is integrated but limited by budget constraints, while resources, particularly in human capacity and infrastructure, are inadequate. Despite positive dispositions among health workers, bureaucratic inefficiencies hinder maximum implementation. Novelty: The study provides a rare, localized analysis of stunting prevention through a public administration framework, offering practical insights into grassroots-level health governance in Indonesia. Implications: The research highlights the need for better resource allocation, continuous socialization efforts, and enhanced inter-agency collaboration to improve stunting prevention outcomes in rural settings.

Highlights:

 

  1. Communication Gaps: Enhance stakeholder interaction to improve stunting awareness.
  2. Resource Needs: Adequate resources are essential for program effectiveness.
  3. Bureaucratic Issues: Structural inefficiencies hinder health program implementation.

 

Keywords: Stunting, Klurak Village, Public Health, Program Implementation, Edward III Theory

Pendahuluan

Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia saat ini di Jawa Timur, Kapupaten Sidoarjo khususnya Desa Klurak, di Indonesia merupakan peringkat kelima kejadian stunting pada balita di dunia. Stunting di Indonesia bisa di artikan adalah: gagal tumbuh kembang anak atau bisa di sebut juga dengan kerdil [1]. Dalam artian kerdil juga disebut ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbauhan otak pada anak. Stunting merupakan gangguan kronis pada anak tentang masalah gizi anak dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran dan di pengaruhi banyak factor di antaranya, sosial ekonomi, asupan makanan yang kuran gizi, infeksi,status gizi ibu, penyakit menular, kekurang mikro nutrient, dan lingkungan [2]. World Health Organization (WHO) mendifinisikan stunting sebagai kondisi anak di bawah usia lima tahun yang memiliki perbandingan tinggi badan yang tidak sebandingWorld Health (WHO) mendifinisikan stunting sebagai kondisi anak di bawah usia lima tahun yang memiliki dengan umurnya [3] kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama terutama pada seribu hari pertama kehidupan dapat menimbulkan kegagalan pertumbuhan, anak yang mengalami hal tersebut terlihat lebih pendek di bandingkan anak susianya.Kondisi ini bisa di sebut dengan stunting.tiga dari sepuluh anak balita mengalami stunting ( UNICEF,2018 ). Kejadian balita pendek atau bisa di sebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang di alami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2 % atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengaalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika di bandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6 % pada tahaun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari asia sedangkan lebih dari sepertiganya tinggal di afrika.dari 83,6 juta balita stunting di asia proporsi terbanyak berasal dari asia selatan dan proporsi paling sedikit di asia tengah ( Kemenkes RI ,2018 ) angka kejadian stunting di dunia menurut World Health Organization ( WHO ) tahun 2020 melaporkan sebesar 21,3 % atau sebanyak 144 juta anak di 5 tahun mengalami stunting pada tahun 2019. Prevalensi stunting di dunia mengalami penurunan sejak tahun 2015 yaitu sebesar 155juta.

Anak di bawah umur 5 tahun. Jumlah stunting merupakan permasalahan terbesar setelah angka kejadian wasting sebanyak 47 juta anak dan obesitas sebanyak 38,3 juta anak di dunia. Angka kejadian stunting di dunia di dominasi oleh asi sebesar 54 % dan afrika sebesar 40 % data tersebut menunjukan stunting terjadi Sebagian besar di beberapa negara berkembang yang memiliki pendapatan menengah hingga rendah.indonesia merupakan satu negara berkembang yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi. prevalensi stunting terjadi di Indonesia pada tahun 2019 sebesar 27,6% [4]. menurut Calder et al (2004) menyatakan, berdasarkan hasil studi yang dilakukan faktor keturunan hanya menyumbang 15 % penyebab stunting, permasalahan asupan gizi pada anakhormone pertumbuhan,serta terjadinya penyakit berulang adalah faktor penentu dominan.adapun dampak yang di timbulkan oleh stunting ini bisa di rasakan jangka pendek maupun jangka Panjang.pada jangka pendek, daya tahan tubuh anak nakan berkurang dan mudah terserang penyakit, sedangkan pada jangka panjanag akan menyebabkan berkurangnya perkembangan kognitif dan motoric pada anak. Keadaan ini jika di biarkan terus menerus,akan mempengaruhi kualitas SDM bangsa Indonesia di masa depan.sehingga dengan keadaan ini pemerintah Indonesia wajib melakukan investasi gizi pada masyarakat nya [5]. Berdasarkan laporan yang di keluarkan oleh Copenhagen Consesus Centre Global Nutrition Report 2014, investasi sebesar 1 dolar pada gizi dapat menghasilakn 30 dollar dalam peningkatan Kesehatan,Pendidikan dan produktivitas ekonomi ,invenstasi untuk perbaikan gizi dapat membantu memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan PDB negara hingga 3 % pertahun.untuk kasus Indonesia dalam laporan tersebut setiap 1 dollar yang di habiskan untuk menurunkan stunting melaui intervensi spesifik dengan cakupan minimal 90% dollar untuk penyediaan gizi mikro,makanan tambahan, obat cacing dan diare, dapat mengurangi masalah gizi kronis hingga 36 % [6]. Stunting di sebabkan oleh factor multi dimensi dan tidak hanya di sebabkan oleh fator gizi buruk yang di alamai oleh ibu hamil maupun anak balita.intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prefalensi stunting oleh karenanya perlu di lakukan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan ( HPK ) dari anak Balita beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting adalah : praktik pengasuhan yang kuran baik, termasuk kurangnya penegetahuan ibu mengenai Kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah melahirkan .masih terbatasnya layanan Kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (Pelayanan Kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan)Post Natal Care dan pembelajaaran dini yang berkuwalitas, masih kurang nya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi, kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi, kurang akses ke air bersih dan sanitasi [7].

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting secara lansung di pengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas, faktor yang mempengaruhi kejadian sunting secara tidak lansung yaitu faktor sosial, ekonomi meliputi pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, adapun faktor lain nyaitu Pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, ASI eksklusif, status imunisasi, jangkauan fasilitas pelayanan Kesehatan serta pola asuh yang kurang memadai [6]. adapun faktor-faktor yang lain di temukan pada saat studi pendahuluan yaitu pemberian ASI eksklusif dan status imunisasi. Pemberian ASI eksklusif di puskesmas.

Edukasi gizi merupakan suatu metode serta upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan perilaku makan sehingga terciptanya status gizi optimal. Edukasi gizi adalah pendekatan. Edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap gizi semakin tinggi pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku konsumsi makanan [8]. Edukasi bisa dilakukan melalui bebrapa media dan metode. Edukasi yang dilaksakan denagan bantuan media akan mempermudah dan memperjelas audiens dalam menerima dan memahami materi yang di sampaikan [9]. Selain itu media juga dapat membantu edukator dalam menyampaikan materi isi piringku merupakan panduan konsumsi makanan sehari-hari yang di luncurkan.

Dalam penanganan Stunting di Indonesia pemerintah mengeluarkan kebijakan sebagai berikut Dasar Hukum Undang-undang Kesehatan Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang ini mengaatur bahwa Kesehatan merupakan hak asasi kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila Dan undang-undang dasar 1945 Dasar Hukum Undang-Undang Kesehatan Nomor : 17 Tahun 2023 Undang-undang ini mengatur tentang Kesehatan dengan menetapkan Batasan istilah yang di gunakan dalam pengaturanya, berisi mengenai ketentuan umum, hak dan kewajiban, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penyelenggaraan Kesehatan, upaya Kesehatan,fasilitas pelayan Kesehatan sumber daya manusia Kesehatan perbekalan Kesehatan, ketahanan kefermasian dan alat Kesehatan sistem informasi Kesehatan. Perpres nomor 72 tahun 2021 Tentang penurunan stunting Perpres ini mengatur antara lain : Pertama, Strategi nasional percepatan. penurunan stunting Kedua, Penyelenggaraan penurunan stunting. Ketiga, Kordinasi penyelenggaraan penurunan stunting. Keempat, Pemantauan evaluasi dan pelaporan. Kelima, Pendataan Peraturan bupati sidoarjo nomor 80-90 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting dan peran serta pemerintah desa untuk penurunan dan pencegahan stunting.

Komitmen dari Pemerintah Penanganan Stunting di Indonesia Upaya yang dilakukan pemrintah dalam pencegahan stunting yaitu melalui pilar Strategi Nasional Percpatan Pencegahan Stunting, Komitmen dan Visi Kepemimpinan, Kampanye Nasioanl dan Komonikasi Perubahan Perilaku, Konvergensi Program Pusat, Daerah Dan Desa,Ketahanan Pangan dan gizi, pemantauan dan evaluasi, Pencegahan stunting menjadi tanggung jawab Bersama dan membutuhkan Kerjasama dari berbagai pihak.adanya hambatan yang terjadi dalam pencegahan stunting.di antaranya keterlambatan informasi yang didapatkan samapai ke daerah, informasi, kondisi demografis daerah yang berbeda [10]. pada masa pandemic covid-19, laju penurunan stunting mengalami perlambatan. hal ini di sebabkan terhambatnya akses pelayanan Kesehatan seperti posyandu balita yang di tutup, penurunan daya beli masyarakat, serta pengalihan anggaran pada pemerintah yang awalnya di alokasikan untuk pencegahan stunting namun di alihkan pada penganan Covid –19 [5].

Tahun 2018, kebijaksanaan penanggulangan stunting dilakukan melalui memprioritaskan 160 kabupaten/kota, dengan masing-masing 10 desa untuk penanganan stunting, dimana program ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap 1 di laksanakan pada tahun 2018, dengan jumlah Kabupaten/Kota prioritas sebanyak 100 Kabupaten / Kota, masing-masing Kabupaten/kota terdiri dari 10 desa, sehingga total desa berjumlah 1000 desa. Tahap II dilaksanakan tahun 2019 terdiri dari 60 Kabupaten/kota prioritas dengan jumlah total jumlah desa 600. Setiap kementrian terkait di haruskan mengalokasikan program kegiatanya di 100 desa pada 10 kabupaten kota yang menjadi prioritas penanganan stunting. Pihak terkait, di antaranya kementrian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan,kementrian pertanian, kementrian PPN/Bapenas, dan TNP2K (Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) kementerian Kesehatan, dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) [11]. Edukasi gizi merupakan suatu metode serta upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan perilaku makan sehingga terciptanya status gizi optimal. edukasi gizi adalah pendekatan edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap gizi semakin tinggi pengetahuan gizi agar berpengaruh terhadap sikap dan perilakukonsumsi makanan [8]. Edukasi bisa dilakukan melalui beberapa media dan metode. Edukasi yang dilaksanakan dengan bantuan media akan mempermudah dan memperjelas audens dalam menerima dan memahami materi [12].

Implementasi Penanganan Stunting di Indonesia secara keseluruhan Pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi terkait intervensi stunting,di samping itu, kementrian/lembaga ( K/L) juga sebenarnnya telah memiliki program, baik terkait intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitive, yang potensial untuk menurunkan stunting.intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan olaeh kementrien Kesehatan ( Kemenkes) melaui Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) [7]. Adapun beberapa program gizi spesifik yang telah dilakukan oleh pemerintah dapat di identifikasi sebagai berikut : [13]. Program terkait intervensi dengan sasaran ibu hamil Program yang menyasar menyusui dan anak usia 0-6 bulan, termasuk dintaranya mendorong IMD / Inisiasi Menyusui Dini melaui pemberian ASI jolong / colostrum dan memastikan edukasi kepada ibu untuk terus memberikan ASI Eklusif kepada anak balitanya Program Intervensi yang di tujukan dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan, dengan mendorong pemberian ASI hingga usia 23 bulan di damping oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zinc, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap dan melakukan pencegahan dan pengobatan diare [14].

Sebagai salah satu wilayah administratif di Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Desa Klurak melakukan penanganan stunting. Pada dasarnya Pemerintah desa klurak sangat peduli dan komitmen terhadap warga yang mengalami suatu masalah tentang kesehatan ibu dan anak, tetapi juga adanya perilaku masyarakat yang tidak mendidik terhadap Kesehatan itu sendiri. Langka-langka yag di ambil oleh pemerintah desa dan dukungan dari instansi pemerintah terkait dan perlu adanya terobosan baru tentang bagaimana cara pencegahan, penurunan, dan penanganan stunting di desa klurak pada khusunya. Langka cepat yang di ambil oleh pemerintah desa terkait terjadinya masalah Kesehatan ibu dan anak (stunting) : Adanya sosialisasi tentang pentingnya Kesehatan ibu dan anak tentang pemberian ASI Eklusif pada balita atau sampai balita pada usia dua tahun. Memberikan asupan gizi yang baik kepada Balita pemberian makan tambahan dari desa yaitu : Pemberian Susu, Telur, Kacang Hijau dll untuk menunjang proses tumbuh kembang anak tersebut agar tidak menjadi lebih buruk yang di berikan oleh pemerintah desa setiap bulan sekali. Memberikan dukungan kepada warga yang terkena stunting agar selau menjaga Kesehatan dan gizi anak dan selalu memantau perkembangan balita yang terkena stunting tersebut Memberikan anggaran yang cukup untuk mengatasi dan mendukung bagi ibu dan balita untuk menjadi yang lebih baik dan sehat agar di desa klurak tidak lagi terkena lokus stanting. Pembelian obat-obatan dan vitamin yang cukup untuk Pembelian obat-obatan dan vitamin yang cukup untuk kebutuhan balita tersebut sehingga menjadi balita yang sehat, dan tidak mudah sakit.

Berikut ini adalah tabel keluarga balita yang retan stunting.

No Nama Posyandu Jumlah Balita Potensi Stunting Dari Tahun 2021 S/D 2023
2021 2022 2023
01 Kaca Piring 1 2 Anak 2 Anak 1 Anak
02 Kaca Piring 2 - - -
03 Kaca Piring 3 2 Anak - -
04 Kaca Piring 4 2 Anak 1 Anak 1 Anak
05 Kaca Piring 5 11 Anak 5 Anak 3 Anak
06 Kaca Piring 6 - - -
Total 17 Anak 8 Anak 5 Anak
Table 1.Rekapitulasi Balita Rentan Stunting di Desa Klurak

Berdasarkan pada tabel 1. Terlihat dari data diatas bahwa Jumlah Balita Potensi Stunting Dari tahun 2021 sebanyak 2 anak di posyandu kaca piring 1, kaca piring 2 tidak terdapat Balita stunting, di posyandu kaca piring 3 terdapat 2 anak, di posyandu kaca piring 4 juga terdapat 2 anak, di posyandu 5 terdapat lebih banyak balita potensi stunting sebanyak 11 anak dan di posyandu 6 sama seperti posyandu 2 tidak terdapat balita potensi stunting. Pada tabel 2. Terlihat dari tahun 2022 Balita potensi stunting dari posyandu kaca piring 1 terdapat 2 anak, pada posyandu kaca piring 2 dan 3 tidak terdapat balita potensi stunting, pada posyandu kaca piring 4 terdapat 1 anak, pada posyandu 5 terdapat 5 anak potensi stunting dan di posyandu 6 tidak terdapat balita potensi stunting. Pada tabel 3. Terlihat dari tahun 2021, 2022 dan 2023 balita potensi stunting menurun lebih sedikit yang berpotensi stunting untuk posyandu kaca piring 2, 3 dan 6 tidak terdapat balita potensi stunting, sedangkan untuk posyandu kaca piring 1 dan 4 terdapat 1 balita potensi stunting dan posyandu 5 terdapat 3 anak potensi stunting.

Penelitian ini terinspirasi dari beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang pertama, berjudul Implementasi Program Pencegahan Stunting di Puskesmas Dolok Sigompulon Kabupaten Padang Lawas Utara, yang dilakukan oleh Dewi Anggareni, Lusiana Andriani Lubis, dan Heri Kusmanto dalam Jurnal Ilmiah Sosial dan Humaniora Volume 1 Nomor 2 Tahun 2022. Dalam penelitian tersebut juga menggunakan teori Edward III. Komunikasi yang dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang program penanganan stunting kepada masyarakat. Sumberdaya finansial dan sumber daya manusia Puskesmas Dolok Sigompulon sudah terpenuhi. Disposisi yang dilakukan oleh Puskesmas Dolok Sigompulon yaitu dengan melihat apa yang menjadi penyebab kemudian melakukan tindakan lebih lanjut, seperti pemberian vitamin dan supelmen penambah nafsu makan serta makanan bergizi lainnya. Struktur birokrasi pada Puskesmas Dolok Sigompulon telah memiliki SOP dengan melihat apa saja yang menjadi penyebab utama terjadinya kondisi kurang gizi, lalu memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat.

Penelitian yang kedua berjudul Implementasi Kebijakan Penurunan Stunting di Kota Surabaya (Studi Kecamatan Bubutan), yang dilakukan oleh Nisa Andita Putri dan Suprayoga dalam Jurnal Inovasi Sektor Publik Volume 3 Nomor 3 Tahun 2023. Dalam penelitian tersebut juga menggunakan teori Edward III. Komunikasi antara pemerintah Kecamatan dan warga sudah terjalin dengan baik, terdapat kegiatan sosialisasi kepada calon pengantin dan masyarakat. Sumber daya manusia yang dimiliki juga memadai dan terpenuhi, terdapat Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang tersebar di wilayah kecamatan, dan masing-masing tim tersebut juga terdapat tenaga Kesehatan. Sumberdaya anggaran yang didapatkan bersumber dari APBD. Unsur disposisi sudah cukup terpenuhi, komitmen dari pemerintah Kecamatan dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) sangat baik, mereka melakukan pengecekan Kesehatan rutin terhadap calon pengantin untuk meminimalisir terjadinya stunting. Dan unsur birokrasi dalam implementasi kebijakan penurunan angka stunting sudah dilaksanakan dengan optimal dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penelitian yang terakhir dilakukan oleh Devi Anggreni, Lusiana Andriana Lubis, dan Heri Kusmanto dengan judul Implementasi Program Pencegahan Stunting di Puskesmas Dolok Sigompulon Kabupaten Padang Lawas Utara dalam Jurnal Ilmiah Sosial dan Humaniora Volume 1 Nomor 2 Tahun 2022. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi program pencegahan stunting di Puskesmas sudah dilaksanakan dengan baik dan sudah sesuai dengan teori Edward III tetapi masih belum maksimal dalam mensosialisasikan ke masyarakat. Hambatan yang lain yaitu luas kerja wilayah sehingga sulit untuk dijangkau dan juga terdapat daerah yang terletak di area perbukitan dan perkebunan serta anggaran yang minim.

Dari observasi di Lapangan terdapat beberapa masalah dalam implementasi program Stunting di antaranya Pertama, masalah yang sering terjadi di masyarakat tentang stunting adalah anaknya kerdil . Kedua, faktor terjadi karena anak stunting itu tidak mendapatkan asupan gizi (Gizi buruk) yang mencukupi seperti, protein, Energi, Vitamin, dan mineral, beresiko tinggi mengalami stunting, Ketiga Kurangnya akses terhadap pelayanan Kesehatan yang berkualitas seringkali terbatas dan penanganan dini stunting, Infeksi dan penyakit. Infeksi berulang pada anak-anak, seperti diare kronis dan infeksi saluran pernafasan yang dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan mempengaruhi pertumbuhan yang menyebabkan stunting. Keempat, Dari Faktor lingkungan yang buruk seperti sanitasi yang tidak memadai dan akses terhadap air bersih yang terbatas dapat meningkatkan resiko stunting. Kelima, Kurangnya anggaran yang memadai pun juga menjadi factor yang mempengaruhi dan partisipasi masyarakat yang masih rendah untuk ikut berperan didalam penanganan dan penggulangan stunting. Dan yang keenam Masih kurangnya kesadaran masyarakat betapa penting nya Kesehatan dan kebersihan yang ada dilingkungan juga merupakan faktor utama.

Dari observasi dilapangan peneliti memilih teori implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh George Edward III terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor (1) komunikasi, Menurut Edward III komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikasi kepada komunikan. Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan yang diharapkan (2) sumberdaya, bahwa factor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III bahwa sumber daya tersebut meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumberdaya peralatan dan sumberdaya kewenangan, Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan(3) disposisi Pengertian disposisi menurut Edward III dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III mengatakan bahwa jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut, dan (4) struktur birokrasi struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Program penagganan stunting pada tahun 2021 yang di lakukan di desa klurak adalah, menggalakan posyandu balita dan ibu hamil. Kedua membentuk posyandu remaja dan kegiatan nya, Ketiga kader desa selalu mengadakan kunjungan untuk pendamping keluarga stunting, keempat mengadakan kegiatan kelas balita stunting, kelima pemberian informasi kepada keluarga berisiko stanting. Pada tahun 2022 kesatu, memperbaiki kondisi balita sebelum usia 2 tahun, kedua imunisasi rutin, perilaku hidup sehat dan bersih, memantau tumbuh kembang anak, mempunyai jamban sehat. Pada tahun 2023 kesatu memberikan makanan tambahan bagi balita, memberikan vitamin , memberikan susu, dan obat -obatan bagi balita.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian Deskriptif Kualitatif. Menurut Sugiyono (2013) tujuan dari penelitian kualitatif ialah untuk menjabarkan tentang suatu fenomena atau kejadian secara mendalam melalui pengumpulan data secara mendalam pula. Yang dimana dalam penelitian tersebut menunjukkan pentingnya informan untuk menggali data yang ada di masyarakat. Fokus penelitian ini mengacu pada Program Pencegahan Stunting Di Desa Klurak dengan menggunakan teori Edward III yang memiliki empat indikator, yaitu Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi. Lokasi penelitian yaitu di Desa Klurak Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Desa Klurak, Bidan Desa, Kader Pembangunan Manuasi, dan Ketua Kader Kesehatan.

Sumber data dari artikel ini yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara wawancara, observasi, dokumentasi dan sumber data yang didapat melalui Library Reaserch ialah sumber yang tersedia online dan offline, seperti buku, jurnal ilmiah dan berita dari sumber yang terpercaya.

Penelitian ini menggunakan metode analisis oleh interaktif dari miles dan Huberman (1994:12) yang meliputi, pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kedua, Reduksi Data, reduksi data merupakan proses yang berupa selektif berfokus pada penyederhanaan, abstrak, dan transformasi data mentah dari catatan tertulis untuk menggabungkan informasi penting dan membuang informasi yang tidak perlu. Ketiga, penyajian Data, penyajian data adalah kombinasi dari sebuah informasi yang dikumpulkan dilapangan dalam bentuk yang konsisten dan dapat lebih muda di akses. Dengan begitu lebih muda untuk mendapatkan gambaran umum dan dapat memudahkan melakukan penilaian secara keselurahan. Keempat, penarikan kesimpulan, penarikan kesimpulan adalah mengumpulkan semua data berdasarkan bahan hasil peneliti di lapangan

Hasil dan Pembahasan

Implementasi kebijakan pemerintah desa dalam penurunan stunting pada balita di wilauyah desa Klurak di lihat dari beberapa indicator denagn Terori George Edward III yakni, Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, Struktur Birokrasi.

A. Komunikasi

merupakan salah satu variable penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang mereka kerjakan. Informasi yang di ketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat memelui komunikasi yang baik [15]. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi. Keberhasilan kebijakan masyarakat agar implementor mengetahui apa yang dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran sustu kebijakan tidak jelasa atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resitensi dari kelompok sasaran. Adapun realita yang terjadi dilapangan bahawa komunikasi, desa klurak menjalankan program penanganan Stunting pada balita yaitu terlebih dahulu melakukan penyuluhan tentang program penanganan stunting yang dilakukan kepada masyarakat dan disampaikan melalui kegiatan-kegiatan masyarkat dengan selalu memberikan suplemen vitamin bagi anak mereka, selalu memperhatikan polah asuh anak mereka dan perhatian terhadap Kesehatan lingkungan sekitar mereka (sanitasi). Desa Klurak klurak sudah menjalankan program penanganan stunting yang merupakan program dari pemerintah pusat dengan menjalankan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang stunting.

Berikut informasi wawancara Bersama Bapak H. Siswoko selaku kepala desa klurak Klurak Kecamatanm Candi Kabupaten Sidoarjo” mengenai dengan adanya stunting yang ada di desa klurak pak kepala desa merasa kecewa karena selama ini balita yang ada di desa klurak aman -aman saja tetapi tidak di sangka desa klurak menjadi lokus stunting. Untuk tu bapak kepala desa H. Siswoko cepat untuk penanganan dan penurunan stunting beliau segera menyiapakan anggran untuk penanganan stunting dan pak kepala segera bekerja sama puskesmas,bidan desa dan kader Kesehatan untuk segera di lakukan langkah -langkah yang kongrit untuk penanganan stunting di Desa Kluarak.” (Wawancara 16 Oktober 2023).

Berdasarkan hasil wawancara komunikasi yang terjalin antar para pemangku kepentingan yaitu pemerintah desa, kader kesehatan, dan bidan desa suduh cukup baik dan terintegrasi. Pemerintah Desa sebagai implementor kebijakan mendelegasikan tugas kepada para ibu kader Desa Klurak untuk turut berkontribusi dalam menurunkan angka stunting. Kontribusi nyata yang dilakukan yakni memberikan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pengertian stunting berserta dampak bahayanya yang akan dialami oleh balita, memberikan informasi pemenuhan gizi dan beberapa tips yang harus dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil agar bayinya tidak menjadi penderita stunting, serta memberikan solusi dan bantuan kepada para bayi yang terlahir stunting. Sosialisasi dan penyuluhan dilakukan secara berjenjang, dari bidan desa ke kader posyandu, lalu kader posyandu kepada ibu ibu kader anggota posyandu.

Tidak hanya berfokus pada sosialisasi dan penyuluhan, Pemerintah Desa Klurak melalui kader posyandu juga. Memberikan antuan berupa bahan makanan pokok seperti beras, telur, susu bubuk, minyak goreng, gula, kecap, kacang hijau, dan vitamin. Selain itu, bidan desa , para ibu hamil yang datang dalam kegiatan senam juga mendapatkan bantuan gratis dari Pemerintah Desa Klurak berupa susu khusus ibu hamil, nasi kotak, dan kue.

Figure 1.Sosialaisasi Program Penanganan Stunting di desa Klurak dan penyerahan bantuan keluarga stunting

Fenomena diatas bisa di kaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III pada indicator komunikasi. Komunikasi pada fenomena tersebut sudah terjalin dengan baik antara Pemerintah Desa Klurak, Bidan Desa, dan Kader Kesehatan Posyandu. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Desa Klurak, seperti kegiatan sosialisasi dan penyuluhan, serta pemberian makan tambahan dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran oleh bidan desa dan para kader posyandu. Dengan mengadakan kegiatan sosialisasi yg dilakukan di luar maupun dalam daerah menjadikan terjalinnya komunikasi antara pemerintah Desa dengan kader dan bisa diteruskan ke warga Desa Klurak secara luas. Kader Kesehatan posyandu yang tersebar di masing-masing Rukun Tetangga (RT) dengan cepat melakukan pendataan pada ibu yang baru hamil, agar kehamilan tersebut terawasi oleh bidan desa, jika terjadi tanda-tanda kesehatan yang kurang normal maka kader posyandu tersebut dapat segera melapor kepada bidan desa. Komunikasi terjalin dengan harmonis dan terintegrasi.

B. Sumberdaya

merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator yang di gunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan walaupun isi kebijakan di komunikasikan secara jelas dan konsisten , tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, imlementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumber daya manusia, yakni kopetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan yang efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Sumberdaya di posisikan sebagai input dalam organisasi sebagai sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan lansung yang di keluarkan oleh organisasi yang mereflesikan nilai atau kegunaan potensial dalam tranformasinya ke dalanm output. Sedangkan secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan tranformasi dari organisasi. Sumberdaya finansial desa klurak dari hasil penelitian menunjukan bahwa sumber daya manusia dan sumber daya finansial sudah memenuhi, kemudian melakukan penanganan gizi dan melihat sebagimana parahnya untuk memberikan tindak lanjut dan mencari penyebab kekurangan gizi pada balita dilihat data yang ambil untuk masalah penanganan kekuraangan gizi. Tidak Hanya penanganan kekurangan gizi saja akan tetapi berbagai macam penyakit dan berkordinasi dengan kecamatan dan Dinas Kesehatan yang ada, beserta desa -desa yang lain.

Berikut informasi wawancara Bersama Bidan Desa Ibu Hj Eva Safitri Desa Klurak Kecamatanm Candi Kabupaten Sidoarjo . Balita terkena stunting bukan di karenakan kurang makan saja tetapi banyak hal yang harus di pahami dan di mengerti oleh ibu balita tersebut . Gejalah Stunting pada anak banyak hal mempengaruhinya di antaranya : Pemenuhan asupan gizi pada masa hamil dan Kesehatan yang buruk pada ibu semasa hamil , kurangaya asupan ASI semasa bayi , kehamilan yang masih usia Dini, jarak kehamilan terlalu dekat , adanya penyakit bawaan atau Genetik yang ada pada bayi tersebut , adanya lingkunagan yang kurang bersih dan sehat , Pola asuh yang kurang benar bagi balita , Faktor ekonomi yang memungkinkan balita itu tidak mendapatakn asupan gizi dengan baik dan kesadaran ibu .

Sumberdaya yang tersedia meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), sumber daya fasilitas atau sarana prasarana, dan sumber daya anggaran. SDM yang terlibat dalam pencegahan dan penurunan angka stunting di Desa Klurak meliputi bidan desa dan ibu ibu kader. Posyandu Balita di Desa Klurak terbagi menjadi 6 (enam) pos. Berikut daftar tabel jumlah ibu ibu kader di tiap Posyandu Balita Desa Klurak.

Nama Posyandu Jumlah Kader
Kaca Piring 1 5 orang
Kaca Piring 2 5 orang
Kaca Piring 3 5 orang
Kaca Piring 4 5 orang
Kaca Piring 5 6 orang
Kaca Piring 6 6 orang
Total 32 orang
Table 2.Posyandu dan Jumlah Kader Kesehatan

Tabel di atas ini merupakan nama – nama Posyandu yang ada di desa klurak yang berada di masing masing wilayah dan setiap posyandu ada lima sampai enam kader untuk membatu masyarakat dalam pelayanan Kesehatan balita di desa klurak

No Tanggal Nama Posyandu Kegiatan Di Pos Keterangan
01 05 Kaca Piring I Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi dan pemberian makanan sehat Setiap Bulan
02 09 Kaca Piring II Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi dan pemberian makanan sehat Setiap Bulan
03 13 Kaca Piring III Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi dan pemberian makanan sehat. Setiap Bulan
04 18 Kaca Piring IV Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi, pemberian tablet cacing, makan sehat Setiap Bulan
05 24 Kaca Piring V Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi tablet cacing dan makanan sehat Setiap Bulan
06 29 Kaca Piring VI Penimbangan Balita, pemeriksaan balita, imunisasi dan pemberian makanan sehat Setiap Bulan
Table 3.Kegiatan Posyandu Balita Desa Klurak Tahun 2024

Tabel di atas merupakan jadwal kegiatan posyandu balita yang ada di masing- masing wilayah dan kegiantanya adalah untuk membatu masyarakat, melayani tentang Kesehatan balita yaitu: Penimbangan, pengukuran tinggi badan, pemberian makanan tambahan, dan mengecek Kesehatan balita,yang dilakukan oleh Bidan desa dan di bantu kader desa, kegiatan tersebut dilaksanakan setiap bulanya yang sudah terjadwal denagn baik.

Dari segi kualitas, Bidan Desa maupun Tenaga Kesehatan yang bertugas dalam pencegahan dan penurunan angka stunting di Desa Klurak telah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Tetapi, mayoritas ibu ibu kader yang bertugas dalam pencegahan dan penurunan angka stunting tidak memiliki latar belakang pendidikan di Kesehatan, hal tersebut membuat ibu ibu kader masih sering merasa kebingungan dalam menangani balita stunting.

Berdasarkan hasil observasi di seluruh posyandu fasilitas atau sarana prasarana yang diberikan oleh Pemerintah Desa Klurak sudah cukup memadai, setiap posyandu sudah memiliki alat timbang badan, alat ukur tinggi badan, dan alat tensi darah. Namun beberapa timbangan di beberapa posyandu sudah usang. Posyandu juga tidak memiliki tempat tetap sehingga masih meminjam teras rumah dari salah satu kader posyandu.

Berikut informasi wawancara bersama Bapak Muqorobin sebagai kaur keuangan Desa Klurak Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo . Anggaran yang sudah dianggarkan di APBDes untuk tahun 2023 sebesar empat puluh satu juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah dan sudah tersalurkan semua untuk bantuan transport kader-kader kesehatan yang telah membantu untuk kegiatan posyandu balita di desa klurak dan untuk PMT yang dilaksanakan atau tersalurkan setiap bulan sekali selama satu tahun . Dan pertahun anggaran tersebut selalu ada .

Anggaran dalam implementasi program pencegahan dan penurunan angka stunting di Desa Klurak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Dana Desa . Anggaran yang di sipakan oleh desa Klurak untuk pemberian bantuan transport setiap kegiatan tersebut adalah sebesar Rp. 19.200.000,- ( Sembilan belas juta dua ratus ribu rupiah pertahun ) anggaran tersebut di pergunkan untuk memberikan semangat bagi kader untuk membantu desa dalam menangani kegiatan posyandu balita yang ada di desa klurak. Agar program pencegahan dan penurunan angkat stunting dapat berjalan efektif dan menuai hasil yang diharapkan, Pemerintah Desa Klurak memberikan insentif berupa bantuan transportasi kepada masing-masing kader posyandu sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) tiap bulannya, uang tersebut diluar kebutuhan lain posyandu seperti pembelanjaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan jumlah nominal perpos adalah di sesuaikan dengan banyaknya balita minimal Rp. 10.000,- ( sepuluh ribu rupiah perbalita ) anggaran yang sudah tertuang di APBDesa tahun anggran tersebut sebesar Rp. 41.880.000 ( Empat puluh satu juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah ) pertahun. Pelaksana kegiatan tersebut adalah Kasi Kesejahteraan.

NO POS KACA PIRING JUMLAH BALITA JUMLAH ANGGARAN PER BALITA TOTAL ANGGARAN PER BULAN TOTAL ANGGARAN
01 Kaca Piring I 40 Balita Rp. 10.000. 400.000 4.800.000
02 Kaca Piring II 47 Balita Rp. 10.000. 470.000 5.640.000
03 Kaca Piring III 47 Balita Rp. 10.000. 470.000 5.640.000
04 Kaca Piring IV 43 Balita Rp. 10.000. 430.000 5.160.000
05 Kaca Piring V 82 Balita Rp. 10.000. 820.000 9.840.000
06 Kaca Piring VI 90 Balita Rp. 10.000. 900.000 10.800.000
Total Anggaran 349 Balita Rp.3.490.000 Rp. 41.880.000.000,-
Table 4.Anggaran Keuangan Posyandu Balita Tahun 2024

Tabel di atas merupakan anggaran yang termuat di APBDesa yang di pergunakn untuk membantu dan mendukung kegiatan, penanganan, pencegahan dan penurunan stunting di desa klurak untuk di pergunakan pembelian makanan tambahan bagi balita di setiap bulanya.

Dari fenomena di atas di kaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III indikator sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya finansial atau anggaran. Ketiga sumber daya tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah Desa Klurak. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing masing posyandu sudah cukup lengkap, walaupun ada beberapa timbangan yang tidak berfungsi secara maksimal karena sudah usang, tetapi Pemerintah Desa Klurak tidak mempersulit jika ada pengajuan pengadaan barang/jasa untuk keperluan posyandu. Begitupula sumber daya finansial/anggaran yang digelontorkan oleh Pemerintah Desa Klurak sudah cukup banyak dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, sumber daya manusia pada fenomena ini masih kurang maksimal dikarenakan banyak kader kesehatan yang latar belakang Pendidikan nya bukan dari kesehatan. Sehingga perlu untuk dilakukan penyuluhan berlanjut agar para kader tersebut memiliki ilmu yang mumpuni. Dengan dasar ilmu kesehatan yang mumpuni diharapkan para kader posyandu tersebut dapat menjalankan tugasnya secara maksimal dan profesional.

C . Disposisi .

merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanaya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputsan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius, watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan denagan baik seperti apa yang di inginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbedadenagn pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Adapun fakta lapangan bahwa desa klurak sudah melakukan penanganan stunting dengan melihat apa penyebab kemudian melakukan tindakan lebih lanjut. Tindakan tersebut seperti pemberian vitamin, pemberian suplemen penambah nafsu makan dan makanan bergizilainya kemudian melakukan pemantauan sebagaimana anak mengalami perkembanganya dan melakukan pemeriksaan dalam waktu 2 minggu sekali.

Berikut informasi wawancara Bersama Ibu Winingsih selaku ketua Kader Desa Klurak Kecamatanm Candi Kabupaten Sidoarjo . Untuk mencegah dan penurunan stunting ada beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya:Penyuluhan dan adanya konseling gizi , pemberian makanan atau asupan gizi yang beragam , pencegahan adanya penikahan dini , Pemberian ASI eklusif pada balita , harus rutin melakukan pemeriksaan kehamilan dan Kesehatan bagi ibu hamil,calon pengantin harus dalam kondisi sehat sebelum kehamilan . Pada saat proses pengecekan kesehatan dan pengukuran pada balita pencatatan yang kami lakukan selalu akurat , tidak dilebih-lebihkan dan tidak dikurang-kurangi .

Faktor disposisi dapat mempengaruhi implementor dalam mengimplementasikan program pencegahan dan penurunan stunting, faktor ini meliputi komitmen dan kejujuran implementor. Kejujuran dari bidan desa dan ibu kader posyandu yang bertugas sudah sangat baik, hal tersebut tercermin dari proses pencatatan data anak beresiko stunting dengan sangkat akurat. Selain itu, komitmen yang ditunjukkan oleh implementor dalam hal ini yaitu bidan desa dan kader posyandu sudah sangat baik. Mereka sangat cermat dalam melakukan pendataan, pendampingan untuk ibu dan balita, dan menyalurkan bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah Desa Klurak. Para kader posyandu menunjukkan semangat yang tinggi dalam membantu program pencegahan dan penurunan sunting di Desa Klurak.

Figure 2. Sosialaisasi Program Penanganan Stunting di desa Klurak

Dari faktor di atas bahwa fenomena tersebut jika di kaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III indikator dispopsisi dilapangan sudah terlaksana dengan baik. Kader posyandu yang bertugas telah menjalankan tugasnya dengan baik dan jujur dalam melakukan pencatatan. Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Desa Klurak juga disalurkan oleh para kader sesuai dengan anggaran yang telah dikeluarkan, tidak ada yang dikorupsi. Pemerintah Desa Klurak dan para kader Kesehatan khususnya posyandu, sama sama memiliki semangat dan tekad yang tinggi dalam menurunkan angka stunting di Desa Klurak Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

D. Struktur Birokrasi

merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, intitusi Pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokarasi di ciptakan haanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertent. Mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya selalu berkordinasi denagn pihak -pihak terkaet dalam penanganan dan penurunan Stunting, bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan, prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini giliranya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Berdasarkan pengamatan dilapangan yang berada di Desa Klurak maka kita dapat menyimpulkan bahwa pihak Desa Klurak melakukan penanganan stunting pada balita dengan melihat apa saja penyebab utama terjadinya.

SOP bertujuan untuk Panduan pelayanan kesehatan balita. Layanan untuk Penimbangan, pengukuran, pemeriksaan kesehatan, imunisasi, penyuluhan, pemberian vitamin, rujukan. Persiapan Tempat bersih, peralatan lengkap, tenaga kesehatan, bahan edukasi. Pelaksanaannya harus 1. Registrasi balita, 2. Timbang, 3. Ukur, 4. Catat di buku KMS. 5. Periksa kesehatan, Beri imunisasi dan vitamin. Serta Edukasi orang tua dan di rujuk ke Puskesmas jika perlu. Selanjutnya di Dokumentasi, 6. Catat kegiatan dan hasil di buku KMS untuk laporan bulanan. Evaluasi bulanan, pertemuan rutin kader kesehatan dan Pelatihan rutin kader dan tenaga kesehatan.SOP ini memastikan pelayanan kesehatan balita optimal di Posyandu.

Figure 3.Kegiatan Posyandu balita di desa klurak

kekurangan gizi untuk ibu hamil, anak dan remaja putri bahwa bekerja sama dengan pihak pemerintah kecamatan beserta desa-desanya. Penanganan stunting di wilaayah desa klurak harus sesuai denagn sebagimana implementasi dijalankan sebagaiman mestinya dengan melihat dari aspek kebijakan untuk mencapai tujuan yang di tetapkan terlebih dahulu.

Hasil yang di harapkan ialah dengan adanya program penanggulangan stunting dapat menurunkan angka stunting yang ada di desa klurak. Melalui penelitian itu diperoleh bahwa program penanggulangan stunting di desa klurak merupakan salah satu program yang sudah berjalan mulai tahun 2021. Selain berfokus untuk menurunkan angka stunting, petugas juga mampu meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi sejak saat ibu mengandung. Petugas mampu mengevaluasi jumlah kasus yang ada di desa serta melakukan Tindakan pengawasan kepada ibu hamil agar menghindari terjadinya anak stunting saatb lahir. Program ini belum sepenuhnaya berjalan dengan baik, masih banyak kekurangn sumberdaya manusia, anggaran, Sarana, dan prasarana. Untuk mendapatkan output yang di harapkan, sumberdaya manusia yang terlibat dalam program penaggulangan stunting harus bisa lebih rajin untuk nmelakukan pendataan, pemantauan, dan pelaporan sehingga program dapat berjalan sesuai target yang telah di tetapkan. Untuk memperoleh output yang maksimal perlu dilakukan pendataan yang jelas mengenai jumlah kasus stunting agar dapat menjangkau seluruh balita yang menderita stunting. Dari data yang diperolah prevalensi balita stunting sudah menurun bahkan tidak ada lagi di desa klurak pada saat ini sehingga tidak ada lagi lokus stunting di desa klurak atas kerja sama dengan semua pihak dan stekholder yang lainya.

Berikut informasi wawancara Bersama Ibu Nurul Ma’rufah selaku ketua Kader Pembangunan Manusia ( KPM ) Desa Kl u rak Kecamatanm Candi Kabupaten Sidoarjo . Mengatasi stunting tidak mudah seperti membalikan tangan tetapi harus ada terosan baru yang memungkinkan untuk mengatasi stunting pada balita , yang perlu diperhatikan adalah : ibu balita harus memberikan ASI pada Balita sampai dengan umur dua tahun , memantau tumbuh kembang anak , imunisasi yang rutin dan lengkap , harus berperilaku hidup sehat , menjaga kersihan lingkungan . .

Struktur birokrasi yang simpel memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pelaksanaan kegiatan maupun program kerjanya. Dalam program pencegahan dan penurunan angka stunting di Desa Klurak meliputi beberapa aktor yaitu Pemerintah Desa Klurak, Kader Kesehatan, Bidan Desa dan Tenaga Kesehatan, serta masyarakat yang terlibat seperti ibu hamil, balita, dan lansia. Pemerintah Desa Klurak menjadi implementor utama yang memiliki program dan kebijakan, dan memiliki tanggung jawab penuh dalam program pencegahan dan penurunan angka stunting. Pemerintah Desa lah yang memberikan fasilitas, sarana prasarana, anggaran, dan insentif untuk para kader serta pelaksana kegiatan penyuluhan maupun sosialisasi terkait stunting. Bidan Desa dan para kader kesehatan sebagai tangan panjang dari Pemerintah Desa Klurak yang bertugas secara langsung di lapangan. Pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara Pemerintah Desa Klurak, kader kesehatan, dan bidan desa sudah sangat jelas. Tidak ditermukan tumpang tindih dalam pekerjaan mereka.

Fenomena dari pernyataan mengenai struktur birokrasi diatas jika dikaitkan dengan teori Edward III dimana struktur birokrasi sudah dilaksanakan cukup baik yang di berikan dan juga sudah memperhatikan petuntuk penanganan stunting. Pada Implementasi Program penurunan Stunting di desa klurak, menurut Edward III ialah mencantumkan kerangka kerja yang jelas dalam penganan program penanganan stunting yang jelas, sistematis dalm penaganan stunting, karena untuk menjadi acuan dalam berlansung nya kegitan penanganan program stunting yang ada di desa klurak .

Simpulan

Implementasi Program Pencegahan Stunting di Desa Klurak sudah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan teori Edward III, yakni Komunikasi, Disposisi, Sumber Daya, dan Struktur Birokrasi. Akan tetapi pada proses pelaksanaannya masih belum maksimal. Pertama Komunikasi yang terjalin antara Pemerintah Desa Klurak, Kader Kesehatan, dan Bidan Desa sudak baik dan terintegrasi. Bidan Desa dan Kader Kesehatan memberikan sosialisasi tentang pencegahan stunting kepada Calon Pengantin (Catin), Ibu Hamil, dan Ibu yang telah memiliki anak. Namun sosialisasi ini memang belum terlaksana secara maksimal karena keterbatasan anggaran dan tempat. Sehingga masih ada beberapa masyarakat yang belum mengerti tentang stunting. Kedua Sumber daya meliputi sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana, serta sumber daya anggaran. Sumber daya manusia yang bertugas secara langsung yaitu Bidan Desa dan Kader Kesehatan. Kompetensi Bidan Desa sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan, namun terkendala oleh beberapa Kader Kesehatan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang Kesehatan. Untuk sumber daya sarana dan prasarana serta anggaran, Pemerintah Desa Klurak telah memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta memberikan anggaran yang cukup kepada para kader, bayi stunting, dan ibu hamil untuk diberikan makanan tambahan yang bergizi. Ketiga Disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanaya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputsan awal. Keempat Struktur birokrasi antara Pemerintah Desa Klurak dengan Kader Kesehatan/Posyandu, dan Bidan Desa sudah sangat jelas. Tidak ada tumpang tindih dalam tugasnya. Implementasi program pencegahan stunting di Desa Klurak secara keseluruhan telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan teori Edward III, walaupun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala. Namun kendala tersebut tidak menimbulkan masalah yang berarti. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan masukan kepada Pemerintah Desa Klurak dan para kader kesehatan yang ada di Desa Klurak.

References

  1. I. F. Ulfah and A. B. Nugroho, “Menilik Tantangan Pembangunan Kesehatan di Indonesia: Faktor Penyebab Stunting di Kabupaten Jember (Observing the Challenges of Health Development in Indonesia: Factors that Cause Stunting in Kabupaten Jember),” J. Sos. Polit., vol. 6, no. 2, pp. 201–213, 2020.
  2. S. Haryani, A. P. Astuti, and K. Sari, “Pencegahan Stunting Melalui Pemberdayaan Masyarakat dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi di Wilayah Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang,” J. Pengabdi. Kesehat. STIKES Cendekia Utama Kudus, vol. 4, no. 1, p. 30, 2021.
  3. A. yayuk S. Rahayu, “Tantangan Pencegahan Stunting Pada Era Adaptasi Baru ‘ New Normal’ Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Pandeglang,” J. Kebijak. Kesehat. Indones., vol. 09, no. 03, pp. 136–146, 2020, [Online]. Available: https://scholar.ui.ac.id/en/publications/tantangan-pencegahan-stunting-pada-era-adaptasi-baru-new-normal-m
  4. R. Hitman, “Penyuluhan Pencegahan Stunting Pada Anak,” Community Dev. J. J. Pengabdi. Masy., vol. 2, no. 3, pp. 624–628, 2022, doi: 10.31004/cdj.v2i3.2489.
  5. M. N. Al Jihad et al., “Cegah Stunting Berbasis Teknologi, Keluarga, Dan Masyarakat,” Salut. J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 1, no. 2, p. 31, 2022, doi: 10.26714/sjpkm.v1i2.8683.
  6. Rohmayanti, A. Faisol Ludin, M. Raditya Prayuga Utama, R. Aminuha, and A. Bagus Pradana, “Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Upaya Pencegahan Stunting Di Desa Tembelang, Candimulyo, Magelang,” J. Pengabdi. Pada Masy., vol. 7, no. 2, pp. 347–358, 2022, doi: 10.30653/002.202272.68.
  7. R. A. Saputri, “Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,” J. Din. Pemerintah., vol. 2, no. 2, pp. 152–168, 2019.
  8. M. Nasir, R. Amalia, and F. Zahra, “Kelas Ibu Hamil dalam Rangka Pencegahan Stunting,” J. Pengabdi. dan Pemberdaya. Nusant., vol. 3, no. 2, pp. 40–45, 2021, doi: 10.28926/jppnu.v3i2.38.
  9. Setiana Andarwulan, Retno Setyo Iswati, Tetty Rihardini, and Diva Tresna Anggraini, “Penerapan Teknologi Deteksi Dini Stunting Sebagai Upaya Peningkatan Status Gizi Anak Di Kelurahan Siwalankerto Kecamatan Wonocolo Surabaya,” JURPIKAT (Jurnal Pengabdi. Kpd. Masyarakat), vol. 1, no. 3, pp. 364–374, 2020, doi: 10.37339/jurpikat.v1i3.414.
  10. I. Kania et al., “Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting Di,” vol. 7, 2020.
  11. L. S. Nisa, “Kebijakan Penanggulangan Stunting di Indonesia,” J. Kebijak. Pembang., vol. 13, no. 2, pp. 173–179, 2018.
  12. H. Atasasih, “Sosialisasi ‘Isi Piringku’ Pada Remaja Putri Sebagai Upaya Pencegahan Stunting,” Din. J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 6, no. 1, pp. 116–121, 2022, doi: 10.31849/dinamisia.v6i1.4685.
  13. F. M. Wantu and J. Hippy, “Model Pemberdayaan Kader Kesehatan Desa Dalam Upaya Menekan Kasus Stanting Di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato,” DAS SEIN J. Pengabdi. Huk. dan Hum., vol. 1, no. 1, pp. 1–12, 2022, doi: 10.33756/jds.v1i1.8255.
  14. K. Kustin, “Peningkatan pemberdayaan keluarga dalam upaya pencegahan stunting melalui taman gizi di Kelurahan Sumbersari Kabupaten Jember,” INDRA J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 2, no. 1, pp. 30–36, 2021, doi: 10.29303/indra.v2i1.82.
  15. R. H. Pratama et al., “Upaya pemerintah dalam pencegahan stunting,” Upaya Pemerintah Dalam Pencegah. Stunting, vol. 2, no. 2, pp. 25–33, 2022, [Online]. Available: https://ijosc.ejournal.unri.ac.id/index.php/ijosc/article/view/41/