General Background: Bullying is a pervasive issue in educational settings, often resulting in physical and psychological harm to victims. It typically arises from a power imbalance, with aggressors seeking personal satisfaction through intimidation. Specific Background: This study addresses the effectiveness of psychoeducational interventions aimed at improving assertive communication skills among junior high school students, specifically at SMPN 5 Sidoarjo, to prevent bullying behaviors. Knowledge Gap: While previous research has explored bullying prevention strategies, there is limited empirical evidence demonstrating the impact of assertive communication training in Indonesian junior high schools. Aims: This research aims to evaluate the effectiveness of a structured psychoeducational program on students’ understanding and application of assertive communication to mitigate bullying. Results: Utilizing a quantitative experimental design with pre-test and post-test assessments, the study reveals a statistically significant improvement in assertive communication skills, evidenced by a Wilcoxon signed-rank test (p = 0.001) and a large effect size (r = 0.898). Novelty: This study contributes novel insights into the role of assertive communication training as a proactive approach to bullying prevention within the Indonesian educational context. Implications: The findings suggest that psychoeducational programs can effectively enhance students’ assertive communication abilities, highlighting the need for continuous training to deepen understanding and application. Ongoing psychoeducational efforts are recommended to foster a supportive and respectful school environment, ultimately reducing bullying incidents.
Highlights:
Keywords: Bullying, Assertive Communication, Psychoeducation, Junior High School, Prevention
Fenomena mengenai bullying saat ini banyak terjadi terutama pada kalangan remaja [1] . Hurlock menjelaskan perkembangan remaja yang utama yakni perkembangan emosi namun tidak semua remaja dapat berproses dengan baik. Ada juga remaja yang terlibat dalam kasus kenakalan remaja, yakni permasalahan yang sering ditemui salah satunya adalah bullying atau perundungan [2] . Menurut Ken Rigby bullying sendiri termasuk cara untuk mencapai kepuasan pribadi , hal ini ditunjukkan dengan perilaku yang menimbulkan rasa menguasai . Bullying juga disebut dengan tindakan mengolok - olok atau mengintimidasi korban, sama sekali tidak berdaya. salah satu jenis perilaku yang menggunakan pemaksaan dimana terdapat kekerasan fisik atau psikologis yang ditujukan kepada seseorang atau beberapa individu yang tidak menentu atau tidak termotivasi [3] . Istilah “ bullying ” berasal dari bahasa Inggris yang mengacu pada istilah merendahkan atau menganggu seseorang [4] . Berbagai macam bullying yang sering terjadi disekolah meliputi tindakan seperti mengejek, memberi nama julukan, menghasut, mengucilkan teman kelas, menakut-nakuti, mengancam, atau menyerang secara fisik [5] . Sedangkan yang dimaksud dengan bullying fisik adalah tindakan pelaku terhadap korbannya , seperti menggigit , menjambak rambut, memukul, menendang, dan menakut -nakuti, mencakar korban, mengucilkan di tempat kejadian melalui kekerasan fisik [6] . Perilaku agresif yang berulang dan terus-menerus dengan tujuan menyakiti orang lain dalam hubungan antarpribadi yang ditandai oleh ketidakseimbangan kekuatan, bahkan tanpa adanya provokasi yang jelas. Pada anak SMP, ini menjadi masalah serius yang memengaruhi kesejahteraan fisik, emosional, dan akademik mereka, mengingat mereka masih dalam tahap rentan perkembangan identitas dan sosial. Bullying di SMP bisa melibatkan perilaku fisik, verbal, atau relasional yang merugikan korban dan menciptakan lingkungan yang tidak aman disebut dengan bullying , sesuai dengan pandangan Barbara Coloroso [7] . Bullying di lingkungan sekolah merupakan fenomena yang memprihatinkan. Kekerasan bisa terjadi di berbagai tempat dan waktu, terutama diarea dengan pengawasan yang minimal dari guru atau orang dewasa seperti tempat parkir, toilet, halaman sekolah, atau bahkan didalam kelas . Lokasi-lokasi tersebut seringkali menjadi pemicu terjadinya bullying, dengan pelaku kekerasan memilih tempat yang sepi untuk melancarkan aksinya a gar mencapai tujuannya [8] . Berdasarkan Hasil Community Need Assesment (CNA) dengan menggunakan metode wawancara yang dilakukan kepada salah sat u guru BK dan satu siswa di SMP Negeri 5 Sidoarjo menyatakan bahwa bullying dilingkungan sekolahnya saat ini masih ada dan lebih sering terjadi antar kelas atau berkelompok yang berupa bullying verbal seperti mengejek, menuduh, menyoraki didepan umum dan diperoleh data bahwa di lingkungan sekolah masih terdapat bullying yang terjadi diantara siswa namun di sekolah tersebut masih sedikit guru yang mengetahui hal tersebut. Menurut Saptandari & Adiyanti perilaku asertiv sebagai salah satu titik tengah dan menjadi salah satu cara bagi remaja untuk menghindari men jadi korban bullying . Sebagai titik tengah, perilaku ini membantu korban agar tidak membalas bullying dengan kekerasan serta mencegah mereka dari bersikap pasif terhadap perilaku bullying [1] . Asertivitas adalah kemampuan untuk menyampaikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menghormati dan menghargai hak serta perasaan orang lain [9] . Dalam bahasa Inggris, istilah " assertive " mengacu pada kemampuan untuk menyatakan dan menegaskan diri. Saat berkomunikasi dengan orang lain, banyak individu mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri secara jujur. Hal ini tidak hanya tidak memperbaiki hubungan, melainkan malah dapat menyebabkan ketegangan dan konflik antar individu [10] . Menurut Steven dan Howard perilaku asertif adalah keterampilan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan dengan jelas, membela diri, dan mempertahankan pendapat [11] . Komunikasi asertif berperan dalam mengurangi bullying dengan melatih individu untuk menyatakan perasaan dan haknya dengan tegas melalui respon positif, sehingga mengajarkan cara ekspresi diri tanpa menjadi agresif [8] . Menurut Cawood menyatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi diam dan tepat yang muncul dari observasi, kebutuhan, dan sumber lain,atau siswa hak-hak tan pada rasa cemas yang terlihat . Artinya siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara jelas dan ringkas [12] . Jujur adalah menunjukkan semua isyarat pesan yang dapat dimengerti, kata-kata, gerak - gerik, dan perasaan yang mengatakan yang berarti. Menurut D oris Hulbert komunikasi asertif memiliki enam teknik antara lain: mendengar, menyatakan harapan dengan jelas, memperhatikan, kompromi dan negoisasi, bersikap gigih, dan memberikan kritik yang efektiv dan membangun [13] Ada dua aspek dari komunikasi asertif, yakni verbal behavior dan non-verbal behavior. Verbal behavior melibatkan kemampuan dalam mengatakan tidak ( compliance ), durasi berbicara yang panjang ( duration of reply ), kejelasan suara ( loudness ), memberikan saran dan mengeluarkan perasaan (request for new behavior) , kemampuan mengelola emosi ketika berbicara ( affect ), serta merespon pembicaraan setelah orang lain selesai berbicara ( latency of response ). Sementara itu, non-verbal behavior melibatkan kemampuan memandang lawan bicara dengan kontak mata, mengekspresikan perasaan melalui ekspresi muka, menjaga jarak fisik yang tepat, sikap badan yang tegak, dan menggunakan isyarat tubuh yang sesuai untuk memperjelas pesan yang disampaikan kepada lawan bicara [14] . Dalam peri laku asertif memiliki beberapa c iri-ciri antara lain a.) bebas mengungkapkan pikiran dan pendapat dengan Tindakan dan kata-kata y ang baik, b.) mampu melakukan komunikasi secara langsung dan terbuka, c.) dapat memulai, melanjutkan dan menutup pembicaraan dengan baik, d.) Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap pendapat atau hal-hal yang tidak logis dan bersifat negatif , e.) Mampu meminta bantuan atau dukungan dari orang lain saat dibutuhkan , f.) Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, g.) mengakui batasan diri sambil terus berusaha sebaik mungkin untuk meraih tujuan ssehingga ketika berhasil atau pu gagal tetap menjaga harga diri ( self esteem ) dan kepercayaan diri ( self confidance ) [15] . Dengan adanya penjelasan diatas maka penelitian ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yakni penelitian mereka, Anderson et al . Menjelaskan bahwa bullying dapat berdampak buruk pada remaja dari berbagai aspek kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan sosial, bunuh diri, harga diri rendah, dan masalah perilaku yang dapat merusak hubungan keluarga [16] . Selain itu, bullying dapat menyebabkan remaja gagal sekolah. Setelah pelatihan komunikasi asertif terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana perilaku siswa yang paling dominan adalah perilaku asertif dengan presentase 80%. Perilaku asertif dikategorikan berhasil apabila siswa mampu menerapkan komunikasi yang efektif seperti menjaga kontak mata dengan lawan berbicara, tetap tenang dan rileks, menghindari kata-kata yang mengancam, menggunakan ekspresi wajah yang sesuai, berbicara dengan volume suara yang jelas, dan membuat lawan berbicara merasa nyaman. Setelah mengikuti pelatihan komunikasi asertif terjadi peningkatan kemampuan komunikasi siswa dari 33,3% menjadi 80% [17] . Sedangkan Matheson Nursalim menemukan terdapat beerapa laporan penelitian yang menunjukkan bahwa latihan asertif dapat meningkatkan perilaku asertif, menambah pemanaham mengenai materi asertif, agresif, dan pasif [11] . Menurut Yani kasus bullying yang sering terjadi sekitar 61-73% dalam bentuk kekerasan, mengancam, dan juga merebut barang-barang. Adapun yang lainnya dalam bentuk cyber bullying [18] . Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan psikoedukasi peningkatan komunikasi asertif untuk mencegah bullying pada siswa Smp ini sangat penting untuk dilakukannya karena memiliki keterampilan dalam berkomunikasi asertif itu diperlukan bagi setiap manusia sehingga dapat meningkatkan keberhasilan seseorang. Komunikasi asertif sendiri memiliki tingkah laku yang biasanya melalui tindakan seperti Bahasa tubuh dan ekspresi wajah untuk memperlihatkan gambaran emosi dan juga perasaan [19] . Menurut Alberti & Emmons (dalam, Novita, 2017) perilaku asertif seseorang juga dapat jujur, dan menngunakan hak pribadinya tanpa menghilangkan hak atau kepentingan orang lain [20] .
Penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan kuisioner. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam peningkatan komunikasi asertif untuk mencegah bullying bagi siswa SMP.
Responden akan menjadi perbandingan diri dapat dilakukan dengan mengevaluasi skor yang diperoleh sebelum dan setelah pelatihan, untuk menggambarkan hasil dari proses pembelajaran dari siswa. Untuk tujuan tersebut, maka dibutuhkan informasi kondisi awal mengenai kemampuan komunikasi asertif siswa yang didapatkan melalui pengukuran pretest dan informasi kondisi siswa setelah diberikan treatment pelatihan yang diperoleh melalui pengkuran posttest. Tujuan dari hal ini adalah untuk mengevaluasi dampak pelatihan terhadap variabel terikat, yang dalam penelitian ini adalah peningkatan komunikasi asertif untuk mencegah bullying.
Proses pelatihan menggunakan modul sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan intervensi pelatihan. Modul pelatihan peningkatan komunikasi asertif dengan pendekatan psikoedukasi berisi serangkaian aktivitas yang disusun secara sistematis.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengisian Google Form berbentuk pilihan pada pre-test dan post-test. Soal pre-test dan post-test terdiri dari 20 soal yang mana 16 soal terdiri dari pilihan benar atau salah dan 4 soal lainnya merupakan pilihan ganda.
Paired Samples T-Test | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Measure 1 | Measure 2 | W | Z | P | Hodges-Lehmann Estimate | Rank- Biserial Correlation | SE Rank- Biserial Correlation |
Pre-Test | Post-Test | 27.000 | -4.432 | < .001 | -2.000 | -0.898 | 0.200 |
Note. Wilcoxon signed-rank test. |
Berdasarkan tabel 1 Uji Hipotesis menunjukkan bahwa statistik-W Wilcoxon’s Signed Rank yang sangat signifikan yaitu p< ,001. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan sebelum pemberian psikoedukasi dan sesudah psikoedukasi, dimana korelasi rank-Biserial sebagai besaran efek dan di interpretasi sama dengan korelasi r pearson menunjukkan nilai sebesar 0,898 yang mana artinya menunjukkan besaran efek yang besar.
Descriptive Statistics | ||
---|---|---|
Pre-Test | Post-Test | |
Valid | 34 | 34 |
Missing | 0 | 0 |
Median | 15.500 | 17.500 |
Std. Deviation | 1.387 | 1.619 |
Minimum | 11.000 | 13.000 |
Maximum | 18.000 | 20.000 |
Berdasarkan table 2 diatas, hasil deskriptif menunjukkan bahwa median dari pre test (15.500) ke post test (17.500) mengalami kenaikan. Dari boxplots Nampak bahwa terjadi kenaikan antara pre-test dengan post-test.
Kegiatan psikoedukasi di SMP Negeri 5 Sidoarjo akan dilaksanakan dalam format non-training secara spontan, dengan menggunakan metode ceramah dan penjelasan lisan. Psikoedukasi ini akan dipimpin oleh seorang psikolog atau ilmuwan psikologi yang memahami baik metode psikoedukasi maupun isu-isu yang ada dalam komunitas siswa SMP Negeri 5 Sidoarjo.
Kegiatan psikoedukasi ini yang berjudul “Psikoedukasi Peningkatan Komunikasi Asertif Untuk Mencegah Bullying Pada Siswa SMP” yang di selenggarakan pada tanggal 27 November 2023 pada pukul 09.00 – 11.00. kegiatan psikoedukasi ini dilakukan di aula SMP Negeri 5 Sidoarjo, peserta yang mengikuti kegiatan psikoedukasi ini merupakan siswa-siswi yang aktif dari masing-masing perwakilan kelas 7 dan 8 yang berjumlah 26.
Psikoedukasi dimulai dengan Pre Test untuk peserta terhadap materi yang akan disampaikan oleh narasumber, MC akan memberikan arahan terhadap peserta agar peserta mengisi jawaban Pre Test yang dikirimkan melalui google form. Berikutnya adalah penyampaian materi yang dipaparkan oleh psikolog yang dimana materinya berisikan: Apa itu Bullying, apa saja macam-macam dari bullying, apa penyebab dan juga cara mencegah adanya bullying, kemudian bagaimana cara mencegah bullying dengan menggunakan komunikasi asertif, kemudian komunikasi asertif sendiri itu seperti apa, dan juga menjelaskan tentang peranan komunikasi asertif terhadap bullying itu sendiri.
Pemateri menyampaikan materi dengan metode ceramah, yang dimana pemateri akan menjelaskan dengan penerangan dan pengucapan kata-kata secara lisan terhadap peserta dan kemudian peserta dianjurkan untuk mendengarkan secara rinci, dan juga mencatat semua yang dijelaskan oleh pemateri agar memahami materi tersebut dengan baik. Dengan metode tersebut, peserta dapat mengerti dan mudah untuk memahami materi. Pemateri juga memaparkan materi tersebut dengan berdiri agar peserta bisa melihat pemateri yang sedang memaparkan materi. Pemaparan materi juga menggunakan proyektor agar peserta dapat melihat dengan jelas.
Setelah penyampaian materi berikutnya adalah penayangan video yang berisikan tentang komunikasi asertif sendiri merupakan komunikasi yang membuat kamu terlihat bertanggung jawab atas pendapat kamu tapi juga tidak menyalahkan orang lain. John Paul Lederach juga mengatakan bahwa jika kita bisa mengelola konflik maka kita mampu mendapatkan solusi dan menjadi kreatif.
Selanjutnya di lanjutkan dengan pengisian Post-Test yang diberikan panitia dalam bentuk google form yang berisikan tentang pemahaman materi komunikasi asertif dan juga bullying.
Untuk mengurangi bullying, perlu ada usaha berkelanjutan agar tercipta lingkungan yang aman dan terhindar dari dampak negatif yang dapat memengaruhi kesehatan mental remaja. Melalui upaya tersebut, potensi untuk mencegah dan mengurangi bullying akan meningkat. Tujuan dari usaha ini adalah membantu individu mengenali diri mereka sendiri, membangun keberanian untuk melaporkan insiden bullying, serta mengembangkan sikap yang assertif [21].Perilaku asertif menjadi titik tengah dan solusi efektif bagi remaja agar tidak menjadi korban bullying. Hal ini karena perilaku asertif membantu korban untuk tidak membalas perilaku bullying dengan kekerasan, serta mencegah mereka dari bersikap pasif terhadap pelaku bullying.[22]. Menurut Fensterheim dan Baer, terdapat beberapa ciri dari perilaku asertif. Seseorang dengan perilaku asertif akan memiliki kebebasan untuk menyampaikan pikiran dan pendapat kepada orang lain, baik melalui kata-kata maupun tindakan. Mereka juga mampu berkomunikasi secara langsung dan terbuka, menolak atau menyatakan ketidaksetujuan terhadap pendapat orang lain, serta menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan mereka.[23].
Banyak orang merasa enggan bersikap asertif karena khawatir tidak disukai. Namun, ketidakmampuan untuk bersikap asertif dapat menyebabkan situasi yang tidak nyaman. Pelatihan asertif diharapkan dapat membantu individu dalam menyampaikan pendapat, perasaan, dan membela diri dalam situasi yang tidak nyaman, mengancam, atau berbahaya. Secara khusus, teknik sosiodrama telah diterapkan untuk mengembangkan keterampilan asertif sebagai langkah pencegahan bullying.[24].
Teknik pelatihan asertif terbukti efektif dalam meningkatkan locus of control internal siswa, baik dalam konteks hubungan sosial maupun pembelajaran di kelas. Akibatnya, siswa menjadi lebih mampu secara mandiri mengungkapkan hal-hal yang mengganggu dan merugikan mereka secara fisik, psikologis, dan mental. Hal ini membantu mereka untuk menolak pengaruh negatif, tidak mudah diperdaya, dan menghindari perilaku pelecehan[25].
Menurut Khusnul, perilaku asertif dapat dianggap berhasil ketika siswa mampu melakukan kontak mata dengan lawan bicara, tetap tenang, menghindari kata-kata yang mengancam, mengekspresikan wajah dengan jelas saat berbicara, menggunakan nada suara yang sesuai, serta menciptakan suasana yang nyaman selama percakapan[17]. Seseorang yang menerapkan komunikasi asertif dalam kehidupan sehari-hari mampu memahami maksud lawan bicaranya. Mereka menunjukkan sikap tegas namun tidak mendominasi, serta menjaga keseimbangan dalam interaksi dengan orang lain[26].
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah di jelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1), kegiatan psikoedukasi peningkatan komunikasi asertif untuk mencegah bullying di SMP Negeri 5 Sidoarjo menunjukkan adanya hasil yang signifikan ataupun hasil yang yang berbeda saat sebelum diberikan psikoedukasi dan sesudah diberikan psikoedukasi, 2), pemahaman peserta tentang materi yang di jelaskan oleh narasumber cukup baik, hal ini dapat dilihat dari cukup minatnya peserta untuk bertanya kepada narasumber ataupun menjawab pertanyaan yang telah dilakukan narasumber. 3), masih perlu diadakan psikoedukasi peningkatan komunikasi asertif secara lanjutan untuk membantu pada siswa-siswi memahami lebih dalam cara-cara berkomunikasi asertif.